Anda di halaman 1dari 41

BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. Kajian Teori

1. Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013

Suherman (2006:74) menyatakan pendekatan pembelajaran matematika

adalah cara yang ditempuh guru dalam melaksanakan pembelajaran di dalam

kelas agar konsep yang disajikan dapat beradaptasi dengan peserta didik. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan merupakan sudut pandang kita

terhadap pelaksanaan pembelajaran.

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang

pendidikan dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan

berbasis proses keilmuwan. Kegiatan yang terdapat di dalam pendekatan saintifik

dikenal dengan istilah kegiatan 5M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Berikut penjelasan dari

masing-masing kegiatan.

a. Mengamati

Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran

(meaningfull learning). Guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk

melakukan kegiatan pengamatan, melalui kegiatan melihat, menyimak,

mendengar, dan membaca.

b. Menanya

Guru membuka kesempatan secara luas untuk bertanya mengenai apa

yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca. Guru membimbing peserta didik, agar

dapat mengajukan pertanyaan. Dalam kegiatan menanya guru mendorong peserta

didiknya untuk menjadi pembelajar yang baik. Melalui kegiatan menanya seorang

18
19

guru dapat membangkitkan rasa ingin tahu peserta didiknya, mendorong, dan

menginspirasi peserta didiknya untuk belajar dengan baik.

c. Mengumpulkan Informasi

Peserta didik mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dengan

memperhatikan suatu objek, melakukan eksperimen, dan membaca buku.

d. Mengasosiasi/ Menalar

Informasi yang sudah diperoleh pada kegiatan sebelumnya, menjadi

dasar bagi kegiatan berikutnya. Penalaran merupakan proses berpikir yang logis

dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh

simpulan berupa pengetahuan.

e. Mengkomunikasikan

Peserta didik menuliskan atau mempresentasikan apa yang ditemuinya

dalam kegiatan mencari informasi dan mengasosiasi.

Berikut ini adalah deskripsi langkah pembelajaran dengan pendekatan

saintifik (5M) pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik


Langkah
Deskripsi Kegiatan Bentuk Hasil Belajar
Pembelajaran
Mengamati Mengamati dengan indra Perhatian pada waktu
(observing) (membaca, mendengar, mengamati suatu
menyimak, melihat, objek/membaca suatu
menonton, dan tulisan/mendengar suatu
sebagainya) dengan atau penjelasan, catatan yang dibuat
tanpa alat tentang yang diamati,
kesabaran, waktu (on task)
yang digunakan untuk
mengamati
Menanya Membuat dan mengajukan Jenis, kualitas, dan jumlah
(questioning) pertanyaan, tanya jawab, pertanyaan yang diajukan
berdiskusi tentang peserta didik (pertanyaan
informasi yang belum faktual, konseptual, prosedural,
dipahami, informasi dan hipotetik)
tambahan yang ingin
20

Langkah
Deskripsi Kegiatan Bentuk Hasil Belajar
Pembelajaran
diketahui, atau sebagai
klarifikasi.
Mengumpulkan Mengeksplorasi, mencoba, Jumlah dan kualitas sumber
informasi/ berdiskusi, yang dikaji/digunakan,
mencoba mendemonstrasikan, kelengkapan informasi,
(eksperimenting) meniru bentuk/ gerak, validitas informasi yang
melakukan eksperimen, dikumpulkan dan
membaca sumber lain instrumen/alat yang digunakan
selain buku teks, untuk mengumpulkan data.
mengumpulkan data dari
nara sumber melalui
angket, wawancara, dan
memodifikasi/menambahi/
mengembangkan
Menalar/ Mengolah informasi yang Mengembangkan interpretasi,
mengasosiasi sudah dikumpulkan, argumentasi dan kesimpulan
(associating) menganalisis data dalam mengenai keterkaitan informasi
bentuk membuat kategori, dari dua fakta/konsep,
mengasosiasi atau interpretasi argumentasi dan
menghubungkan kesimpulan mengenai
fenomena/informasi yang keterkaitan lebih dari dua
terkait dalam rangka fakta/konsep/teori, mensintesis
menemukan suatu pola, dan argumentasi serta
dan menyimpulkan. kesimpulan keterkaitan antar
berbagai jenis fakta-
fakta/konsep/
teori/pendapat;mengembangka
n interpretasi, struktur baru,
argumentasi, dan kesimpulan
yang menunjukkan hubungan
fakta/konsep/teori dari dua
sumber atau lebih yang tidak
bertentangan; mengembangkan
interpretasi, struktur baru,
argumentasi, dan kesimpulan
dari konsep/teori/pendapat
yang berbeda dari berbagai
jenis sumber.
Mengkomunikas Menyajikan laporan dalam Menyajikan hasil kajian (dari
i-kan bentuk bagan, diagram, mengamti sampai menalar)
(communicating atau grafik; menyusun dalam bentuk tulisn, grafis,
) laporan tertulis, dan media elektronik, multi media
menyajikan laporan dan lain-lain.
meliputi proses hasil, dan
kesimpulan secara lisan
Sumber: Permendibud no. 103 tahun 2014
21

SMP Negeri 1 Padang merupakan salah satu sekolah yang menggunakan

kurikulum 2013. Maka pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran Group

Investigation dan model pembelajaran Problem Based Learning yang diterapkan

menggunakan pendekatan saintifik.

Pembelajaran yang sering dilakukan di sekolah selama ini adalah peserta

didik sebagai penerima informasi dari guru. Artinya pembelajaran dilakukan

dengan komunikasi satu arah. Peserta didik dalam pembelajaran sekaligus

melakukan dua kegiatan yaitu mendengarkan dan mencatat. Soal-soal yang

diberikan kurang dapat memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan

kemampuan pemecahan masalah matematisnya. Pada pembelajaran ini juga

peserta didik kurang bertanya dan melakukan diskusi mengenai hal yang tidak

dimengerti. Peserta didik hanya menyalin jawaban yang disajikan di buku catatan

serta soal-soal yang diberikan tersebut kurang bervariasi. Soal yang diberikan

dibahas dengan cara menyuruh satu atau dua orang menuliskan jawabannya di

papan tulis.

Menurut Stahl dalam Dalais (2012, 167-168) selama berlangsungnya

pembelajaran konvensional peserta didik bekerja untuk dirinya sendiri, mata ke

papan tulis dan penuh perhatian, mendengarkan guru dengan seksama, dan belajar

hanya dari guru atau bahan ajar, serta hanya guru yang membuat keputusan dan

peserta didik pasif. Tampak bahwa dalam pembelajaran guru lebih berperan

sebagai subyek pembelajaran dan peserta didik sebagai obyek, serta pembelajaran

belum dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Akibatnya sebagian

besar dari mereka tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari

dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan.


22

Pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru di kelas berdasarkan

observasi yang telah dilakukan adalah pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

Proses pembelajaran dimulai dengan peserta didik mengamati permasalahan yang

ditampilkan oleh guru melalui power point di depan kelas atau membaca dan

mengamati buku paket mereka, kemudian guru menyajikan informasi yang terkait

dengan materi yang telah dibaca siswa di papan tulis. Setelah itu guru meminta

peserta didik untuk mengumpulkan informasi terkait materi yang telah

diterangkan oleh guru yang berada di papan tulis. Selanjutnya, guru memberikan

contoh-contoh soal berdasarkan materi serta pembahasannya. Kemudian untuk

proses menalar atau mengasosiasi guru memberikan beberapa soal latihan kepada

peserta didik untuk mengecek apakah peserta didik telah paham dengan apa yang

telah dijelaskan guru sebelumnya. Setelah peserta didik selesai mengerjakan soal

latihan tersebut, guru meminta beberapa peserta didik untuk mengkomunikasikan

jawaban dari latihan yang telah mereka coba selesaikan.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Artzt & Newman dalam Asma (2006:1) pembelajaran

kooperatif didefinisikan sebagai “small group of learners working together as a

team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal “ .

Sedangkan, menurut Slavin dalam Asma (2006:4) pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, peserta didik dalam satu kelas

dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk

memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif

adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan

memerhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah peserta didik


23

bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan

teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari

sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan peserta didik menjadi

narasumber bagi peserta didik yang lain.

Dalam model pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling

tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim

(2000:3), peserta didik yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya

jika peserta didik lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota

berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Peserta didik

yang bekerja dalam situasi model pembelajaran kooperatif didorong untuk

bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan

usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Jadi model pembelajaran kooperatif

merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara peserta

didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Ibrahim (2000: 6-7) model pembelajaran kooperatif memiliki

ciri-ciri:

a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, peserta didik belajar


dalam kelompok secara kooperatif.
b. Kelompok dibentuk dari peserta didik yang memilki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c. Jika dalam kelas terdapat peserta didik-peserta didik yang terdiri
dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda,
maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras,
suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.
d. Penghargaan (reward) lebih diutamakan pada kelompok
daripada perorangan.

Adapun enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang

menerapkan model pembelajaran kooperatif menurut Lie dalam Asma (2006:9)

terdapat pada tabel 2 berikut:


24

Tabel 2. Tahapan dalam Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif


Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran
Menyampaikan tujuan dan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi peserta didik memotivasi peserta didik belajar.
Fase 2 Guru menyajikan informasi kepada peserta didik
Menyajikan informasi dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
Fase 3 Guru menjelaskan kepada peserta didik
Mengorganisasikan peserta bagaimana caranya membentuk kelompok
didik ke dalam kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
kooperatif melakukan transisi secara efisien.
Fase 4 Guru membimbing kelompok - kelompok belajar
Membimbing kelompok pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
bekerja dan belajar
Fase 5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
Memberikan penghargaan upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
Menurut Ibrahim (2000:6), unsur-unsur dasar model pembelajaran

kooperatif sebagai berikut:

a. Peserta didik dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa


mereka sehidup sepenanggungan bersama.
b. Peserta didik bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam
kelompoknya.
c. Peserta didik haruslah melihat bahwa semua anggota didalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
d. Peserta didik haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang
sama di antara anggota kelompoknya.
e. Peserta didik akan dikenakan evaluasi atau diberikan
penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota
kelompok.
f. Peserta didik berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai

sekurang-kurangnya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan


25

pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan

meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademiknya. Peserta didik

yang lebih mampu akan menjadi narasumber bagi peserta didik yang kurang

mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Tujuan yang kedua,

pembelajaran kooperatif memberi peluang agar peserta didik dapat menerima

teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan

tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat

sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk

mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. Keterampilan sosial yang

dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang

lain, menstimulus teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat,

bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Menurut Ibrahim (2000:7-8) pembelajaran kooperatif memiliki dampak

yang positif untuk peserta didik yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu

memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Cooper (dalam Slavin,

2009:115) mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif,

antara lain:

a. Peserta didik mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara


aktif dalam pembelajaran.
b. Peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi.
c. Meningkatkan ingatan peserta didik.
d. Meningkatkan kepuasan peserta didik terhadap materi
pembelajaran.
26

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Model Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) merupakan

model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks (Trianto, 2015:127). Model

ini diterapkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini

diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Model

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan bentuk

pembelajaran kooperatif dari metode-metode spesialisasi tugas. Group

Investigation adalah sebuah bentuk pembelajaran koperatif yang berasal dari

jamannya John Dewey (1970). Tetapi telah diperbaharui oleh Shlomo dan Yael

Sharan, serta Rachel Lazarowitz. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation, peserta didik terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari

dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma

dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada

guru. Pendekatan ini memerlukan keterampilan komunikasi peserta didik dan

proses kelompok yang baik.

Menurut Winataputra (1992:63) sifat demokrasi dalam kooperatif tipe

Group Investigation ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan atau

setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang

menjadi titik sentral kegiatan belajar. Guru dan murid memiliki status yang sama

dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung

jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik untuk bekerja secara

kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran

serta membantu peserta didik mempersiapkan sarana pendukung. Sarana

pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala


27

sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai

informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan

masalah kelompok.

Asma (2006:105) menyatakan dalam model kooperatif tipe Group

Investigation, model Group Investigation adalah model pembelajaran kooperatif

yang dilaksanakan dengan cara mencari dan menemukan informassi (gagasan,

opini, data, solusi) dari berbagai macam sumber (buku-buku, institusi-institusi,

orang-orang) di dalam dan di luar kelas. Peserta didik mengevaluasi dan

mensintesiskan semua informasi yang disampaikan oleh masing-masing anggota

kelompok dan akhirnya dapat menghasilkan produk berupa laporan kelompok.

Slavin dalam Taniredja dkk (2014:79-80) mengemukakan tahapan-

tahapan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Group Investigation

yang dilustrasikan pada gambar 3 berikut ini.

Grouping

Planning

Investigation
Model Pembelajaran
Kooperatif GI
Organizing

Presenting

Evaluating

Gambar 3. Bagan Tahap Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation


28

Berdasarkan gambar 3 dapat diuraikan keterangan sebagai berikut:

Tahap I Mengidentifikasikan topik dan mengatur ke dalam kelompok-kelompok

penelitian (Grouping).

a. Peserta didik meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan

mengkategorikan saran-saran.

b. Peserta didik bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang

telah mereka pilih.

c. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan peserta didik dan harus

bersifat heterogen.

d. Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi

pengaturan penelitian peserta didik.

Tahap II Merencanakan tugas yang akan dipelajari (Planning)

a. Peserta didik merencanakan bersama mengena:

 Apa yang kita perlajari?

 Bagaimana kita mempelajari?

 Siap melakukan apa (pembagian tugas)?

 Untuk tujuan dan kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?

Tahap III Melaksanakan Investigasi (Investigation)

a. Para peserta didik mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat

kesimpulan.

b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha kelompoknya.

c. Para peserta didik saling berdiskusi, mengklarifikasi, dan menyintesis semua

gagasan.
29

Tahap IV Menyiapkan Laporan Akhir (Organizing)

a. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan

bagaimana mereka akan membuat presentasi.

b. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara (presentasi) untuk

mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi

Tahap V Mempresentasikan Laporan Akhir (Presenting)

a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.

b. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif.

c. Para pendengar mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota

kelas.

Tahap VI Evaluasi (Evaluating)

a. Para peserta didik saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut

dan mengenai tugas yang telah mereka kerjakan.

b. Guru dan peserta didik berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran

peserta didik.

Berdasarkan penjelasan tahapan pembelajaran kooperatif Group

Investigation menurut Slavin di atas. Tahapan pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation yang diterapkan pada penelitian ini sama dengan tahapan

pembelajaran kooperatif yang dipaparkan oleh Slavin.


30

Tabel 3. Kaitan antara Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif dengan


Tahap-tahap Model Group Investigation
Fase Model Pembelajaran Tahap Model Group Investigation
Kooperatif
Fase 1 -
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi peserta didik
Fase 2 -
Menyajikan informasi

Fase 3 Tahap I
Mengorganisasikan peserta didik ke Mengidentifikasikan topik dan
dalam kelompok kooperatif mengatur ke dalam kelompok-
kelompok penelitian (Grouping)
Tahap II
Merencanakan tugas yang akan
dipelajari (Planning)
Fase 4 Tahap III
Membimbing kelompok bekerja dan Melaksanakan Investigasi
belajar (Investigation)
Tahap IV
Menyiapkan Laporan Akhir
(Organizing)
Tahap V
Mempresentasikan Laporan Akhir
(Presenting)
Fase 5 Tahap VI
Evaluasi Mengevaluasi (Evaluating)
Fase 6 -
Memberikan penghargaan

Menurut Istarani (2012:87) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari

model pembelajaran Group Investigation, yaitu sebagai berikut:

a. Dapat memadukan antara peserta didik yang berbeda kemampuan


melalui kelompok yang heterogen.
b. Melatih peserta didik untuk meningkatkan kerjasama dalam
kelompok.
c. Melatih peserta didik untuk bertanggungjawab sebab ia diberi tugas
untuk diselesaikan dalam kelompok.
d. Peserta didik dilatih untuk menemukan hal-hal baru dari hasil
kelompok yang dilakukannya.
e. Melatih peserta didik untuk mengeluarkan ide dan gagasan baru
melalui penemuan yang ditemukannya.
31

Menurut Istarani (2012:87-88) model pembelajaran Group Investigation

selain memiliki kelebihan juga terdapat beberapa kekurangannya, yaitu:

a. Dalam berdiskusi sering sekali yang aktif hanya sebagian peserta


didik saja.
b. Adanya pertentangan diantara peserta didik yang sulit disatukan
karena dalam kelompok sering berbeda pendapat.
c. Sulit bagi peserta didik untuk menemukan hal yang baru sebab ia
belum terbiasa untuk melakukan hal itu.
d. Bahan yang tersedia untuk melakukan penemuan kuarang lengkap.

Model Pembelajaran Group Investigation merupakan salah satu model

pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

merupakan suatu model pembelajaran yang didalamnya peserta didik melakukan

penyelidikan serta percobaan dengan tujuan memperoleh pemecahan masalah

yang tengah dihadapinya secara berkelompok. Menurut Anggraini, Siroj, dan

Putri (2013) bahwa model pembelajaran Group Investigation merupakan salah

satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dengan

Pendekatan Scientific dalam Pemecahan Masalah

Group Investigation merupakan model pembelajaran yang sesuai untuk

proyek-proyek studi yang terintegrasi yang berhubungan dengan hal-hal semacam

penguasaan, analisis, dan mensistesiskan informasi sehubungan dengan upaya

menyelesaikan masalah yang bersifat multi-aspek. Secara umum, guru merancang

sebuah topik yang cakupannya luas, dimana para peserta didik selanjutnya

membagi topik tersebut ke dalam subtopik. Subtopik ini merupakan sebuah hasil

perkembangan dari ketertarikkan dan latarbelakang peserta didik, yang sama

halnya dengan pertukaran gagasan di antara para peserta didik.


32

Sebagai bagian dari investigasi, para peserta didik mencari informasi dari

berbagai sumber baik di dalam maupun di luar kelas. Sumber-sumber seperti

(bermacam buku, institusi, orang) menawarkan sederetan gagasan, opini, data,

solusi, ataupun posisi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari. Para

peserta didik selanjutnya mengevaluasi dan mensistesiskan informasi yang

disumbangkan oleh tiap anggota kelompok supaya dapat menghasilkan buah

karya kelompok (Slavin, 2009:215).

Hal tersebut senada dengan pendekatan scientific bahwa pendekatan

scientific menutut peserta didik aktif mengonstruk konsep, hukum/ prinsip melalui

tahapan-tahapan mengamati (mengidentifikasi atau merumuskan masalah),

mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai

teknik, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip

yang “ditemukan”. Penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran

melibatkan keterampilan proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan

mengkomunikasikan.

Proses pembelajaran Group Investigation dengan pendekatan scientific

saling keterkaitan satu sama lain. Pada tahap Group Investigation (1)

mengidentifikasikan topik dan ke dalam kelompok-kelompok penelitian

(grouping) Pada tahap ini, guru dapat memimpin peserta didik dalam melakukan

diskusi penelitian, kemudian guru menyediakan materi dasar, memfasilitasi

peserta didik agar peka terhadap masalah yang disampaikan oleh guru sehingga

dapat membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik dengan memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan

melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Selanjutnya guru dapat


33

mengkoordinasi peserta didik dalam penyusunan subtopik pilihan yang diambil

peserta didik untuk diselidiki, (2) merencanakan tugas yang akan dipelajari

(planning). Pembelajaran Group Investigation ini bercirikan oleh peserta didik

yang bekerja sama satu sama lain, paling sering berkelompok yang terdiri dari 5-6

orang. Untuk itu guru dapat membimbing dan membantu kelompok-kelompok

merumuskan rencana realita permasalahan yang akan dipelajari pada subtopik

yang sudah ditentukan dan saling bertukar pendapat dapat melatih kemampuan

peserta didik dalam bertanya dan mengkomunikasikan idenya. Bekerjasama dalam

menjaga norma kooperatif dan membantu kelompok menemukan sumber-sumber

yang tepat untuk subtopik yang akan dipelajari, (3) melaksanakan investigasi

(investigation). Dalam tahap ini guru dapat membantu peserta didik untuk

mengembangkan keterampilannya dalam meneliti, kemudian membimbing peserta

didik mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang akan dilakukan

kelompoknya. Para peserta didik saling berdiskusi, mengklarifikasi, dan

menyintesis semua gagasan mengenai subtopik yang dipelajari. Kegiatan

mengkomunikasi dan mengumpulkan informasi sangat mendukung keberhasilan

tahap ini.

Tahap (4) menyiapkan laporan akhir. Pada tahap ini guru harus

mendorong peserta didik menentukan gagasan utama dari temuan-temuan yang

mereka peroleh. Bekerjasama dalam menjelaskan, membandingkan, mengevaluasi

temuan-temuan tersebut. Selanjutnya guru membimbing anggota kelompok

merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan

membuat presentasi. Kemudian wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia


34

acara (presentasi) untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi. Dalam

tahap ini aktivitas menalar, mengkomunikasikan dan mengasosiasikan sangat

dituntut dalam proses pemecahan masalah, (5) mempresentasikan laporan akhir

(presenting). Tahap ini guru membimbing peserta didik untuk membuat presentasi

yang akan disampaikan kepada seluruh peserta didik lainnya yang berada di dalam

kelas dalam berbagai macam bentuk, dimana bagian presentasi tersebut harus

dapat melibatkan pendengarnya secara aktif, sehingga para pendengar dapat

mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas. Keterampilan peserta didik

dalam mengasosiasi dan mengkomunikasikan temuan kelompoknya sangat

mendukung ketercapaian tahap ini, (6) mengevaluasi proses investigasi kelompok

terhadap masalah atau subtopik yang ditemukan (evaluating), tahap ini

dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

menganalisa dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan

penyelidikan dengan intelektual yang mereka gunakan. Tugas guru pada fase ini

adalah membimbing dan membantu peserta didik terhadap penyelidikan dalam

proses-proses yang mereka gunakan.

Ringkasan dari uraian tersebut, dapat dilihat pada Tabel 4. Dimana

menjelaskan aktivitas yang akan dilakukan peserta didik dan guru dalam

penerapan tahap-tahap Group Investigation.


35

Tabel 4. Tahap Group Investigation dengan Pendekatan Scientific dalam


Pemecahan Masalah
Tahap Aktifitas Guru Aktifitas Peserta Didik
Tahap I Membantu dalam Meneliti beberapa sumber,
Mengidentifikasikan mengumpulkan informasi mengusulkan sejumlah
topik dan mengatur dan memfasilitasi topik, dan mengkategorikan
ke dalam kelompok- pengaturan penelitian saran-saran. Dan
kelompok penelitian peserta didik. mempelajari topik yang
(Grouping). telah mereka pilih.
(mengamati dan menanya)
Tahap II Membimbing dan Merencanakan bersama
Merencanakan tugas membantu kelompok- mengenai; apa yang kita
yang akan dipelajari kelompok merumuskan pelajari?, bagaimana kita
(Planning) rencana realita mempelajari?, siapa
permasalahan yang akan melakukan apa (pembagian
dipelajari pada subtopik tugas)?, dan untuk tujuan
yang sudah ditentukan dan kepentingan apa kita
menginvestigasi topik ini?
(menanya)
Tahap III Mendorong peserta didik mengumpulkan informasi,
Melaksanakan untuk mengumpulkan menganalisis data, dan
Investigasi data dan membangun ide membuat kesimpulan. Dan
(Investigation) dalam menyelesaikan mendiskusikan,
masalah mengklarifikasi, dan
menyintesis semua gagasan.
(mengkomunikasi dan
mengumpulkan informasi)
Tahap IV Mendorong peserta didik merencanakan apa yang
Menyiapkan menentukan gagasan akan mereka laporkan, dan
Laporan Akhir utama dari temuan- bagaimana mereka akan
(Organizing) temuan yang mereka membuat presentasi. Dan
peroleh. Dan membentuk sebuah panitia
membimbing peserta acara (presentasi) untuk
didik merencanakan apa mengkoordinasikan
yang akan mereka rencana-rencana presentasi
laporkan, dan bagaimana (mengkomunikasi dan
mereka akan membuat mengasosiasikan)
presentasi
Tahap V Membimbing peserta Menyusun presentasi yang
Mempresentasikan didik untuk membuat dibuat untuk seluruh kelas
Laporan Akhir presentasi dalam berbagai macam
(Presenting) bentuk. Dan mengevaluasi
kejelasan dan penampilan
presentasi berdasarkan
kriteria yang telah
ditentukan sebelumnya
(mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan)
36

Tahap VI Mengevaluasi Saling memberikan umpan


Mengevaluasi pembelajaran peserta balik mengenai topik
(Evaluating) didik. tersebut dan mengenai tugas
yang telah mereka kerjakan.
Dan mengevaluasi
pembelajaran peserta didik
lainnya (mengasosiasi dan
mengkomunikasikan)

5. Model Problem Based Learning

Proses pembelajaran di sekolah pada hakekatnya yang berperan aktif

adalah peserta didik, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator. Oleh karena itu,

metode mengajar seharusnya beralih dari lectur-based format menjadi student-

active approach atau student-centered instruction. Salah satu bentuk pembelajaran

yang menerapkan student-active approach atau student-centered instruction

adalah model Problem Based Learning. Dengan adanya penerapan model

Problem Based Learning yang merupakan model pembelajaran inovatif, peran

guru sebagai pendidik harus bisa membangkitkan minat belajar peserta didik,

motivasi belajar dan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga

diharapkan prestasi belajar peserta didik akan mengalami peningkatan

dibandingkan dengan sebelumnya yang masih menerapkan metode konvensional

ceramah.

Menurut Nana Sudjana (2009:85), “praktek model pembelajaran

pemecahan masalah berdasarkan tujuan dan bahan pengajaran, guru menjelaskan

apa yang harus dicapai peserta didik dan kegiatan belajar yang harus

dilaksanakannya (langkah-langkahnya)”. Melalui ceramah dan alat bantu atau

demonstrasi, guru menjelaskan konsep, prinsip, hukum, kaidah, dan yang

sejenisnya, bersumber dari bahan yang harus diajarkannya. Beri kesempatan

bertanya bila peserta didik belum jelas mengenai konsep, prinsip, hukum, kaidah
37

yang telah dijelaskan tersebut, dan guru merumuskan masalah dalam bentuk

pertanyaan.

Masalah yang diajukan bisa dalam bentuk penerapan konsep, prinsip,

hukum, kaidah tersebut, bisa pula dalam bentuk proses bagaimana konsep atau

prinsip tersebut beroperasi. Guru bersama peserta didik menentukan jawaban

sementara terhadap masalah tersebut. Menentukan jawaban sementara, sebaiknya

guru memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik agar

peserta didik sendiri secara bersama merumuskan dugaan jawaban tersebut. Guru

lebih berperan memberikan arahan dan membimbing pendapat peserta

didik.Tahap selanjutnya, peserta didik diminta mencari informasi, keterangan,

bahan, data, dan lain-lain yang diperlukan untuk menguji jawaban terhadap

masalah di atas untuk membuktikan apakah dugaan atau jawaban sementara yang

telah dirumuskannya itu benar atau salah. Mencari data dan informasi tersebut

bisa dilakukan secara individual, bisa pula secara kelompok. Biasanya dilakukan

lebih baik jika dalam bentuk kelompok agar terjadi diskusi di kalangan peserta

didik.

Berdasarkan data, informasi, keterangan yang diperoleh peserta didik

mendiskusikan keterangan itu, apakah data itu benar atau salah, lalu menghimpun

data tersebut untuk dicocokkan dengan jawaban atau dugaan sementara. Artinya

menguji apakah jawaban atau dugaan sementara yang telah ditetapkan itu benar

atau salah berdasarkan data dan informasi yang telah didapatkannya. Proses ini

guru memberikan bantuan dan bimbingan kepada setiap kelompok. Guru

menjelaskan dan menyimpulkan jawaban yang benar dari setiap masalah dan

penjelasannya-penjelasannya untuk dicatat oleh para peserta didik. Demikian juga


38

jawaban sementara yang ditolak, dijelaskan kesalahankesalahannya agar peserta

didik mengetahuinya. Mengakhiri pelajaran dengan memberikan tugas pekerjaan

rumah tentang penerapan konsep, prinsip, hukum, dan kaidah atau contoh-contoh

dalam praktek kehidupan sehari-hari. Penilaian dilakukan oleh guru pada setiap

langkah, baik pada kerja atau belajar yang dilakukan oleh peserta didik maupun

hasil-hasil belajar yang dicapainya (Sudjana, 2009:86).

Sedangkan menurut Anies (2003), “Model problem-based learning

adalah suatu medel instruksional yang mempunyai ciri-ciri penggunaan masalah

nyata sebagai konteks peserta didik yang mempelajari cara berpikir kritis serta

keterampilan dalam memecahkan masalah”. Problem Based Learning merupakan

pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam suatu mata

pelajaran yang memerlukan praktek. Menurut Boud and Felleti (1997), “Problem

Based Learning is an approach to structuring the curriculum involves confronting

students with problems from practice with provide a stimulus from learning”.

(Problem Based Learning adalah sebuah pendekatan untuk menyusun kurikulum

yang melibatkan peserta didik dalam menghadapi masalah-masalah dari praktek

yang memberikan stimulus untuk pembelajaran).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model Problem

Based Learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik

dengan masalah nyata yang sesuai minat dan perhatiannya, sehingga motivasi dan

rasa ingin tahu menjadi meningkat. Dengan demikian peserta didik diharapkan

dapat mengembangkan cara berfikir dan keterampilan yang lebih tinggi. Seperti

metode pembelajaran lainnya, Problem Based Learning memiliki kekuatan dan

kelemahan. Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran


39

yang memberdayakan daya fikir, kreativitas, dan partisipasi peserta didik dalam

pembelajaran. Hal ini sejalan dengan konsep belajar bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku.

Menurut Putra (2013:82) ada beberapa kelebihan dari model Problem

Based Learning, yaitu sebagai berikut:

a. Peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia


yang menemukan konsep tersebut.
b. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam memecahkan
masalah dan menuntut keterampilan berpikir peserta didik yang
lebih tinggi.
c. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh
peserta didik, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
d. Peserta didik dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena
masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan
kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan motivasi dan
keterkaitan peserta didik terhadap bahan yang dipelajarinya.
e. Menjadikan peserta didik lebih mandiri dan dewasa, mampu
member aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta
menanamkan sikap sosial yang positif dengan peserta didik
lainnya.
f. Pengondisian peserta didik dalam belajar kelompok yang saling
berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga
pencapaian ketuntasan belajar peserta didik dapat diharapkan.
g. Problem Based Learning diyakini pula dapat
menumbuhkankembangkan kemampuan kreativitas peserta didik,
baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di
setiap langkah menuntut adanya keaktifan peserta didik.

Menurut Putra (2013:83) model Problem Based Learning selain memiliki

kelebihan juga terdapat beberapa kekurangannya, yaitu:

a. Bagi peserta didik yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak
dapat tercapai.
b. Membutuhkan banyak waktu dan dana; serta
c. Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan metode
Problem Based Learning.

Para pengembang Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis

masalah menurut Trianto (2015:66) telah mengemukakan karakteristik model

pembelajaran berbasis masalah yaitu :


40

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.


b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
c. Penyelidikan autentik.
d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya.
e. Kerjasama.

Guna memperjelas karakteristik model pembelajaran berbasis masalah

tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah dimulai

dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan di

sekeliling atau di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan

tertentu. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di

sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan

secara pribadi bermakna bagi peserta didik. Mereka mengajukan situasi

kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana, dan

memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun Problem Based Learning

mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar-

benar nyata agar dalam pemecahannya peserta didik meninjau masalah itu

dari banyak mata pelajaran.

c. Penyelidikan autentik. Model pembelajaran berbasis masalah menghendaki

peserta didik untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari

penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis

kemudian mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat

ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen

(jika diperlukan), membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan.


41

d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. Problem Based

Learning menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam

bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk

penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa

laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata itu

kemudian didemonstrasikan atau dipresentasikan kepada teman-temannya

yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu

alternatif terhadap laporan atau makalah.

e. Kerjasama. Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh peserta didik

yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau

dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara

berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak

peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk mengembangkan

keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Pembelajaran Berbasis Masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama

yang dimulai dari guru memperkenalkan peserta didik dengan suatu situasi

masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja peserta didik.

Secara singkat kelima tahapan pembelajaran Problem Based Learning adalah

seperti berikut :
42

Tabel 5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Model Pembelajaran Tahap Tingkah Laku Guru
Berbasis Masalah
Tahap 1 Guru menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran,
Orientasi peserta didik menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi
pada peserta didik terlibat pada aktivitas pemecahan
Masalah masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan
rubric assessmen yang akan digunakan dalam
menilai kegiatan/hasil karya peserta didik.
Tahap 2 Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan
Mengorganisasikan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
peserta didik dengan masalah tersebut.
untuk belajar
Tahap 3 Guru mendorong peserta didik untuk
Membimbing mengumpulkan informasi yang sesuai,
penyelidikan individu melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
maupun penjelasan dan pemecahan masalah.
kelompok
Tahap 4 Guru membantu peserta didik dalam merencanakan
Mengembangkan dan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
menyajikan hasil karya video, dan model dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 5 Guru membantu peserta didik untuk melakukan
Menganalisis dan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
mengevaluasi proses dan proses-proses yang mereka gunakan.
pemecahan masalah

(Ibrahim dan Nur dalam Trianto, 2015:72)

6. Model Problem Based Learning dengan Pendekatan Scientific dalam

Pemecahan Masalah

Problem Based Learning suatu model pembelajaran yang dirancang

dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang auntetik dengan maksud

untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan

keterampilan tinggi, mengembangkan kemandirian dan kepercayaan. Model

pembelajaran tersebut dilandasi pada permasalahan yang membutuhkan

penyelidikan dan penyelesaian nyata sehingga peserta didik terdorong untuk

menyelesaikan masalah dengan cara mengungkapkan ide-de atau gagasan mereka

dalam diskusi kelas.


43

Hal tersebut senada dengan pendekatan scientific bahwa pendekatan

scientific menutut peserta didik aktif mengonstruk konsep, hukum/ prinsip melalui

tahapan-tahapan mengamati (mengidentifikasi atau merumuskan masalah),

mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai

teknik, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip

yang “ditemukan”. Penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran

melibatkan keterampilan proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan

mengkomunikasikan.

Proses pembelajaran Problem Based Learning dengan pendekatan

scientific saling keterkaitan satu sama lain. Pada fase Problem Based Learning,

(1) mengorientasikan peserta didik terhadap masalah, guru dapat memunculkan

pertanyaan yang nyata di lingkungan peserta didik serta dapat diselediki peserta

didik. Penyajian fenomena tertentu atau mendemonstrasikan suatu kejadian dapat

membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik dengan memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat,

menyimak, mendengar, dan membaca. Guru juga dapat membimbing peserta

didik untuk dapat mengajukan pertanyaan perihal dari masalah yang disajikan, (2)

mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Pembelajaran berdasarkan

masalah ini bercirikan oleh peserta didik yang bekerjasama satu sama lain, paling

sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Untuk itu guru dapat

membimbing peserta didik untuk aktif di dalam kelompok untuk menyelesaikan

persoalan yang diberikan. Bekerjasama untuk terlibat dan saling bertukar

pendapat dapat melatih kemampuan peserta didik dalam bertanya dan

mengkomunikasikan idenya.
44

Fase (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Dalam

fase ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan data dan

melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka memaham

dimensi situasi permasalahan. Tujuannya agar peserta didik mengumpulkan cukup

informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri, sehingga

sampai pada pemecahan masalah. Kegiatan bertanya dan mengasosiasi sangat

mendukung keberhasilan fase ini, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil

karya. Pada tahap ini peserta didik menuliskan pemecahan masalah dari

serangkaian informasi yang telah diperoleh. Serangkaian konsep dikumpulkan

dalam kegiatan kelompok dan dipilih strategi dan pendekatan yang tepat dalam

pemecahan masalah. Dalam fase ini aktivitas mencoba, menalar, dan

mengkomunikasikan sangat dituntut dalam proses pemecahan masalah, (5)

menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Fase ini dimaksudkan

untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menganalisa dan

mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dengan

intelektual yang mereka gunakan. Tugas guru pada fase ini adalah membimbing

dan membantu peserta didik terhadap penyelidikan dalam proses-proses yang

mereka gunakan.

Ringkasan dari uraian tersebut, dapat dilihat pada Tabel 6. Dimana

menjelaskan aktivitas yang akan dilakukan peserta didik dan guru dalam

penerapan fase-fase Problem Based Learning.


45

Tabel 6. Fase Problem Based Learning dengan Pendekatan Scientific dalam


Pemecahan Masalah
Fase Aktifitas Guru Aktifitas Peserta Didik
Fase 1 Menyajikan/ Mengamati dan mengajukan
Mengorientasikan memunculkan pertanyaan pertanyaan mengenai
peserta didik pada nyata yang diselidiki oleh masalah tersebut
masalah peserta didik (Mengamati dan menanya)
Fase 2 Membimbing peserta didik Bekerjasama dan saling
Mengorganisasikan untuk membentuk sebuah bertukar pendapat dengan
peserta didik untuk kelompok dan saling sesama anggota kelompok
belajar bekerjasama dalam lain (menanya dan
menyelesaikan masalah mengkomunikasikan)
Fase 3 Mendorong peserta didik Mengumpulkan informasi
Membimbing untuk mengumpulkan data untuk mendapatkan
penyelidikan dan membangun ide dalam kejelasan yang diperlukan
individu maupun menyelesaikan masalah untuk menyelesaikan
kelompok masalah (mengamati dan
mengasosiasi)
Fase 4 Membantu peserta didik Menuliskan setiap tahapan
Mengembangkan untuk mempersiapkan penyelesaian masalah dari
dan menyajikan proses penyelesaian serangkaianinformasi yang
hasil karya masalah diperoleh (mengasosiasi dan
menalar)
Fase 5 Membimbing dan Menganalisis dan
Menganalisis dan membantu peserta didik mengevaluasi proses mereka
mengevaluasi terhadap penyelidikan sendiri dan keterampilan
proses pemecahan dalam proses yang mereka penyelidikan dan intelektual
masalah gunakan yang mereka gunakan
(menanya dan
mengkomunikasikan)

7. Pemecahan Masalah

Masalah timbul karena adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan

dengan kenyataan, antara apa yang telah diketahui dan apa yang ingin diketahui,

serta apa yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan. Karena itu kesenjangan

tersebut harus diatasi. Proses mengatasi kesenjangan tersebut disebut dengan

proses pemecahan masalah. Tidak semua masalah dapat digunakan untuk

mengukur kemampuan pemecahan masalah. Permasalahan yang dimaksud adalah

permasalahan yang melibatkan proses mental untuk menyelesaikannya.


46

Berbicara mengenai pemecahan masalah, para pakar matematika banyak

merujuk pendapat Polya. Polya (dalam Jainuri) mengartikan pemecahan masalah

sebagai “Suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai

suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai”. Di dalam Assessing 21st

Century Skill, “Problem Solving is the basic process for identifying problems,

considering options, and making informed choice”. Artinya, pemecahan masalah

adalah proses dasar untuk mengidentifikasi masalah, mempertimbangkan pilihan,

dan membuat pilihan informasi.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang

sangat penting karena dalam pembelajaran maupun penyelesaian, peserta didik

dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta

keterampilan yang sudah dimiliki untuk ditetapkan pada pemecahan masalah yang

bersifat tidak rutin (dalam Suherman, 2006:89). Berdasarkan teori belajar yang

dikemukakan Gagne (dalam Suherman, 2006:89), bahwa keterampilan intelektual

tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pemecahan masalah merupakan usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan

(situasi baru) atau masalah tidak rutin dalam matematika. Hal ini dilakukan

dengan menemukan kombinasi dari aturan-aturan yang telah dipelajari

sebelumnya untuk mengatasi situasi baru tersebut. Jika seseorang mampu

menemukan aturan untuk mengatasi situasi baru tersebut, artinya ia tidak hanya

berhasil memecahkan masalah, namun juga menemukan suatu hal baru. Hal baru

tersebut menurut Gagne dalam Wena (2012:52) yaitu “seperangkat prosedur atau
47

strategi yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam

berpikir”.

Manfaat yang akan diperoleh peserta didik melalui pemecahan masalah

dalam Fauzan (2011), yaitu:

a. peserta didik akan belajar bahwa ada banyak cara untuk


menyelesaikan suatu soal (berpikir divergen) dan ada lebih dari
satu solusi yang mungkin dari suatu soal,
b. peserta didik terlatih untuk melakukan eksplorasi, berpikir
komprehensif, dan bernalar secara logis,
c. mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan membentuk
nilai-nilai sosial melalui kerja kelompok.

Pemecahan masalah tidak akan berkembang begitu saja di dalam diri

peserta didik tanpa adanya latihan atau pembiasaan dengan soal-soal pemecahan

masalah. Semakin sering peserta didik dilatih dengan masalah tidak rutin maka

semakin banyak pula pengalaman peserta didik dalam memecahkan masalah.

Selain itu peserta didik juga terbiasa dengan langkah-langkah yang harus

dilakukannya untuk menyelesaikan masalah matematika.

8. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah merupakan target belajar matematika. Sementara

hasil dari suatu proses pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan

masalah. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting bagi peserta didik. Para

ahli sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas

tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan

(Suharsono 1991, dalam Wena, 2012:53). Seorang peserta didik dikatakan telah

memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik jika telah memenuhi

indikator pemecahan masalah. Indikator pemecahan masalah dalam

Permendikbud Nomor 58 tahun 2014, yaitu:


48

a.
memahami masalah,
b.
mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan
dalam mengidentifikasi masalah,
c. menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam
berbagai bentuk,
d. memilih pendekatan dan strategi yang tepat untuk
memecahkan masalah,
e. menggunakan atau mengembangkan strategi pemecahan
masalah,
f. menyelesikan masalah,
g. menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk
memecahkan masalah.
.
Sumarmo dalam Gusmiyanti (2015) juga mengemukakan indikator pemecahan

masalah:

a. mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang


ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan,
b. merumuskan masalah matematik atau menyusun model
matematik,
c. menerapkan strategi untuk menyelesaikan barbagai masalah
(sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika,
d. menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
permasalahan asal,
e. menggunakan matematika secara bermakna.

Pada penelitian ini, indikator kemampuan pemecahan masalah yang digunakan

adalah:

a. mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam

memecahkan masalah,

b. menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam berbagai

bentuk,

c. memilih dan menggunakan strategi yang tepat untuk memecahkan

masalah,

d. menyelesaikan masalah,

e. menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk memecahkan

masalah.
49

Untuk mengukur skor kemampuan pemecahan masalah matematika

peserta didik digunakan rubrik penskoran kemampuan pemecahan masalah. Tabel

7 berikut ini merupakan rubrik yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 7. Rubrik Penskoran Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah


Skor
Indikator
0 1 2 3 4
Mengorga Tidak Tidak benar Mampu Mampu Mampu
nisasi data ada dalam mengidentifi mengidentif mengidentif
dan jawab mengidentif kasi sebagian ikasi ikasi
memilih an. ikasi kecil informasi informasi
informasi informasi informasi yang yang
yang yang yang diberikan diberikan
relevan diberikan diberikan dan dan yang dan yang
dalam dan yang yang ditanyakan ditanyakan
mengident ditanyakan ditanyakan namun dengan
ifikasi hampir lengkap dan
masalah. lengkap dan benar
benar

Menyajika Tidak Tidak benar Jika hanya Jika ada Jika benar
n suatu ada dalam sebagian sedikit dalam
rumusan jawab membuat yang kesalahan membuat
masalah an gambar dari benar dalam dalam gambar dan
secara masalah membuat membuat menuliskan
matematis dan gambar dan gambar dan rumus yang
dalam menuliskan menuliskan menuliskan akan
berbagai rumus yang rumus yang rumus yang digunakan
bentuk. akan akan akan
digunakan digunakan digunakan

Memilih Tidak Tidak benar Strategi yang Strategi Strategi


dan ada dalam digunakan yang yang
mengguna jawab memilih sudah sesuai digunakan digunakan
kan an strategi dengan sudah sesuai
strategi untuk prosedur sesuai dengan
yang tepat memecahka namun dengan prosedur
untuk n masalah ada kesalahan prosedur dan
memecahk saat namun ada melakukan
an mengimplem sedikit perhitungan
masalah ent kesalahan dengan
asikan dalam benar
prosedur perhitungan
50

Skor
Indikator
0 1 2 3 4
Menyelesa Tidak Ada Melaksanaka Melaksanak Melaksanak
ikan ada jawaban n an prosedur an prosedur
masalah jawab akhir tapi prosedur yang benar yang bena
an prosedur yang benar namun hasil serta
penyelesaia namun ada akhir yang mendapatka
n tidak jelas kesalahan diperoleh n hasil
pada tidak benar akhir yang
implementasi benar
prosedur
sehingga
jawaban
salah
Menafsirk Tidak Tidak tepat Mampu Mampu Mampu
an hasil ada menafsirka menafsirkan
menafsirka menafsirka
jawaban jawab n hasil hasil jawaban
n hasil n hasil
yang an jawaban yang jawaban jawaban
diperoleh yang diperoleh yang yang
untuk diperoleh namun hasil
diperoleh diperoleh
memecahk untuk jawaban lebih dari untuk
an memecahka salah setengah memecahka
masalah n masalah n masalah
Sumber: dimodofikasi dari Sri Wardhani dalam Nurdiani (2013:38)

B. Penelitian Relevan

Berikut beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Pertama,

penelitian yang dilakukan Muhandaz (2014) juga menggunakan Group

Investigation. Namun bedanya, penelitian Muhandaz (2014) digunakan untuk

melihat apakah kemampuan representasi dan pemecahan masalah peserta didik

yang belajar mengggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Investigasi

Kelompok lebih baik daripada kemampuan representasi dan pemecahan masalah

peserta didik yang belajar menggunakan pembelajaran pendekatan konvensional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah

matematika peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Investigasi Kelompok lebih baik secara signifikan dari pada peserta didik yang

belajar dengan pendekatan konvensional. Selanjutnya penelitian yang dilakukan


51

oleh Erlinda (2013) juga menggunakan Problem Based Learning dimana hasil

penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika

peserta didik yang belajar dengan Model Problem Based Learning lebih baik

secara signifikan dari pada peserta didik yang belajar dengan pendekatan

konvensional. Persamaan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian yang

dilakukan oleh Erlinda (2013) adalah sama-sama menggunakan model Problem

Based Learning. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini pada variabel

terikat yang diteliti dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik, tempat penelitian, dan pada penelitian ini menggunakan

2 variabel bebas yaitu model Group Investigation dan model Problem Based

Learning.

Kemudian penelitian nasional yang relevan dengan penelitian ini juga

dilakukan oleh Wijayanti dkk (2016), Rusman dkk (2013), Laelasari dkk (2013).

Ketiga penelitian ini juga membandingkan model Group Investigation dengan

model Problem Based Learning. Namun bedanya, penelitian yang dilakukan oleh

Wijayanti dkk (2016) digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan hasil

belajar geografi peserta didik yang mengikuti model Group Investigation berbasis

multiple intellegences dengan hasil belajar geografi peserta didik yang mengikuti

Problem Based Learning berbasis multiple intellegences. Kemudian penelitian

yang dilakukan oleh Rusman dkk (2013) digunakan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan hasil belajar ekonomi antara yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan

model Problem Based Learning. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh

Lielasari dkk (2013) digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan


52

kemampuan matematis antara peserta didik yang menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran Group

Investigation, untuk mengetahui respons peserta didik terhadap pembelajaran

matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning,

serta untuk mengetahui respons peserta didik terhadap pembelajaran matematika

dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation. Hasil dari

penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti dkk (2016) menunjukkan terdapat

perbedaan Kemampuan memecahkan masalah peserta didik dengan menggunakan

Group Investigation dan Problem Based Learning berbasis Multiple Intelligences,

dimana rata-rata hasil belajar Group Investigation lebih tinggi 4,2 dibandingkan

Problem Based Learning, serta Rusman dkk (2013) ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan hasil belajar ekonomi yang pembelajarannya menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dibandingkan dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning dan rata- rata hasil

belajar ekonomi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Group Investigation lebih tinggi 4,2 dibandingkan Problem Based

Learning, dan Lealasari dkk (2013) ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning dengan kemampuan pemahaman

matematis peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Group

Investigation dalam pokok bahasan relasi dan fungsi. Persamaan penelitian yang

dilakukan ini dengan penelitian yang dilakukan oleh ketiga peneliti diatas adalah

sama-sama menggunakan model Group Investigation dan model Problem Based

Learning. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini pada variabel terikat


53

yang diteliti dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik dan tempat penelitian.

Selain itu ada beberapa penelitian nasional lainnya yang relevan dengan

penelitian ini juga dilakukan oleh Gangga dkk (2015) dan Faqihi dkk (2015).

Kedua penelitian ini juga membandingkan model Group Investigation dengan

model Problem Based Learning. Namun bedanya, penelitian yang dilakukan oleh

Gangga dkk (2015) digunakan untuk melihat manakah diantara model Group

Investigation, model Problem Based Learning, dan model pembelajaran langsung

yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik. Kemudian penelitian

yang dilakukan oleh Faqihi dkk (2015) digunakan untuk melihat manakah yang

memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, antara model Group

Investigation, model Problem Based Learning, atau model pembelajaran klasikal

dengan pendekatan saintifik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gangga dkk

(2015) menunjukkan prestasi belajar matematika peserta didik dengan model

Group Investigation lebih baik daripada model Problem Based Learning, maupun

model pembelajaran langsung, dan prestasi belajar matematka peserta didik

dengan model Problem Based Learning lebih baik daripada model pembelajaran

langsung. Selanjutnya Faqihi dkk (2015) ini menunjukkan bahwa model

pembelajaran Group Investigation dan model Problem Based Learning dengan

pendekatan saintifik menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik

daripada moodel pembelajaran klasikal dengan pendekatan saintifik, sedangkan

model pembelajaran Group Investigation dan model Problem Based Learning

dengan pendekatan saintifik menghasilkan prestasi belajar yang sama. Persamaan

penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian yang dilakukan oleh kedua
54

peneliti diatas adalah sama-sama menggunakan model Group Investigation dan

model Problem Based Learning. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini

pada variabel terikat yang diteliti dalam penelitian ini adalah kemampuan

pemecahan masalah matematis peserta didik dan tempat penelitian.

Selanjutnya penelitian internasional yang relevan dengan penelitian ini

adalah Hmelo-Silver dkk (2006), Stepien dkk (1993), Janet dkk (2003). Ketiga

penelitian ini juga menerapkan model Problem Based Learning. Namun bedanya,

penelitian yang dilakukan oleh Hmelo-Silver dkk (2006) digunakan untuk melihat

bagaimana menggunakan strategi khusus untuk mendukung tujuan Problem Based

Learning sehingga peserta didik dapat membangun penjelasan kausal sendiri dan

dapat menjadi pembelajar mandiri sambil mempertahankan proses pembelajaran

yang berpusat pada peserta didik, dan penelitan ini juga ingin memperlihatkan

bahwa dengan mampu mengartikulasikan strategi ini merupakan langkah penting

dalam membantu orang lain belajar seni fasilitasi Problem Based Learning.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Stepien dkk (1993) digunakan untuk

melihat apakah dengan model Problem Based Learning dapat meningkatkan

motivasi dan prestasi belajar peserta didik dengan melihat keterlibatan peran guru,

peserta didik dan sekolah. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Janet dkk

(2003) digunakan untuk melihat apakah dengan menggunakan model Problem

Based Learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta

didik sekolah menengah kelas sains. Persamaan penelitian yang dilakukan ini

dengan penelitian yang dilakukan oleh ketiga peneiti tersebut adalah sama-sama

menggunakan model Problem Based Learning. Sedangkan perbedaannya dengan

penelitian ini pada variabel terikat yang diteliti dalam penelitian ini adalah
55

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik, tempat penelitian, dan

pada penelitian ini menggunakan 2 variabel bebas yaitu model Group

Investigation dan model Problem Based Learning.

Penelitian internasional lainnya yang relevan dengan penelitian ini juga

dilakukan oleh Thant (2008) dan Tan dkk (2007). Penelitian Thant (2008) juga

menerapkan model permbelajaran kooperatif. Namun bedanya, penelitian yang

dilakukan oleh Thant (2008) bertujuan untuk meninjau penelitian mengatasi efek

dari CL pada prestasi akademik peserta didik Asia. Lebih penting lagi, penelitian

ini mencoba untuk menyelidiki ketidaksesuaian antara filsafat CL dan nilai-nilai

budaya Asia. Ini akan membantu pendidik Asia dan peneliti masa depan untuk

mengambil langkah-langkah hati-hati ketika menerapkan pendekatan radikal ini

untuk pengaturan pendidikan lokal. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Tan

dkk (2007) yang juga menerapkan model pembelajaran Group Investigation.

Namun bedanya, penelitian yang dilakukan oleh Tan dkk (2007) digunakan untuk

melihat apakah dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation

dapat meningkatkan motivasi, persepsi, dan prestasi akademik dari peserta didik

singapore. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Tan dkk (2007)

menyimpulkan bahwa: “In an experiment conducted in 7 eighthgrade (Ages 13-

14) classes in Singapore, the authors evaluated the effects of the group

investigation method of cooperative learning versus the effects of the traditional

whole-class method of instruction on students' academic achievement and on their

motivation to learn. The authors also investigated students' perceptions of group

investigation. Students in group investigation and in whole-class instruction

advanced to the same extent over the course of the experiment. Neither method
56

was more effective academically than the other method.” Penelitian yang

dilakukan oleh Tan dkk (2007) ini juga membahas mengenai pembelajaran

kooperatif tipe Group Investigation yang diterapkan untuk mengevaluasi dan

meningkatkan prestasi akademik siswa. Persamaan penelitian yang dilakukan ini

dengan penelitian yang dilakukan oleh Tan (2007) adalah sama-sama

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Sedangkan

perbedaannya dengan penelitian ini pada variabel terikat yang diteliti dalam

penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik,

tempat penelitian, dan pada penelitian ini menggunakan 2 variabel bebas yaitu

model Group Investigation dan model Problem Based Learning.

C. Kerangka Konseptual

Dalam proses pembelajaran matematika, peserta didik tidak hanya

dituntut untuk mendapatkan suatu hasil dari permasalahan yang diberikan, tetapi

peserta didik lebih ditekankan untuk memahami proses yang dilakukan dalam

mencapai atau mendapatkan hasil dari suatu permasalahan tersebut. Namun pada

kenyataannya, dalam proses pembelajaran matematika hal tersebut kurang

menjadi perhatian. Kurangnya perhatian dan minat belajar matematika peserta

didik menjadi penyebab rendahnya hasil belajar peserta didik. Ketidaktertarikan

peserta didik terhadap pelajaran peserta didik membuat peserta didik tidak mampu

memecahkan masalah matematika. Kurangnya partisifasi aktif peserta didik dalam

menemukan serta proses pembelajaran mengakibatkan pembelajaran menjadi

tidak bermakna.

Pembelajaran matematika di sekolah memiliki tujuan mengajarkan

kepada peserta didik tentang berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif
57

serta mempunyai kemampuan kerjasama. Dari hal tersebut pembelajaran

matematika harus bisa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta

didik. Berdasarkan itu dibutuhkan suatu pendekatan yang dapat mempermudah

dalam penguasaan materi matematika sekaligus mampu meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Pembelajaran yang diharapkan

mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik adalah

pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning. Kedua

pembelajaran tersebut merupakan pembelajaran yang menuntut keaktifan peserta

didik dan kekompakan peserta didik. Kedua pembelajaran tersebut juga

merupakan pembelajaran yang akan membantu peserta didik membangun

kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

peserta didik, dan meningkatkan kemampuan pemahaman serta kecerdasan

peserta didik.

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mengikuti

pembelajaran Group Investigation berbeda dengan kemampuan pemecahan

masalah matematis peserta didik yang mengikuti Problem-Based Learning

pada kelas VIII SMP Negeri 1 Padang.

2. kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mengikuti

pembelajaran Group Investigation lebih baik daripada kemampuan

pemecahan masalah matematis peserta didik yang mengikuti pembelajaran

konvensional pada kelas VIII SMP Negeri 1 Padang.


58

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mengikuti

Problem-Based Learning lebih baik daripada kemampuan pemecahan

masalah matematis peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional

pada kelas VIII SMP Negeri 1 Padang.

Anda mungkin juga menyukai