Anda di halaman 1dari 44

BAB 3

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

3.1 Umum

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan kerangka tata ruang wilayah
kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhirarki satu sama lain
yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama jaringan
transportasi.

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten berfungsi:


1) Sebagai arahan pembentuk sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten yang memberikan
layanan bagi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di sekitarnya yang berada dalam
wilayah kabupaten; dan
2) Sistem perletakan jaringan prasarana wilayah yang menunjang keterkaitannya serta
memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada dalam wilayah kabupaten terutama
pada pusat-pusat kegiatan/perkotaan yang ada.

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan:


1) Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
2) Kebutuhan pengembangan dan pelayanan wilayah kabupaten dalam rangka mendukung
kegiatan sosial ekonomi;
3) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kabupaten; dan
4) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.2 Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Perkotaan

3.2.1 Kriteria Pengembangan Sistem Perkotaan

Struktur tata ruang mencerminkan kerangka dasar pola keterkaitan antara satu elemen
ruang dengan elemen ruang lainnya. Struktur tata ruang juga mencerminkan arah
pengembangan ruang wilayah yang bersangkutan. Dengan karakteristik wilayah kepulauan,
Kabupaten Maluku Tenggara Barat membutuhkan suatu struktur tata ruang yang kompak serta
didukung oleh sistem transportasi regional yang handal. Untuk itu dalam pengembangan
struktur tata ruang kabupaten sesuai kaidah penataan ruang perlu memperhatikan unsur-unsur
pokok seperti:
1) Pusat-pusat pertumbuhan;
2) Pelabuhan sebagai simpul penghubung (sistem transportasi); dan
3) Kawasan strategis.

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten dirumuskan dengan kriteria:


1) Mengakomodasi rencana struktur ruang nasional, rencana struktur ruang wilayah provinsi
dan memperhatikan rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan;
2) Jelas, realistis dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada
wilayah kabupaten bersangkutan;
3) Pusat-pusat permukiman yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a) Terdiri Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) serta
pusat kegiatan lain yang berhirarki lebih tinggi dan berada di wilayah kabupaten

III - 1
yang kewenangan penentuannya ada pada Pemerintah Pusat dalam hal ini PKSN
Saumlaki dan Pemerintah Provinsi Maluku yaitu PKL Larat;
b) Memuat penetapan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) serta Pusat Pelayanan
Lingkungan (PPL);
c) Harus berhirarki dan tersebar secara proporsional di dalam ruang serta saling terkait
menjadi satu kesatuan sistem wilayah kabupaten dapat memuat pusat-pusat kegiatan
yang penetapannya menjadi kewenangan kabupaten;
d) Sistem jaringan prasarana kabupaten dibentuk oleh sistem jaringan transportasi
sebagai sistem jaringan prasarana utama dan dilengkapi dengan sistem jaringan
prasarana lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam kerangka Struktur Tata Ruang Wilayah Nasional dikenal 4 (empat) tipe pusat
pertumbuhan wilayah, yakni:
1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. PKN ini ditetapkan dengan
kriteria:
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan
ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
b) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau
c) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi
skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. PKW ditetapkan dengan kriteria:
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN;
b) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau
c) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
3) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. PKL ini ditetapkan dengan
kriteria:
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau
b) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
4) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan
untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. PKSN ini ditetapkan
dengan kriteria:
a) Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara
tetangga;
b) Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang
menghubungkan dengan negara tetangga;
c) pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan
wilayah sekitarnya; dan/atau
d) Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat
mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

Dalam struktur tata ruang nasional, Ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat telah
ditetapkan sebagai PKSN. Dengan demikian, untuk menyesuaikan dengan kriteria PKSN,
maka PKSN Saumlaki membutuhkan dukungan prasarana regional untuk mendukung fungsi

III - 2
sebagai pintu gerbang internasional dan simpul transportasi yang menghubungkan wilayah
sekitarnya.

Selanjutnya dalam RTRW Provinsi Maluku, Kota Larat ditetapkan sebagai Pusat
Kegiatan Lokal (PKL). Penetapan Kota Larat sebagai PKL ini membawa konsekuensi kota ini
harus dikembangkan sebagai pusat pelayanan industri, jasa dan simpul transportasi dalam
skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

Disamping pusat-pusat kegiatan tersebut di atas, maka terdapat dua hirarki pusat
permukiman di dalam wilayah kabupaten yang wewenang penentuannya ada pada pemerintah
kabupaten, yaitu:
1) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa;
2) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan pusat permukiman yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala desa.

Selain pengembangan struktur ruang, didalam kaidah penataan ruang juga dikenal
dengan istilah konsep struktur pelayanan, terutama struktur pelayanan di wilayah daratan.
Konsep struktur pelayanan dimaksudkan untuk menciptakan ruang yang efisien dan mudah
terjangkau sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam pedoman penataan ruang.
Struktur pelayanan harus mampu memberikan tingkat pelayanan yang paling optimal kepada
masyarakat. Untuk itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
(1) Struktur pelayanan kegiatan diatur agar membentuk sistem pelayanan yang berjenjang,
yaitu pusat kota, pusat kecamatan, pusat desa/kelurahan dan pusat lingkungan.
(2) Untuk sarana dan kegiatan pelayanan yang mempunyai tingkat pelayanan skala kota
dikonsentrasikan dalam satu lokasi, yaitu di ibukota Kabupaten sehingga membentuk
Pusat Kegiatan Kota atau Central Business District.
(3) Sarana pelayanan dengan tingkat pelayanan kecamatan dikonsentrasikan di pusat
kecamatan guna melayani kegiatan yang ada di kecamatan tersebut.
(4) Sarana pelayanan dengan tingkat pelayanan yang lebih rendah disebarkan menurut
kebutuhannya.

Sistem pelayanan kegiatan diatur berdasarkan tata jenjang pelayanannya yang berisi
arahan mengenai kapasitas kegiatan, intensitas kegiatan dan terstruktur menurut lokasi serta
jenis dari kegiatan pelayanan dalam lingkup Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Pertimbangan
utama dalam pendistribusian pusat-pusat pelayanan adalah:
(1) Kebutuhan Penduduk
Pelayanan kegiatan wilayah sangat tergantung pada jumlah dan distribusi penduduk
yang akan dilayani. Semakin besar jumlah penduduk yang harus dilayani, maka semakin
besar pula kapasitas dan intensitas serta ragam bentuk pelayanannya.
(2) Jangkauan Pelayanan
Besar kecilnya pelayanan kegiatan di suatu wilayah juga ditentukan oleh luas wilayah
pelayanan yang harus dijangkau. Penentuan lokasi pelayanan diintegrasikan dalam
struktur tata ruang wilayah, sehingga pelayanannya dapat menjangkau seluruh penduduk
secara merata dan dilaksanakan secara efisien.
(3) Tingkat Pencapaian
Lokasi jenis pelayanan kegiatan di suatau wilayah juga ditentukan oleh tingkat
kemudahan pencapaian (aksesibilitas) ke lokasi pelayanan tersebut. Semakin tinggi
tingkat pencapaian, semakin besar pula potensi untuk menjadi pusat pelayanan
kebutuhan penduduk.

III - 3
Sesuai dengan standar dalam petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU), lingkungan permukiman ditetapkan
secara hirarki sesuai dengan jumlah penduduknya seperti terlihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1
Standar Hirarki Lingkungan Permukiman
No Jenis Lingkungan Permukiman Penduduk Pendukung (jiwa)
1 Kabupaten/Kota 1.000.000
2 Kecamatan 120.000
3 Kelurahan/Desa 30.000
4 Unit Lingkungan 10.000
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum

Guna mencapai nilai pelayanan tersebut seoptimal mungkin sesuai Market Oriented,
Level of Service, Economics of Scale dan Social Behaviour yang berlaku, maka hirarki fungsi
pusat pelayanan kegiatan wilayah perencanaan dibagi atas empat tingkatan, yaitu:
(1) Pusat Pelayanan Kota dapat melayani penduduk pendukung sekitar 1.000.000 jiwa.
(2) Pusat Pelayanan Kecamatan, dapat melayani penduduk pendukung sekitar 120.000 jiwa.
(3) Pusat Pelayanan Kelurahan/Desa dapat melayani penduduk pendukung sekitar 30.000
jiwa.
(4) Pusat Pelayanan Lingkungan dapat melayani penduduk pendukung sebesar sekitar
10.000 jiwa, dapat terdiri dari sekitar 4 RW dan terjangkau oleh pejalan kaki dalam
waktu kurang lebih 15 menit atau jarak kurang lebih 5 km.
.
Beberapa prinsip dalam penyusunan kebijakan dasar pengembangan struktur pelayanan
kegiatan adalah:
(1) Menyebarkan sarana pelayanan secara merata sesuai dengan hirarki dan sebaran
penduduk dan kegiatan serta kebutuhannya.
(2) Menyediakan sarana secara lengkap dan memadai sesuai dengan hirarki pelayanannya.
(3) Memusatkan sarana yang setingkat di satu lokasi atau yang berdekatan untuk
mengefisiensikan dan mengefektifkan pelayanannya.
(4) Mengelompokkan kegiatan dengan pusat-pusat pada wilayah pengembangan agar dapat
berperan sebagai pemacu perkembangan dan daya tarik untuk wilayah tersebut.
(5) Mengefisienkan sistem pelayanan aktivitas wilayah.
(6) Mengurangi beban fungsi pelayanan pusat aktivitas wilayah.
(7) Menyebarkan pusat-pusat pelayanan penduduk.
(8) Merangsang perkembangan bagian-bagian wilayah.
(9) Mengurangi arus lalu lintas dan pergerakan ke pusat aktivitas wilayah.

3.2.2 Pembagian Wilayah Pembangunan

Kabupaten Maluku Tenggara Barat diarahkan menjadi 2 wilayah pengembangan (WP).


Pembagian wilayah pengembangan ini didasarkan pada perkiraan hirarki permukiman,
efektifitas jangkaun pelayanan, orientasi pergerakan penumpang dan barang. Kedua wilayah
pengembangan tersebut adalah:
a. WP I Saumlaki yang terdiri dari wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan, Selaru,
Wermaktian, Wertamrian, dan Kormomolin, berpusat di Kota Saumlaki dengan

III - 4
kegiatan utama pengembangan perkotaan, pelayanan jasa, perdagangan, pemerintahan,
pendidikan, transportasi, perikanan, perkebunan, pertanian, dan pariwisata;
b. WP II Larat yang terdiri dari wilayah Kecamatan Tanimbar Utara, Yaru, Nirumas,
Wuarlabobar, dan Molu Maru, berpusat di Kota Larat dengan kegiatan utama
perikanan, pertanian, perdagangan, dan pariwisata.

Peta pembagian WP di Kabupaten Maluku Tenggara Barat disajikan pada Gambar 3.1.

3.2.3 Sistem Hirarki Perkotaan

Dalam rangka mengidentifikasi sistem hirarki perkotaan di Kabupaten Maluku Tenggara


Barat dilakukan analisis skalogram pada 9 kelompok fasilitas dan dikontrol dengan jumlah
penduduk di masing-masing kecamatan. Apabila di suatu kecamatan memiliki kelompok
fasilitas diberi nilai 1 dan apabila tidak terdapat fasilitas diberi nilai 0. Nilai masing-masing
fasilitas tersebut dijumlahkan untuk memperoleh total skor. Berdasarkan Total skor tersebut
dan jumlah penduduk ditentukan hirarki masing-masing kota kecamatan di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat.

Tabel 3.2. memperlihatkan bahwa Kecamatan Tanimbar Selatan (Saumlaki) dan


Tanimbar Utara (Larat) mempunyai kelengkapan fasilitas yang paling tinggi. Sementara Kota
Kecamatan Kormomolin dan Wertamrian mempunyai kelengkapan fasilitas yang paling
rendah. Berdasarkan Kelengkapan tersebut analisis hirarki kota-kota tersebut maka ditetapkan
hirarki dan fungsi kota-kota di Kabupten Maluku Tenggara Barat disajikan dalam Tabel 3.3.

III - 5
Gambar 3.1
Peta Pembagian WP di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
III - 6
Tabel 3.2
Analisis Skalogram untuk Penentuan Hirarki Kota-Kota
di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Jumlah Fasilitas Total
No Kecamatan
Penduduk I II III IV V VI VII VIII IX Skor
1 Tanimbar Selatan 31,571 ● ● ● ● ● ● ● ● ● 9
2 Wertamrian 9,708 ● ● ● 3
3 Wermaktian 10,905 ● ● ● 3
4 Selaru 12,249 ● ● ● ● ● 5
5 Tanimbar Utara 13,226 ● ● ● ● ● ● ● ● 8
6 Yaru 4,810 ● ● ● 3
7 Wuarlabobar 9,907 ● ● ● 3
8 Nirunmas 7,044 ● ● ● 3
9 Kormomolin 5,921 ● ● ● 3
10 ●
● ●
. Molu Maru 2.903 3
Catatan :
I : Pendidikan II : Kesehatan, III : Keagamaan
IV : Perhubungan V : Perindustrian VI : Pariwisata
VII : Pemasaran VIII : Kelembagaan dan Keuangan
IX : Usaha Masyarakat
Sumber : hasil analisis
Tabel 3.3
Hirarki dan Fungsi Kota-Kota di Maluku Tenggara Barat
No Kota Hirarki Fungsi
a. Pusat Pelayanan Pemerintahan,
b. Pelayanan Bagi Kecamatan-Kecamatan Lain di Pulau Yamdena
1 Saumlaki PKSN
c. Pusat Pendidikan
d. Pusat Perdagangan dan Jasa
a. Pusat Pedagangan dan Jasa
b. Pusat Perikanan Terpadu
2 Larat PKL c. Pusat Pelayanan Kota-Kota lain dibagian bagian utara Pulau
Yamdena
d. Pusat Pendidikan
a. Pusat Pelayanan Pulau Yamdena Pantai Utara
b. Pengembangan Kawasan Pertanian
3 Seira PPK
c. Pengembangan Kawasan Perikanan
d. Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa
a. Pusat Pelayanan Pulau Selaru
b. Pengembangan Kawasan Industri
4 Adaut PPK
c. Pengembangan Kawasan Pariwisata
d. Pengembangan Pusat Pemukiman
a. Pengembanga Kawasan Permukiman
5 Romean PPK
b. Pengembagan Kawasan Pertanian
a. Pengembangan Kawasan Permukiman
6 Wunlah PPK
b. Pengembangan Kawasan Perikanan
a. Pengembangan Kawasan Permukiman
7 Tutukembong PPK
b. Pengembangan Kawasan Pertanian
a. Pengembangan Kawasan Permukiman
8 Alusi Kelaan PPK
b. Pengembangan Kawasan Pertanian
a. Pengembangan Kawasan Permukiman
9 Lorulun PPK
b. Pengembangan Kawasan Pertanian
10 Molu PPK a. Pengembangan Kawasan Permukiman

III - 7
b. Pengembangan Kawasan Perikanan
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan hirarki kota-kota maka dapat digambarkan perkiraan pergerakan
antar kota-kota di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Diperkirakan pergerakan paling
tinggi akan terjadi di Ruas Jalan Saumlaki – Lorulun – Tutukembong – Larat (Ruas Jalan
Trans Yamdena). Pergerakan moda transportasi laut yang diperkirakan cukup tinggi
terdapat di (1) Jalur Selaru –Saumlaki, (2) Jalur Romean-Larat, (3) Jalur Wedankau –
Larat, dan (4) Siera – Nirum. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Maluku Tenggara
Barat disajikan dalam Gambar 3.2.

3.2.4 Rencana Pengembangan Sistem Perdesaan

Berdasarkan Undang-undang Penataan Ruang Nomor 26 tahun 2007,


menyatakan bahwa muatan rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi sistem
perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan
prasarana wilayah kabupaten. Mengacu pada ketentuan tersebut, maka dalam
pengembangan struktur ruang wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat pengembangan
Kawasan Perdesaan melekat pada pengembangan sistem pekotaan yang diterjemahkan
dalam kerangkan sistem kota-kota beserta pelayanannya.

Pengembangan sistem perdesaan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat


adalah sebagai berikut:

1) Ibukota Desa dikembangkan Pusat pelayanan skala desa yang berfungsi sebagai
pusat pelayanan pemerintahanan, pelayanan sosial serta mendukung proses koleksi
dan distribusi produk-produk pertanian dari pusat-pusat produksi di wilayah
perdesaan tersebut.
2) Ibukota Desa tersebut selanjutnya diarahakan pengembangannya untuk dapat
memiliki akses dan jaringan transportasi yang baik menuju PPL (Pusat Pelayanan
Lingkungan) atau PPK (Pusat Pelayanan Kesehatan) yang terdekat, dimana PPL dan
PPK merupakan pusat pelayanan antardesa terutama berkaitan dengan fungsi
koleksi dan distribusi produk-produk pertanian
3) PPL selanjutnya merupakan bagian terintegrasi dengan sistem kota-kota dengan
hirarki yang lebih tinggi dan lebih luas seperti PKL, PKW dan PKN.

III - 8
Gambar 3.2
Rencana Sistem Kota-Kota
III - 9
3.2.5 Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Transportasi

3.2.5.1. Kriteria Pengembangan Sistem Transportasi

Pengembangan sistem transportasi dilakukan dengan beberapa kriteria yang


dijelaskan sebagai berikut:
(1) Hubungan Fungsional
Transportasi memiliki peran yang sangat penting dalam menghubungkan satu
wilayah atau pusat pertumbuhan tertentu dengan wilayah atau pusat pertumbuhan
lain. Di dalam wilayahnya sendiri, transportasi juga mempunyai peran dalam
menghubungkan tempat-tempat atau kawasan di dalamnya. Hubungan fungsional
dapat dikelompokan ke dalam kategori: (1) hubungan eksternal, (2) hubungan antar
pusat, (3) hubungan pusat dan wilayah belakangnya (hinterland), ketiga kategori
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Hubungan eksternal
Hubungan eksternal dicirikan dengan pola pergerakan yang didefinisikan
sebagai pergerakan yang berasal dari luar wilayah perencanaan atau pergerakan
yang menuju ke luar wilayah perencanaan. Pergerakan eksternal
memperlihatkan peran kabupaten dalam konstelasi regional yang terlihat dari
tingkat interaksi antar luar wilayah dengan wilayah kabupaten. Interaksi
pergerakan berasal dari wilayah sekitar wilayah Kabupaten Maluku Tenggara
Barat, dengan menggunakan moda transportasi udara di Saumlaki dan
transportasi laut melalui Pelabuhan yang berlokasi di Saumlaki dan Larat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa bandara dan pelabuhan tersebut saat ini
berfungsi sebagai pintu gerbang (outlet) bagi wilayah Kabupaten Maluku
Tenggara Barat.
2) Hubungan antarpusat (antaribukota kecamatan)
Hubungan antarpusat (kota-kota kecamatan) di wilayah Kabupaten Maluku
Tenggara Barat umumnya memiliki hubungan fungsional yang relatif kuat
dengan Saumlaki sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pemerintahan
Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Hubungan fungsional antarkota (kota
kecamatan) di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat sendiri masih relatif
kecil, kecuali pada kota-kota yang sudah terhubungkan dengan jaringan
transportasi. Hubungan fungsional yang relatif kecil tersebut disebabkan oleh
tingkat perkembangan kota yang masih lambat dan keberadaan sarana dan
prasarana transportasi belum memadai serta kendala fisik wilayah kabupaten.
Hubungan antarpusat (kota-kota kecamatan) di wilayah Kabupaten Maluku
Tenggara Barat dilakukan dengan menggunakan moda transportasi darat dan
laut.

3) Hubungan antara pusat dengan wilayah belakangnya


Hubungan fungsional antara pusat (kota) dan wilayah belakangnya di
Kabupaten Maluku Tenggara Barat terutama berkaitan erat dengan fungsi dan
peran kota sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, pusat perdagangan, pusat
koleksi dan distribusi, dan pusat jasa pelayanan untuk wilayah pengaruh kota
bersangkutan (hinterland).
Hubungan antara Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan wilayah
sekitarnya masih relatif rendah. Hal ini disebabkan keterbatasan sarana dan
prasarana transportasi, selain itu pola sebaran desa-desa yang menyebar dan
jarak antar kota dan desa relatif jauh dan kondisi geografis pulau-pulau (gugus

III - 10
pulau) merupakan salah satu faktor kendala untuk pembangunan jaringan
transportasi. Pergerakan antara pusat (kota) dengan daerah belakangnya di
wilayah kabupaten dilakukan dengan menggunakan transportasi darat, laut, dan
udara.
Berdasarkan fungsi dan peranan aspek transportasi dalam pengembangan wilayah,
maka kebijakan pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk menunjang
pengembangan tata ruang di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan mencapai
efisiensi dalam sistem koleksi dan distribusi pada barang dan jasa yang
diperdagangkan. Hal ini dapat dicapai dengan pengembangan teknologi sistem
transportasi dengan penerapan sistem transportasi terpadu antartransportasi laut,
darat dan udara.
Sesuai dengan fungsinya tersebut, maka kebijakan pengembangan sistem
transportasi diarahkan untuk menunjang pengembangan wilayah Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, dengan tujuan sebagai berikut:
a. Pengembangan sistem transportasi yang bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan wilayah kabupaten agar dapat berkembang dengan serasi
bersama-sama dengan wilayah yang ada di sekitarnya dengan sasarannya
adalah:
(a) Membuka keterisolasian wilayah khusus wilayah terbelakang/terpencil,
terutama di Kecamatan yang terpisah dari Pulau Yamdena.
(b) Menunjang kegiatan ekspor-import dengan wilayah lainnya.
(c) Menunjang perkembangan sektor-sektor utama.
b. Pengembangan sistem transportasi yang bertujuan untuk mendukung
pemerataan pembangunan, yaitu dengan sasaran:
(a) Memperlancar koleksi dan distribusi arus barang dan jasa serta
meningkatkan mobilisasi penduduk;
(b) Meningkatkan keterhubungan ke wilayah-wilayah potensi yang masih
belum dimanfaatkan.
c. Pengembangan sistem transportasi yang bertujuan untuk mendukung kegiatan
pariwisata, yaitu dengan sasaran meningkatkan komunikasi kawasan pariwisata
dengan dunia luar (asing maupun domestik).
d. Mempertinggi aksesibilitas dan mobilitas pergerakan penduduk dan barang.
Berdasarkan pola pergerakan yang terjadi di wilayah kota tersebut, maka konsep
pengembangan sistem transportasi di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat
yang wilayahnya merupakan daerah pulau-pulau harus didasarkan pada konsep
integrasi sistem transportasi intermoda (laut, udara, dan darat), dimana untuk
pergerakan eksternal (dalam kaitannya dengan hubungan eksternal) menggunakan
sistem transportasi udara dan laut. Sedangkan untuk pergerakan internal (dalam
kaitannya dengan hubungan antarapusat dan dengan wilayah belakangnya),
dikembangkan sistem transportasi laut dan darat (termasuk penyeberangan
antarpulau).

(2) Kriteria Pengembangan Jaringan Jalan


Pengembangan jaringan jalan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat
dititikberatkan pada peningkatan aksesibilitas wilayah daratan Yamdena. Rencana
pengembangan jaringan jalan diarahkan terutama untuk membuka daerah-daerah
yang selama ini terisolir seperti pembangunan ruas jalan yang menghubungkan
kawasan-kawasan pemukiman serta menghubungkan simpul/pusat-pusat kegiatan

III - 11
utama yang ada di wilayah daratan. Selanjutnya pengembangan sistem jaringan
jalan ini akan diintegrasikan dengan moda transportasi wilayah lainnya secara
terpadu antara darat-laut-udara.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, maka sistem
jaringan jalan dibagi dalam jaringan jalan primer dan sekunder. Sistem jaringan
jalan primer terdiri atas jaringan jalan yang menghubungkan antar hirarki kota,
sedangkan sistem jaringan jalan sekunder adalah jaringan jalan yang
menghubungkan antarkawasan kota.

Tabel 3.4
Klasifikasi Fungsi dan Status Jaringan Jalan
Sistem
Fungsi/Peranan Status/Kewenangan Instansi Yang
Jaringan
Jaringan Jalan Jaringan Jalan Berwenang
Jalan
Sistem Arteri Jalan Nasional Kementrian
Primer Kolektor Kelas 1 Pekerjaan Umum
Kelas 2 Jalan Propinsi Pemerintah Provinsi
Kelas 3
Kelas 4 Jalan Kabupaten Pemerintah
Lokal Kabupaten/Kota
Sistem Arteri Jalan Kota Pemerintah Kota
Sekunder Kolektor
Primer
Sumber : Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan

Menurut status/kewenangannya, Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat


berwenang mengatur jaringan jalan kolektor kelas 4 dan jaringan jalan lokal

3.2.5.2 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pengembangan sistem transportasi multimoda merupakan sistem transportasi yang


sesuai untuk dikembangkan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Dalam sistem ini
keterpaduan antarmoda transportasi merupakan sesuatu yang harus ada baik pada saat
perencanaan maupun saat opersional. Dalam sistem transportasi multimoda untuk
pergerakan internal minimal terdapat dua moda transportasi yang harus dipadukan, yaitu
moda transportasi laut dan moda transportasi darat.

Merujuk pada ketentuan tentang struktur ruang wilayah kabupaten yang terdapat
dalam Permen PU Nomor 16 Tahun 2009, sistem jaringan transportasi darat, mencakup:
jaringan jalan yang terdiri atas:
1) Jaringan jalan nasional yang berada pada wilayah kabupaten;
2) Jaringan jalan provinsi yang berada pada wilayah kabupaten dan
3) Jaringan jalan kabupaten yang terdiri atas: jalan kolektor primer yang tidak termasuk
dalam jalan nasional dan provinsi; jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa,
antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa; jalan
sekunder; dan jalan strategis kabupaten;
4) Jalan khusus, berupa jalan yang dibangun dan dipelihara oleh orang atau instansi
untuk melayani kepentingan sendiri;
5) Jalan dan jembatan, yang meliputi pembangunan jalan/jembatan baru untuk
membuka kawasan terisolasi, untuk meningkatkan kelancaran pemasaran hasil-hasil

III - 12
produksi, serta untuk meningkatkan kelancaran kegiatan ekonomi, sosial dan budaya
lainnya;
6) Lokasi terminal sesuai dengan jenis, kelas pelayanan sebagai terminal antarwilayah
(type A), wilayah kota (tipe B) atau lokal (tipe C) sesuai dengan hirarki pusat
kegiatan dalam sistem nasional, provinsi/metropolitan atau sub terminal; dan
7) Pengembangan prasarana dan sarana angkutan umum massal wilayah, misalnya
berupa jalur bus (bus way).

Rencana pengembangan ruas-ruas jalan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat


adalah:
a. Ruas Saumlaki – Aruidas (58,89 km), Ruas Aruidas – Arma (41 km), Arma –
Siwahan (55 km) merupakan jaringan jalan nasional yang berfungsi sebagai jalan
arteri;
b. Ruas Ilngei – Batu Putih (38,8 km) merupakan jalan provinsi yang berfungsi sebagai
jalan kolektor;
c. Ruas Saumlaki – Batu Putih – Wunlah – Siwahan – Larat sebagai jaringan jalan
provinsi yang berfungsi sebagai jalan kolektor;
d. Ruas Jalan lingkar Pulau Selaru (72,6 km) merupakan jaringan jalan kabupaten
yang berfungsi sebagai jalan kolektor;
e. Ruas jalan utama di Pulau Larat (65,8 km) merupakan jaringan jalan kabupaten yang
berfungsi sebagai jalan kolektor;
f. Ruas jalan utama di pulau-pulau kecil merupakan jaringan jalan kabupaten yang
berfungsi sebagai jalan lokal.

Pembangunan jalan dan jembatan baru di kabupaten ini relatif sedikit


direncanakan, lebih banyak kegiatan pengembangan, revitalisasi dan perbaikan jalan–
jalan dan jembatan yang terletak sejajar dengan garis pantai. Hal ini karena
pengembangan pusat-pusat permukiman terletak di daerah pesisir.

Pengembangan terminal darat yang terdapat di kabupaten ini adalah semuanya


adalah terminal type C (terminal dengan sekala pelayanan lokal). Terminal tipe C
diarahkan pengembangannya di Saumlaki dan Siwahan. Sementara itu terdapat terminal
lokal yang direncanakan untuk mengantisipasi perpindahan moda dari moda darat ke
moda penyeberangan (terminal alih moda) yang direncanakan di Siera, Batuputih,
Wadankau.

Disamping jaringan jalan, jaringan transportasi darat juga meliputi kereta api
jaringan kereta api jaringan jalur kereta api umum yang berada pada wilayah kabupaten,
yang terdiri atas jaringan jalur kereta api antarkota dan jaringan jalur kereta api
perkotaan, termasuk subway dan monorel jaringan jalur kereta api khusus yang berada
pada wilayah kabupaten; dan stasiun kereta api. Jaringan kereta api di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat periode tahun rencana RTRW Kabupaten ini belum akan dikembangkan.

Jaringan sungai, danau dan penyeberangan serta alur pelayaran untuk kepentingan
angkutan sungai dan alur pelayaran untuk kegiatan angkutan danau yang terdapat pada
wilayah kabupaten lintas penyeberangan merupakan muatan yang perlu direncanakan
dalam jaringan sistem transportasi darat. Saat ini terdapat dua pelabuhan penyebarangan
dan mampu dilabuhi kapal dengan bobot hingga 600 GT. Kedua pelabuhan
penyeberangan tersebut adalah Pelabuhan Penyeberangan Saumlaki (150 m) dan Larat.

III - 13
Dalam waktu perencanaan ini direncanakan dikembangkan pelabuhan penyeberangan
untuk melayani penyeberangan lokal yaitu Pelabuhan Penyeberangan di Siera. Beberapa
jalur penyeberangan yang direncanakan adalah:
1. Jalur Penyeberangan Siera – Batu Putih
2. Jalur Penyeberangan Larat – Wedankau
3. Jalur Penyeberangan Saumlaki – Adaut
4. Jalur Penyebrangan Wunlah - Yaru

3.2.5.3 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pelayanan transportasi laut untuk pelayaran nasional yang melayani wilayah


Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang dilakukan oleh PT. PELNI menggunakan kapal
motor yang semuanya singgah di Saumlaki. Kapal-kapal tersebut adalah KM Kelimutu,
KM Tatamailau dan KM Pangrango. Jalur yang dilayani ketiga kapal tersebut adalah:
1) KM Kelimutu dengan rute Makasar – Bau Bau – Ambon – Saumlaki – Tual
Dobo – Timika,
2) KM Pangrango dengan Rute Papua – Saumlaki – Ambon

Jaringan transportasi penyeberangan hingga saat ini merupakan sistem transportasi


yang terpadu dengan jaringan jalan raya dan merupakan penghubung antar pulau yang
berdekatan. Adapun jalur-jalur transportasi penyeberangan yang ada saat ini di wilayah
Maluku Tenggara Barat adalah Jalur Tual – Larat (PP) yang dilayani oleh KMP
Kormomolin (ferry) dan KMP Egron (ferry) yang melayani rute 1: saumlaki – Adaut –
Letwurung (PP) dan rute 2: Saumlaki – Seira – Wunlah – Larat – Romean – Adodo Molo
(PP).

Prasarana pendukung yang sangat penting dalam sistem transportasi laut adalah
adanya pelabuhan-pelabuhan. Pelabuhan terbesar saat ini terdapat di Saumlaki yang
menjadi pelabuhan pengumpul. Pelabuhan Saumlaki saat ini merupakan pelabuhan laut
kelas IV dan merupakan pelabuhan yang tidak diusahakan (sesuai dengan Keputusan
Menhub Nomor 35 tahun 1993). Pelabuhan Saumlaki mempunyai penujang dermaga 150
m, kedalaman kolam 5 m dan mampu disinggahi kapal dengan bobot hingga 1.500 DWT.

Berdasarkan Permenhub Nomor KM 49 tahun 2008 tentang RPJP Dephub 2005-


2025, Pelabuhan Saumlaki direncanakan akan dikembangkan sebagai Pelabuhan Nasional
dengan prioritas tinggi. Sementara berdasarkan RTRWN (PP Nomor 26/2008), Pelabuhan
Saumlaki akan dikembangkan sebagai Pelabuhan Nasional pada tahap pengembangan I
(2009 – 2014) dengan kriteria pemantapan pelabuhan nasional.
Selain pelabuhan Saumlaki sebagai pelabuhan pengumpan, direncanakan pula
secara berhirarki pelabuhan pengumpan di Larat dan di Adaut.

Pengembangan jalur pelayaran yang melewati Kabupaten ini seluruhnya adalah


jalur perintis. Terdapat 4 jalur perintis yang telah ada dan akan dikembangkan di
kabupaten ini. Keempat rute perintis tersebut adalah:

III - 14
KODE
NO JARINGAN TRAYEK DAN JARAK MIL
TRAYEK
1 2 3
1. R – 36 Tual – Toyando – P. Kur – Kaimear – P. Kur – Toyando – Tual
– Molu – Larat – Wunlah – Saumlaki – Kroing – Marsela –
Tepa – Romang – Kisar/Wonreli – Romang – Tepa – Marsela –
Kroing – Saumlaki – Wunlah – Larat – Molu – Tual.

2. R – 37 Tual – Elat – Dobo – Elat – Tual – Toyando – P. Kur –


Kaimear – P. Kur – Toyando –
Tual – Larat – Saumlaki – Kroing – Tepa – Lakor – Moa –
Kisar/Wonreli – Ilwaki – Kalabahi – Reo – Kalabahi – Ilwaki
– Kisar/wonreli – Moa – Lakor – Tepa – Kroing – Saumlaki –
Larat – Tual.
3. R – 38 Saumlaki – Ambon – Namrole – Leksula PP
Saumlaki – Tepa – Babar/Wulur – Leb – Kisar/Wonreli –
Arwala/Sutilarang – Lerokis – Eray/Esuli – Kalabahi – Reo
PP.Saumlaki – Dawera/Dawelor – Tepa, Babar/Wulur –
Romang – Leti – Kisar – Ilwaki – Lerokis – Kupang PP.
4. R - 39 Saumlaki – Sera – Larat – Dobo – Tual – Ambon

III - 15
Gambar 3.3
Peta Rencana Pengembangan Jaringan Transportasi Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2012 - 2032
III - 16
3.2.5.4 Rencana Sistem Transportasi Udara

Kabupaten Maluku Tenggara Barat mempunyai 2 bandar udara yaitu Bandar Udara
Olilit dan Larat. Dalam jangka panjang, Bandara Olilit mempunyai keterbatasan
pengembangan. Oleh karena itu direncanakan pembangunan bandara udara baru.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 48 Tahun 2003 telah ditetapkan
lokasi Bandara Saumlaki Baru di Desa Lorulun, Kecamatan Wertamrian. Rencana
pengembangan bandar Udara Saumalaki Baru telah diatur dengan KM Nomor 49 Tahun
2008 sebagai bandar udara pengumpul skala tersier dan dikategorikan sebagai Bandara
Internasional.
Sementara moda transportasi udara dalam jangka pendek akan masih
mengfungsikan Bandara Olilit dan Bandara Larat. Rencana pengembangan jaringan
transportasi tersebut disajikan dalam Peta Pengembangan Jaringan Transportasi
Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Berdasarkan Permenhub Nomor KM 49/2008 tentang RPJP Dephub 2005–2025,
Bandara Olilit – Saumlaki Baru direncanakan sebagai bandar udara pusat penyebaran
dengan skala pelayanan tersier, yang dalam Undang-undang Nomor 1/2009 tentang
Penerbangan, nomenklaturnya sudah berubah menjadi Bandar Udara Pengumpan.
Sementara berdasarkan RTRWN (PP Nomor 25/2008), Bandara Olilit-Saumlaki Baru
akan dikembangkan sebagai bandar udara pusat penyebaran tersier pada tahap
pengembangan IV (2025 – 2027) dengan kriteria pengembangan bandar udara tersier.

3.2.6 Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Energi

3.2.6.1 Kriteria Pengembangan Sistem Energi

Pengembangan sistem energi dilakukan dengan beberapa kriteria yang dijelaskan


sebagai berikut:
(1) Jaringan Distribusi Primer atau Menengah
Jaringan distribusi primer berfungsi untuk menyalurkan daya listrik, menjelajahi
daerah asuhan ke gardu/transformator distribusi. Jaringan distribusi primer dilayani
oleh gardu hubung atau langsung dari gardu induk dan atau dari pusat pembangkit.
Sesuai dengan fungsinya maka suatu sistem jaringan distribusi primer dengan
bagian-bagiannya dapat merupakan bentuk atau susunan yang berbeda-beda
disesuaikan dengan tujuan-tujuan tertentu.
Macam-macam Jaringan Distribusi Primer:
a. Jaringan Hantaran udara
Jaringan hantaran udara baik untuk dipergunakan pada daerah dengan
kepadatan beban yang rendah, karena disini harga pembelian hak jalan untuk
hantaran udara relatif murah, disamping harga materialnya yang murah
dibandingkan dengan jaringan kabel bawah tanah.
b. Jaringan Kabel Bawah Tanah
Keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu jaringan bawah tanah adalah
bebasnya kabel dari gangguan pohon, sambaran petir maupun dari gangguan
manusia. Kabel-kabel bawah tanah yang digunakan pun banyak sekali jenisnya
selain disebabkan bahan-bahan isolasi plastik yang terus berkembang, sehingga
selalu saja ada tambahan jenis-jenis kabel baru.

III - 17
(2) Bentuk Jaringan Distribusi Primer
Pada umumnya terdapat empat bentuk atau tipe dasar dari sistem jaringan distribusi
primer yaitu:
a. Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Radial

Pola ini merupakan pola yang paling sederhana dan umumnya banyak
digunakan di daerah pedesaan/sistem yang kecil. Umumnya menggunakan
SUTM(Saluran Udara Tegangan Menengah), Sistem Radial tidak terlalu rumit
tetapi memiliki tingkat keandalan yang rendah.
b. Sistem/pola open loop

Merupakan pengembangan dari sistem radial sebagai akibat dari diperlukannya


kehandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok dalam satu
gardu induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus dalam satu
sistem di sisi tegangan tinggi, karena hal ini diperlukan untuk manuver beban
pada saat terjadi gangguan.
c. Sistem/pola Close Loop
Sistem close loop ini layak digunakan untuk jaringan yang dipasok dari satu
gardu induk, memerlukan sistem proteksi yang lebih rumit biasanya
menggunakan rele arah (bidirectional). Sistem ini mempunyai kehandalan yang
lebih tinggi dibanding sistem yang lain.
d. Sistem/pola Spindel

Sistem ini pada umumnya banyak digunakan di distribusi perkotaan besar.


Memiliki kehandalan yang relatif tinggi karena disediakan satu expres feeder/
penyulang tanpa beban dari gardu induk sampai gardu penghubung. Biasanya
pada tiap penyulang terdapat gardu tengah (middle point) yang berfungsi untuk
titik manufer apabila terjadi gangguan pada jaringan tersebut.

e. Sistem/pola Cluster
Sistem cluster sangat mirip dengan sistem spindel, juga disediakan satu feeder
khusus tanpa beban(feeder expres). Sistem jaringan distribusi primer tipe ini
adalah sistem dimana daya listrik disalurkan dari gardu induk atau sumber daya
melalui gardu-gardu distribusi yang berakhir pada gardu refleksi atau disebut
juga sebagai gardu switching.
Kriteria pengembangan jaringan energi (listrik) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.5
Kriteria Pengembangan Jaringan Energi Listrik

Fasilitas
Kriteria Umum Keterangan
Energi/Listrik
Pembangkit 1. Memperhatikan keamanan, keselamatan dan Kriteria teknis
lingkungan hidup mengikuti aturan
2. Penghematan BBM fosil yang berlaku
3. Mengutamakan SDA terbarukan non-fosil
4. Mendorong pengembangan sumber energi alternatif
Transmisi 1. Memperhatikan keamanan, keselamatan dan Kriteria teknis

III - 18
Fasilitas
Kriteria Umum Keterangan
Energi/Listrik
lingkungan hidup mengikuti aturan
2. Jalur transmisi mengikuti jalur jalan kota/desa. yang berlaku
3. Adanya pengamanan (pagar) dan rambu-rambu yang
jelas untuk gardu induk
Jaringan Menjamin pasokan BBM setiap saat
distribusi BBM
Energi alternatif Memperhatikan keberlangsungan sumber energi alternatif Kriteria teknis
dari Alam tersebut sepanjang tahun. mengikuti aturan
yang berlaku
Bahan bakar 1. Memperhatikan keberlangsungan pasokan sepanjang Kriteria teknis
alternatif tahun. mengikuti aturan
2. Tidak mengurangi pasokan untuk keperluan pangan yang berlaku

3.2.6.2 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi/Kelistrikan

Sistem energi/kelistrikan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat akan


dikelompokkan menjadi 5 kelompok yakni; (1) rumah tangga, (2) penerangan jalan,
(3) komersial, (4) pemerintahan dan (5) sosial. Keterbatasan dalam kemampuan
penyediaan energi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dapat diantisipasi dengan
membangun pembangkit listrik berbasiskan sumberdaya alam yang ada di wilayah
tersebut, seperti tenaga air (mikrohidro), tenaga surya, dan tenaga angin. Dengan
dibangunnya pembangkit listrik yang baru diharapkan dapat memenuhi kebutuhan listrik
untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat sampai dengan tahun 2032.

Perkiraan kebutuhan listrik di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dihitung


berdasarkan asumsi sebagai berikut:
(1) Pemakaian Rumah Tangga = rata-rata 1000 VA/ rumah tangga
(2) Penerangan Jalan = 10% dari jumlah pemakaian rumah tangga
(3) Komersial = 125% dari jumlah pemakaian rumah tangga
(4) Pemerintahan = 15% dari jumlah pemakaian rumah tangga
(5) Sosial = 10% dari jumlah pemakaian rumah tangga.

Perkiraan kebutuhan listrik secara rinci per kecamatan di Kabupaten Maluku


Tenggara Barat sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6
Proyeksi Kebutuhan Energi Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2032
Proyeksi Penduduk Kebutuhan Listrik (kVA)
Kecamatan
Jumlah KK RT Jalan Komersil Pemerintah Sosial Total
Tanimbar Selatan 24.933 3.701 3.330,90 333,09 4.163,63 499,64 333,09 8.660,35
Wertamrian 13.200 1.960 1.764,00 176,40 2.205,00 264.60 176,40 4.586,40
Wermaktian 15.449 2.294 2.064,60 206,46 2.508,75 309,69 206,46 5.367,40
Selaru 19.346 2.872 2.584,80 258,48 3.231,00 387,72 258,48 5.367,96
Tanimbar Utara 24.249 3.600 3.240,00 324,00 4.050,00 486,00 324,00 6.720,48
Yaru 5.881 873 785,70 78,57 982,13 117,86 78,57 2.042.83
Wuarlabobar 11.776 1.748 1.573,20 157,32 1.966,50 235,98 157,32 4.090,32
Nirunmas 10.910 1.620 1.458,00 145,80 1.822,50 218,70 145,80 3.790,80
Kormomolin 6.510 967 870,30 87,03 1.087,88 130,55 87,03 2.262.79

III - 19
Total 139.682 20.734 16.888,23 1.767,15 22.089,39 2.650,74 1.767,74 45.945,93
Sumber : Hasil Analisis, 2010

Rencana pengembangan jaringan energi/kelistrikan di Kabupaten Maluku Tenggara


Barat yaitu sebagai berikut:
(1) Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik
Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik Kabupaten Maluku Tenggara Barat
sampai dengan tahun 2032 sebesar 45,9MW, maka direncanakan untuk:

(1) Rencana sistem jaringan energi dengan pengembangan jaringan kelistrikan


yang diselaraskan dengan pengembangan pusat perkotaan, pusat produksi, dan
pusat distribusi sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya, serta
mengacu pada RTRWN dan RTRW Provinsi Maluku;

(2) Rencana peningkatan jaringan dan pelayanan listrik untuk memenuhi


kebutuhan masyarakat dalam bentuk:
(a) Peningkatan dan penambahan kapasitas daya listrik pada Kecamatan
Tanimbar Selatan, Tanimbar Utara, Wermaktian, dan Selaru;
(b) Pembangunan pembangkit listrik baru di Kecamatan Yaru, Wuarlabobar,
Molu Maru;
(c) Peningkatan dan peluasan jaringan distribusi di seluruh kecamatan.
(3) Rencana Pengembangan Sistem Energi adalah pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD).
(2) Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan
A. Jaringan Distribusi Minyak dan Gas Bumi
Peningkatan sistem distribusi BBM terdiri dari Peningkatan kapasitas Depo BBM
di Saumlaki dan pengembangan fasilitas penyimpanan BBM untuk mendukung
pembangkit tenaga listrik tenaga diesel (PLTD) di Kecamatan Tanimbar Utara,
Wermaktian dan Selaru serta peningkatan jaringan distribusi BBM untuk
kepentingan domestik di semua kecamatan
B. Jaringan Transmisi Tenaga Listrik
Jaringan transmisi tenaga listrik yang dikembangkan di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat adalah jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
dengan tegangan 70/20 kV. Sampai dengan akhir tahun perencanaan (2032) belum
dibutuhkan pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik Saluran Udara
Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET);

Secara lebih jelas mengenai rencana jaringan sistem energi/kelistrikan di


Kabupaten Maluku Tenggara Barat dapat dilihat pada Gambar 3.4.

III - 20
Gambar 3.4
Peta Rencana Sistem Energi
III - 21
3.2.7 Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Sumberdaya Air

3.2.7.1 Kriteria Pengembangan Sistem Sumberdaya Air

Kriteria pengembangan sistem sumber daya air meliputi antara lain irigasi, drainase
dan air bersih. Kriteria-kriteria tersebut menjadi dasar perencanaan pengembangan sistem
sumber daya air di Maluku Tenggara Barat. Kriteria masing-masing sistem sumber daya
air, sebagai berikut:
(1) Sistem Irigasi
Kriteria sistem irigasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. Membatasi perubahan fungsi pertanian untuk kegiatan budidaya lain.
b. Mengontrol dan mengendalikan penetrasi kegiatan budidaya ke kawasan
pertanian.
c. Meningkatkan kualitas jaringan irigasi.
d. Melakukan rekayasa teknologi untuk menjamin tersedianya air dalam jumlah
yang memadai pada lahan pertanian tadah hujan.
e. Mengembangkan prasarana irigasi untuk mempertahankan ketersediaan air
untuk pertanian.
f. Merekondisi lahan-lahan kritris untuk meningkatkan ketersediaan air bawah
tanah.
g. Mengupayakan teknologi ramah lingkungan untuk pemanfaatan air bawah
tanah pada lahan-lahan kering.
h. Meningkatkan upaya konservasi dan rehabilitasi hutan maupun lahan kritis
untuk meningkatkan debit air pada satuan wilayah sungai yang sedang
mengalami penyusutan.

(2) Sistem Drainase


Kriteria desain sistem drainase adalah sebagai berikut:
a. Sistem Desain Hidrologi
Kriteria Desain Hidrologi berhubungan dengan rencana periode ulang hujan
untuk desain saluran. kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.7, 3.8, dan 3.9.
(1) Sistem Drainase Makro

Tabel 3.7
Periode Ulang Desain untuk Sistem Drainase Makro
Periode Ulang Desain (tahun)
Kelompok Kota
CA < 10 Ha CA : 10-100 Ha CA : 100-500 Ha CA : > 500 Ha
Metropolitan 1-2 2–5 5 – 10 10 – 25
Besar 1–2 2–5 2–5 5 – 20
Sedang 1–2 2–5 2–5 5 – 10
Kecil 1–2 1-2 1-2 2 –5
Catatan : CA = catchment area (daerah tangkapan hujan)

III - 22
(2) Sistem Drainase Mikro
Tabel 3.8
Periode Ulang Desain untuk Sistem Drainase Mikro
Periode Ulang Desain (tahun)
Tipe Kawasan
CA : 10 - 100 Ha CA > Ha
Industri/Komersial 2-5 5
Permukiman 1 2
Catatan : CA = catchment area (daerah tangkapan air)

(3) Sistem Saluran Jalan Raya


Tabel 3.9
Periode Ulang Desain untuk Sistem Jalan Raya
Klasifikasi Jalan raya Periode Ulang Desain (tahun)
Jalan bebas hambatan (Tol) 5
Arteri 2
Kolektor 1
Lokal 1

b. Kriteria Desain Hidrolik


Kriteria hidrolik berhubungan dengan keawetan saluran dengan membatasi
kecepatan pengaliran dalam saluran yaitu 3 m/det dan kecepatan minimum 0,6
m/det dengan mempertimbangkan kemudahan O dan P untuk mencegah
terjadinya endapan.

c. Kriteria Desain Struktur


Kesalahan dalam menentukan karakteristik akan berisiko kegagalan sehingga
karakteristik dan prinsip kestabilitasan dapat dipenuhi dengan pembentukan
beban muatan yang harus ditanggung oleh sistem.

(3) Sistem Air Bersih


Kriteria dan standar yang digunakan dalam pengembangan sistem air bersih antara
lain:
a. Standar Kualitas Air Baku
Standar kualitas air baku disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air seperti yang disajikan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10
Standar Kualitas Air Peruntukan Air Minum atau yang sejenis
Parameter Satuan Standar Keterangan
FISIKA
0
Temperatur C Deviasi Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya
3
Residu Terlarut mg/L 1000
Residu Tersuspensi mg/L 50 Bagi pengolahan air minum secara konvensional,
residu tersuspensi  5000 mg/L
pH 6-9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut,
maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
KIMIA ANORGANIK
BOD mg/L 2

III - 23
Lanjutan Tabel 3.10.
Parameter Satuan Standar Keterangan
COD mg/L 10
DO mg/L 6 Angka batas minimum
Total Fosfat sbg P mg/L 0,2
NO3 sebagai N mg/L 10
NH3-N mg/L 0,5 Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk
ikan yang peka  0,02 mg/l sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05
Kobalt mg/L 0,2
Barium mg/L 1
Boron mg/L 1
Selenium mg/L 0,01
Kadmium mg/L 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05
Tembaga mg/L 0,02 Bagi pengolah air minum secara konvensional,
Cu  1 mg/L
Besi mg/L 0,03 Bagi pengolah air minum secara konvensional, Fe
 5 mg/L
Timbal mg/L 0,03 Bagi pengolah air minum secara konvensional,
Pb  0,1 mg/L
Mangan mg/L 0,1
Air Raksa mg/L 0,001
Seng mg/L 0,05 Bagi pengolah air minum secara konvensional,
Zn  5 mg/L
Khlorida mg/L 600
Sianida mg/L 0,02
Fluorida mg/L 0,5
Sulfat mg/L 400
Nitrit sebagai N mg/l
Khlorin bebas mg/L 0,03 Bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Belerang sbg H2S mg/l
MIKRO BIOLOGI
Fecal coliform Jml/100 100 Bagi pengolah air minum secara konvensional,
ml fecal coliform  2000 jml/100ml
Total Coliform Jml/100ml
RADIO
AKTIVITAS
- Gross-A Bq/L 0,1
- Gross-B Bq/L 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan Lemak ug/L 1000
Detergen sbg MBAS ug/L 200
Senyawa Fenol ug/L 1
Sebagai Fenol
BHC ug/L 210
Aldrin/Dieldrin ug/L 17
Chlordane ug/L 3
DDT ug/L 2
Heptachlor ug/L 18
Lindane ug/L 56
Methoxyclor ug/L 35
Endrin ug/L 1
Toxaphan ug/L 5

III - 24
Kriteria-kriteria yang menjadi dasar perencanaan pengembangan sistem sumber
daya air di Maluku Tenggara Barat, adalah:
(1) Kriteria Pemilihan Sumber Air
Dalam memilih sumber air hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a.Sumber air termasuk dalam urutan prioritas potensi sumber air yang ada.
b. Kapasitas minimum air sumber pada musim kemarau harus dapat memenuhi
kebutuhan air untuk:
(a) Kapasitas air untuk kebutuhan air minum pada hari maksimum diakhir
periode perencanaan.
(b) Kapasitas minimum air sumber yang diijinkan, yaitu kapasitas air
minimum yang tidak boleh diganggu, biasanya dinyatakan dalam benluk
ketinggian air minimum di atas dasar.
(c) Kapasitas air yang akan diambil dari sumber yang bersangkutan untuk
pemanfaatan lain selain untuk air minum.
c.Kualitas air sumber sepanjang musim (kemarau dan penghujan) harus memenuhi
standar kualitas air baku yang disyaratkan.
d. Mencapai jarak ekonomis yaitu jarak optimum dari sumber ke lokasi Instalasi
Pengolahan Air (IPA) dan dari IPA ke lokasi reservoir distribusi yang dapat
memberikan penilaian biaya relatif terjangkau dan mudah dalam teknis
pengaliran transmisinya.
e.Memenuhi pengolahan ekonomis yaitu pengolahan dari air baku menjadi air
bersih dengan memberikan penilaian finansial yang relatif murah dan relatif
mudah dalam pelaksanaan unit operasi pengolahannya.

(2) Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih


Kriteria perencanaan sektor air bersih yang digunakan adalah seperti yang disajikan
pada Tabel 3.10 meliputi kriteria untuk pelayanan domestik maupun non domestik,
sedangkan untuk standar kriteria air minum disajikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11
Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih untuk Domestik
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa)
500.000 – 100.000 – 20.000 –
URAIAN > 1.000.000 < 20.000
1.000.000 500.000 100.000
Metro (I) Desa (V)
Besar (II) Sedang (III) Kecil (IV)
1. Konsumsi unit sambungan
190 170 150 130 100
rumah (SR) (l/o/h)
2. Konsumsi unit hidran umum
30 30 30 30 30
(HU) (l/o/h)
3. Konsumsi unit non domestik
20 – 30 20 – 30 20 – 30 20 – 30 20 – 30
l/o/h (%)
4. Kehilangan air (%) 20 – 30 20 – 30 20 – 30 20 – 30 20
5. Faktor maksimum Day 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
6. Faktor Peak-Hour 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
7. Jumlah jiwa per – SR 5 5 6 6 10
8. Jumlah jiwa per – HU 100 100 100 100 – 200 200
9. Sisa lokal di jaringan
10 10 10 10 10
distribusi (mka)
10. Jam Operasi 24 24 24 24 24
11. Volume Reservoir (% max
20 20 20 20 20
day demand)
12. SR : HU 50 : 50 s/d 50 : 50 s/d
80 : 20 70 : 30 70 : 30
80 : 20 80 : 20
13. Cakupan pelayanan **) 90 90 90 90 ***) 70

III - 25
3.2.7.2 Rencana Pengembangan Sistem Sumber Daya Air

Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 69 Tahun 2009, rencana sistem jaringan


sumber daya air dapat meliputi: (1) jaringan sumber daya air lintas negara, lintas provinsi,
dan lintas kabupaten/kota yang berada pada wilayah kabupaten; (2) wilayah sungai
kabupaten, termasuk waduk, situ, dan embung pada wilayah kabupaten; (3) jaringan
irigasi yang berfungsi mendukung produktivitas usaha tani terdiri atas bangunan,
bangunan pelengkapnya dan saluran yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan
untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi.
jaringan irigasi terdiri atas jaringan irigasi primer, sekunder dan tersier serta jaringan
irigasi air tanah; (4) jaringan air baku untuk air bersih; (5) jaringan air bersih ke
kelompok pengguna; dan (6) sistem pengendalian banjir di wilayah kabupaten .

Dalam perencanaan sistem Sumber Daya Air di Kabupaten Maluku Tenggara


Barat, tidak semua sumber daya air tersedia sehingga perencanaan dilakukan pada
sumber-sumber utama yang ada di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

a. Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air Lintas dan


Wilayah Sungai

Berdasarkan Permen PU Nomor 11 Tahun 2006 tentang wilayah sungai, di


Kabupaten Maluku Tenggara tidak terdapat wilayah sungai lintas negara, lintas provinsi
maupun lintas kabupaten. Dengan demikaian Sumber Daya Air di wilayah ini merupakan
sistem lokal yang pengelolaannya dapat dilakukan secara mandiri. Rencana
pengembangan wilayah sungai di Kabupaten Maluku Tenggara Barat terdiri dari 3 (tiga)
progran pengembangan yakni:
(a) Program pendayagunaan sumber daya air, dalam hal ini dilakukan dengan
mengembangkan jaringan irigasi di pesisir barat, Selatan dan sebagian pesisir timur
Pulau Yamdena dan pengembangan jaringan air bersih untuk kepentingan domestik
di tiap pusat-pusat permukiman.
(b) Program pengendalian daya rusak air, dalam hal ini Kabupaten Maluku Tenggara
Barat memiliki persoalan dengan permasalahan banjir terutama dari wilayah perairan
laut oleh karena itu pembangunan banguan fisik pengendalian banjir perlu
dikembangkan di wilayah rawan banjir, terutama kawasan permukiman.
(c) Program konservasi sumber daya air, dilakukan dengan mempertahankan daerah-
daerah tangkapan air seperti di kawasan hutan Pulau Yamdena.

b. Rencana Pengembangan Sistem Irigasi

Kriteria sistem irigasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat mencakup hal-hal


sebagai berikut:
(1) Membatasi perubahan fungsi pertanian untuk kegiatan budidaya lain.
(2) Mengontrol dan mengendalikan penetrasi kegiatan budidaya ke kawasan pertanian.
(3) Meningkatkan kualitas jaringan irigasi.
(4) Melakukan rekayasa teknologi untuk menjamin tersedianya air dalam jumlah yang
memadai pada lahan pertanian tadah hujan.
(5) Mengembangkan prasarana irigasi untuk mempertahankan ketersediaan air untuk
pertanian.
(6) Merekondisi lahan-lahan kritris untuk meningkatkan ketersediaan air bawah tanah.

III - 26
(7) Mengupayakan teknologi ramah lingkungan untuk pemanfaatan air bawah tanah pada
lahan-lahan kering.
(8) Meningkatkan upaya konservasi dan rehabilitasi hutan maupun lahan kritis untuk
meningkatkan debit air pada satuan wilayah sungai yang sedang mengalami
penyusutan.

Rencana pengembangan jaringan irigasi di wilayah ini diarahkan pada peningkatan


dukungan terhadap kegiatan produktif seperti pertanian. Pengembangan Irigasi
dikembangkan di wilayah pesisir barat seperti di Kecamatan Wuarlabobar, Kecamatan
Wermakitan, Kecamatan Tanimbar Selatan. Beberapa pembangunan irigasi juga perlu
dikembangkan di wilayah pesisir timur dimana perkembangan kawasan pertanian sudah
berkembang. Rencana pengembangan irigasi di wilayah ini dapat dilihat pada Gambar
3.5.

c. Rencana Pengembangan Sistem Drainase

Dalam upaya menunjang kualitas lingkungan yang terdapat di Kabupaten Maluku


Tenggara Barat maka perlu direncanakan sistem drainase untuk menampung limbah
buangan rumah tangga maupun fasilitas lainnya. Sistem drainase terdiri atas:
(1) Saluran Primer (Sungai)
Untuk mengoptimalkan sistem drainase saluran primer (sungai), maka dilakukan
upaya-upaya normalisasi aliran sungai, terutama sungai-sungai yang berada pada
daerah permukiman penduduk.
(2) Saluran Sekunder
Sedangkan untuk saluran sekunder adalah saluran-saluran pengumpul air limbah
sebelum dialirkan menuju ke Saluran Primer (Sungai).
(3) Saluran Tersier
Saluran tersier adalah saluran yang berada pada daerah permukiman penduduk.

Rencana pengembangan jaringan drainase di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara


Barat adalah sebagai berikut:
1. Jaringan Drainase Primer dikembangkan sepanjang jaringan jalan primer yang
menghubungkan pusat pusat pemukiman Saumlaki (PKSN) dan Larat (PKL).
2. Jaringan Drainase Sekunder dikembangkan pada jaringan jalan penghubung Pusat
Pengembangan Kawasan (PPK) ke PKL atau antara PPK dengan PPK dan
terintegrasi dengan sistem jaringan primer.
3. Jaringan tersier dikembangkan pada pusat-pusat pemukiman skala lokal.

d. Rencana Pengembangan Sistem Air Bersih

Dengan memperhatikan perkembangan wilayah saat ini, maka pengembangan


sistem air bersih menjadi penting dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara
Barat, terutama untuk mengantisipasi tingginya permintaan suplai air disekitar pusat-
pusat pertumbuhan. Adapun pusat-pusat pertumbuhan yang perlu mendapat layanan
jaringan di wilayah Maluku Tenggara Barat dapat dikategorikan sebagai berikut:
(1) Wilayah potensial pengembangan wisata;
(2) Wilayah potensial pengembangan perikanan sekitar pesisir;
(3) Wilayah potensial pengembangan kawasan industri;
(4) Kawasan sentra produksi yang tersebar;
(5) Sentra pengembangan kerajinan;

III - 27
(6) Sentra pengembangan produk pertanian;
(7) Sentra pengembangan pertambangan dan energi.

Pemenuhan kebutuhan air bersih dititikberatkan kepada peningkatan pemanfaatan


sumber-sumber yang ada dan kualitas pelayanan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
(1) Meningkatkan usaha-usaha pelestarian sumber-sumber air bersih;
(2) Pendistribusian air bersih dengan sistem gravitasi dan pelayanan dengan sistem
pompa; Perbaikan jaringan perpipaan; Perluasan jaringan air bersih ke seluruh ibu
kota kecamatan; Peningkatan jumlah kran-kran umum;
(3) Peningkatan koordinasi pengembangan air bersih.

Rencana pengembangan sumber air bersih untuk mendukung kegiatan masyarakat


adalah sebagai berikut:
(1) Pengembangan dan penataan mata air permukaan Wetemar Desa Bomaki
(Kecamatan Tanimbar Selatan);
(2) Pengembangan dan penataan kawasan mata air Desa Olilit Baru dan Desa
Latdalam (Kecamatan Tanimbar Selatan);
(3) Pengembangan dan penataan kawasan mata air di Kecamatan Kormomolin;
(4) Pengembangan sumur-sumur air tanah;
(5) Pengembangan embung-embung pada desa-desa yang tidak memilki sumber air
permukaan;
(6) Pembangunan fasilitas penyediaan air bersih cadangan untuk menghadapi
kemarau.
Kebutuhan prasarana air bersih merupakan hal yang mutlak pada sebuah wilayah.
Mengingat distribusi air bersih pada masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten
Maluku Tenggara Barat belum merata. Perlu direncanakan kebutuhannya berdasarkan
standar perencanaan yang ada. Berdasarkan Kepmen Kimpraswil Tahun 2001, untuk
kebutuhan perumahan 1 orang membutuhkan 140 liter/hari.

Tabel 3.12
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih 2032
Proyeksi
Penduduk Kebutuhan Air Bersih (Liter/Tahun)
Kecamatan Jumlah KK Domestik Perkantoran Pertanian Kantor
Tanimbar Selatan 22117 5.529 23886360 4777272 5971590 5971590
Wertamrian 11705 2.926 12641400 2528280 3160350 3160350
Wermaktian 13707 3.427 14803560 2960712 3700890 3700890
Selaru 17157 4.289 18529560 3705912 4632390 4632390
Tanimbar Utara 21506 5.376 23226480 4645296 5806620 5806620
Yaru 521 1.303 562680 112536 140670 140670
Wuarlabobar * 1044 2.61 1127520 225504 281880 281880
Nirunmas 9671 2.418 10444680 2088936 2611170 2611170
Kormomolin 5765 1.441 6226200 1245240 1556550 1556550
Total 123.932 30.983 111.448.440 22.289.688 27.862.110 27.862.110
Catatan : * Data Kecamatan Moru Maru masih tergabung di Kecamatan Wuarlabobar

III - 28
Gambar 3.5
Peta Rencana Sistem Air Bersih
III - 29
3.2.8 Rencana Pengembangan Dan Kriteria Sistem Telekomunikasi

3.2.3.1 Kriteria Pengembangan Sistem Telekomunikasi

Kriteria pengembangan jaringan telekomunikasi secara umum disampaikan dalam


Tabel 3.13
Tabel 3.13
Kriteria Jaringan Telekomunikasi
Sarana Telepon Kriteria Umum Keterangan
Fixed Telepon 1. Jaringan kabel menjangkau Kriteria teknis mengikuti
(Telepon Rumah) seluruh Ibukota kecamatan aturan yang berlaku
2. Mengutamakan kawasan
perumahan dan komersial
Telepon 1. Diprioritaskan pada Ibukota Kriteria teknis mengikuti
Seluler/Satelit desa yang jauh dari akses jalan/terpencil aturan yang berlaku
2. BTS disebar sesuai dengan
jumlah sebaran penduduk
3. Mengutamakan kawasan
perumahan dan komersial
Sumber : Hasil Analisis

3.2.8.2 Rencana Pengembangan Jaringan Terestrial

Sesuai arahan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) didalam mewujudkan Struktur Ruang
Nasional dalam hal Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi Nasional di Provinsi
Maluku belum direncanakan Pengembangan Jaringan Terestrial bagi pelayanan di pusat-
pusat pertumbuhan, setidaknya sampai dengan akhir tahun 2032.

3.2.8.3 Rencana Pengembangan Feeder

Sesuai arahan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) di dalam mewujudkan Struktur Ruang
Nasional dalam hal Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi Nasional di Provinsi
Maluku direncanakan Pembangunan Jaringan Pelayanan Feeder dan Pulau-pulau.

3.2.8.4 Rencana Pengembangan Telekomukasi Alternatif

Mengingat geografis Indonesia yang sangat luas yang terdiri dari ribuan pulau dan
lautan yang luas serta kemampuan penyediaan prasarana telekomunikasi yang masih
terbatas. Banyak daerah di Indonesia yang belum terjangkau sistem telekomunikasi
secara memadai dan dapat diandalkan. PT. Telkom sebagai BUMN yang bergerak di
bidang Telekomunikasi yang memiliki tugas untuk menyediakan fasilitas telekomunikasi
di Indonesia telah berusaha memenuhi keinginan masyarakat dan dunia usaha namun
karena keterbatasan anggaran belum mampu mengatasi kesenjangan antara ketersediaan
dan kebutuhan prasarana telekomunikasi diseluruh wilayah Nusantara.

Jasa telekomunikasi yang disediakan PT. Telkom bagi pertelekomunikasian di


Indonesia antara lain adalah Sistem Telepon Tetap dan Sistem Telepon Bergerak.
Sedangkan pihak swasta umumnya lebih mengarah kepada Sistem Telepon Bergerak
karena Sistem Telepon Tetap masih merupakan monopoli pihak PT. Telkom.

III - 30
Beberapa teknologi telekomunikasi didunia saat ini telah tersedia, salah satunya
adalah VoIP (Voices over Internet Protocol). Infrastruktur telekomunikasi ini bukan
infrastruktur publik dan sama sekali tidak bertumpu pada operator telekomunikasi yang
ada sekarang ini. Infrastruktur telekomunikasi ini dapat dibangun sendiri oleh masyarakat
atau kelompok masyarakat karena teknologinya sangat sederhana dan dengan biaya yang
murah.

Dengan keterbatasan kemampuan PT. Telkom dalam memenuhi jasa


telekomunikasi bagi masyarakat, maka bagi daerah yang terpencil atau terisolasi dan
belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi yang disediakan oleh PT. Telkom maka
pemanfaatan Teknologi VoIP ini layak dipertimbangkan untuk digunakan.

Pengembangan prasarana telekomunikasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat


diarahkan pada gabungan jaringan pelayanan komunikasi yang disiapkan oleh pemerintah
dan yang dibangun oleh swasta. Prasarana Telekomunikasi meliputi prasarana telematika
dengan sistem kabel, sistem seluler atau sistem satelit pada Kecamatan Tanimbar Selatan,
Wertamrian, Wermaktian, Selaru, Tanimbar Utara, Yaru, Wuarlabobar, Nirunmas,
Kormomolin dan Molu Maru.

3.2.9 Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Prasarana Pengelolaan


Lingkungan

3.2.9.1 Kriteria Pengembangan Sistem Persampahan

Sistem pengelolaan sampah yang diterapkan adalah sistem pengelolaan yang


meliputi pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan perjalan serta pengelolaan akhir di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

Sarana pengangkutan sampah direncanakan menggunakan container terutama


pelayanan pada lingkungan-lingkungan permukiman, areal komersial, seperti
perdagangan dan pasar. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan kemudahan dalam
pengumpulan dan pengangkutan karena sumber sampah langsung dimasukkan ke dalam
container untuk diangkut ke TPA. Pengangkutan sampah baik dari timbunan sampah
rumah tangga maupun pasar sebaiknya diangkut ke TPA pada waktu-waktu tertentu
(malam hari). Hal ini dimaksudkan agar pengangkutan sampah tersebut tidak
mengganggu dan mencemari udara dan lingkungan yang dilalui oleh truk pengangkut
sampah.

III - 31
Gambar 3.6
Peta Rencana Sistem Telekomunikasi
III - 32
Penentuan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah harus mengikuti persyaratan
dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI Nomor 03-3241-
1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah. Persyaratan didirikannya suatu
TPA ialah bahwa pemilihan lokasi TPA sampah harus mengikuti persyaratan hukum,
ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis
mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota/lingkungan, peraturan
daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang kota serta peraturan-
peraturan pelaksanaannya.

Berikut adalah kriteria-kriteria untuk menentukan lokasi TPA berdasarkan SNI


Nomor 03-3241-1994:
(1) Ketentuan Umum
Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut.
b.Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu:
(a) Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang
berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi
beberapa zona kelayakan.
(b) Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua
lokasi terbaik di antara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona
kelayakan pada tahap regional.
(c) Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh
instansi yang berwenang.
c.Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi
TPA sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah.

(2) Kriteria
Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian:
a.Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak
atau tidak layak sebagai berikut:
(a) Kondisi geologi
a) Tidak berlokasi di zona holocene fault.
b) Tidak boleh di zona bahaya geologi.
(b) Kondisi hidrogeologi
a) Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter.
b) Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det.
c) Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di
hilir aliran.
d) Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut
diatas, maka harus diadakan masukan teknologi.
(c) Kemiringan zona harus kurang dari 20 persen.
(d) Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk
penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis
lain.
(e) Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan
periode ulang 25 tahun.

III - 33
b.Kriteria penyisih adalah kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik
yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut:
(a) Iklim
a) Hujan: Intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik
b) Angin: Arah angin dominan tidak menuju ke permukiman dinilai
makin baik
(b) Utilitas: Tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik
(c) Lingkungan biologis:
a) Habitat: Kurang bervariasi dinilai makin baik
b) Daya dukung: Kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai
makin baik
(d) Kondisi tanah
a) Produktivitas tanah: Tidak produktif dinilai lebih tinggi
b) Kapasitas dan umur: Dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih
lama dinilai lebih baik
c) Ketersediaan tanah penutup: Mempunyai tanah penutup yang cukup
dinilai lebih baik
d) Status tanah: Makin bervariasi dinilai tidak baik
(e) Demografi: Kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik
(f) Batas administrasi: Dalam batas administrasi dinilai makin baik
(g) Kebisingan: Semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
(h) Bau: Semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
(i) Estetika: Semakin tidak terlihat dari luar dinilai makin baik
(j) Ekonomi: Semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per meter
kubik ton) dinilai semakin baik.
c. Kriteria penetapan yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang berwenang
untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan
instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.

3.2.9.2 Rencana Sistem Pengelolaan Persampahan

Sejalan dengan meningkatnya perkembangan penduduk dan beragamnya aktivitas


wilayah perkiraan timbunan sampah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada tahun
2012 dan tahun 2032 masing-masing adalah sebesar 92.569,961 m3/tahun dan
130.017,745 m3/tahun dengan penduduk yang terlayani mencapai 55.514 jiwa pada
tahun 2012 dan sebesar 77.719 jiwa pada tahun 2032.

Berdasarkan volume atau timbunan sampah tersebut, maka perlu dilakukan


perencanaan dan penyediaan sarana dan prasarana untuk pengelolaan sampah di daerah
ini.. Adapun sistem pengelolaan sampah yang diterapkan adalah sistem pengelolaan yang
meliputi pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan perjalanan serta pengelolaan akhir
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

Sarana pengangkutan sampah direncanakan menggunaklan container terutama


pelayanan pada lingkungan-lingkungan permukiman, areal komersial seperti perdagangan
dan pasar. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan kemudahan dalam pengumpulan dan
pengangkutan karena sumber sampah langsung dimasukkan ke dalam container untuk

III - 34
diangkut ke TPA. Pengangkutan sampah baik dari timbunan sampah rumah tangga
maupun pasar sebaiknya diangkut ke TPA pada waktu-waktu tertentu (malam hari). Hal
ini dimaksudkan agar pengangkutan sampah tersebut tidak mengganggu dan mencemari
udara dan lingkungan yang dilalui oleh truk pengangkut sampah.

Dengan adanya perkiraan peningkatan jumlah timbunan sampah sebagaimana


tersebut di atas, maka lahan yang dibutuhkan untuk lokasi TPA di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat pada tahun 2012 adalah seluas 8,4 hektar. Sedangkan pada tahun 2032
lahan yang dibutuhkan untuk TPA adalah seluas 11,86 hektar.

Pengelolaan sampah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah tanggungjawab


pemerintah daerah yang secara teknik dilaksanakan oleh suatu dinas yang khusus
menangani kebersihan. Untuk tingkat kabupaten selain dilakukan oleh unit pelayanan
kebersihan kabupaten, juga seharusnya terdapat unit-unit pelayanan kebersihan di tingkat
kecamatan sebagai unit pelaksanaan operasional di daerah kecamatan. Pada daerah-
daerah tertentu (terutama perdesaan) pengelolaan sampah dilakukan secara individual.

Untuk lokasi TPA di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dapat diarahkan di daerah
Kecamatan Tanimbar Selatan dan Tanimbar Utara. Sementara itu mengingat luasnya
wilayah kabupaten ini, maka perlu disiapkan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di
setiap kota kecamatan dan di pulau-pulau kecil guna menampung dan mengolahan
sampah di daerah tersebut yang tidak dapat diangkut secara langsung ke TPA. Namun
pada TPS-TPS yang sudah terhubungkan dengan jalan dapat diangkut menuju lokasi TPA
(Lihat Gambar 5.7).

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan dan penyediaan


sarana dan prasarana untuk pengelolaan sampah di daerah ini. Adapun sistem pengelolaan
sampah yang diterapkan adalah sistem pengelolaan yang meliputi pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan dan perjalanan serta pengelolaan akhir di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

III - 35
Gambar 3.7
Peta Rencana Sistem Pengelolaan Sistem Persampahan
III - 36
Dengan mempertimbangkan kondisi geografis kepulauan wilayah Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, maka perlu dikembangkan suatu TPA yang bersifat khusus pada
beberapa pulau-pulau kecil yang berpenghuni. TPA khusus tersebut memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) Khusus dikembangkan di pulau-pulau kecil berpenghuni;
2) Merupakan TPA dengan skala yang terbatas/kecil;
3) Memilki unit pengolahan secara terpadu dengan teknologi yang ramah linkungan;
4) Memilki kemampuan mereduksi kuantitas akhir sampah yang cukup tinggi hingga
tidak membebani daya dukung lingkungan pulau yang bersangkutan.

3.2.10 Rencana Sistem Pengelolaan Limbah

Saat ini sistem air limbah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat belum terkelola
dengan baik dan pada umumnya menggunakan sungai-sungai yang ada, dan masih
mengandalkan alam dalam proses menyerap maupun menyalurkan ke pembuangan akhir.
Untuk sistem air limbah agar tidak mencemari lingkungan diusahakan pengembangan
sistem pembuangan air limbah terpadu antarlingkungan dengan cara menggunakan sistem
pengolahan sebelum masuk sungai-sungai yang ada. Jenis pengolahan limbah yang
diusulkan untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah pengembangan septic tank
dengan sistem terpadu untuk kawasan perkotaan dan pengembangan jaringan tertutup
untuk kawasan lainnya. Besarnya air limbah diperkirakan 20% dari kebutuhan air bersih
untuk seluruh daerah kabupaten.

Untuk mendukung terciptanya lingkungan atau habitat yang sehat bagi


penduduknya, maka perlu diperhatikan limbah cair yang dihasilkan oleh beragam
aktivitas baik domestik maupun non domestik. Sumber terbesar penghasil limbah cair
tersebut berasal dari permukiman penduduk.

Bentuk penanganan limbah cair dan tinja cukup beragam, mulai dari penggunaan
septic tank, baik septic tank pribadi maupun komunal hingga penggunaan sistem
sewerage (penyalur kotoran). Sistem sewerage lebih memudahkan dalam hal
pengendalian limbahnya, karena selain sistemnya terpusat juga bisa dilengkapi dengan
instalasi pengolah air limbah sebelum kemudian dibuang ke badan perairan. Untuk
kawasan yang padat sistem ini juga menguntungkan karena dapat memperkecil
kemungkinan pencemaran air tanah terhadap sumur penduduk. Tetapi mengingat relatif
lebih tingginya biaya untuk infrastruktur sewerage, serta wilayah Kabupaten Maluku
Tenggara Barat yang masih rendah kepadatan penduduknya, maka penanganan air limbah
dapat menggunakan sistem septic tank pribadi.

Dalam perencanaan pengelolaan limbah cairan perlu memperhatikan kriteria yang


telah disusun oleh instansi terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum. Berikut tabel
kriteria-kriteria yang ada:

III - 37
Tabel 3.14
Standar Besaran Program Air Limbah
Besaran Kota
No Uraian Satuan
Metro Besar Sedang Kecil Desa
1. Produksi air kotor dan
lumpur
a. Air limbah % Konsumsi 75 – 85 70 – 80
air
b. Air Kotor (black % Limbah 15 – 25 10 – 25
water)
c. Lumpur tinja 1/org/hr 30 – 40 25 – 30
2. Cakupan Pelayanan
a. Daerah Perkotaan % Penduduk 100 100 100 80 70
b. Daerah Komersial % Luas 100 100 90 80 60
& Kantor
3. Pengolahan Akhir – IPAL IPLT IPLT IPLT Cubluk

Tabel 3.15
Kriteria Perencanaan untuk Perpipaan Air Limbah (Sewerage)
URAIAN KETERANGAN STANDAR
Aliran Rata-rata
Permukiman
Daerah berpenghasilan 100 – 200 l/hari/orang
Menengah/tinggi
Daerah Kampung dengan 50 – 100 l/hari/orang
Jaringan Air Bersih
M.C.K 20 – 50 l/hari/orang
Perkantoran (bukan tempat 10 – 20 l/hari/orang
tinggal)
Industri Tergantung macam industri
Infiltrasi Tergantung keadaan sewer dan
muka air tanah
Aliran Maksimum
Sewerage terpisah 2 – 3 x aliran rata-rata
konvensional
Shallow Sewers (hanya lokal) 3 x aliran rata-rata
Small Bore Sewer 1 x aliran rata-rata
Interceptor Sewer 2 x aliran rata-rata
Ukuran Pipa Minimum
Sambungan Rumah a. Sewerage Konvensional dan
Shallow Sewer dia 100 mm
b. Small Bore Sewer dia 50 mm

Sewer a. Konvensional Sewer dia 150 mm


b. Shallow Sewer dia 100 mm
c. Small Bore Sewer dia 100 mm

Kecepatan Minimum a. Konvensional Sewer 0,75 m/d


b. Shallow Sewer 0,5 m/d
c. Small Bore Sewer Tidak ada terbatas
Faktor gesekan pipa - Ks (Colebrook White)

III - 38
URAIAN KETERANGAN STANDAR
Unplasticised PVC (uPVC) 0,03 mm
Beton 0,15 mm
Glass Reinforced Plastics 0,06 mm
(GRP)
Vitrified Clay (VC) 0,06 mm
Bila tidak ada informasi setempat lainnya, disarankan
menggunakan petunjuk-petunjuk berikut ini :
Jumlah penduduk Faktor aliran puncak
Yang terlayani Aliran puncak
Dalam ribuan (p) = ------------------
aliran rata-rata
< 20 3,0
20 – 250 5
P 1/6
< 250 2,0
Sumber :
Penyusunan dan Pengolahan Data Memorandum Program Penyehatan Lingkungan Permukiman,
Direktorat Penyehatan Lingkungan Permukiman, Dit. Jen. Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan
Umum, 1994

Kriteria dan Perencanaan Tangki Septik dengan bentuk dan ukuran yang ditentukan
sebagai berikut:
(1) Tangki septik empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 : 1
sampai 3 : 1. Lebar tangki sekurang-kurangnya 0,75 meter dan panjang tangki
sekurang-kurangnya 1,50 meterTinggi air dalam tangki sekurang-kurangnya 1,00
meter dan kedalaman maksimum 2,10 meter tinggi tangki septik adalah tinggi air
dalam tangki, ditambah dengan ruang bebas air sebesar (0,20 – 0,40) meter dan ruang
penyimpanan lumpur. Dasar tangki dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan
tertentu untuk memudahkan pengurasan lumpur. Dinding tangki septik harus dibuat
tegak.
(2) Tangki septik ukuran kecil yang hanya melayani satu keluarga dapat berbentuk bulat
dengan diameter sekurang-kurangnya 1,20 meter dan tinggi sekurang-kurangnya 1,00
meter.
(3) Penutup tangki septik maksimum terbenam ke dalam tanah 0,40 meter.

3.2.11 Rencana Pengembangan Sarana Permukiman

3.2.11.1 Rencana Pengembangan Perumahan

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang dan
pangan. Kehidupan dan karakter manusia dapat berawal dari unit lingkungan terkecil
yaitu rumah. Rumah dapat diusahakan sendiri baik oleh masyarakat secara informal atau
dibangun oleh pihak pengembang/developer secara formal dengan jumlah relatif besar.

Eko Budiardjo (1997.56) berpendapat bahwa pembangunan perumahan adalah


suatu proses yang harus diwariskan dari generasi ke generasi untuk terciptanya
lingkungan permukiman dan arsitektur khas yang memiliki nafas tradisi tanpa
menghilangkan fungsi dan citra kekinian. Nampaknya dalam kehidupan perkotaan saat

III - 39
ini pendapat tersebut sulit untuk diterapkan. Masyarakat cenderung membangun
rumahnya tanpa mengindahkan kaidah serta aturan-aturan yang berlaku.
Perumahan sebagai wadah kehidupan manusia tidak hanya menyangkut aspek fisik
saja tetapi juga aspek sosial, budaya dan ekonomi masyarakat, tidak hanya menyangkut
tempat hunian saja, tetapi juga tempat kerja, berbelanja, bersantai dan wahana untuk
bepergian (wisma. karya. marga. dan suka). Pengadaan perumahan di suatu wilayah tidak
hanya dilihat secara kuantitas, tetapi juga kualitas.

Pemukiman memiliki dua fungsi utama: (1) Fungsi pasif: Menyediakan sarana dan
prasarana fisik dan (2). Fungsi aktif : menciptakan lingkungan yang sesuai dengan pola
hidup penghuninya. Pembangunan permukiman diharapkan dapat menciptakan suatu
kehidupan yang layak dan berwawasan lingkungan dengan menjamin ketersediaan
sumber daya alam.

Secara umum kondisi perumahan dan permukiman di Wilayah Kabupaten Maluku


Tenggara Barat relatif baik, meskipun masih terdapat kantong-kantong kawasan
perumahan yang kondisinya relatif kurang baik. Kepadatan bangunan perumahan dari
rendah sedang sampai tinggi. Kondisi ini masih memungkinkan pembangunan
perumahan. baik oleh pengembang maupun masyarakat yang di lahan-lahan belum
terbangun.

Sampai saat ini pembangunan perumahan dan permukiman di Wilayah Kabupaten


Maluku Tenggara Barat masih sporadis. Secara umum di Kabupaten Maluku Tenggara
Barat terdapat dua tipologi kawasan perumahan informal dan formal yang menyebar
diseluruh wilayah kota, yaitu permukiman/perkampungan yang sebagian besar dibangun
oleh masyarakat menegah ke bawah dan permukiman yang dibangun oleh pengembang
berupa perumahan BTN. Secara umum kawasan perumahan tersebut dihuni oleh
masyarakat sesuai dengan tingkat status sosial ekonominya, masing-masing kawasan
permukiman tersebut mempunyai karakter dan identitas sendiri. yang kadang dapat pula
tercermin dari ketersediaan sarana dan prasarana.

Perumahan informal yang dibangun oleh masyarakat berkembang secara sporadis


di lahan-lahan kosong yang masih banyak tersedia di wilayah ini. Selain itu tidak adanya
ketentuan serta kurangnya kepedulian masyarakat akan kenyamanan. keserasian dan
keindahan, menjadikan beberapa kawasan permukiman di wilayah ini menjadi berkesan
padat dan kumuh. Kondisi ini sebenarnya dapat diatasi atau dikurangi salah satunya
dengan memberikan vegetasi pada ruang yang tersisa di bagian lahan belum terbangun.

Aspek kependudukan merupakan dasar bagi penyusunan rencana dan


pengembangan kegiatan pada masa yang akan datang. Salah satu kebutuhan dasar
manusia adalah perumahan. Pertumbuhan perekonomian suatu wilayah akan berpengaruh
pada permintaan akan perumahan (housing demand). Semakin tinggi aktivitas
perekonomian suatu wilayah, permintaan akan perumahan akan cepat meningkat.

Untuk prediksi kebutuhan perumahan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat akan


digunakan asumsi satu keluarga terdiri dari empat orang. maka jumlah rumah tangga di
Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada tahun 2012 adalah 26.336 Kepala Keluarga.
Asumsi lain yang digunakan adalah satu unit rumah terdiri dari 1.25 Keluarga, sehingga
jumlah rumah yang ada atau keluarga yang memiliki rumah di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat adalah 21.069 unit atau keluarga.
Untuk mengetahui permintaan rumah (housing demand) dapat dilakukan dengan
beberapa pendekatan sebagai berikut:

III - 40
(1) Melihat dari jumlah atau persentase KK yang memiliki rumah. Dengan angka
tersebut akan diketahui KK yang tidak memiliki rumah. Kelompok ini merupakan
potential demand. Untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat. jumlah atau
persentase keluarga Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang memiliki rumah
adalah 80%.
(2) Kekurangan rumah (housing backlog) di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
berdasarkan asumsi yang ditetapkan di atas adalah 4.214 unit (sekitar 20% dari
total rumah yang ada)
(3) Persentase rumah kosong mengindikasikan efektivitas pemanfaatan stock rumah yang
ada. Diperkirakan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat tidak terdapat rumah yang
tidak dihuni.
(4) Rumah yang kurang layak atau perlu di perbaiki juga merupakan item yang perlu
diperhitungkan dalan menentukan kebutuhan perumahan. Asumsi yang digunakan
dalam perhitungan ini adalah jumlah rumah perlu direnovasi sekitar 10% dari total
unit rumah yang ada.

Tabel 3.16
Kebutuhan Prasarana Permukiman di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Uraian 2012 2032
Jumlah Penduduk 105.341 139.256
Jumlah Kepala Keluarga 26.336 34.814
Jumlah Rumah Eksisting 21.069
Kebutuhan Unit Rumah 27.852
Kekurangan Rumah (housing backlog) 4.214
Unit kurang layak 2.109
Sumber : Hasil Analisis 2011

3.2.11.2 Rencana Pengembangan Sarana Kesehatan

Berdasarkan hasil analisis, kebutuhan fasilitas kesehatan di Maluku Tenggara Barat


untuk tahun 2032 adalah peningkatan 2 unit rumah sakit, yaitu di RS Saumlaki dan RS
Larat serta beberapa puskemas yang tersebar di beberapa wilayah Maluku Tenggara
Barat. Dengan kuantitas sarana kesehatan yang ada saat ini pengembangan sarana dalam
20 tahun kedepan adalah peningkatan kapasitas sarana untuk menyesuaikan dengan
standar pelayanan kesehatan yang lebih baik.

3.2.11.3 Rencana Pengembangan Sarana Pendidikan

Berdasarkan analisis menunjukkan jenis fasilitas pendidikan di Kabupaten Maluku


Tenggara Barat sampai dengan tahun 2012 relatif sudah mencukupi, mulai dari tingkat
pendidikan tingkat TK sampai dengan SMA. Ketersediaan fasilitas pendidikan yang
masih belum mencukupi sampai dengan tahun 2012 adalah tingkat taman kanak-kanak
dan Perguruan Tinggi.
Berbeda dengan taman kanak-kanak, fasilitas pendidikan Sekolah Dasar (SD),
SLTP, SLTA dan PT telah memenuhi SPM bahkan sampai dengan tahun 2032. Oleh
karena itu untuk semua tingkatan pendidikan tersebut dalam pengembangannya lebih
diutamakan pada peningkatan kualitas pendidikan seperti kualitas sarana dan prasarana,
peningkatan rasio guru dan murid.

III - 41
3.2.11.3 Rencana Pengembangan Sarana Perdagangan

Berdasarkan hasil analisis, sarana perdagangan di Kabupaten Maluku Tenggara


Barat telah memenuhi standar pelayanan minimum, Oleh karena itu seiring dengan
kecenderungan perkembangan perekonomian yang terus meningkat, maka perencanaan
sarana ini diprioritaskan pada perencanaan penataan kawasan perdagangan dan jasa yang
lebih teratur.

Kecenderungan pertumbuhan kegiatan perkonomian yang tidak terencana di


kawasan pesisir pantai seperti sekarang ini tentunya akan mengakibatkan ketidakserasian
secara fisik, karena menjadikan kawasan tersebut berubah menjadi padat dan kumuh.
Selain itu perubahan fungsi kegiatan dari fungsi perumahan dan permukiman menjadi
fungsi kegiatan komersial yang tidak terencana tentunya berakibat pada ketidaknyamanan
bagi masyarakat setempat.

Pengembangannya aktivitas perekonomian di kawasan pesisir pantai timur dan


sekitarnya di masa mendatang perlu diantisipasi dengan memperhatikan kebutuhan ruang
dan lahan untuk kegiatan perokonomian yang tentunya disesuaikan juga dengan daya
dukung lingkungan. Selain itu, perlu dibentuk ruang kota yang baik dan serasi dengan
lingkungan agar tercipta keindahan visual.

3.2.11.4 Rencana Pengembangan Sarana Peribadatan

Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan


memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut dan tata cara atau pola
masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya. Namun demikian, melalui
Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 354 Tahun 2001 telah
menetapkan Permukiman dan Prasarana wilayah Standar Pelayanan Minimum.

Dalam Kepmen tersebut diatur bahwa setiap penduduk berjumlah 2.500 jiwa
dibutuhkan sebuah tempat peribadatan. Secara kuantitas jumlah fasilitas ibadah di
Kabupaten Maluku Tenggara Barat sudah mencukupi, terutama untuk mesjid dan gereja.
Namun penyebarannya masih belum merata ke seluruh wilayah, terutama pulau-pulau
kecil. Masing-masing pulau yang berpenghuni bisa jadi belum mencukupi, oleh karena
itu perlu dilakukan observasi lebih lanjut.

III - 42
III - 43
Gambar 3.8
Peta Rencana Struktur Ruang
III - 44

Anda mungkin juga menyukai