3.1 Umum
Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan kerangka tata ruang wilayah
kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhirarki satu sama lain
yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama jaringan
transportasi.
Struktur tata ruang mencerminkan kerangka dasar pola keterkaitan antara satu elemen
ruang dengan elemen ruang lainnya. Struktur tata ruang juga mencerminkan arah
pengembangan ruang wilayah yang bersangkutan. Dengan karakteristik wilayah kepulauan,
Kabupaten Maluku Tenggara Barat membutuhkan suatu struktur tata ruang yang kompak serta
didukung oleh sistem transportasi regional yang handal. Untuk itu dalam pengembangan
struktur tata ruang kabupaten sesuai kaidah penataan ruang perlu memperhatikan unsur-unsur
pokok seperti:
1) Pusat-pusat pertumbuhan;
2) Pelabuhan sebagai simpul penghubung (sistem transportasi); dan
3) Kawasan strategis.
III - 1
yang kewenangan penentuannya ada pada Pemerintah Pusat dalam hal ini PKSN
Saumlaki dan Pemerintah Provinsi Maluku yaitu PKL Larat;
b) Memuat penetapan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) serta Pusat Pelayanan
Lingkungan (PPL);
c) Harus berhirarki dan tersebar secara proporsional di dalam ruang serta saling terkait
menjadi satu kesatuan sistem wilayah kabupaten dapat memuat pusat-pusat kegiatan
yang penetapannya menjadi kewenangan kabupaten;
d) Sistem jaringan prasarana kabupaten dibentuk oleh sistem jaringan transportasi
sebagai sistem jaringan prasarana utama dan dilengkapi dengan sistem jaringan
prasarana lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam kerangka Struktur Tata Ruang Wilayah Nasional dikenal 4 (empat) tipe pusat
pertumbuhan wilayah, yakni:
1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. PKN ini ditetapkan dengan
kriteria:
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan
ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
b) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau
c) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi
skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. PKW ditetapkan dengan kriteria:
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN;
b) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau
c) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
3) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. PKL ini ditetapkan dengan
kriteria:
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau
b) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
4) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan
untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. PKSN ini ditetapkan
dengan kriteria:
a) Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara
tetangga;
b) Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang
menghubungkan dengan negara tetangga;
c) pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan
wilayah sekitarnya; dan/atau
d) Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat
mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.
Dalam struktur tata ruang nasional, Ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat telah
ditetapkan sebagai PKSN. Dengan demikian, untuk menyesuaikan dengan kriteria PKSN,
maka PKSN Saumlaki membutuhkan dukungan prasarana regional untuk mendukung fungsi
III - 2
sebagai pintu gerbang internasional dan simpul transportasi yang menghubungkan wilayah
sekitarnya.
Selanjutnya dalam RTRW Provinsi Maluku, Kota Larat ditetapkan sebagai Pusat
Kegiatan Lokal (PKL). Penetapan Kota Larat sebagai PKL ini membawa konsekuensi kota ini
harus dikembangkan sebagai pusat pelayanan industri, jasa dan simpul transportasi dalam
skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Disamping pusat-pusat kegiatan tersebut di atas, maka terdapat dua hirarki pusat
permukiman di dalam wilayah kabupaten yang wewenang penentuannya ada pada pemerintah
kabupaten, yaitu:
1) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa;
2) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan pusat permukiman yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala desa.
Selain pengembangan struktur ruang, didalam kaidah penataan ruang juga dikenal
dengan istilah konsep struktur pelayanan, terutama struktur pelayanan di wilayah daratan.
Konsep struktur pelayanan dimaksudkan untuk menciptakan ruang yang efisien dan mudah
terjangkau sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam pedoman penataan ruang.
Struktur pelayanan harus mampu memberikan tingkat pelayanan yang paling optimal kepada
masyarakat. Untuk itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
(1) Struktur pelayanan kegiatan diatur agar membentuk sistem pelayanan yang berjenjang,
yaitu pusat kota, pusat kecamatan, pusat desa/kelurahan dan pusat lingkungan.
(2) Untuk sarana dan kegiatan pelayanan yang mempunyai tingkat pelayanan skala kota
dikonsentrasikan dalam satu lokasi, yaitu di ibukota Kabupaten sehingga membentuk
Pusat Kegiatan Kota atau Central Business District.
(3) Sarana pelayanan dengan tingkat pelayanan kecamatan dikonsentrasikan di pusat
kecamatan guna melayani kegiatan yang ada di kecamatan tersebut.
(4) Sarana pelayanan dengan tingkat pelayanan yang lebih rendah disebarkan menurut
kebutuhannya.
Sistem pelayanan kegiatan diatur berdasarkan tata jenjang pelayanannya yang berisi
arahan mengenai kapasitas kegiatan, intensitas kegiatan dan terstruktur menurut lokasi serta
jenis dari kegiatan pelayanan dalam lingkup Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Pertimbangan
utama dalam pendistribusian pusat-pusat pelayanan adalah:
(1) Kebutuhan Penduduk
Pelayanan kegiatan wilayah sangat tergantung pada jumlah dan distribusi penduduk
yang akan dilayani. Semakin besar jumlah penduduk yang harus dilayani, maka semakin
besar pula kapasitas dan intensitas serta ragam bentuk pelayanannya.
(2) Jangkauan Pelayanan
Besar kecilnya pelayanan kegiatan di suatu wilayah juga ditentukan oleh luas wilayah
pelayanan yang harus dijangkau. Penentuan lokasi pelayanan diintegrasikan dalam
struktur tata ruang wilayah, sehingga pelayanannya dapat menjangkau seluruh penduduk
secara merata dan dilaksanakan secara efisien.
(3) Tingkat Pencapaian
Lokasi jenis pelayanan kegiatan di suatau wilayah juga ditentukan oleh tingkat
kemudahan pencapaian (aksesibilitas) ke lokasi pelayanan tersebut. Semakin tinggi
tingkat pencapaian, semakin besar pula potensi untuk menjadi pusat pelayanan
kebutuhan penduduk.
III - 3
Sesuai dengan standar dalam petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU), lingkungan permukiman ditetapkan
secara hirarki sesuai dengan jumlah penduduknya seperti terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Standar Hirarki Lingkungan Permukiman
No Jenis Lingkungan Permukiman Penduduk Pendukung (jiwa)
1 Kabupaten/Kota 1.000.000
2 Kecamatan 120.000
3 Kelurahan/Desa 30.000
4 Unit Lingkungan 10.000
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum
Guna mencapai nilai pelayanan tersebut seoptimal mungkin sesuai Market Oriented,
Level of Service, Economics of Scale dan Social Behaviour yang berlaku, maka hirarki fungsi
pusat pelayanan kegiatan wilayah perencanaan dibagi atas empat tingkatan, yaitu:
(1) Pusat Pelayanan Kota dapat melayani penduduk pendukung sekitar 1.000.000 jiwa.
(2) Pusat Pelayanan Kecamatan, dapat melayani penduduk pendukung sekitar 120.000 jiwa.
(3) Pusat Pelayanan Kelurahan/Desa dapat melayani penduduk pendukung sekitar 30.000
jiwa.
(4) Pusat Pelayanan Lingkungan dapat melayani penduduk pendukung sebesar sekitar
10.000 jiwa, dapat terdiri dari sekitar 4 RW dan terjangkau oleh pejalan kaki dalam
waktu kurang lebih 15 menit atau jarak kurang lebih 5 km.
.
Beberapa prinsip dalam penyusunan kebijakan dasar pengembangan struktur pelayanan
kegiatan adalah:
(1) Menyebarkan sarana pelayanan secara merata sesuai dengan hirarki dan sebaran
penduduk dan kegiatan serta kebutuhannya.
(2) Menyediakan sarana secara lengkap dan memadai sesuai dengan hirarki pelayanannya.
(3) Memusatkan sarana yang setingkat di satu lokasi atau yang berdekatan untuk
mengefisiensikan dan mengefektifkan pelayanannya.
(4) Mengelompokkan kegiatan dengan pusat-pusat pada wilayah pengembangan agar dapat
berperan sebagai pemacu perkembangan dan daya tarik untuk wilayah tersebut.
(5) Mengefisienkan sistem pelayanan aktivitas wilayah.
(6) Mengurangi beban fungsi pelayanan pusat aktivitas wilayah.
(7) Menyebarkan pusat-pusat pelayanan penduduk.
(8) Merangsang perkembangan bagian-bagian wilayah.
(9) Mengurangi arus lalu lintas dan pergerakan ke pusat aktivitas wilayah.
III - 4
kegiatan utama pengembangan perkotaan, pelayanan jasa, perdagangan, pemerintahan,
pendidikan, transportasi, perikanan, perkebunan, pertanian, dan pariwisata;
b. WP II Larat yang terdiri dari wilayah Kecamatan Tanimbar Utara, Yaru, Nirumas,
Wuarlabobar, dan Molu Maru, berpusat di Kota Larat dengan kegiatan utama
perikanan, pertanian, perdagangan, dan pariwisata.
Peta pembagian WP di Kabupaten Maluku Tenggara Barat disajikan pada Gambar 3.1.
III - 5
Gambar 3.1
Peta Pembagian WP di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
III - 6
Tabel 3.2
Analisis Skalogram untuk Penentuan Hirarki Kota-Kota
di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Jumlah Fasilitas Total
No Kecamatan
Penduduk I II III IV V VI VII VIII IX Skor
1 Tanimbar Selatan 31,571 ● ● ● ● ● ● ● ● ● 9
2 Wertamrian 9,708 ● ● ● 3
3 Wermaktian 10,905 ● ● ● 3
4 Selaru 12,249 ● ● ● ● ● 5
5 Tanimbar Utara 13,226 ● ● ● ● ● ● ● ● 8
6 Yaru 4,810 ● ● ● 3
7 Wuarlabobar 9,907 ● ● ● 3
8 Nirunmas 7,044 ● ● ● 3
9 Kormomolin 5,921 ● ● ● 3
10 ●
● ●
. Molu Maru 2.903 3
Catatan :
I : Pendidikan II : Kesehatan, III : Keagamaan
IV : Perhubungan V : Perindustrian VI : Pariwisata
VII : Pemasaran VIII : Kelembagaan dan Keuangan
IX : Usaha Masyarakat
Sumber : hasil analisis
Tabel 3.3
Hirarki dan Fungsi Kota-Kota di Maluku Tenggara Barat
No Kota Hirarki Fungsi
a. Pusat Pelayanan Pemerintahan,
b. Pelayanan Bagi Kecamatan-Kecamatan Lain di Pulau Yamdena
1 Saumlaki PKSN
c. Pusat Pendidikan
d. Pusat Perdagangan dan Jasa
a. Pusat Pedagangan dan Jasa
b. Pusat Perikanan Terpadu
2 Larat PKL c. Pusat Pelayanan Kota-Kota lain dibagian bagian utara Pulau
Yamdena
d. Pusat Pendidikan
a. Pusat Pelayanan Pulau Yamdena Pantai Utara
b. Pengembangan Kawasan Pertanian
3 Seira PPK
c. Pengembangan Kawasan Perikanan
d. Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa
a. Pusat Pelayanan Pulau Selaru
b. Pengembangan Kawasan Industri
4 Adaut PPK
c. Pengembangan Kawasan Pariwisata
d. Pengembangan Pusat Pemukiman
a. Pengembanga Kawasan Permukiman
5 Romean PPK
b. Pengembagan Kawasan Pertanian
a. Pengembangan Kawasan Permukiman
6 Wunlah PPK
b. Pengembangan Kawasan Perikanan
a. Pengembangan Kawasan Permukiman
7 Tutukembong PPK
b. Pengembangan Kawasan Pertanian
a. Pengembangan Kawasan Permukiman
8 Alusi Kelaan PPK
b. Pengembangan Kawasan Pertanian
a. Pengembangan Kawasan Permukiman
9 Lorulun PPK
b. Pengembangan Kawasan Pertanian
10 Molu PPK a. Pengembangan Kawasan Permukiman
III - 7
b. Pengembangan Kawasan Perikanan
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan hirarki kota-kota maka dapat digambarkan perkiraan pergerakan
antar kota-kota di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Diperkirakan pergerakan paling
tinggi akan terjadi di Ruas Jalan Saumlaki – Lorulun – Tutukembong – Larat (Ruas Jalan
Trans Yamdena). Pergerakan moda transportasi laut yang diperkirakan cukup tinggi
terdapat di (1) Jalur Selaru –Saumlaki, (2) Jalur Romean-Larat, (3) Jalur Wedankau –
Larat, dan (4) Siera – Nirum. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Maluku Tenggara
Barat disajikan dalam Gambar 3.2.
1) Ibukota Desa dikembangkan Pusat pelayanan skala desa yang berfungsi sebagai
pusat pelayanan pemerintahanan, pelayanan sosial serta mendukung proses koleksi
dan distribusi produk-produk pertanian dari pusat-pusat produksi di wilayah
perdesaan tersebut.
2) Ibukota Desa tersebut selanjutnya diarahakan pengembangannya untuk dapat
memiliki akses dan jaringan transportasi yang baik menuju PPL (Pusat Pelayanan
Lingkungan) atau PPK (Pusat Pelayanan Kesehatan) yang terdekat, dimana PPL dan
PPK merupakan pusat pelayanan antardesa terutama berkaitan dengan fungsi
koleksi dan distribusi produk-produk pertanian
3) PPL selanjutnya merupakan bagian terintegrasi dengan sistem kota-kota dengan
hirarki yang lebih tinggi dan lebih luas seperti PKL, PKW dan PKN.
III - 8
Gambar 3.2
Rencana Sistem Kota-Kota
III - 9
3.2.5 Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Transportasi
III - 10
pulau) merupakan salah satu faktor kendala untuk pembangunan jaringan
transportasi. Pergerakan antara pusat (kota) dengan daerah belakangnya di
wilayah kabupaten dilakukan dengan menggunakan transportasi darat, laut, dan
udara.
Berdasarkan fungsi dan peranan aspek transportasi dalam pengembangan wilayah,
maka kebijakan pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk menunjang
pengembangan tata ruang di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan mencapai
efisiensi dalam sistem koleksi dan distribusi pada barang dan jasa yang
diperdagangkan. Hal ini dapat dicapai dengan pengembangan teknologi sistem
transportasi dengan penerapan sistem transportasi terpadu antartransportasi laut,
darat dan udara.
Sesuai dengan fungsinya tersebut, maka kebijakan pengembangan sistem
transportasi diarahkan untuk menunjang pengembangan wilayah Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, dengan tujuan sebagai berikut:
a. Pengembangan sistem transportasi yang bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan wilayah kabupaten agar dapat berkembang dengan serasi
bersama-sama dengan wilayah yang ada di sekitarnya dengan sasarannya
adalah:
(a) Membuka keterisolasian wilayah khusus wilayah terbelakang/terpencil,
terutama di Kecamatan yang terpisah dari Pulau Yamdena.
(b) Menunjang kegiatan ekspor-import dengan wilayah lainnya.
(c) Menunjang perkembangan sektor-sektor utama.
b. Pengembangan sistem transportasi yang bertujuan untuk mendukung
pemerataan pembangunan, yaitu dengan sasaran:
(a) Memperlancar koleksi dan distribusi arus barang dan jasa serta
meningkatkan mobilisasi penduduk;
(b) Meningkatkan keterhubungan ke wilayah-wilayah potensi yang masih
belum dimanfaatkan.
c. Pengembangan sistem transportasi yang bertujuan untuk mendukung kegiatan
pariwisata, yaitu dengan sasaran meningkatkan komunikasi kawasan pariwisata
dengan dunia luar (asing maupun domestik).
d. Mempertinggi aksesibilitas dan mobilitas pergerakan penduduk dan barang.
Berdasarkan pola pergerakan yang terjadi di wilayah kota tersebut, maka konsep
pengembangan sistem transportasi di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat
yang wilayahnya merupakan daerah pulau-pulau harus didasarkan pada konsep
integrasi sistem transportasi intermoda (laut, udara, dan darat), dimana untuk
pergerakan eksternal (dalam kaitannya dengan hubungan eksternal) menggunakan
sistem transportasi udara dan laut. Sedangkan untuk pergerakan internal (dalam
kaitannya dengan hubungan antarapusat dan dengan wilayah belakangnya),
dikembangkan sistem transportasi laut dan darat (termasuk penyeberangan
antarpulau).
III - 11
utama yang ada di wilayah daratan. Selanjutnya pengembangan sistem jaringan
jalan ini akan diintegrasikan dengan moda transportasi wilayah lainnya secara
terpadu antara darat-laut-udara.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, maka sistem
jaringan jalan dibagi dalam jaringan jalan primer dan sekunder. Sistem jaringan
jalan primer terdiri atas jaringan jalan yang menghubungkan antar hirarki kota,
sedangkan sistem jaringan jalan sekunder adalah jaringan jalan yang
menghubungkan antarkawasan kota.
Tabel 3.4
Klasifikasi Fungsi dan Status Jaringan Jalan
Sistem
Fungsi/Peranan Status/Kewenangan Instansi Yang
Jaringan
Jaringan Jalan Jaringan Jalan Berwenang
Jalan
Sistem Arteri Jalan Nasional Kementrian
Primer Kolektor Kelas 1 Pekerjaan Umum
Kelas 2 Jalan Propinsi Pemerintah Provinsi
Kelas 3
Kelas 4 Jalan Kabupaten Pemerintah
Lokal Kabupaten/Kota
Sistem Arteri Jalan Kota Pemerintah Kota
Sekunder Kolektor
Primer
Sumber : Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
Merujuk pada ketentuan tentang struktur ruang wilayah kabupaten yang terdapat
dalam Permen PU Nomor 16 Tahun 2009, sistem jaringan transportasi darat, mencakup:
jaringan jalan yang terdiri atas:
1) Jaringan jalan nasional yang berada pada wilayah kabupaten;
2) Jaringan jalan provinsi yang berada pada wilayah kabupaten dan
3) Jaringan jalan kabupaten yang terdiri atas: jalan kolektor primer yang tidak termasuk
dalam jalan nasional dan provinsi; jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa,
antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa; jalan
sekunder; dan jalan strategis kabupaten;
4) Jalan khusus, berupa jalan yang dibangun dan dipelihara oleh orang atau instansi
untuk melayani kepentingan sendiri;
5) Jalan dan jembatan, yang meliputi pembangunan jalan/jembatan baru untuk
membuka kawasan terisolasi, untuk meningkatkan kelancaran pemasaran hasil-hasil
III - 12
produksi, serta untuk meningkatkan kelancaran kegiatan ekonomi, sosial dan budaya
lainnya;
6) Lokasi terminal sesuai dengan jenis, kelas pelayanan sebagai terminal antarwilayah
(type A), wilayah kota (tipe B) atau lokal (tipe C) sesuai dengan hirarki pusat
kegiatan dalam sistem nasional, provinsi/metropolitan atau sub terminal; dan
7) Pengembangan prasarana dan sarana angkutan umum massal wilayah, misalnya
berupa jalur bus (bus way).
Disamping jaringan jalan, jaringan transportasi darat juga meliputi kereta api
jaringan kereta api jaringan jalur kereta api umum yang berada pada wilayah kabupaten,
yang terdiri atas jaringan jalur kereta api antarkota dan jaringan jalur kereta api
perkotaan, termasuk subway dan monorel jaringan jalur kereta api khusus yang berada
pada wilayah kabupaten; dan stasiun kereta api. Jaringan kereta api di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat periode tahun rencana RTRW Kabupaten ini belum akan dikembangkan.
Jaringan sungai, danau dan penyeberangan serta alur pelayaran untuk kepentingan
angkutan sungai dan alur pelayaran untuk kegiatan angkutan danau yang terdapat pada
wilayah kabupaten lintas penyeberangan merupakan muatan yang perlu direncanakan
dalam jaringan sistem transportasi darat. Saat ini terdapat dua pelabuhan penyebarangan
dan mampu dilabuhi kapal dengan bobot hingga 600 GT. Kedua pelabuhan
penyeberangan tersebut adalah Pelabuhan Penyeberangan Saumlaki (150 m) dan Larat.
III - 13
Dalam waktu perencanaan ini direncanakan dikembangkan pelabuhan penyeberangan
untuk melayani penyeberangan lokal yaitu Pelabuhan Penyeberangan di Siera. Beberapa
jalur penyeberangan yang direncanakan adalah:
1. Jalur Penyeberangan Siera – Batu Putih
2. Jalur Penyeberangan Larat – Wedankau
3. Jalur Penyeberangan Saumlaki – Adaut
4. Jalur Penyebrangan Wunlah - Yaru
Prasarana pendukung yang sangat penting dalam sistem transportasi laut adalah
adanya pelabuhan-pelabuhan. Pelabuhan terbesar saat ini terdapat di Saumlaki yang
menjadi pelabuhan pengumpul. Pelabuhan Saumlaki saat ini merupakan pelabuhan laut
kelas IV dan merupakan pelabuhan yang tidak diusahakan (sesuai dengan Keputusan
Menhub Nomor 35 tahun 1993). Pelabuhan Saumlaki mempunyai penujang dermaga 150
m, kedalaman kolam 5 m dan mampu disinggahi kapal dengan bobot hingga 1.500 DWT.
III - 14
KODE
NO JARINGAN TRAYEK DAN JARAK MIL
TRAYEK
1 2 3
1. R – 36 Tual – Toyando – P. Kur – Kaimear – P. Kur – Toyando – Tual
– Molu – Larat – Wunlah – Saumlaki – Kroing – Marsela –
Tepa – Romang – Kisar/Wonreli – Romang – Tepa – Marsela –
Kroing – Saumlaki – Wunlah – Larat – Molu – Tual.
III - 15
Gambar 3.3
Peta Rencana Pengembangan Jaringan Transportasi Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2012 - 2032
III - 16
3.2.5.4 Rencana Sistem Transportasi Udara
Kabupaten Maluku Tenggara Barat mempunyai 2 bandar udara yaitu Bandar Udara
Olilit dan Larat. Dalam jangka panjang, Bandara Olilit mempunyai keterbatasan
pengembangan. Oleh karena itu direncanakan pembangunan bandara udara baru.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 48 Tahun 2003 telah ditetapkan
lokasi Bandara Saumlaki Baru di Desa Lorulun, Kecamatan Wertamrian. Rencana
pengembangan bandar Udara Saumalaki Baru telah diatur dengan KM Nomor 49 Tahun
2008 sebagai bandar udara pengumpul skala tersier dan dikategorikan sebagai Bandara
Internasional.
Sementara moda transportasi udara dalam jangka pendek akan masih
mengfungsikan Bandara Olilit dan Bandara Larat. Rencana pengembangan jaringan
transportasi tersebut disajikan dalam Peta Pengembangan Jaringan Transportasi
Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Berdasarkan Permenhub Nomor KM 49/2008 tentang RPJP Dephub 2005–2025,
Bandara Olilit – Saumlaki Baru direncanakan sebagai bandar udara pusat penyebaran
dengan skala pelayanan tersier, yang dalam Undang-undang Nomor 1/2009 tentang
Penerbangan, nomenklaturnya sudah berubah menjadi Bandar Udara Pengumpan.
Sementara berdasarkan RTRWN (PP Nomor 25/2008), Bandara Olilit-Saumlaki Baru
akan dikembangkan sebagai bandar udara pusat penyebaran tersier pada tahap
pengembangan IV (2025 – 2027) dengan kriteria pengembangan bandar udara tersier.
III - 17
(2) Bentuk Jaringan Distribusi Primer
Pada umumnya terdapat empat bentuk atau tipe dasar dari sistem jaringan distribusi
primer yaitu:
a. Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Radial
Pola ini merupakan pola yang paling sederhana dan umumnya banyak
digunakan di daerah pedesaan/sistem yang kecil. Umumnya menggunakan
SUTM(Saluran Udara Tegangan Menengah), Sistem Radial tidak terlalu rumit
tetapi memiliki tingkat keandalan yang rendah.
b. Sistem/pola open loop
e. Sistem/pola Cluster
Sistem cluster sangat mirip dengan sistem spindel, juga disediakan satu feeder
khusus tanpa beban(feeder expres). Sistem jaringan distribusi primer tipe ini
adalah sistem dimana daya listrik disalurkan dari gardu induk atau sumber daya
melalui gardu-gardu distribusi yang berakhir pada gardu refleksi atau disebut
juga sebagai gardu switching.
Kriteria pengembangan jaringan energi (listrik) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.5
Kriteria Pengembangan Jaringan Energi Listrik
Fasilitas
Kriteria Umum Keterangan
Energi/Listrik
Pembangkit 1. Memperhatikan keamanan, keselamatan dan Kriteria teknis
lingkungan hidup mengikuti aturan
2. Penghematan BBM fosil yang berlaku
3. Mengutamakan SDA terbarukan non-fosil
4. Mendorong pengembangan sumber energi alternatif
Transmisi 1. Memperhatikan keamanan, keselamatan dan Kriteria teknis
III - 18
Fasilitas
Kriteria Umum Keterangan
Energi/Listrik
lingkungan hidup mengikuti aturan
2. Jalur transmisi mengikuti jalur jalan kota/desa. yang berlaku
3. Adanya pengamanan (pagar) dan rambu-rambu yang
jelas untuk gardu induk
Jaringan Menjamin pasokan BBM setiap saat
distribusi BBM
Energi alternatif Memperhatikan keberlangsungan sumber energi alternatif Kriteria teknis
dari Alam tersebut sepanjang tahun. mengikuti aturan
yang berlaku
Bahan bakar 1. Memperhatikan keberlangsungan pasokan sepanjang Kriteria teknis
alternatif tahun. mengikuti aturan
2. Tidak mengurangi pasokan untuk keperluan pangan yang berlaku
Tabel 3.6
Proyeksi Kebutuhan Energi Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2032
Proyeksi Penduduk Kebutuhan Listrik (kVA)
Kecamatan
Jumlah KK RT Jalan Komersil Pemerintah Sosial Total
Tanimbar Selatan 24.933 3.701 3.330,90 333,09 4.163,63 499,64 333,09 8.660,35
Wertamrian 13.200 1.960 1.764,00 176,40 2.205,00 264.60 176,40 4.586,40
Wermaktian 15.449 2.294 2.064,60 206,46 2.508,75 309,69 206,46 5.367,40
Selaru 19.346 2.872 2.584,80 258,48 3.231,00 387,72 258,48 5.367,96
Tanimbar Utara 24.249 3.600 3.240,00 324,00 4.050,00 486,00 324,00 6.720,48
Yaru 5.881 873 785,70 78,57 982,13 117,86 78,57 2.042.83
Wuarlabobar 11.776 1.748 1.573,20 157,32 1.966,50 235,98 157,32 4.090,32
Nirunmas 10.910 1.620 1.458,00 145,80 1.822,50 218,70 145,80 3.790,80
Kormomolin 6.510 967 870,30 87,03 1.087,88 130,55 87,03 2.262.79
III - 19
Total 139.682 20.734 16.888,23 1.767,15 22.089,39 2.650,74 1.767,74 45.945,93
Sumber : Hasil Analisis, 2010
III - 20
Gambar 3.4
Peta Rencana Sistem Energi
III - 21
3.2.7 Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Sumberdaya Air
Kriteria pengembangan sistem sumber daya air meliputi antara lain irigasi, drainase
dan air bersih. Kriteria-kriteria tersebut menjadi dasar perencanaan pengembangan sistem
sumber daya air di Maluku Tenggara Barat. Kriteria masing-masing sistem sumber daya
air, sebagai berikut:
(1) Sistem Irigasi
Kriteria sistem irigasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. Membatasi perubahan fungsi pertanian untuk kegiatan budidaya lain.
b. Mengontrol dan mengendalikan penetrasi kegiatan budidaya ke kawasan
pertanian.
c. Meningkatkan kualitas jaringan irigasi.
d. Melakukan rekayasa teknologi untuk menjamin tersedianya air dalam jumlah
yang memadai pada lahan pertanian tadah hujan.
e. Mengembangkan prasarana irigasi untuk mempertahankan ketersediaan air
untuk pertanian.
f. Merekondisi lahan-lahan kritris untuk meningkatkan ketersediaan air bawah
tanah.
g. Mengupayakan teknologi ramah lingkungan untuk pemanfaatan air bawah
tanah pada lahan-lahan kering.
h. Meningkatkan upaya konservasi dan rehabilitasi hutan maupun lahan kritis
untuk meningkatkan debit air pada satuan wilayah sungai yang sedang
mengalami penyusutan.
Tabel 3.7
Periode Ulang Desain untuk Sistem Drainase Makro
Periode Ulang Desain (tahun)
Kelompok Kota
CA < 10 Ha CA : 10-100 Ha CA : 100-500 Ha CA : > 500 Ha
Metropolitan 1-2 2–5 5 – 10 10 – 25
Besar 1–2 2–5 2–5 5 – 20
Sedang 1–2 2–5 2–5 5 – 10
Kecil 1–2 1-2 1-2 2 –5
Catatan : CA = catchment area (daerah tangkapan hujan)
III - 22
(2) Sistem Drainase Mikro
Tabel 3.8
Periode Ulang Desain untuk Sistem Drainase Mikro
Periode Ulang Desain (tahun)
Tipe Kawasan
CA : 10 - 100 Ha CA > Ha
Industri/Komersial 2-5 5
Permukiman 1 2
Catatan : CA = catchment area (daerah tangkapan air)
III - 23
Lanjutan Tabel 3.10.
Parameter Satuan Standar Keterangan
COD mg/L 10
DO mg/L 6 Angka batas minimum
Total Fosfat sbg P mg/L 0,2
NO3 sebagai N mg/L 10
NH3-N mg/L 0,5 Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk
ikan yang peka 0,02 mg/l sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05
Kobalt mg/L 0,2
Barium mg/L 1
Boron mg/L 1
Selenium mg/L 0,01
Kadmium mg/L 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05
Tembaga mg/L 0,02 Bagi pengolah air minum secara konvensional,
Cu 1 mg/L
Besi mg/L 0,03 Bagi pengolah air minum secara konvensional, Fe
5 mg/L
Timbal mg/L 0,03 Bagi pengolah air minum secara konvensional,
Pb 0,1 mg/L
Mangan mg/L 0,1
Air Raksa mg/L 0,001
Seng mg/L 0,05 Bagi pengolah air minum secara konvensional,
Zn 5 mg/L
Khlorida mg/L 600
Sianida mg/L 0,02
Fluorida mg/L 0,5
Sulfat mg/L 400
Nitrit sebagai N mg/l
Khlorin bebas mg/L 0,03 Bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Belerang sbg H2S mg/l
MIKRO BIOLOGI
Fecal coliform Jml/100 100 Bagi pengolah air minum secara konvensional,
ml fecal coliform 2000 jml/100ml
Total Coliform Jml/100ml
RADIO
AKTIVITAS
- Gross-A Bq/L 0,1
- Gross-B Bq/L 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan Lemak ug/L 1000
Detergen sbg MBAS ug/L 200
Senyawa Fenol ug/L 1
Sebagai Fenol
BHC ug/L 210
Aldrin/Dieldrin ug/L 17
Chlordane ug/L 3
DDT ug/L 2
Heptachlor ug/L 18
Lindane ug/L 56
Methoxyclor ug/L 35
Endrin ug/L 1
Toxaphan ug/L 5
III - 24
Kriteria-kriteria yang menjadi dasar perencanaan pengembangan sistem sumber
daya air di Maluku Tenggara Barat, adalah:
(1) Kriteria Pemilihan Sumber Air
Dalam memilih sumber air hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a.Sumber air termasuk dalam urutan prioritas potensi sumber air yang ada.
b. Kapasitas minimum air sumber pada musim kemarau harus dapat memenuhi
kebutuhan air untuk:
(a) Kapasitas air untuk kebutuhan air minum pada hari maksimum diakhir
periode perencanaan.
(b) Kapasitas minimum air sumber yang diijinkan, yaitu kapasitas air
minimum yang tidak boleh diganggu, biasanya dinyatakan dalam benluk
ketinggian air minimum di atas dasar.
(c) Kapasitas air yang akan diambil dari sumber yang bersangkutan untuk
pemanfaatan lain selain untuk air minum.
c.Kualitas air sumber sepanjang musim (kemarau dan penghujan) harus memenuhi
standar kualitas air baku yang disyaratkan.
d. Mencapai jarak ekonomis yaitu jarak optimum dari sumber ke lokasi Instalasi
Pengolahan Air (IPA) dan dari IPA ke lokasi reservoir distribusi yang dapat
memberikan penilaian biaya relatif terjangkau dan mudah dalam teknis
pengaliran transmisinya.
e.Memenuhi pengolahan ekonomis yaitu pengolahan dari air baku menjadi air
bersih dengan memberikan penilaian finansial yang relatif murah dan relatif
mudah dalam pelaksanaan unit operasi pengolahannya.
III - 25
3.2.7.2 Rencana Pengembangan Sistem Sumber Daya Air
III - 26
(7) Mengupayakan teknologi ramah lingkungan untuk pemanfaatan air bawah tanah pada
lahan-lahan kering.
(8) Meningkatkan upaya konservasi dan rehabilitasi hutan maupun lahan kritis untuk
meningkatkan debit air pada satuan wilayah sungai yang sedang mengalami
penyusutan.
III - 27
(6) Sentra pengembangan produk pertanian;
(7) Sentra pengembangan pertambangan dan energi.
Tabel 3.12
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih 2032
Proyeksi
Penduduk Kebutuhan Air Bersih (Liter/Tahun)
Kecamatan Jumlah KK Domestik Perkantoran Pertanian Kantor
Tanimbar Selatan 22117 5.529 23886360 4777272 5971590 5971590
Wertamrian 11705 2.926 12641400 2528280 3160350 3160350
Wermaktian 13707 3.427 14803560 2960712 3700890 3700890
Selaru 17157 4.289 18529560 3705912 4632390 4632390
Tanimbar Utara 21506 5.376 23226480 4645296 5806620 5806620
Yaru 521 1.303 562680 112536 140670 140670
Wuarlabobar * 1044 2.61 1127520 225504 281880 281880
Nirunmas 9671 2.418 10444680 2088936 2611170 2611170
Kormomolin 5765 1.441 6226200 1245240 1556550 1556550
Total 123.932 30.983 111.448.440 22.289.688 27.862.110 27.862.110
Catatan : * Data Kecamatan Moru Maru masih tergabung di Kecamatan Wuarlabobar
III - 28
Gambar 3.5
Peta Rencana Sistem Air Bersih
III - 29
3.2.8 Rencana Pengembangan Dan Kriteria Sistem Telekomunikasi
Mengingat geografis Indonesia yang sangat luas yang terdiri dari ribuan pulau dan
lautan yang luas serta kemampuan penyediaan prasarana telekomunikasi yang masih
terbatas. Banyak daerah di Indonesia yang belum terjangkau sistem telekomunikasi
secara memadai dan dapat diandalkan. PT. Telkom sebagai BUMN yang bergerak di
bidang Telekomunikasi yang memiliki tugas untuk menyediakan fasilitas telekomunikasi
di Indonesia telah berusaha memenuhi keinginan masyarakat dan dunia usaha namun
karena keterbatasan anggaran belum mampu mengatasi kesenjangan antara ketersediaan
dan kebutuhan prasarana telekomunikasi diseluruh wilayah Nusantara.
III - 30
Beberapa teknologi telekomunikasi didunia saat ini telah tersedia, salah satunya
adalah VoIP (Voices over Internet Protocol). Infrastruktur telekomunikasi ini bukan
infrastruktur publik dan sama sekali tidak bertumpu pada operator telekomunikasi yang
ada sekarang ini. Infrastruktur telekomunikasi ini dapat dibangun sendiri oleh masyarakat
atau kelompok masyarakat karena teknologinya sangat sederhana dan dengan biaya yang
murah.
III - 31
Gambar 3.6
Peta Rencana Sistem Telekomunikasi
III - 32
Penentuan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah harus mengikuti persyaratan
dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI Nomor 03-3241-
1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah. Persyaratan didirikannya suatu
TPA ialah bahwa pemilihan lokasi TPA sampah harus mengikuti persyaratan hukum,
ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis
mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota/lingkungan, peraturan
daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang kota serta peraturan-
peraturan pelaksanaannya.
(2) Kriteria
Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian:
a.Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak
atau tidak layak sebagai berikut:
(a) Kondisi geologi
a) Tidak berlokasi di zona holocene fault.
b) Tidak boleh di zona bahaya geologi.
(b) Kondisi hidrogeologi
a) Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter.
b) Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det.
c) Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di
hilir aliran.
d) Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut
diatas, maka harus diadakan masukan teknologi.
(c) Kemiringan zona harus kurang dari 20 persen.
(d) Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk
penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis
lain.
(e) Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan
periode ulang 25 tahun.
III - 33
b.Kriteria penyisih adalah kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik
yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut:
(a) Iklim
a) Hujan: Intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik
b) Angin: Arah angin dominan tidak menuju ke permukiman dinilai
makin baik
(b) Utilitas: Tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik
(c) Lingkungan biologis:
a) Habitat: Kurang bervariasi dinilai makin baik
b) Daya dukung: Kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai
makin baik
(d) Kondisi tanah
a) Produktivitas tanah: Tidak produktif dinilai lebih tinggi
b) Kapasitas dan umur: Dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih
lama dinilai lebih baik
c) Ketersediaan tanah penutup: Mempunyai tanah penutup yang cukup
dinilai lebih baik
d) Status tanah: Makin bervariasi dinilai tidak baik
(e) Demografi: Kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik
(f) Batas administrasi: Dalam batas administrasi dinilai makin baik
(g) Kebisingan: Semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
(h) Bau: Semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
(i) Estetika: Semakin tidak terlihat dari luar dinilai makin baik
(j) Ekonomi: Semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per meter
kubik ton) dinilai semakin baik.
c. Kriteria penetapan yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang berwenang
untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan
instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.
III - 34
diangkut ke TPA. Pengangkutan sampah baik dari timbunan sampah rumah tangga
maupun pasar sebaiknya diangkut ke TPA pada waktu-waktu tertentu (malam hari). Hal
ini dimaksudkan agar pengangkutan sampah tersebut tidak mengganggu dan mencemari
udara dan lingkungan yang dilalui oleh truk pengangkut sampah.
Untuk lokasi TPA di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dapat diarahkan di daerah
Kecamatan Tanimbar Selatan dan Tanimbar Utara. Sementara itu mengingat luasnya
wilayah kabupaten ini, maka perlu disiapkan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di
setiap kota kecamatan dan di pulau-pulau kecil guna menampung dan mengolahan
sampah di daerah tersebut yang tidak dapat diangkut secara langsung ke TPA. Namun
pada TPS-TPS yang sudah terhubungkan dengan jalan dapat diangkut menuju lokasi TPA
(Lihat Gambar 5.7).
III - 35
Gambar 3.7
Peta Rencana Sistem Pengelolaan Sistem Persampahan
III - 36
Dengan mempertimbangkan kondisi geografis kepulauan wilayah Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, maka perlu dikembangkan suatu TPA yang bersifat khusus pada
beberapa pulau-pulau kecil yang berpenghuni. TPA khusus tersebut memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) Khusus dikembangkan di pulau-pulau kecil berpenghuni;
2) Merupakan TPA dengan skala yang terbatas/kecil;
3) Memilki unit pengolahan secara terpadu dengan teknologi yang ramah linkungan;
4) Memilki kemampuan mereduksi kuantitas akhir sampah yang cukup tinggi hingga
tidak membebani daya dukung lingkungan pulau yang bersangkutan.
Saat ini sistem air limbah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat belum terkelola
dengan baik dan pada umumnya menggunakan sungai-sungai yang ada, dan masih
mengandalkan alam dalam proses menyerap maupun menyalurkan ke pembuangan akhir.
Untuk sistem air limbah agar tidak mencemari lingkungan diusahakan pengembangan
sistem pembuangan air limbah terpadu antarlingkungan dengan cara menggunakan sistem
pengolahan sebelum masuk sungai-sungai yang ada. Jenis pengolahan limbah yang
diusulkan untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah pengembangan septic tank
dengan sistem terpadu untuk kawasan perkotaan dan pengembangan jaringan tertutup
untuk kawasan lainnya. Besarnya air limbah diperkirakan 20% dari kebutuhan air bersih
untuk seluruh daerah kabupaten.
Bentuk penanganan limbah cair dan tinja cukup beragam, mulai dari penggunaan
septic tank, baik septic tank pribadi maupun komunal hingga penggunaan sistem
sewerage (penyalur kotoran). Sistem sewerage lebih memudahkan dalam hal
pengendalian limbahnya, karena selain sistemnya terpusat juga bisa dilengkapi dengan
instalasi pengolah air limbah sebelum kemudian dibuang ke badan perairan. Untuk
kawasan yang padat sistem ini juga menguntungkan karena dapat memperkecil
kemungkinan pencemaran air tanah terhadap sumur penduduk. Tetapi mengingat relatif
lebih tingginya biaya untuk infrastruktur sewerage, serta wilayah Kabupaten Maluku
Tenggara Barat yang masih rendah kepadatan penduduknya, maka penanganan air limbah
dapat menggunakan sistem septic tank pribadi.
III - 37
Tabel 3.14
Standar Besaran Program Air Limbah
Besaran Kota
No Uraian Satuan
Metro Besar Sedang Kecil Desa
1. Produksi air kotor dan
lumpur
a. Air limbah % Konsumsi 75 – 85 70 – 80
air
b. Air Kotor (black % Limbah 15 – 25 10 – 25
water)
c. Lumpur tinja 1/org/hr 30 – 40 25 – 30
2. Cakupan Pelayanan
a. Daerah Perkotaan % Penduduk 100 100 100 80 70
b. Daerah Komersial % Luas 100 100 90 80 60
& Kantor
3. Pengolahan Akhir – IPAL IPLT IPLT IPLT Cubluk
Tabel 3.15
Kriteria Perencanaan untuk Perpipaan Air Limbah (Sewerage)
URAIAN KETERANGAN STANDAR
Aliran Rata-rata
Permukiman
Daerah berpenghasilan 100 – 200 l/hari/orang
Menengah/tinggi
Daerah Kampung dengan 50 – 100 l/hari/orang
Jaringan Air Bersih
M.C.K 20 – 50 l/hari/orang
Perkantoran (bukan tempat 10 – 20 l/hari/orang
tinggal)
Industri Tergantung macam industri
Infiltrasi Tergantung keadaan sewer dan
muka air tanah
Aliran Maksimum
Sewerage terpisah 2 – 3 x aliran rata-rata
konvensional
Shallow Sewers (hanya lokal) 3 x aliran rata-rata
Small Bore Sewer 1 x aliran rata-rata
Interceptor Sewer 2 x aliran rata-rata
Ukuran Pipa Minimum
Sambungan Rumah a. Sewerage Konvensional dan
Shallow Sewer dia 100 mm
b. Small Bore Sewer dia 50 mm
III - 38
URAIAN KETERANGAN STANDAR
Unplasticised PVC (uPVC) 0,03 mm
Beton 0,15 mm
Glass Reinforced Plastics 0,06 mm
(GRP)
Vitrified Clay (VC) 0,06 mm
Bila tidak ada informasi setempat lainnya, disarankan
menggunakan petunjuk-petunjuk berikut ini :
Jumlah penduduk Faktor aliran puncak
Yang terlayani Aliran puncak
Dalam ribuan (p) = ------------------
aliran rata-rata
< 20 3,0
20 – 250 5
P 1/6
< 250 2,0
Sumber :
Penyusunan dan Pengolahan Data Memorandum Program Penyehatan Lingkungan Permukiman,
Direktorat Penyehatan Lingkungan Permukiman, Dit. Jen. Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan
Umum, 1994
Kriteria dan Perencanaan Tangki Septik dengan bentuk dan ukuran yang ditentukan
sebagai berikut:
(1) Tangki septik empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 : 1
sampai 3 : 1. Lebar tangki sekurang-kurangnya 0,75 meter dan panjang tangki
sekurang-kurangnya 1,50 meterTinggi air dalam tangki sekurang-kurangnya 1,00
meter dan kedalaman maksimum 2,10 meter tinggi tangki septik adalah tinggi air
dalam tangki, ditambah dengan ruang bebas air sebesar (0,20 – 0,40) meter dan ruang
penyimpanan lumpur. Dasar tangki dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan
tertentu untuk memudahkan pengurasan lumpur. Dinding tangki septik harus dibuat
tegak.
(2) Tangki septik ukuran kecil yang hanya melayani satu keluarga dapat berbentuk bulat
dengan diameter sekurang-kurangnya 1,20 meter dan tinggi sekurang-kurangnya 1,00
meter.
(3) Penutup tangki septik maksimum terbenam ke dalam tanah 0,40 meter.
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang dan
pangan. Kehidupan dan karakter manusia dapat berawal dari unit lingkungan terkecil
yaitu rumah. Rumah dapat diusahakan sendiri baik oleh masyarakat secara informal atau
dibangun oleh pihak pengembang/developer secara formal dengan jumlah relatif besar.
III - 39
ini pendapat tersebut sulit untuk diterapkan. Masyarakat cenderung membangun
rumahnya tanpa mengindahkan kaidah serta aturan-aturan yang berlaku.
Perumahan sebagai wadah kehidupan manusia tidak hanya menyangkut aspek fisik
saja tetapi juga aspek sosial, budaya dan ekonomi masyarakat, tidak hanya menyangkut
tempat hunian saja, tetapi juga tempat kerja, berbelanja, bersantai dan wahana untuk
bepergian (wisma. karya. marga. dan suka). Pengadaan perumahan di suatu wilayah tidak
hanya dilihat secara kuantitas, tetapi juga kualitas.
Pemukiman memiliki dua fungsi utama: (1) Fungsi pasif: Menyediakan sarana dan
prasarana fisik dan (2). Fungsi aktif : menciptakan lingkungan yang sesuai dengan pola
hidup penghuninya. Pembangunan permukiman diharapkan dapat menciptakan suatu
kehidupan yang layak dan berwawasan lingkungan dengan menjamin ketersediaan
sumber daya alam.
III - 40
(1) Melihat dari jumlah atau persentase KK yang memiliki rumah. Dengan angka
tersebut akan diketahui KK yang tidak memiliki rumah. Kelompok ini merupakan
potential demand. Untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat. jumlah atau
persentase keluarga Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang memiliki rumah
adalah 80%.
(2) Kekurangan rumah (housing backlog) di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
berdasarkan asumsi yang ditetapkan di atas adalah 4.214 unit (sekitar 20% dari
total rumah yang ada)
(3) Persentase rumah kosong mengindikasikan efektivitas pemanfaatan stock rumah yang
ada. Diperkirakan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat tidak terdapat rumah yang
tidak dihuni.
(4) Rumah yang kurang layak atau perlu di perbaiki juga merupakan item yang perlu
diperhitungkan dalan menentukan kebutuhan perumahan. Asumsi yang digunakan
dalam perhitungan ini adalah jumlah rumah perlu direnovasi sekitar 10% dari total
unit rumah yang ada.
Tabel 3.16
Kebutuhan Prasarana Permukiman di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Uraian 2012 2032
Jumlah Penduduk 105.341 139.256
Jumlah Kepala Keluarga 26.336 34.814
Jumlah Rumah Eksisting 21.069
Kebutuhan Unit Rumah 27.852
Kekurangan Rumah (housing backlog) 4.214
Unit kurang layak 2.109
Sumber : Hasil Analisis 2011
III - 41
3.2.11.3 Rencana Pengembangan Sarana Perdagangan
Dalam Kepmen tersebut diatur bahwa setiap penduduk berjumlah 2.500 jiwa
dibutuhkan sebuah tempat peribadatan. Secara kuantitas jumlah fasilitas ibadah di
Kabupaten Maluku Tenggara Barat sudah mencukupi, terutama untuk mesjid dan gereja.
Namun penyebarannya masih belum merata ke seluruh wilayah, terutama pulau-pulau
kecil. Masing-masing pulau yang berpenghuni bisa jadi belum mencukupi, oleh karena
itu perlu dilakukan observasi lebih lanjut.
III - 42
III - 43
Gambar 3.8
Peta Rencana Struktur Ruang
III - 44