PENDAHULUAN
Grafik . 21
Kasus DBD Di Puskesmas Sangurara
Tahun 2011 s/d 2015
140
120
100
80
60
40
20
0
2011 2012 2013 2014 2015
Penderita 120 119 88 51 90
Dari 90 kasus DBD tersebut pada tahun 2015, dapat diuraikan sebagai berikut : Kelurahan
Nunu tercatat 5 penderita, Kelurahan Balaroa 42 penderita, Kelurahan Donggala Kodi tercatat 9
penderita, Kelurahan Boyaoge 30 penderita dan di Kelurahan Duyu sebanyak 4 orang penderita.
Berdasarkan kejadian DBD selama 5 tahun berturut-turut sejak tahun 2011 sampai
dengan tahun 2015 dapat dikategorikan wilayah-wilayah kelurahan sebagai berikut : daerah
endemis yaitu Kelurahan Donggala Kodi, Balaroa, Duyu, Nunu, Kelurahan Boyaoge (5 tahun
berturut-turut terdapat kasus), dan tidak ada daerah sporadis dan daerah bebas (dalam 5 tahun
terakhir tidak terdapat kasus DBD).
KEADAAN UMUM
1. Keadaan Geografi
Puskesmas Sangurara merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan masyarakat
yang berada di Wilayah Kecamatan Tatanga Kota Palu, dimana wilayah kerja Puskesmas 80
% daratan, 20 % perbukitan, dan masih terdapat dusun sulit di Kelurahan Donggala Kodi.
3. Pemerintahan
Puskesmas Sangurara adalah salah satu Puskesmas di Kota Palu yang terletak di
Kecamatan Tatanga, dengan luas wilayah kerja + 13,69 km2 dan terbagi ke dalam 5
kelurahan yang terdiri dari 31 RW dan 100 RT.
3. Kepadatan Penduduk
Distribusi penduduk di wilayah Puskesmas Sangurara belum merata dan tidak
seimbang. Kelurahan Nunu dengan luas wilayah terkecil, memiliki jumlah penduduk
sebanyak 8460 jiwa (17,4%) dengan kepadatan penduduk tertinggi 69.34 orang per km 2.
Sedangkan Kelurahan Duyu dengan luas wilayah terbesar memiliki jumlah penduduk
sebanyak 7672 jiwa (15.8%) dengan kepadatan terendah 12.45 orang per km2.
SOSIAL EKONOMI
1. Beban Tanggungan
Ratio beban tanggungan diperlukan untuk mengetahui beban tanggungan ekonomi
suatu daerah. Tingginya ratio beban tanggungan suatu daerah merupakan faktor penghambat
pembagunan ekonomi karena sebagian besar pendapatan yang diperoleh golongan produktif
harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan golongan yang tidak produktif.
2. Desa Tertinggal
Di Puskesmas Sangurara tidak ada desa tertinggal, tetapi di wilayah kerja
Puskesmas Sangurara terdapat dusun sulit di Padanjese Kelurahan Donggala Kodi yang
cukup mempengaruhi kinerja puskesmas. Dusun ini dikategorikan sulit karena pertimbangan
kesulitan transportasi untuk mencapai dusun oleh karena keadaan topografi dusun yang
cukup sulit untuk dilalui alat transportasi.
3. Mata Pencaharian
Ditinjau dari mata pencaharian masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sangurara
sebagian besar bermata pencaharian adalah petani, buruh, tukang, pedagang, pegawai negeri.
4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sangurara yang
terbanyak adalah tamat SLTA/MA yaitu 36,56 %, tamat SD/SLTP sebanyak 36,41 %, tamat
diploma / universitas sebanyak 17,33% dan yang tidak tamat SD sebanyak 11,50 %.
Keterangan lebih rinci mengenai tingkat pendidikan per kelurahan dapat dilihat pada tabel.
5 lampiran.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan bahwa sebagian besar penduduk
yang ada di Wilayah puskesmas Sangurara beragama Islam. Hal ini terlihat dari sarana
ibadah (mesjid) yang ada di setiap kelurahan. Keadaan sosial budaya sudah cukup baik ini
terlihat dari kegotong royongan masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari,
penduduk asli adalah suku Kaili dan sebagian suku lain yang pendatang yang sudah
membaur dengan masyarakat setempat.
SARANA TRANSPORTASI
Sarana transportasi yang tersedia sudah cukup memadai dan mempunyai jalan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dan mobil sehingga hal ini bukan merupakan hambatan
dalam pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.
1. Masih banyak ditemukan area yang bisa menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes
Aegipty.
2. Wilayah pemukiman semakin menggerus tempat perindukan alami dari vektor nyamuk.
PEMBAHASAN
a. Input
Program penanggulangan demam berdarah di Puskesmas Sangurara dikelola oleh
seorang perawat yang bekerja sama dengan dokter-dokter yang ada di Puskesmas
Sangurara. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pengendalian demam berdarah di
wilayah kerja Puskesmas sangat baik. Akses ke wilayah kerja Puskesmas Sangurara mudah
ditempuh,yakni kelurahan Duyu, Boyaoge, Nunu, Balaroa dan Donggala Kodi. Dana yang
digunakan dalam pengelolaan puskesmas berasal dari BOK
b. Proses
Perencanaan program Pengendalian penyakit demam berdarah di Puskesmas
Sangurar mengikuti pedoman pengendalian penyakit demam berdarah yang dikeluarkan
oleh pemerintah Kota Palu sebagai acuan pelaksanaan program seperti promosi kesehatan,
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), Fogging, Pelacakan Penderita (PE), Abatesasi dan
Survei Jentik. Penggerakan pelaksanaan program dilakukan 2 minggu sekali di tiap
kelurahan.
c. Output
Adapun program kerja yang dilakukan di Puskesmas Sangurara terkait dengan
penanggulangan penyakit demam berdarah antara lain PSN, PE, Abatesasi dan Survei
Jentik program ini dilakukan sekaligus pada tiap kelurahan yang dikunjungi. Jika ada
pasien yang sudah di diagnosis dengan DBD maka langsung dilakukan foging ke rumah
pasien tersebut. Pada pelaksanaan program foging sekaligus juga di ikuti dengan program
lainnya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan program penanganan demam berdarah, perlu memperhatikan
program yang telah dicanangkan oleh pemerintah dengan mengingat puskesmas
merupakan tempat pelayanan primer.
2. Masalah penyakit demam berdarah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, faktor
lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan yang saling berinteraksi secara kompleks.
Oleh karena itu penanggulangan masalah demam berdarah harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan spesifik wilayah.
3. Peran serta dari berbagai pihak sangat dibutuhkan agar program kerja dapat terlaksana
dengan baik.
4.2 Saran
1. Lebih sering melakukan kegiatan penyuluhan berupa penyuluhan perorang terlebih ke
rumah keluarga yang mengalami penyakit demam berdarah, untuk menerapkan
pencegahan penyakit demam berdarah.
2. Meningkatkan kegiatan promosi kesehatan mengenai pola hidup bersih dan sehat seperti
kebersihan lingkungan, pengelolaan air, dan pengelolaan sanitasi.
3. Kegiatan penemuan pasien harus lebih sering dilakukan secara aktif untuk menjaring
pasien-pasien yang tidak terdeteksi dengan penjaringan pasif.