Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan
menimbulkan dampak social maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung
meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Kerugian social yang terjadi antara lain
karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan
berkurangnya usia harapan penduduk. Dampak ekonomi lamgsung pada penderita DBD adalah
biasanya biaya pengobatan, sedangkan dampak ekonomi tidak langsung adaah kehilangan
waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti
transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita.
Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pada tahun
1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga
pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 jumlaah
kasus yang dilaporkan sebanyak 58 kasus dengan jumlah kematian 24 orang, sedangkan dalam
5 tahun terakhir (1997-2001) jumlah rata-rata kasus dilaporkan sebanyak 40.854 kasus dengan
rata-rata kematian 701 orang setiap tahunnya. Pada tahun yang sama, setiap 100.000 penduduk,
20-21 orang diantaranya penderita DBD dan setiap 100 penderita, rata-rata yang meninggal
sebanyak 1-2 orang.
Kejadian luar biasa (KLB)/wabah masih sering terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Pada
tahun 1998 terjadi KLB dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang dan meruapakaan
wabah terbesar sejak kasus DBD pertama kali ditemukan di Indonesia dengan 1411 kematian
(CFR=2%). Sedangkan pada KLB tahun 2004jumlah penderita sejak januari 2004 berdasarkan
pemaantauan dan laporan yang diperoleh dari 30 propinsi sampai dengan april 2004 adalah
sebaanyak 58.861 kasus, 669 diantaranya meninggal (CFR=1,14%).
Dalam periode januari-april 2004 letusan terutama terjadi di 188 kabupaten/kota dari 12
propinsi dengan jumlah kasus 53.719 orang, 590 meninggal (CFR=1,1%). Adapun ke 12
propinsi tersebut adalah: Aceh, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa
Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara
Timur.
Upaya penanggulangan DBD dilaksanakan sejak tahun 1968, namun diprogramkan secara
teratur sejak tahun 1974 dengan dibentuknya Subdit Arbovirosis di Departemen Kesehatan.
Berbagai kegiatan telah dilaksanakan antara lain meliputi : 1) pelatihan dokter, 2)
pemberantasan vector dan Penyuluhan kepada masyarakat.
Megingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia,
maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini ialah dengan memberantas nyamuk penularnya
(vektor). Pemberantasan vector dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa maupun jentiknya.
Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam
waktu yang singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk demam
berdarah yaitu nyamuk Aedes Aegypti yang tersebar luas di rumah-rumah dan tempat umum
diseluruh wilayah.
Pada tahun 2015 di Puskesmas Sangurara terjadi 90 kasus DBD. Selama 5 tahun ini kasus DBD di
wilayah Puskesmas Sangurara terjadi penurunan. Tapi pada tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah
kasus, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Grafik . 21
Kasus DBD Di Puskesmas Sangurara
Tahun 2011 s/d 2015

140

120

100

80

60

40

20

0
2011 2012 2013 2014 2015
Penderita 120 119 88 51 90

Sumber : Laporan SP2TP Puskesmas Sangurara Thn 2015


Dengan melihat grafik di atas jumlah penderita di tahun 2011 sampai dengan 2015 terjadi
peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dicerminkan bahwa kesadaran masyarakat untuk
melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) mulai baik. Sama seperti tahun sebelumnya,
tahun ini dilaksanakan pemeriksaan jentik berkala dan abatisasi selektif di 5 kelurahan yang ada di
wilayah Puskesmas Sangurara. bebas jentik sebesar Angka 72,33% (dari 300 rumah yang diperiksa)

Dari 90 kasus DBD tersebut pada tahun 2015, dapat diuraikan sebagai berikut : Kelurahan
Nunu tercatat 5 penderita, Kelurahan Balaroa 42 penderita, Kelurahan Donggala Kodi tercatat 9
penderita, Kelurahan Boyaoge 30 penderita dan di Kelurahan Duyu sebanyak 4 orang penderita.

Berdasarkan kejadian DBD selama 5 tahun berturut-turut sejak tahun 2011 sampai
dengan tahun 2015 dapat dikategorikan wilayah-wilayah kelurahan sebagai berikut : daerah
endemis yaitu Kelurahan Donggala Kodi, Balaroa, Duyu, Nunu, Kelurahan Boyaoge (5 tahun
berturut-turut terdapat kasus), dan tidak ada daerah sporadis dan daerah bebas (dalam 5 tahun
terakhir tidak terdapat kasus DBD).

Untuk daerah-daerah endemis perlu diupayakan pemberantasan sarang nyamuk secara


rutin dan pemeriksaan jentik berkala yang mencakup seluruh RW dan penyuluhan kebersihan
lingkungan, oleh karena di Kelurahan Balaroa terdapat pasar Induk Manonda yang mungkin menjadi
penyebab tingginya kasus DBD di wilayah tersebut.

Sumber:Laporan SP2TP Puskesmas Sangurara Thn 2015

1.2 Rumusan Masalah


Pada laporan menejemen ini, permasalahan terkait program penanggulangan pemberantasan
DBD akan dibahas antara lain
1. Bagaimana pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Sangurara ?
2. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan program
pemberantasan DBD di Puskesmas Sangurara ?
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Gambaran Puskesmas Sangurara

KEADAAN UMUM
1. Keadaan Geografi
Puskesmas Sangurara merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan masyarakat
yang berada di Wilayah Kecamatan Tatanga Kota Palu, dimana wilayah kerja Puskesmas 80
% daratan, 20 % perbukitan, dan masih terdapat dusun sulit di Kelurahan Donggala Kodi.

Adapun batas – batas wilayah kerja Puskesmas Sangurara, yakni :

 Sebelah utara berbatasan dengan Kel. Ujuna Kel. Kamonji.


 Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Palu.
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kel. Pengawu, Kel. Tavanjuka
 Sebelah barat berbatasan dengan Desa Doda, Denggune Kec. Marawola.

2. Suhu dan Kelembaban Udara


Suhu udara di Puskesmas Sangurara sesuai dengan suhu udara rata-rata di Kota
Palu yaitu 25° - 35°C dengan kelembaban rata - rata antara 60-95%

3. Pemerintahan
Puskesmas Sangurara adalah salah satu Puskesmas di Kota Palu yang terletak di
Kecamatan Tatanga, dengan luas wilayah kerja + 13,69 km2 dan terbagi ke dalam 5
kelurahan yang terdiri dari 31 RW dan 100 RT.

Wilayah kerja Puskesmas Sangurara yang terluas adalah terdapat di Kelurahan


Duyu adalah dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lain dimana luas wilayahnya 6,16
Km2 sedangkan kelurahan terkecil adalah kelurahan Nunu 1,22 Km2
KEPENDUDUKAN
1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah Penduduk di wilayah Puskesmas Sangurara tahun 2015 berdasarkan data
dari BPS Kota Palu adalah 48.546 jiwa. Dibanding tahun 2014 berjumlah (51.431 jiwa)
terjadi penurunan jumlah penduduk di wilayah Puskesmas Sangurara sebanyak 2885 jiwa
dari tahun 2014.

2. Distribusi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin


Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sangurara Tahun 2015 adalah
48.546 dengan penduduk yang berjenis kelamin laki - laki berjumlah 24.670 jiwa dan yang
berjenis kelamin perempuan sebanyak 23.876 jiwa. Jumlah penduduk ini terdistribusi pada
5 kelurahan dengan jumlah penduduk yang terbanyak adalah Kelurahan Balaroa dengan
jumlah penduduk 14.772 jiwa dan yang terendah adalah kelurahan Duyu yaitu 7.672 jiwa.

Komposisi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sangurara tahun 2015 berdasarkan


kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut;

Distribusi penduduk menurut jenis kelamin di Puskesmas Sangurara pada tahun


2015 yaitu jumlah penduduk laki-laki 24.670 jiwa (51%) dan penduduk perempuan 23.876
jiwa (49%) yang berarti jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan jumlah Penduduk yang berjenis kelamin perempuan.

3. Kepadatan Penduduk
Distribusi penduduk di wilayah Puskesmas Sangurara belum merata dan tidak
seimbang. Kelurahan Nunu dengan luas wilayah terkecil, memiliki jumlah penduduk
sebanyak 8460 jiwa (17,4%) dengan kepadatan penduduk tertinggi 69.34 orang per km 2.
Sedangkan Kelurahan Duyu dengan luas wilayah terbesar memiliki jumlah penduduk
sebanyak 7672 jiwa (15.8%) dengan kepadatan terendah 12.45 orang per km2.
SOSIAL EKONOMI
1. Beban Tanggungan
Ratio beban tanggungan diperlukan untuk mengetahui beban tanggungan ekonomi
suatu daerah. Tingginya ratio beban tanggungan suatu daerah merupakan faktor penghambat
pembagunan ekonomi karena sebagian besar pendapatan yang diperoleh golongan produktif
harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan golongan yang tidak produktif.

2. Desa Tertinggal
Di Puskesmas Sangurara tidak ada desa tertinggal, tetapi di wilayah kerja
Puskesmas Sangurara terdapat dusun sulit di Padanjese Kelurahan Donggala Kodi yang
cukup mempengaruhi kinerja puskesmas. Dusun ini dikategorikan sulit karena pertimbangan
kesulitan transportasi untuk mencapai dusun oleh karena keadaan topografi dusun yang
cukup sulit untuk dilalui alat transportasi.

3. Mata Pencaharian
Ditinjau dari mata pencaharian masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sangurara
sebagian besar bermata pencaharian adalah petani, buruh, tukang, pedagang, pegawai negeri.

4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sangurara yang
terbanyak adalah tamat SLTA/MA yaitu 36,56 %, tamat SD/SLTP sebanyak 36,41 %, tamat
diploma / universitas sebanyak 17,33% dan yang tidak tamat SD sebanyak 11,50 %.
Keterangan lebih rinci mengenai tingkat pendidikan per kelurahan dapat dilihat pada tabel.
5 lampiran.

Sarana pendidikan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Sangurara sebanyak


37 buah sarana yang tersebar di 5 kelurahan.

AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan bahwa sebagian besar penduduk
yang ada di Wilayah puskesmas Sangurara beragama Islam. Hal ini terlihat dari sarana
ibadah (mesjid) yang ada di setiap kelurahan. Keadaan sosial budaya sudah cukup baik ini
terlihat dari kegotong royongan masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari,
penduduk asli adalah suku Kaili dan sebagian suku lain yang pendatang yang sudah
membaur dengan masyarakat setempat.

SARANA TRANSPORTASI
Sarana transportasi yang tersedia sudah cukup memadai dan mempunyai jalan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dan mobil sehingga hal ini bukan merupakan hambatan
dalam pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.

Ssarana Tranportasi yang ada di Puskesmas Sangurara yaitu :

 Puskesmas Induk : 1 Pusling Roda 4,dan 13 Pusling Roda 2


 Pustu : 3 Pusling Roda 2
 Poskesdes : 1 Pusling Roda 2
 Polindes : -

2.2 Demam Berdarah


Di Indonesia diperkirakan ada 450 jenis nyamuk dan sebagian adalah sebagai penular
beberapa penyakit dan hama pengganggu kenyamanan manuia.
Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang ditandai dengan panas (demam)
dan disertai dengan perdarahan. Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus degue. Cara
penularan penyakit demam berdarah ilah melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang hidup di
dalam dan sekitar rumah/bangunan.
Cara penularan DBD yaitu :
1. DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina. Ada berbagai macam jenis nyamuk
disekitar kita, tetapi yang dapat menularkan penyakit DBD adalah Aedes aegypti.
2. Nyamuk ini mendpatkan virus dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang sakit
DBD, tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus dengue.
3. Virus dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh
nyamuk, temasuk kelenjar liurnya.
4. Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan
dipindahkan bersama air liur nyamuk.
5. Bila orang yang tertular tidak memiliki kekebalan (umummnyaa anak-anak) maka virus
itu akan menyerang sel pembeku darah dan merusak dinding pembuluh darah kecil
(kapiler). Akibatnya terjadi pendarahan dan kekurangan cairan yang ada dalam
pembuluh darah orang itu.
6. Bila orang yang tertular mempunyai zat anti kekebalan yang cukup maka virus tersebut
dibuat tidak berdaya sehingga orang tersebut tidak sakit.
7. Dalam darah mnusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.
Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti yaitu perkembangan dari telur sampai menjadi
nyamuk kurang lebih 9-10 hari. Nyamuk aedes aegypti betina menghisap darah manusia setiap
2 hari. Protein dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya.
Setelah menghisap darah, nyamuk ini akan mencari tempat hinggap (beristrahat), tempat
hinggap yang ia senangi adalah bendabenda tergantung, seperti : pakaian, kelambu, atau
tumbuh-tumbuhan didekat tempat berkembang biaknya. Biasanya ditempat yangagak gelap
dan lembab. Setelah masa istrahat selesai, nyamuk itu akan meletakkan telurnya pada dinding
bak mandi/WC, tempayan, drum, kaleng, ban bekas dan lain-lain. Biasanya sedikit diatas
permukaan air. Selanjutnya nyamuk akan mencari mangsanya (menghisap darah) lagi dan
seterusnya.
Tempat berkembang biak nyamuk aedes agypti biasanya ditempat penampungan air untuk
keperluan sehari-hari dan barang-barang yng memungkinkan air tergenang yang tidak
beralaskan tanah, misalnya :
1. Bak mandi/WC, tempayan, drum
2. Tempat minum burung
3. Vas bunga/pot tanaman air
4. Kaleng bekas dan ba bekas, botol, tempurung kelapa, plastic, dan lain-lain yang
dibuang sembarang tempat.
Demam berdarah merupakan salah satu penyakit yang terbanyak di puskesmas Sangurara
yakni pada tahun 2016 berjumlah 85 kasus. Namun, dari tahun ke tahun penyakit DBD di
puskesmas sangurara semakin hari semakin menurun.
2.3 Strategi dan pelaksanaan program
Adapun program yang dilaksanakan di puskesmas Sangurara ialah
1. Promosi kesehatan
Sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang BAB III Pengendalian DBD pasal
4 tentang promosi kesehatan ialah :
(1) promosi kesehatan adalah upaya pencegahan DBD yang dilakukan dengan cara
memberikan penyuluhan, sosialisasi atau cara lainnya kepada seluruh lapisan
mmasyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
(2) Promosi kesehatan sebagaimana dimaksu padaa ayat (1) menjadi tanggung jawab
SKPD
2. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Terncantum dalam undang-undang BAB III Pengendalian DBD pasal 5 tentang PSN 3
M Plus
(1) Kegiatan PSN 3 M Plus dilakukan untuk memutus siklus hidup nyamuk penular
DBD yang dilaksanakan paling singkat 1 (satu) minggu sekali.
(2) Pemutusan siklus hidup nyamuk penular DBD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilakukan oleh perorangan, pengelola, penanggug jawab atau pimpinan
tempat kerja.
3. Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Terncantum dalam undang-undang BAB III Pengendalian DBD pasal 10 tentang
Penyelidikan epidemiologi
(1) Penyelidikan Epidemiologi merupakan kegiatan pelacakan suspect atau penderita
DBD
(2) Penyelidikan Epidemiologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
petugas kesehatan/petugas puskesmas
4. Pengasapan/Fogging
Terncantum dalam undang-undang BAB III Pengendalian DBD pasal 12 tentang
Pengasapan/Fogging
(1) Pengasapan/Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD yang
dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD, dalam bentuk :
a. Pengasapan/fogging focus; dan
b. Pengasapan/fogging massal pada saat terjadi KLB DBD
(2) Pengasapan/fogging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
kegiatan pengasapan secara serentak dan menyeluruh pada saatterjadi KLB DBD
(3) Pengasapan/fogging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
petugas kesehatan.
(4) Masyarakat wajib membantu kelancaran pelaksanaa pengasapan/fogging
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumh dan lingkungannya.
5. Abatesasi dan Survei Jentik
Terncantum dalam undang-undang BAB III Pengendalian DBD pasal 6 tentang PJB
(1) PJB wajib dilakukan oleh :
a. Jumantik, yang bertugas setiap minggu dengan target pemeriksaan disemua
rumah sesuai hasil kesepakatan yang berada di wilayah kerjanya; dan
b. Petuga kesehatan/ petugas puskesmas, yang bertugas setiap 3 (tiga) bulan sekali
dengan target pemeriksaan 100 (seratus) rumah disetiap kelurahann yang
dipilih secara sampling.
(2) Pemeriksaan dan pemantauan oleh jumantik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Memeriksa setiap tempat, media, atau wadah yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk dan mencatatnya dikartu jentik
b. Memberikan penyuluhan dan memotivasi masyarakat; dan
c. Melaporkan hasil pemeriksaan dan pemantauan kepada Lurah dan Camat.
(3) Jumantik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibentuk disetiap
Kecamatan dan Kelurahan.

Adapun indikator program DBD di Puskesmas Sangurara ialah :


1. Menurunkan angka kejadian DBD (IR) , 52 per 100.000 penduduk.
2. Menurunkan angka kematian akibat DBD (CFR) < 1%.
3. Menurunkan Angka Bebas Jentik (ABJ) > 95%.
4. Mencegah terjadinya KLB/Wabah penyakit DBD
Jumlah kasus DBD yang ditemukan pada tahun 2016 :
Jumlah kasus DBD pada tahun 2017 Triwulan 1
Masalah / kendala yang didapatkan selama pelaksanaan program :

1. Masih banyak ditemukan area yang bisa menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes
Aegipty.

2. Wilayah pemukiman semakin menggerus tempat perindukan alami dari vektor nyamuk.

3. Masih kurangnya perhatian kita semua terhadap pemeliharaan kesehatan lingkungan


khususnya kos-kosan dan usaha pengepul barang bekas.

4. Masih banyak ditemukan rumah dengan jentik nyamuk

5. Alamat yang diberikan pasien tidak sesuai dengan tempat tinggalnya

6. Persediaan bubuk abate terbatas


Solusi untuk masalah/kendala dalam pelaksanaan program tersebut ialah :

1. Meningkatkan pelaksanaan program PSN


2. Kerjasama dengan lintas sector dan lintas program
3. Kordinasi dengan RT setempat
4. Mengusulkan persediaan bubuk abate ke dinas
BAB III

PEMBAHASAN

a. Input
Program penanggulangan demam berdarah di Puskesmas Sangurara dikelola oleh
seorang perawat yang bekerja sama dengan dokter-dokter yang ada di Puskesmas
Sangurara. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pengendalian demam berdarah di
wilayah kerja Puskesmas sangat baik. Akses ke wilayah kerja Puskesmas Sangurara mudah
ditempuh,yakni kelurahan Duyu, Boyaoge, Nunu, Balaroa dan Donggala Kodi. Dana yang
digunakan dalam pengelolaan puskesmas berasal dari BOK

b. Proses
Perencanaan program Pengendalian penyakit demam berdarah di Puskesmas
Sangurar mengikuti pedoman pengendalian penyakit demam berdarah yang dikeluarkan
oleh pemerintah Kota Palu sebagai acuan pelaksanaan program seperti promosi kesehatan,
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), Fogging, Pelacakan Penderita (PE), Abatesasi dan
Survei Jentik. Penggerakan pelaksanaan program dilakukan 2 minggu sekali di tiap
kelurahan.

c. Output
Adapun program kerja yang dilakukan di Puskesmas Sangurara terkait dengan
penanggulangan penyakit demam berdarah antara lain PSN, PE, Abatesasi dan Survei
Jentik program ini dilakukan sekaligus pada tiap kelurahan yang dikunjungi. Jika ada
pasien yang sudah di diagnosis dengan DBD maka langsung dilakukan foging ke rumah
pasien tersebut. Pada pelaksanaan program foging sekaligus juga di ikuti dengan program
lainnya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan program penanganan demam berdarah, perlu memperhatikan
program yang telah dicanangkan oleh pemerintah dengan mengingat puskesmas
merupakan tempat pelayanan primer.
2. Masalah penyakit demam berdarah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, faktor
lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan yang saling berinteraksi secara kompleks.
Oleh karena itu penanggulangan masalah demam berdarah harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan spesifik wilayah.
3. Peran serta dari berbagai pihak sangat dibutuhkan agar program kerja dapat terlaksana
dengan baik.

4.2 Saran
1. Lebih sering melakukan kegiatan penyuluhan berupa penyuluhan perorang terlebih ke
rumah keluarga yang mengalami penyakit demam berdarah, untuk menerapkan
pencegahan penyakit demam berdarah.
2. Meningkatkan kegiatan promosi kesehatan mengenai pola hidup bersih dan sehat seperti
kebersihan lingkungan, pengelolaan air, dan pengelolaan sanitasi.
3. Kegiatan penemuan pasien harus lebih sering dilakukan secara aktif untuk menjaring
pasien-pasien yang tidak terdeteksi dengan penjaringan pasif.

Anda mungkin juga menyukai