Anda di halaman 1dari 184

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN
DENGAN PENERAPAN TEORI ADAPTASI ROY
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

PUJI ASTUTI
0906504921

PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN


PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI, 2012

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN


MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERSARAFAN DENGAN PENERAPAN TEORI
ADAPTASI ROY DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
FATMAWATI JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar


Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:
PUJI ASTUTI
0906504921

PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI, 2012
i

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


ii

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : PUJI ASTUTI

NPM : 0906504921

Tanda Tangan :

Tanggal : 09 Juli 2012

iii

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karuniahNya
sehingga penulisan dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini dengan judul
“Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Persarafan dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”. Penulisan karya ilmiah ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal
Bedah pada Program Ners Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.

Selama penyusunan laporan, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari


berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dra. Elly Nurachmah, M.App. Sc., DNSc., selaku supervisor utama atas
arahan, bimbingan dan masukan yang telah diberikan.
2. I Made Kariasa, S.Kp., MM., M.Kep. Sp.KMB., selaku supervisor yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan dalam proses penyusunan laporan
ini.
3. Ns. Winda Yuniarsih, S.Kp., M.Kep. Sp.KMB., selaku asisten supervisor dan
kepala ruangan di Ruang Teratai Lantai 6 Selatan RSUP. Fatmawati yang
telah memberikan bimbingan selama praktik residensi di Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
4. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang telah memberikan
izin melaksanakan praktik residensi.
5. Rekan-rekan Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, yang telah
saling mendukung dan membantu selama proses pendidikan, terutama teman
terbaikku ardi dan dwi .
6. Suamiku, orang tuaku, mertuaku, putra-putra kami Faiz, Zidny dan Baihaqi
tercinta, saudara- saudariku dan keluarga besar yang senantiasa memberikan
dukungan doa, dan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Penulis meyakini bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga Allah SWT, melimpahkan
rahmatNya. Amin.

Depok, Juli 2012


Penulis

vi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:
Nama : Puji Astuti
NPM : 0906504921
Program Studi : Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikankepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Persarafan dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 11 Juli 2011
Yang Menyatakan

Puji Astuti

vii

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


PRAKTIK KLINIK LANJUT KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Persarafan dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Puji Astuti
Juli 2012

ABSTRAK
Karya Ilmiah ini mengambarkan kegiatan praktik ners spesialis dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
persarafan dengan kasus utama pada pasien dengan stroke hemoragik. Pada
praktik ini residen juga menerapkan evidence based nursing practice berupa
masase abdomen pada klien stroke dengan konstipasi sehingga memperbaiki
kondisi konstipasi dan frekuensi buang air besar serta menerapkan inovasi
pengkajian menggunakan indek barthel untuk mengukur kemampuan fungsional
paisen dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari.

Kata kunci: Stroke hemoragik, masase abdomen, indek barthel.

ADVANCE CLINICAL PRACTICE OF MEDICAL SURGICAL NURSING


FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY OF INDONESIA

Analysis of Advance Clinical Practice Medical Surgical Nursing on Patient with


Neurological System Disorder using Roy’s Adaptation Theory in Fatmawati
Hospital Jakarta.

Puji Astuti
Juli 2012

ABSTRACT
The purpose of this final scientific report is to describe advance clinical practice
activities in providing nursing care on patient with neurological system disorder
with haemoragic stroke as the majority case. In this residency clinical practice, we
tried to implement evidence based nursing practice on abdominal massage of
stroke client who experience constipation. This intervention can decrease
constipation and improve defecation, and the innovation activity was on the use of
Barthel index assessment to assess patient’s functional status in performing their
daily activities.

Keywords: Haemoragic stroke, abdominal massage, Barthel Index


viii

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii

BAB 1: PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 6
1.3 Manfaat Penulisan ........................................................................ 6

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8


2.1 Stroke ....................................................................................... 8
2.1.1 Definisi .......................................................................... 8
2.1.2 Faktor risiko dan etiologi stroke .................................... 9
2.1.3 Patofisiologi stroke hemoragik ...................................... 12
2.1.4 Manifestasi Klinis .......................................................... 14
2.1.5 Penatalaksanaan ............................................................. 22
2.2 Asuhan Keperawatan Menggunakan Pendekatan Model
Adaptasi Roy ............................................................................. 22
2.2.1 Model Adaptasi Roy ...................................................... 22
2.2.2 Proses Keperawatan Berkaitan dengan Model Adaptasi
Roy ................................................................................ 26
2.2.2.1 Pengkajian Perilaku ......................................... 26
2.2.2.2 Pengkajian Stimuli .......................................... 29
2.2.2.3 Diagnosa Keperawatan .................................... 29
2.2.2.4 Penetapan Tujuan ............................................ 30
2.2.2.5 Intervensi Keperawatan ................................... 30
2.2.2.6 Evaluasi ........................................................... 30
2.3 Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan
Pasien Stroke Hemoragik ........................................................... 30

BAB 3: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN STROKE HEMORAGIK ..... 49


3.1 Deskripsi Kasus Kelolaan Utama .............................................. 49
3.2 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Stroke Hemoragik
dengan Pendekatan RAM ........................................................... 50
3.2.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus ................................. 50
ix

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


3.2.1.1 Mode Adaptasi Fisiologis ................................. 50
3.2.1.2 Mode Adaptasi Fungsi Peran ........................... 55
3.2.1.3 Mode Adaptasi Konsep Diri ............................ 56
3.2.1.4 Mode Adaptasi Interdependensi ...................... 56
3.3 Pembahasan Berdasarkan Teori Keperawatan Model
Adaptasi Roy .............................................................................. 71
3.3.1 Mode Adaptasi Fisiologis .............................................. 71
3.3.2 Mode Adaptasi Fungsi Peran ......................................... 79
3.4 Analisis Penerapan RAM pada 33 Kasus Kelolaan ................ 80
3.4.1 Mode Adaptasi Fisiologi .............................................. 80
3.4.2 Mode Adaptasi Konsep Diri ......................................... 87
3.4.3 Mode Adaptasi Fungsi Peran ........................................ 87
3.4.4 Mode Adaptasi Fungsi interdependensi ........................ 88

BAB 4: PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA


GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN ......................................... 89
4.1 Hasil Journal Reading (Critical Review) .................................. 93
4.2 Prosedur Penerapan Massage Abdomen ................................... 96
4.3 Penerapan EBN ......................................................................... 100
4.3 Hasil penerapan EBN dan Pembahasan .................................... 102

BAB 5: KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM


PERSARAFAN ................................................................................. 107
5.1 Analisis Situasi .......................................................................... 107
5.2 Kegiatan Inovasi ....................................................................... 109
5.2.1 Persiapan ....................................................................... 110
5.2.2 Pelaksanaan .................................................................. 110
5.2.3 Evaluasi ........................................................................ 111
5.3 Pembahasan ............................................................................... 112

BAB 6: SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 114


6.1 Simpulan ................................................................................... 114
6.2 Saran ......................................................................................... 115

DAFTAR REFERENSI .................................................................................. 117

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1 Skala Hunt ..................................................................................... 19
Tabel 2.2 Asumsi yang mendasari teori adaptasi Sister Calista Roy ............ 23
Tabel 2.3 Rencana Keperawatan Stroke hemoragik dengan Pendekatan Model
Adaptasi Roy ................................................................................. 38

xi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


DAFTAR SKEMA

Hal
Skema 2.1 Model Sistem Adaptasi Manusia berdasar Roy Adaptation
Model ............................................................................................ 25

xii

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Format pengkajian Roy


Lampiran 2. Resume Keperawatan pada Gangguan Sistem Persarafan
Lampiran 3. Evaluasi Keperawatan
Lampiran 4. SOP melakukan masase abdomen swedia
Lampiran 5. Constipation Scoring System
Lampiran 6 Pengkajian Barthel Index
Lampiran 7 Leaflet masase Abdomen
Lampiran 8. Evaluasi Diri Menggunakan Barthel Index
Lampiran 9. Evaluasi Dokumentasi

xiii

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan adalah suatu ilmu pengetahuan dan seni. Keperawatan sebagai ilmu
pengetahuan adalah selalu terjadi perubahan selaras dengan penemuan baru dan
inovasi. Sebagai seni adalah seorang perawat merawat klien dengan kasih sayang,
perhatian dan menghormati harga diri klien. Kualitas keperawatan akan bermutu baik
ketika seorang perawat mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan seni dalam
melakukan praktik keperawatan, sehingga menguntungkan bagi klien dan keluarga
(Perry & Potter, 2009).

Perawatan dapat diberikan kepada klien menggunakan pelayanan yang sesuai dengan
kriteria dalam standar keperawatan dan mengikuti kode etik (American Nurse
Association, ANA, 2004). ANA mendefinisikan keperawatan sebagai “Perlindungan,
promosi, optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan cedera,
pengentasan penderitaan melalui diagnosis dan pengobatan respon manusia, dan
advokasi dalam perawatan individu, keluarga, masyarakat, dan populasi” (ANA,
2003). Definisi tersebut menegaskan bahwa perawat sangat berperan dalam
memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di dunia.

Pelayanan kesehatan pada pasien diberikan perawat melalui penerapan asuhan


keperawatan professional. Profesional dalam hal ini mengacu pada praktik
keperawatan yang menggunakan basis ilmu pengetahuan, bertanggung jawab terhadap
diri dan orang lain (Perry & Potter, 2009). Khasanah ilmu pengetahuan diperkaya dari
hasil riset dan teori-teori yang dikembangkan dalam bidang keperawatan. Oleh karena
itu penting bagi perawat memahami teori keperawatan, sehingga dalam menerapkan
asuhan keperawatan lebih professional dan pada akhirnya dapat mengurangi
penderitaan klien. Beberapa teori keperawatan di kembangkan di Indonesia, salah
satunya adalah teori adaptasi Roy oleh Sister Callista Roy. Teori adaptasi Sister
Callista Roy (Roy, 1980, 1989, Roy dan Obloy, 1979) menerangkan klien sebagai
suatu system adaptasi. Tujuan keperawatan menurut Roy adalah membantu individu

1 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
2

beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan psikologis, konsep diri, aturan- aturan yang
berlaku dan hubungan bebas pada saat sehat dan sakit (Tomey & Alligood, 2006).

Roy juga menyatakan pelayanan keperawatan dibutuhkan saat klien tidak dapat
beradaptasi dengan tekanan dari lingkungan internal dan eksternal. Setiap perubahan
lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan respon system adaptasi
merupakan suatu stimulus (Tomey & Alligood, 2006). Konsep model adaptasi Roy
merupakan proses keperawatan yang meliputi 6 langkah yang dilakukan secara
serentak, terus menerus dan dinamis yang terdiri dari pengkajian perilaku, pengkajian
stimulus, diagnose keperawatan, tujuan, intervensi dan evaluasi (Roy & Andrews,
1999). Tujuan keperawatan dalam model adaptasi Roy adalah untuk mempromosikan
adaptasi melalui tiap tahap tersebut dengan 4 macam mode adaptasi yaitu mode
adaptasi: fisiologik, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.

Adapun klien yang mendapatkan perawatan dirumah sakit dengan berbagai kondisi
kesakitan, salah satunya adalah klien dengan gangguan system neurologi. angka
kesakitan pada system ini menunjukkan peningkatan tiap tahun seiring bertambahnya
usia harapan hidup. Salah satu penyakit neurologi yang menjadi perhatian adalah
stroke. Penyakit Stroke di Amerika menduduki peringkat nomor tiga sebagai penyebab
kematian pasien. Prevalensi stroke pada usia diatas 20 tahun diperkirakan mencapai
6.5 juta pasien pertahun (Lloyd et al, 2009).

Angka kejadian stroke di Indonesia juga menunjukkan peningkatan tiap tahun.


Berdasarkan pada riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007, stroke merupakan penyebab
kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh RS di Indonesia yaitu sebesar 15.4%.
Sementara data di ruang teratai lantai 6 RSUP Fatmawati menunjukkan peningkatan
penderita stroke di tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 terutama penderita stroke
hemoragik, dimana mulai bulan Juli sampai dengan bulan September 2011 terdapat
158 penderita stroke, yang meliputi stroke infark sejumlah 116 dan stroke hemoragik
sejumlah 42, mulai bulan oktober sampai Desember 2011 terdapat 160 penderita
stroke, yang meliputi stroke infark sejumlah 106 dan stroke hemoragik sejumlah 54,
dan pada Januari sampai dengan Maret 2012 terdapat 165 penderita stroke, yang
meliputi stroke infark sejumlah 99 dan stroke hemoragik sejumlah 65 orang.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
3

Dari keseluruhan kasus stroke jenis iskemia diperkirakan mencapai 80%, sedangkan
jenis hemoragik hanya 20 %, namun beberapa referensi menunjukkan perbandingan ini
berbeda pada tiap ras. Kejadian stroke hemoragik pada populasi orang asia dan orang
kulit hitam mencapai 30%- 40 % dari seluruh kasus stroke dari angka tersebut
diperkirakan 75 % adalah perdarahan intraserebral (PIS) dan 25 % adalah perdarahan
subarachnoid (SAH). Dalam beberapa riset kejadian PIS adalah 12 – 15 kasus tiap
100.000 populasi tiap tahun. Sementara data di Amerika menunjukkan kejadian PSA
sekitar 10 kasus per 100.000 populasi (Wahjoepramono, 2005).

Sementara data dari Riskesdas 2007 juga menunjukkan tren peningkatan penyakit
neuro-degeneratif dan metabolik seperti demensia, gangguan fungsi eksekutif,
keseimbangan, koordinasi, rasa tidak nyaman fungsi sensorik pada ektrimitas. Masalah
neurologi lain yang juga cukup memprihatinkan adalah semakin tingginya angka
kejadian trauma kepala dan tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas. Angka
kejadian cidera kepala dan tulang belakang mencapai 7,5% dari total populasi.
Demikian juga kasus neuro-infeksi pada otak dan persarafannya seperti
meningitis/meningoensefalitis tuberculosis, bakteri non spesifik, jamur dan juga
bertambahnya insiden ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dengan manifestasi awal dan
lanjut pada otak dan saraf. Selain itu tumor otak dan medula spinalis juga
memperlihatkan kecenderungan peningkatan (Pusat Komunikasi Publik Sekretariat
Jenderal Kementerian Kesehatan RI, 2011). Seiring dengan meningkatnya angka
kejadian tersebut, maka dampak penyakit tersebut juga mengikutinya terutama kasus
yang menduduki peringkat utama yaitu stroke.

Dampak penderita stroke dapat berupa disabilitas atau kecacatan, Disabilitas pada
penderita stroke di Amerika terjadi berkepanjangan : diperkirakan 50 juta penderita
diseluruh dunia mengalami deficit fisik, kognitif dan emosional yang bermakna. Dan
terdapat 25% sampai dengan 74% penderita tersebut mengalami ketergantungan total
dan membutuhkan beberapa bantuan perawat untuk aktivitas sehari-hari (activities of
daily living, ADL) (Gladstone, Danells, & Black, 2002). Dengan bertambah
meningkatnya angka kejadian stroke beserta dampak disabilitas, hal ini menjadi
tantangan perawat dalam menerapkan managemen stroke dengan baik melalui
pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
4

Managemen stroke hemoragik pada prinsipnya ditujukan mengurangi efek massa dan
mencegah penambahan volume perdarahan atau perdarahan ulang (Wahjoepramono,
2005). Pada fase akut akibat perdarahan intraserebral beberapa hal yang menjadi
perhatian adalah terjaganya jalan nafas, pengendalian tekanan darah, dan adekwatnya
perfusi serebral, beberapa pengobatan dilakukan pada fase ini. Berikutnya pada
beberapa kasus adalah penatalaksanaan pada peningkatan tekanan intracranial dan
tindakan operasi untuk mengurangi efek massa serta efek bekuan darah. Selanjutnya
pada fase pemulihan dan rehabilitasi dapat dimulai beberapa minggu setelah serangan
sampai beberapa bulan setelah serangan. Rehabilitasi harus mencakup pendidikan bagi
pasien dan pengasuhnya tentang pencegahan stroke sekunder dan sarana untuk
mencapai tujuan rehabilitasi. Program rehabilitasi harus mempertimbangkan
perubahan gaya hidup, depresi, dan beban pengasuh sebagai isu penting untuk bekerja
dengan pasien dan pengasuhnya (Morgenstern et al, 2010).

Sementara itu kualitas perawatan dapat ditingkatkan salah satunya melalui peran
perawat spesialis demikian juga pengembangan staf dan praktek profesional yang
evidenced-based outcomes pada pasien, unit perawatan, dan tingkat organisasi. Pada
saat ini peran perawat spesialis sangat penting untuk menjamin penyediaan kualitas
perawatan pasien. Sebagai anggota dari tim kepemimpinan, perawat spesialis dapat
secara langsung mempengaruhi perawatan pasien dengan merespon setiap kebutuhan
pasien, dokter pemula, dan praktisioner ahli (LaSala et al, 2007).

Pada praktik pendidikan spesialis ini, penulis adalah peserta didik dalam program
pendidikan perawat spesialis. Penulis berperan sebagai perawat spesialis dimana
penulis memiliki kesempatan yang unik untuk mempengaruhi hasil perawatan pasien
secara positif, kontinuitas perawatan, dan pengembangan profesional staf melalui
perannya sebagai model, educator, inovator, pelatih, dan pemberi perawatan secara
langsung. Penulis juga meningkatkan perasaan untuk melaksanakan penyelidikan
klinis dan pemikiran kritis melalui penelitian dengan menerapkan praktik berbasis
bukti (evidence base nursing practice).

Penerapan evidence base nursing practice (EBN) yang dilakukan oleh penulis adalah
masase abdomen untuk mengatasi konstipasi pada pasien stroke. Pada beberapa
penelitian metode ini dapat diterima karena beberapa alasan yaitu tidak membutuhkan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
5

perawatan lama, dan kemungkinan merupakan terapi yang diinginkan karena tidak
mahal, non invasive, bebas dari efek samping yang membahayakan, dan dapat
dilakukan oleh pasien sendiri (Sinclair, 2010). Efek masase abdomen menurut Liu et
al (2005), yaitu dapat mendorong pemuatan rektum, dengan meningkatkan tekanan
intra abdomen. Dalam beberapa kasus neurologis, masase abdomen dapat
memproduksi gelombang rektum yang menstimulasi reflek somato-autonomic dan
sensasi buang air besar. Penerapan EBN dilakukan oleh penulis selama 7 minggu pada
12 orang klien dengan stroke menunjukkan hasil masase abdomen secara signifikan
memperbaiki kondisi konstipasi dan frekuensi buang air besar.

Penulis berperan sebagai pemberi keperawatan langsung yaitu penulis telah melakukan
praktek keperawatan selama 1 tahun dan pada periode tersebut penulis telah
melaksanakan asuhan keperawatan pada 33 pasien dengan gangguan neurologis, dan
lebih memfokuskan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke
hemoragik. Peran penulis yang lain dalam praktek perawat spesialis adalah sebagai
inovator. Inovasi yang dilakukan adalah pelaksanaan pengkajian ADL menggunakan
Barthel Index. Barthel Index merupakan salah satu alat ukur untuk menilai
kemampuan fungsional pasien. Barthel Index ini juga merupakan instrumen untuk
mendapatkan data ADL pasien yang terdiri dari kemampuan buang air besar, buang air
kecil, merawat diri, penggunaan toilet, makan, berpindah, mobilitas, berpakaian,
menggunakan tangga dan mandi. Data dari kemampuan pasien akan kegiatan tersebut
menjadi dasar dalam menegakkan diagnosa keperawatan. Berdasarkan data tersebut
juga dapat digunakan untuk mengevaluasi status fungsional pasien setelah melalui
proses asuhan keperawatan diruang neurologi lantaiVI ruang teratai RSUP Fatmawati
Jakarta.

Laporan analisis praktik ini merupakan tugas akhir dalam melaksanakan pendidikan
perawat spesialis. Laporan analisis praktek keperawatan ini menggambarkan
pengalaman praktek perawat spesialis selama 1 tahun praktik dengan menerapkan
model konsep dan teori adaptasi Roy dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan neurologi khususnya pasien stroke hemoragik, serta
menjalankan peran sebagai pendidik, peneliti dan inovator.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
6

1.1.Tujuan Penulisan
1.1.1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran yang menyeluruh terhadap pengalaman praktek pendidikan ners
spesialis dan penerapan model konsep dan teori adaptasi Roy dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan neurologi terutama klien stroke hemoragik di
ruang perawatan neurologi lantaiVI teratai RSUP Fatmawati Jakarta.

1.1.2. Tujuan Khusus


a. Memberikan analisis pelaksanaan penerapan model konsep dan teori adaptasi
menurut Roy dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan neurologis terutama pada klien stroke hemoragik di ruang perawatan
neurologi lantaiVI teratai RSUP Fatmawati Jakarta

b. Memberikan analisis pelaksanaan peran perawat sebagai researcher dalam


penerapan eviden base nursing practice pada klien dengan gangguan neurologis
terutama pada klien stroke hemoragik di ruang perawatan neurologi lantai VI teratai
RSUP Fatmawati Jakarta

c. Memberikan analisis pelaksanaan peran perawat sebagai praktisi keperawatan yaitu


sebagai inovator dalam memberikan asuhan pada klien dengan gangguan neurologis
di ruang perawatan neurologi lantaiVI teratai RSUP Fatmawati Jakarta

1.2.Manfaat
Laporan analisis praktek ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak
terkait antara lain :

1.2.1. Manfaat bagi instansi pelayanan keperawatan


Laporan ini dapat memberikan gambaran model pelaksanaan asuhan keperawatan
menggunakan pendekatan RAM pada klien dengan gangguan neurologi khususnya klien
stroke hemoragik dalam tatanan klinik di ruang perawatan neurologi lantai VI teratai
RSUP Fatmawati Jakarta, selanjutnya dapat menjadi pertimbangan untuk pelaksanaannya
sesuai kondisi ruangan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
7

1.2.2. Manfaat bagi pengetahuan keperawatan


a. Laporan analisis praktek keperawatan ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
keperawatan, khususnya keperawatan medikal bedah terkait penerapan RAM dalam
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persarafan terutama klien stroke
hemoragik.

b. Laporan analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengalaman


peran perawat spesialis dalam melakukan perannya sebagai pemberi asuhan, peneliti,
pendidik dan innovator, sehingga menciptakan iklim positif untuk peningkatan
pengetahuan perawat.

c. Laporan analisis praktek keperawatan diharapkan dapat memberikan informasi yang


bersumber dari pengalaman penulis dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien
gangguan neurologi terutama klien dengan stroke hemoragik, sehingga dapat
meningkatkan pemahaman teori keperawatan dalam hal ini RAM dalam kaitannya
dengan peningkatan proses belajar mengajar.

d. Laporan analisis praktek keperawatan diharapkan menjadi rujukan bagi profesi


perawat yang mempunyai perhatian dan peminatan terhadap pengembangan
keperawatan medikal bedah khususnya peminatan keperawatan neurologi, dalam
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan neurologi terutama klien
stroke hemoragik.

1.2.3. Manfaat bagi mahasiswa keperawatan


Laporan analisis praktek keperawatan ini merupakan salah satu sumber pengetahuan
dan juga dapat digunakan sebagai data dalam melakukan penelitian lanjut serta kajian
teori keperawatan terkait penerapan teori keperawatan dan model adaptasi dari Sister
Callista Roy pada klien gangguan neurologi terutama klien dengan stroke hemoragik.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
8

BAB 2
TINJAUAN TEORI

Tinjauan teori dalam bab 2 ini akan menjabarkan konsep stroke khususnya stroke
hemoragik, asuhan keperawatan dengan pendekatan model adaptasi Roy dan
aplikasi asuhan keperawatan pasien menggunakan model adaptasi Roy pada klien
stroke hemoragik.

2.1. Stroke
2.1.1. Definisi
Stroke atau penyakit serebrovaskuler yang mengacu pada gangguan neurologic
yang mendadak dan terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah yang
melalui system suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006). Sedangkan Warlow et al,
(2007) mendefinisikan stroke adalah sindrom yang memberikan tanda dengan
gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat berupa gangguan
fungsional otak fokal maupun global yang terjadi lebih dari 24 jam (kecuali ada
tindakan bedah atau kematian) yang disebabkan oleh vaskuler dan bukan penyebab
lain. Definisi ini meliputi stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan
intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarachnoid (PSA). Wahjoepramono (2005) menjelaskan bahwa
stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non traumatic yang
terjadi secara tiba-tiba pada suatu area fokal di otak, sehingga mengakibatkan
keadaan iskemia dan gangguan fungsi neurologic fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, dan atau langsung menyebabkan kematian.

Data dari GCNKSS (Greater Cincinnati/Northern Kentucky Stroke Study), FHS


(Framingham Heart Study), ARIC (Atherosclerosis Risk in Communities study),
NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute), tiap tahun sekitar 700.000
orang mengalami serangan stroke baru atau berulang, sekitar 500.000 dari angka
tersebut adalah serangan pertama stroke dan 200.000 adalah serangan berulang.
Insiden stroke pada laki- laki lebih tinggi dari wanita pada usia muda tetapi tidak
pada usia tua. Insiden pada laki-laki/wanita tersebut adalah 1.25 pada usia 55 tahun

8 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


9

sampai 64 tahun, dan 1.50 pada usia 65 tahun sampai dengan 74 tahun, serta 1.07
pada usia 75 sampai 84 tahun, serta 0.76 pada usia 85 tahun (Lloyd, 2009). Dari
keseluruhan stroke tersebut 87% adalah stroke ischemic dan sisanya adalah PIS dan
PSA.

2.1.1 Faktor resiko dan etiologi stroke


a. Faktor usia
Dalam beberapa studi usia yang meningkat memiliki hubungan dengan risiko
stroke. Sebagaimana penelitian Hajat et al (2001, dalam Gofir, 2009) usia yang
meningkat memiliki hubungan yang independen dengan stroke infark
dibandingkan dibandingkan dengan stroke hemoragik. Harmsen (2006, dalam
Gofir, 2009) usia memiliki hubungan yang independen dengan peningkatan
risiko stroke. Stroke menyerang kebanyakan pada klien usia diatas 40 tahun
(Wahjoepramono, 2005)
b. Ras
Data dari NHLBI pada ras kulit hitam mengalami resiko serangan stroke
pertama dua kali lipat dibandingkan ras kulit putih. Insiden stroke yang
disesuaikan dengan usia didapatkan pada usia antara 45 sampai dengan 84
tahun pada laki-laki ras kulit hitam sejumlah 6.6 per 1000 populasi, pada laki-
laki kulit putih sejumlah 3.6, pada wanita kulit hitam 4.9, dan pada wanita kulit
putih 2.3.
c. Faktor penyakit serebrovaskuler sebelumnya
Menurut Harmsen (2006, dalam Gofir, 2009) Riwatat TIA (transient ischaemik
attack) memiliki hubungan yang independen dengan risiko stroke
d. Penyakit diabetes mellitus
klien stroke iskemik dengan diabetes pada usia lebih muda, lebih mungkin
Afrika Amerika, dan lebih cenderung memiliki hipertensi, MI (myocard
infark), dan kolesterol tinggi daripada klien nondiabetes, menurut data dari
studi GCNKSS. Tingkat insiden yang spesifik umur dan rasio tingkat
menunjukkan bahwa diabetes meningkatkan kejadian stroke iskemik pada
semua umur, tetapi risiko ini adalah yang paling menonjol sebelum usia 55 di
Afrika Amerika dan sebelum usia 65 tahun pada kulitputih. Satu tahun kasus

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


10

tingkat fatalitas setelah stroke iskemik tidak berbeda antara klien dengan dan
tanpa diabetes (Kissela et al, 2005)
e. Penyakit Atrial Fibrilasi (AF)
Menurut Hajat et al (2001) dalam penelitiannya AF berhubungan dengan semua
infark non lakunar, sirkulasi anterior posterior, dan sirkulasi anterior parsial.
Sementara Gage et al (2004, dalam Gofir, 2009) dalam penelitiannya
mengungkapkan AF adalah gangguan irama jantung yang menyerang pada
kebanyakan pria dewasa, AF ditemukan 1-1,5% populasi dinegara-negara barat.
Kejadian AF meningkat dengan bertambahnya umur, ditemukan 1% pada usia
< 60 tahun, tetapi kurang lebih 10% pada usia > 80 tahun. Risiko stroke atau
emboli meningkat 5 kali lipat pada klien AF dibandingkan non AF.
f. Merokok
Resiko relatif (RR) stroke pada perokok berat (lebih dari 40 batang sehari)
adalah dua kali lipat dari perokok ringan (kurang dari 10 batang per hari).
Risiko stroke menurun secara signifikan 2 tahun setelah berhenti merokok dan
pada tingkat bukan perokok sebesar 5 tahun ( Wolf et al,1988). Faktor resiko
stroke meningkat menjadi 22 kali lebih besar daripada rata- rata adalah pada
wanita perokok berusia lebih dari 30 tahun dengan kontrasepsi oral dengan
kandungan estrogen tinggi (http://www.stroke.org dalam Price & Wilson, 2006)
g. Hipertensi
Menurut Harmsen (2006, dalam Gofir, 2009) tekanan darah tinggi memiliki
hubungan yang independen dengan risiko stroke
h. Obesitas
Menurut Harmsen (2006, dalam Gofir, 2009) peningkatan BMI (body mass
index) memprediksi stroke. Pada penelitian United States Physician Health
Study mendapatkan subject dengan BMI lebih dari 27.8 kg/m2 secara
signifikan memiliki risiko stroke iskemik dan hemoragik yang lebih besar
(Kurth et al, 2001)
i. Aktivitas fisik
Hubungan antara jenis kegiatan fisik dan risiko stroke telah diteliti dalam
beberapa penelitian. Sebuah kohort study aktivitas berjalan dan partisipasi
olahraga pada 73265 pria dan wanita di Jepang, risiko kematian stroke di

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


11

kategori tertinggi pada aktivitas jalan dan partisipasi olahraga adalah berkurang
29% dan 20% untuk masing-masing (Noda, 2005).

2.1.2 Klasifikasi stroke


Beberapa literature menjelaskan klasifikasi stroke secara berbeda, namun dalam hal
ini penulis menjelaskan menurut beberapa ahli yang memiliki beberapa kesamaan.
Menurut Price dan Wilson (2006) klasifikasi stroke berdasarkan patologi anatomi
dan penyebabnya terbagi atas 2 bagian yaitu: (1) stroke iskemia-infark serebrum;
(2) stroke hemoragik intrakranium. Pada bab ini akan langsung dijelaskan tentang
stroke hemoragik. Stroke hemoragik non traumatic (Wahjoepramono, 2005 : Price
& Wilson, 2006; Mumenthaler & Mattle, 2006) terbagi menjadi: PIS dan PSA.
Menurut Wahjoepramono (2005) perdarahan karena efek trauma tidak
dikategorikan sebagai stroke hemoragik.

Prosentase kejadian stroke hemoragik adalah 15 – 20% dari semua kasus stroke.
Pada keadaan non traumatic stroke hemoragik terbagi dalam 2 katagori (Price &
Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005; Mumenthaler & Mattle, 2006).
a. Perdarahan intraserebrum (PIS) adalah adanya ekstravasai darah kedalam
jaringan parenkim yang disebabkan rupture arteri perforantes dalam
(Wahjoepramono, 2005). PIS sebagian besar disebabkan oleh hipertensi, selain
itu PIS juga bisa disebabkan oleh diskrasia darah, malformasi vaskuler serebral,
tumor otak, kebiasaan merokok, penyalahgunaan obat, dan konsumsi alkohol
(Price & Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005). Menurut Hankey & Less
(2001) faktor penyebab stroke dapat dibagi dalam tiga katagori yaitu faktor
anatomik, faktor hemostatik, dan faktor hemodinamik.(1) Faktor anatomik
berhubungan dengan penyakit arterial, sebagai contoh : malformasi arteriovena,
aneurisma, amiloid angiopati, diseksi arteri, dan lain-lain. (2) Faktor hemostatik
berhubungan dengan diatesa perdarahan, seperti: pemakaian antikoagulan
(terutama pada pasien berusia lanjut), leukimia, pengobatan trombolitik, DIC
(disseminated intravascular coagulation), dan sebagainya. (3) Faktor
hemodinamik berhubungan dengan kenaikan tekanan darah seperti : Hipertensi

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


12

arterial akut, hipertensi kronik, penyalahgunaan obat, penggunaan obat


stimulan dan lain- lain.

b. Perdarahan subarachnoid (PSA), adalah terjadinya ekstravasasi darah kedalam


ruang subarachnoid dalam susunan saraf pusat (Wahjoepramono, 2005). PSA
sering diakibatkan oleh aneurisma sakular (Berry), beberapa penelitian
mengungkapkan hal ini, bahkan prosentasinya mencapai 70%-80%. Penyebab
lain yang lebih jarang adalah karena malformasi arteriovena (MAV), kelainan
darah, vaskulitis, penyalahgunaan obat stimulant, infeksi, thrombosis sinus
serebralis dan sekunder dari PIS. Mekanisme PSA pada dasarnya hampir sama
dengan PIS, hanya lokasi ekstravasasi darah terjadi pada ruang subaraknoid
(Price & Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005).

2.1.3 Patofisiologi stroke hemoragik


Teori mikroaneurisma untuk stroke perdarahan baru- baru ini telah disangkal dan
dipostulasikan bahwa nekrosis fibrinoid pada arteri kecil dan arteriola yang
disebabkan oleh hipertensi mungkin menjadi penyebab langsung hemoragik
serebral. Hipertensi adalah menjadi factor penentu pada PIS dan infark serebral
dimana telah berakibat pada artherosklerosis, dengan predileksi pada arteri
preserebral dan serebral besar (Gofir, 2009). Pada mekanisme nekrosis fibrinoid
terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah dimana terjadi deposisi material
fibrinoid, ekspansi fokal aneurisma dan ekstravasasi sel darah merah.

Dari studi Hebstein dan Scamburg menyimpulkan perdarahan yang terjadi


umumnya adalah perdarahan monofasik dengan durasi 2 jam atau kurang,
selanjutnya akan terjadi penurunan aliran darah ke hemisfer yang terkait.
Perburukan klinis akan terjadi karena perbesaran hematom yang terus berjalan.
Secara umum PIS berada di putamen disudut posterior dari nucleus, dan tersebar
secara terpusat dengan arah anterior posterior bukan secara tranversal. Perdarahan
ini menimbulkan massa ovoid dengan diameter anteroposterior yang berkumpul di
putamen dan struktur- struktur dibagian lateral putamen, kapsula interna dan
claustrum. Korteks insular akan terdorong kearah lateral, sedangkan kapsula

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


13

interna akan terdorong kearah medial ataupun berada dilokasi hematom tersebut.
Secara umum perdarahan cabang arteri striata ini menimbulkan PIS di putamen
lateral posterior, karena arteri ini mengalirkan darah ke putamen, kapsula interna,
dan bagian proksimal nucleus kaudatus.

Perdarahan pada putamen dan claustra akan meluas ke area sekitarnya, meluas ke
medial yaitu kedalam kapsula interna dan ventrikel lateral, ke area superior yaitu
corona radiata, dan ke lateral inferior yaitu substansia alba lobus temporal.
Perdarahan akan menimbulkan gejala yang berbeda tergantung dari lokasi awal
perdarahan, daerah perluasan dan ada tidaknya peningkatan tekanan intracranial
(PTIK).

Akumulasi local darah ini akan merusak parenkim secara lokal, menempati dan
memotong struktur nervus disekitarnya. Setelah perdarahan berhenti dan hematom
membentuk suatu bekuan maka tidak tampak perubahan secara histopatologis,
sampai proses perbaikan kurang lebih 3 minggu setelah onset. Makrofag yang
mengandung hemosiderin akan tampak yang menjadi penanda mulainya proses
penghilangan bekuan, dimana proses ini berjalan perlahan dari perifer ke sentral
hematom. Proses fagositosis ini terjadi beberapa bulan lalu sisa area hematom
menjadi kavitas yang kolaps, mendatar, dan mempunyai garis merah jingga yang
berasal dari akumulasi makrofag yang mengandung hemosiderin (Wahjoepramono,
2005).

Perdarahan bisa juga disebabkan oleh infark serebrum (akibat embolus), alasannya
apabila embolus dibersihkan dari arteri maka dinding pembuluh darah setelah
tempat oklusi akan mengalami perlemahan dalam beberapa hari pertama setelah
oklusi, sehingga dapat terjadi kebocoran dari dinding pembuluh darah tersebut.
Terkait dengan hal ini pengendalian hipertensi diperlukan pada minggu- minggu
pertama setelah stroke emboli, guna mencegah kerusakan lebih lanjut, namun perlu
diingat bahwa penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan
berkurangnya perfusi dan meluasnya iskemik (Price & Wilson, 2006).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


14

Pada kasus pemakaian kokain yang menjadi kausa PIS pada stroke hemoragik,
hubungan pasti antara kokain dengan PIS masih kontroversial, walaupun diketahui
peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat dipicu oleh penggunaan kokain.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah secara mendadak. Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah
intraserebrum atau subarachnoid pada kasus terakhir biasanya terdapat aneurisma
(Price & Wilson, 2006).

Mekanisme PSA tidak berbeda dengan PIS, hanya lokasi ekstravasasi perdarahan
meliputi ruang subaraknoid. Karena rupture aneurisma menjadi penyebab tersering
maka dapat dijelaskan sebagai berikut. Mayoritas aneurisma intracranial yang
ditemukan sekitar 80 – 85% berada di sirkulasi anterior, dengan lokasi paling
sering pada persambungan arteri karotis interna dengan arteri komunikan posterior,
kompleks arteri komunikan anterior atau di trifurkasio arteri serebralis medialis.
Sedangkan pada sirkulasi posterior, aneurisma sering terdapat pada bifurkasio
arteri basilaris atau dipersambungan antara arteri vertebralis dan arteri serebral
posterior inferior ipsilateral (Wahjoepramono, 2005)

Hukum Laplace dapat memprediksi rupturnya aneurisma, dimana tegangan dinding


aneurisma berbanding lurus dengan tekanan intra aneurisma dan radius kantong
aneurisma; dan berbanding terbalik dengan ketebalan dinding aneurisma. Ruptur
dapat terjadi jika tekanan arterial meningkat, ukuran aneurisma yang membesar dan
ketebalan dinding yang menipis sehingga melewati batas kemampuan aneurisma
(Wahjoepramono, 2005)

2.1.2. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis stroke hemoragik dapat dibedakan berdasarkan perdarahan
intraserebral dan perdarahan subaraknoid.
2.1.2.1 Manifestasi klinis perdarahan intraserebral
Mumenthaler dan Mattle (2006) menyebutkan bahwa stroke hemoragik
memberikan manifestasi yang hampir sama dengan stroke infark (tiba- tiba

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


15

mengalami deficit neurologic fokal), namun ada tanda yang spesifik pada
perdarahan intracranial yaitu :
a. Nyeri kepala tiba- tiba yang sering disertai muntah- muntah.
b. Secara cepat terjadi deficit neurologic (dimana tipenya tergantung lokasi
perdarahan)
c. Penurunan kesadaran progresif yang mungkin menuju koma.
d. Terjadi serangan epilepsy pada beberapa pasien.

Menurut Wahjoepramono (2005) mayoritas PIS terdapat pada kompartemen


supratentorial, dan sebagian besar melibatkan struktur yang lebih dalam dari
hemisfer serebral, ganglia basalis, dan thalamus. Manifestasi klinis menurut
Wahjoepramono (2005) yang paling utama pada PIS adalah berkaitan dengan
PTIK, dengan gejala yang paling umum adalah penurunan kesadaran, mual
muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi (91% kasus), hipertrofi
ventrikel kiri, retinopati hipertensif, perdarahan subhyaloid yaitu kumpulan darah
preretinal (cenderung pada PSA). Sedangkan menurut area perdarahan dapat
dijelaskan sebagai berikut
a. Perdarahan lobaris yaitu perdarahan pada tingkat subkortikal substansia
alba pada lobus serebral menunjukkan manifestasi: sakit kepala, kejang,
tidak ada deficit motorik (karena hematom lobaris umumnya tidak
mengenai jaras motorik)
b. Perdarahan putamen: kelemahan motorik unilateral, yang diikuti
abnormalitas sensorik, visual dan perilaku. Beberapa jam setelah onset akan
timbul sakit kepala dan muntah. Jika manifestasi klinis sudah muncul secara
lengkap akan timbul hemiplegia flaksid dengan sindroma hemisensorik dan
hemianopia homonimus. Bila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan
didapatkan afasia global, namun bila pada hemisfer non dominan akan
didapatkan hemi-inattention. Selanjutnya dapat ditemukan kelumpuhan
pandangan horizontal konjugat dengan deviasi kesisi lesi.Ukuran pupil
bereaksi normal kecuali sudah terdapat herniasi unkal, dimana akan disertai
kelumpuhan ipsilateral nervus kranialis III.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


16

c. Perdarahan kaudatus lebih sering dimasukkan dalam perdarahan putaminal


sebagai hematom ganglia basalis. Prosentase perdarahan kaudatus adalah 5-
7 % setara dengan perdarahan serebelar. Manifestasinya: sakit kepala dan
muntah yang diikuti penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kaku leher, gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) sering
diikuti dengan gangguan ingatan jangka pendek. Manifestasi ini bersifat
temporer. Selain itu terdapat 50% kasus mengalami kelumpuhan pandangan
transien dan hemiparesis kontralateral. Gangguannya berupa kelumpuhan
pandangan horizontal, dengan deviasi konjugat mengarah pada sisi
perdarahan, sedangkan kelumpuhan pandangan vertikal jarang terjadi.
Kadang- kadang deficit motorik terjadi disertai syndrome hemisensorik
transien.
d. Perdarahan talamik terjadi 10-15% dari PIS. Perdarahan ini jika meluas ke
lateral akan mengenai kapsula interna, kearah medial mengenai ventrikel
tiga, kearah inferior mengenai subtalamus dan kearah dorsal mengenai otak
tengah, bila massa sangat besar bisa mencapai daerah parietal.
Manifestasinya berupa deficit sensorimotorik unilateral yang terjadi secara
cepat, sering muntah, namun jarang sakit kepala, gejala tersebut timbul 1-2
jam setelah onset. Gejala lain adanya hemiparesis atau hemiplegik (pada
100%) kasus, disertai syndrome hemisensorik, berupa penurunan modalitas
system sensorik pada tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala
utama adalah kelainan pada Nervus III. Kombinasi gejala ini adalah
kelumpuhan pandangan atas dengan miosis pupil non reaktif. Gejala ini
timbul karena hematom membesar keatas otak tengah.selain itu gejala yang
sering terjadi retraksi nistagmus, paralisis konvergen, dan deviasi yang
tidak simetris.hematom yang ukurannya lebih dari 3,3 mm biasanya bersifat
fatal, namun yang berukuran kurang dari 2,7 mm masih memiliki prognosa
baik.
e. Perdarahan serebelar terjadi sekitar 5-15% dari seluruh stroke hemoragik.
Gejala awal berupa rasa pening (dizziness), mati rasa pada wajah,
selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu jalan bahkan berdiri. Gejala yang
sering adalah muntah segera setelah onset.beberapa pasien menunjukkan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


17

kaku pada leher dan bahu, tinnitus serta hiccup. Kehilangan kesadaran
secara total saat onset jarang terjadi, namun perburukan segera terjadi
dalam 1-3 jam seperti halnya PIS jenis lain. Beberapa analisa menunjukkan
trias karakteristik perdarahan ini adalah ataksia apendikular, ipsilateral gaze
palsy dan kelumpuhan nervus fasialis perifer. Gejala lain adalah adalah
deviasi asimetris ocular, hemiplegic kontralateral, pupil mata biasanya kecil
dan reaktif terhadap cahaya, serta terjadinya disartria pada 2/3 kasus.
f. Perdarahan pada mesenfalon menunjukkan gejala ataksia dan oftamoplegia,
hidrosefalus dapat terjadi akibat blockade atau distensi pada akuaduktus
atau ventrikel 3. Diatesa perdarahan juga dapat menimbulkan perdarahan
pada otak tengah yang terisolir, seperti yang dilaporkan pada pasien
leukemia yang tiba- tiba mengalami kelumpuhan nervus okulomotorius dan
tremor kontralateral. Beberapa kasus melaporkan gejala berupa
kelumpuhan nervus III, kelemahan bulbar, reflex ekstensor plantar, sakit
kepala yang menyeluruh, muntah, hemiparese, ataxia serebral,
hemihipostesia kontralateral, diplopia, kelumpuhan nervus VI dan pupil
pinpoint.
g. Perdarahan pada pons biasanya fatal walaupun kematian tidak terjadi
mendadak saat kejadian, kematian biasanya terjadi 24 – 48 jam pertama.
Evaluasi oleh Steegman (1951) didapatkan hasil bahwa pasien tidak
mengalami kematian secara cepat dan tidak ada yang meninggal kurang
dari 22 jam. Gejalanya adalah pupil pinpoint, paralisis bulbar, terdapat
aktivitas irregular motorik pada ekstremitas yang diistilahkan “shaking,
twisting dan trembling” yang bukan cerminan konvulsi epileptiform.
Selain itu terjadi abnormalitas pola pernafasan, berupa pernafasan berat,
lambat, gasping dengan frekuensi yang irregular. Gejala lain adalah sakit
kepala hebat, beberapa menit sebelum koma, vomitus prominen dan kejang.
Episode spasmodic deserebrasi dan terkadang disertai menggigil hebat
dengan hipertermi (yang sebagian mencapai 39°C, namun dapat pula 42°-
43° C pada fase terminal).
h. Perdarahan pada medulla oblongata menunjukkan gejala rasa pening,
muntah, sakit kepala, diplopia, dan parestesia tungkai atas kanan. Pada

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


18

umumnya menjadi somnolen dalam waktu singkat dan ataksik disertai kaku
kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia dan disfagia.

2.1.1.2 Manifestasi klinis perdarahan subaraknoid


Menurut Mumenthaler dan Mattle (2006) pada PSA dapat menunjukkan
manifestasi sebagai berikut :
a. Nyeri kepala yang berat secara tiba- tiba, sangat intens dan sering
digambarkan “nyeri kepala terburuk selama saya hidup”. Nyeri kepala bisa
diawali episode nyeri kepala sementara atau gejala minor lain ( nyeri kepala
premonitory, peringatan kebocoran), hal ini paling sering menyebar atau
bioccipital.
b. Sering pada awalnya terjadi penurunan kesadaran sementara beberapa jam
atau hari dengan diikuti penurunan kesadaran sampai koma berulang
c. Sering mengalami mual muntah
d. Jarang disertai kelemahan nervus kranialis (penyebabnya aneurisma di
lokasi khusus) atau deficit neurologi fokal contoh disebabkan oleh
perdarahan pada parenkim otak.

Menurut Wahjoepramono (2005) manifestasi klinis pada PSA pada dasarnya


adalah gejala akibat PTIK, gejala iritasi meningeal dan gejala fokal akibat efek
kompresi pada nervus kranialis
a. Gejala akibat PTIK: sakit kepala hebat secara mendadak (thunderclap
headache), fotofobia, mual dan muntah, serta penurunan kesadaran yang
persisten.
b. Gejala iritasi meningeal : kaku kuduk, kernig dan brudzinski positif, namun
adakalanya gejala ini pada 4-8 jam pertama belum muncul.
c. Gejala neurologic lain : papil edema, perdarahan pada retina atau
intraokuler, penurunan reflek tendon dan reflek abdominal.
d. Gejala neurologis fokal: contoh gejala fokal akibat aneurisma yang rupture
adalah:
(a) Perdarahan kortikal di bagian tengah serebrum: dapat menyebabkan
konvulsi epiletform, hemiparesis, hemiplegic ataupun monoplegi

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


19

(b) Perdarahan pada jaras nervus optikus: gejala defek visual


(c) Perdarahan di persambungan arteri serebri anterior dan arteri
komunikan anterior dapat menyebabkan gangguan ke lobus frontalis
sehingga terjadi gangguan kognitif dan mental, retensi urine,
inkontinensia, hemiparesis atau bahkan afasia ekspresif.
(d) Perdarahan di area arteria basilaris dapat menyebabkan quadriplegia,
paralisis menyilang atau kekakuan pada leher.
(e) Alat yang dapat digunakan untuk klasifikasi derajat keparahan PSA
adalah skala Hunt dan Hess.

Tabel 2.1. Skala Hunt dan Hess untuk penentuan derajat PSA
Derajat Status neurologik
I Asimptomatik, atau nyeri kepala minimal dan kaku kuduk ringan
II Nyeri kepala sedang sampai parah, kaku kuduk, tidak ada deficit neurologic,
kecuali kelumpuhan nervus kranialis
III Mengantuk, deficit neurologic minimal
IV Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, mungkin rigiditas, deseberasi dini
dan gangguan vegetative.
V Koma dalam, rigiditas deseberasi, penampakan parah
Sumber : Hunt WE,Hess RM (1968, dalam Price & Wilson, 2006).

2.1.3. Diagnosis Stroke


Diagnosis stroke hemoragik ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis neurologis termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke
(Mumenthaler & Mattle, 2006; Price & Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005)
antara lain : pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk PIS adalah pemeriksaan
LCS, CT scan kepala atau MRI. Pada fase akut pemeriksaan ini bisa gagal
mendeteksi MAV karena dikaburkan oleh perdarahan, angiografi bisa diperlukan,
dan pada beberapa pasien diperlukan profil pembekuan darah. Adapun
pemeriksaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan jumlah leukosit, eritrosit, trombosit,


hitung jenis, hemoglobin, hematocrit, dan laju endap darah. Pemeriksaan ini
dapat mendeteksi trombositosis, trombositopenia, anemia (termasuk penyakit
sickle sel), leukositosis dan kelainan viskositas darah dapat terdeteksi pada

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


20

pemeriksaan ini. Pemeriksaan Gula darah penting untuk mendeteksi penyebab


gangguan neurologis dan berhubungan dengan tatalaksana stroke. Pemeriksaan
prohtrombine time (PT) dan activated partial thromboplastine time (APPT)
penting khususnya pada pasien pengguna terapi antikoagulan. Pemeriksaan
kadar kolesterol dan profil lipid mengingat hiperlipidemia merupakan salah
satu factor risiko stroke.
b. Computed Tomography (CT) Scan tanpa kontras; adalah pemeriksaan yang
sangat penting dan mampu membedakan transient ischemic attack (TIA),
stroke iskemik dan stroke hemoragik. Pada awal perdarahan didapatkan
gambaran yang homogen, area hiperdens dan berbatas jelas.daerah yang
hiperdens akan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu selanjutnya akan
menjadi hipodens seluruhnya, namun berkurangnya hiperdensitas tergantung
dari besar kecilnya hematom. CT scan juga dapat membedakan perdarahan
intraserebral akut dan subakut. Lokasi perdarahan dapat membantu dalam
menntukan patofisiologi yang mendasarinya. Hipertensi kronis memberikan
gambaran perdarahan pada lokasi putamen, thalamus, pons, serebelum,
caudatus dan area subcortikal pada peralihan dari substansia alba ke substansia
grisea. Amiloid angiopati perdarahan biasanya besar, superficial, lobar dan
cenderung berulang. Pada pemakaian antikoagulan, trombolitik atau
koagulopati sistemik, perdarahan umumnya menunjukkan gambaran multiple,
besar, dan terdapat air-fluid level.
Pada PSA, perdarahan dapat terdeteksi pada 24 jam pertama, sensitivitas akan
menurun 80% setelah 3 hari, dan 50 % setelah 3 minggu. Ini terjadi karena
darah segera dibersihkan dari ruang subarachnoid. AVM pada CT scan agak
hiperdens, lesi berbatas jelas terkadang tidak beraturan dan multi lobus.
CT scan dengan kontras pada perdarahan intracranial tidak terlalu diperlukan
pada fase awal, namun jika hasil CT scan polos menunjukkan adanya edema
massa putih disekitar hematom akut atau densitas yang abnormal yang
bersebelahan atau mengelilingi hematom tersebut maka CT scan kontras
diperlukan karena kemungkinan perdarahan akibat tumor atau AVM.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI); dasar pemeriksaan ini adalah interaksi
gelombang radiofrekuensi dan nucleus- nucleus tertentu dalam jaringan tubuh

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


21

(inti atom H) di dalam lapangan magnet yang kuat. Teknik MRI yang terbaru
mampu menggambarkan anatomi secara rinci, membedakan iskemik dan infark
serebral, menyingkirkan perdarahan intracranial, dan menginformasikan
angiografi, spektroskopi, dan perfusi dari pembuluh darah serebral. Kekurangan
alat ini : memakan waktu lebih lama sehingga tidak sesuai untuk kasus akut,
tidak dapat dilakukan pada pasien dengan pace maker, atau yang memakai
implant berbahan metal dan prothese.
d. Cerebral Angiography; merupakan baku emas pemeriksaan serebrovaskuler.
berguna untuk mengevaluasi aneurisma dan malformasi arteriovenosa.
Visualisasi arteri pada sirkulasi serebral didapatkan dengan menyuntikan
kontras langsung kedalam arkus aorta atau secara selektif kedalam arteri
karotid dan vertebra. Namun dengan berkembangnya CTA (CT Angiografi)
dan MRA, pemeriksaan ini jarang digunakan untuk tujuan diagnostic tetapi
untuk intervensi. Magnetic Resonance Angiografy (MRA) dapat membuat
pemetaan struktur anatomis berdasarkan rekaman radiofrekuensi dari proton
yang ada pada aliran darah (jaringan yang bergerak) dan proton pada jaringan
sekitarnya yang bersifat statis. MRA telah menggantikan peran angiografy
kontras pada beberapa situasi. Saat ini dikenal DSA (digitalsubtraction
angiography) keuntungan alat ini dapat menggunakan kontras dengan dosis
yang lebih kecil, karena dapat menggunakan kateter yang lebih kecil.
e. Transcranial Doppler (TCD); TCD adalah pemeriksaan standar untuk stroke,
terutama jika dipertimbangkan untuk dilakukan Carotidendarterectomy (CEE).
TCD digunakan untuk mendeteksi stenosis intrakranial, evaluasi pembuluh
darah karotis dan vertebrobasilar, mengkaji pola dan luasnya sirkulasi kolateral
pada pasien yang diketahui mengalami stenosis atau oklusi arteri, dan
mendeteksi adanya mikroemboli.
f. Ultrasonography (USG) dapat mengevaluasi arteri karotis pars servikalis dan
arteri vertebralis; pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya stenosis karotis.
g. Electrocardiogram (ECG); digunakan untuk mendeteksi adanya infark miokard
atau aritmia yaitu atrial fibrilasi yang sering mengakibatkan stroke iskemik
akibat emboli yang ditimbulkannya

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


22

h. Pungsi lumbal pada stroke hemoragik karena PIS dan PSA akan diperoleh
gambaran cairan serebro spinalis berwarna xantrochrom dan mengandung sel
darah merah.

2.1.4. Penatalaksanaan
Managemen stroke hemoragik pada prinsipnya ditujukan mengurangi efek massa
dan mencegah penambahan volume perdarahan atau perdarahan ulang
(Wahjoepramono, 2005). Pada fase akut akibat perdarahan intraserebral beberapa
hal yang menjadi perhatian adalah terjaganya jalan nafas, pengendalian tekanan
darah, dan adekwatnya perfusi serebral, beberapa pengobatan dilakukan pada fase
ini. Menurut Mumenthaler dan Mattle (2006) pengobatan dan prognosis pasien
penderita perdarahan intraserebral akut memerlukan pengamatan klinis ketat;
khususnya tanda-tanda hipertensi intrakranial (Muntah, gangguan kesadaran
progresif dan kadang-kadang anisokor dan papil edema) harus waspada mengamati
hipertensi intrakranial karena dapat disebabkan oleh perdarahan berulang, progresif
edema otak, dalam kedua kasus, harus segera terdeteksi dan diobati. Selain itu,
stabilisasi fungsi vital dan pengobatan serangan epilepsi, jika ada. Berikutnya pada
beberapa kasus adalah dibutuhkan tindakan operasi untuk mengurangi efek massa
serta efek bekuan darah.
Selanjutnya pada fase pemulihan dan rehabilitasi dapat dimulai beberapa minggu
setelah serangan sampai beberapa bulan setelah serangan. Rehabilitasi harus
mencakup pendidikan bagi pasien dan pengasuhnya tentang pencegahan stroke
sekunder dan sarana untuk mencapai tujuan rehabilitasi. Program rehabilitasi harus
mempertimbangkan perubahan gaya hidup, depresi, dan beban pengasuh sebagai
isu penting untuk bekerja dengan pasien dan pengasuhnya (Morgenstern LB,
2010).

2.2.Asuhan Keperawatan Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Roy


2.2.1. Model Adaptasi Roy
Model keperawatan adalah suatu konsep yang dideskripsikan oleh perawat yang
didasari oleh asumsi filosofi dan prinsip ilmiah. Salah satu model dalam
keperawatan adalah Roy adaptation model yang dicetuskan oleh Sister Calissta

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


23

Roy. Beliau lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939, beliau adalah
seorang profesor keperawatan dari Saint Josept of Corondelet, dan mulai
memperkenalkan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1960, saat beliau
menempuh pendidikan master di universitas California Los Angeles (Clarke,
2011). Roy mengembangkan ilmu dan filosofisnya melalui tiga pendekatan
(pendekatan system, adaptasi dan humanism). Asumsi ilmiahnya diawali dengan
merefleksikan teori Von Bertalanffy (1968) tentang teori system secara umum.
Dalam rangka membangun pengertian konsepnya Roy mengkombinasikan dengan
teori tingkat adaptasi Helson (1964) dan kemudian termasuk kesatuan dan
kebermaknaan dari penciptaan alam semesta. Asumsi filosofi pada model tersebut
adalah berdasarkan identitas aslinya yang dikaitkan dengan humanism veritivity.
Menurut Helson (1964) manusia adalah system adaptasi yang mempunyai
kemampuan untuk beradaptasi dan membuat suatu perubahan pada lingkungannya.

Teori adaptasi Sister Callista Roy (Roy, 1980, 1989, Roy dan Obloy, 1979)
menerangkan klien sebagai suatu system adaptasi. Roy menggambarkan manusia
dalam istilah system adaptasi holistic. Dari perspektif disiplin keperawatan
manusia adalah focus dari aktivitas perawat (Roy & Andrews, 1999). Tujuan
keperawatan menurut Roy adalah membantu individu beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan psikologis, konsep diri, aturan- aturan yang berlaku dan
hubungan bebas pada saat sehat dan sakit (Tomey & Alligood, 2006)

Tabel 2.2 Asumsi yang mendasari Teori adaptasi Sister Callista Roy
Asumsi ilmiah
Teori system teori tingkat adaptasi
Holistime perilaku adaptif
Interdependensi adaptasi sebagai fungsi stimuli dan tingkat adaptasi
Proses control individual, tingkat adaptasi yang dinamis
Umpan balik informasi proses respon positif dan aktif
Kompleksitas system kehidupan

Filosofi
Humanism Veritivity
Kreativitas tujuan utama dari keberadaan manusia
Tujuan utama kesatuan dari tujuan
Holism aktivitas, kreativitas
Proses interpersonal nilai dan arti kehidupan
Sumber : Roy & Andrews (1999)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


24

Roy mengidentifikasikan asumsi ilmiah dari RAM adalah teori system dan teori
tingkat adaptasi. Lima hal utama dari teori sistem yang menjadi asumsi ilmiah
adalah : 1) satu kesatuan (holism); 2) saling tergantung (interdependence); 3)
proses control (control processes), 4) umpan balik informasi (information
feedback), dan 5) kompleksitas dari sistem kehidupan (complexity of living
systems). Sedangkan 4 hal yang menjadi asumsi ilmiah pada teori adaptation-level
adalah bahwa 1) perilaku (behavior) merupakan kemampuan beradaptasi; 2)
adaptasi dipandang sebagai fungsi stimulasi dan tingkat adaptasi; 3) individu
memiliki tingkat adaptasi yang dinamis; serta 4) adanya proses merespon yang
bersifat positif dan aktif dari manusia (Roy & Andrews, 1999).

Sedangkan asumsi filosofi yang menjadi prinsip terdiri dari humanism dan
veritivity yang berhubungan dengan delapan asumsi khusus. Humanism
didefinisikan sebagai gerakan yang luas dalam filsafat dan psikologi yang
mengakui dimensi pribadi dan subyektif dari pengalaman manusia sebagai pusat
untuk mengetahui dan menilai. Sementara veritivity adalah istilah yang diciptakan
Roy yang berkaitan dengan prinsip sifat manusia untuk menegaskan tujuan utama
secara umum dari keberadaan manusia (Roy & Andrews, 1999).

Kontibusi teori system pada dasar ilmiah RAM adalah menjelaskan deskripsi dari
manusia sebagai system adaptif. Roy melihat manusia sebagai system adaptif
sebagai suatu fungsi dari beberapa bagian yang saling tergantung dalam satu
kesatuan untuk mencapai beberapa tujuan. Mekanisme control merupakan pusat
untuk fungsi dari system manusia. Konsep teori system berhubungan dengan input
(stimulus) dan output (perilaku) yang juga menjadi konsep penting dalam RAM.
Suatu proses tidak pernah menunjukkan stimulus tunggal yang menginisiasi respon
(Roy & Andrews, 1999). Pada awalnya Roy mendeskripsikan bagian dalam dari
adaptasi adalah regulator dan kognator yang mempunyai control subsistem, dari
waktu ke waktu, meningkatkan pemahaman dari pusat system adaptasi dan tingkat
adaptasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


25

Roy juga menyatakan pelayanan keperawatan dibutuhkan saat klien tidak dapat
beradaptasi dengan tekanan dari lingkungan internal dan eksternal. Setiap
perubahan lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan respon system
adaptasi merupakan suatu stimulus (Tomey & Alligood, 2006). Roy adaptation
Model (RAM) bisa digunakan untuk pasien dengan penyakit akut, kronis dan
terminal. RAM menunjukkan bahwa seseorang adalah suatu system adaptasi
dimana didalamnya terjadi interaksi yang konstan antara lingkungan internal dan
eksternal.

Broadly mendefinisikan system adalah satu set dari beberapa bagian yang saling
berhubungan dan bergantung satu sama lain yang berfungsi untuk mencapai tujuan
tertentu (Roy & Andrews, 1999). System digambarkan sebagai input pengalaman,
control,output dan proses feedback. Roy mengaplikasikan teori system secara
umum adalah manusia sebagai system adaptif. Input berupa stimulus. Stimulus
didefinisikan sebagai sesuatu yang mencetuskan respon.

Skema 2.1 Model Sistem Adaptasi Manusia berdasar ”Roy Adaptation Model”

Input Proses control Efektor Out put

Tingkat adaptasi
(stimulus fokal, Mekanisme  Fungsi fisiologi Respon
konstektual dan koping :  Konsep diri
 Fungsi Peran o Adaptif
residual
/  Regulator  Interdependen o Inefektif
 Kognator si

Umpan Balik

Sumber : Tomey dan Alligood, 2006

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


26

2.2.2. Proses keperawatan berkaitan dengan model adaptasi Roy


Konsep model adaptasi Roy merupakan proses keperawatan yang meliputi 6
langkah yang dilakukan secara serentak, terus menerus dan dinamis yang terdiri
dari pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnose keperawatan, tujuan,
intervensi dan evaluasi (Roy & Andrews, 1999). Tujuan keperawatan dalam model
adaptasi Roy adalah untuk mempromosikan adaptasi pada tiap tahap tersebut
dengan 4 macam mode adaptasi yaitu mode adaptasi: fisiologik, konsep diri, fungsi
peran dan interdependensi ( Roy & Andrews, 1999): (1) Pengkajian perilaku; (2)
Pengkajian stimuli; (3) Diagnose keperawatan; (4) Tujuan; (5) Intervensi; dan (6)
Evaluasi. Tiap fase dalam proses keperawatan didiskusikan dengan RAM. Tujuan
keperawatan dalam RAM adalah untuk mempromosikan adaptasi pada tiap tahap
tersebut dengan 4 macam mode adaptasi. Adapaun proses keperawatan dapat
dijelaskan sebagai berikut:

2.2.2.1 Pengkajian Perilaku : dalam perspektif Roy perilaku adalah aksi atau reaksi
terhadap stimulus. Pada level pengkajian perawat manganalisis perilaku secara
subyektif maupun obyektif. Perilaku dapat diobservasi atau bahkan tersembunyi.
Contoh perilaku yang dapat diobservasi seperti jumlah nadi. Yang tidak dapat
diobservasi/ tersembunyi seperti perasaan yang dirasakan oleh seseorang dan
dilaporkan ke perawat. Eksplorasi dari perilaku dimanifestasikan dalam 4 mode
adaptasi yaitu
1. Mode adaptasi fisiologis adalah yang berhubungan dengan proses fisik dan
kimia yang termasuk dalam fungsi dan aktivitas kehidupan organisme. Adapun
mode adaptasi fisiologis meliputi pengkajian kebutuhan:
1) Oksigenasi: melibatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen, dan proses
dasar hidup dari ventilasi, perubahan gas dan proses dari transport gas (Roy
& Andrews, 1999; Vairo, 1984). Ventilasi merupakan pergerakan udara
masuk dan keluar dari paru (terutama perpindahan oksigen dari paru).
Menurut Black dan Hawks (2005) ventilasi melibatkan 3 kekuatan yaitu
dari beberapa alat pengembangan paru dan thorak, tekanan permukaan, dan
upaya otot-otot inspirasi. Pertukaran gas terjadi antara udara dan darah

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


27

dalam membrane respirasi. Respirasi adalah pertukaran oksigen dan CO2


pada alveolar tingkat kapiler (respirasi eksternal) dan pada jaringan tingkat
seluler (internal respirasi).
2) Nutrisi: kebutuhan ini meliputi serangkaian proses yang terintegrasi
dimana berhubungan dengan pencernaan (ingesti dan asimilasi makanan)
dan metabolisme (ketentuan dari energi, pertumbuhan jaringan, dan
regulasi proses metabolik) (Roy & Andrews, 1999; Servonsky, 1984a)
3) Eliminasi: kebutuhan eliminasi termasuk proses fisiologi ekskresi dari
sampah metabolik, utamanya yang melalui usus dan ginjal (Roy &
Andrews, 1999; Servonsky, 1984b).
4) Aktivitas dan istirahat: kebutuhan untuk keseimbangan dalam proses hidup
dasar pada mobilitas dan penyediaan tidur yang optimal untuk fungsi
fisiologik pada semua komponen pada periode restorasi dan perbaikan
(Roy & Andrews, 1999; Cho,1984).
5) Proteksi: kebutuhan perlindungan termasuk dua proses hidup dasar yaitu
proses pertahanan yang spesifik dan proses pertahanan non spesifik (Roy &
Andrews, 1999).
6) Sensori/ pengindraan: adalah proses pengindraan yang meliputi melihat,
mendengar, rasa, sentuhan, dan pembauan yang memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungan. Sensasi nyeri adalah sesuatu yang penting
terkait membuat pertimbangan dalam keperawatan (Driscoll, 1984; Roy &
Andrews, 1999)
7) Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa: proses komplek yang
berhubungan dengan cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa yang
dibutuhkan oleh selular, ekstra seluler dan fungsi sistemik ( Perley, 1984;
Roy & Andrews, 1999)
8) Fungsi neurologis. Sistem neurologik adalah bagian yang tak terpisahkan
dari regulator seseorang sebagai mekanisme koping. Fungsinya untuk
mengontrol dan koordinasi gerak tubuh, kesadaran, kognitif, proses
emosional serta untuk mengatur aktivitas organ tubuh (Robertson, 1984;
Roy & Andrews, 1999)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


28

9) Fungsi endokrin. Proses endokrin melayani melalui sekresi hormon,


bersama dengan fungsi neurologi untuk mengintegrasikan dan koordinasi
fungsi tubuh. Aktivitas endokrin bekerja secara bermakna pada respon stres
dan juga merupakan bagian dari koping regulator (Howard & Valentine,
1984; Roy & Andrews, 1999).
2. Mode adaptasi konsep diri. Konsep diri didefinisikan komponen dari
kepercayaan dan perasaan tentang dirinya pada waktu tertentu dan terbentuk
dari persepsi internal dan reaksi persepsi orang lain. Kebutuhan dasar yang
mendasari mode konsep diri individu adalah fisik dan integritas spiritual.
Komponen dalam konsep diri meliputi fisik diri dan pribadi diri. Fisik diri
termasuk sensasi tubuh dan gambaran tubuh. Sementara pribadi diri terdiri
dari konsistensi diri, ideal diri, moral - etik dan spiritual diri Sebagai contoh
komponen ini termasuk ungkapan “ saya terlihat seperti”, “Saya tidak dapat
tidur dalam seminggu” ini merupakan statemen perilaku yang berhubungan
dengan gambaran diri. Kemudian ungkapan “ saya tahu bahwa saya akan bisa
menunjukkan menginstal program baru computer” merupakan statemen
perilaku yang berhubungan dengan ideal diri (Roy & Andrews, 1999).
3. Fungsi peran. Pada perspektif individu, fokus mode fungsi peran adalah peran
individu dalam masyarakat di definisikan sebagai seperangkat harapan tentang
bagaimana seseorang yang menduduki suatu posisi berperilaku terhadap
seseorang yang menduduki posisi lain. Fungsi peran ini termasuk proses
transisi peran, perilaku peran, integrasi peran, pola penguasaan peran, dan
proses koping (Roy & Andrews, 1999).
4. Interdependen. Hubungan interdepenten termasuk kemauan dan kemampuan
untuk memberi kepada yang lain dan menerima beberapa aspek dari mereka
dari semua yang ditawarkan seperti cinta, perhatian, nilai, asuhan, ilmu,
ketrampilan, komitmen, kepemilikan materi, waktu dan bakat. Orang menjadi
sangat nyaman dalam keseimbangan hubungan interdependen merasakan nilai
dan dukungan dari orang lain serta dapat mengekspresikan hal yang sama
kepada yang lain. Hubungan yang spesifik dari mode interdependen adalah
dengan orang lain yang bermakna, orang yang menurut individu penting dan
dengan support sistem (Roy & Andrews, 1999).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


29

2.2.2.2 Pengkajian stimuli


Aspek kedua dari pengkajian dalam keperawatan adalah pengkajian stimulus
internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku individu. Stimulus adalah
setiap perubahan lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan respon
system adaptasi. Stimulus yang relevan pada suatu situasi bisa berasal dari kultur
(contoh: ethnic, budaya), keluarga (contoh: tanggung jawab menjalankan tugas,
kemauan, sosioekonomi) dan pertimbangan lingkungan (Roy & Andrews, 1999).
Stimulus ini terbagi atas :

- Fokal : stimuli internal dan eksternal yang dihadapi langsung pada system
adaptasi manusia
- Kontekstual : seluruh stimuli internal dan eksternal berdasarkan pada situasi
selain dari stimuli fokal
- Residual : stimuli yang mempunyai pengaruh yang belum dapat ditentukan
pada perilaku dari system adaptasi manusia

2.2.2.3 Diagnosa keperawatan.


Dalam RAM diagnosis diartikan suatu proses penilaian yang dapat menunjukkan
status adaptasi dari manusia sebagai suatu system adaptasi ( Roy & Andrews,
1999). Pendidikan dan pengalaman perawat membuat perawat lebih mampu dalam
mengambil keputusan yang tepat tentang kesehatan dan kebutuhan adaptasi klien.
Keputusan ini mengekspresikan pernyataan diagnose baik masalah actual maupun
potensial yang berhubungan dengan adaptasi. Pernyataan diagnose dalam RAM
meliputi menghubungkan antara perilaku yang di observasi dengan stimuli yang
relevan

Adaptasi yang positif dapat diidentifikasi dengan tiga indicator yaitu: adekwatnya
sumber keuangan, kemampuan anggota dan ketersediaan fasilitas fisik. Hal ini juga
merupakan problem adaptasi secara umum yaitu tidak adekwatnya sumber
keuangan, deficit kemampuan dan tidak adekwatnya fasilitas fisik (Roy &
Andrews, 1999).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


30

2.2.2.4 Penetapan tujuan


Penetapan tujuan berfokus pada promosi perilaku adaptive. Klien dan perawat
bersama- sama menyepakati tujuan keperawatan dalam statemen yang jelas
tentang perilaku yang diinginkan. Tujuan dapat merefleksikan adaptasi
perseorangan yang realistic dan dapat diukur. Tujuan meliputi perilaku yang dapat
diubah, perubahan yang diinginkan, dan target waktu yang dibutuhkan untuk
terjadinya perubahan perilaku (Roy & Andrews, 1999).

2.2.2.5 Intervensi
Intervensi berfokus pada cara untuk mencapai tujuan. Intervensi keperawatan
adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat profesional yaitu yang mereka
percayai dapat mempromosikan perilaku adaptasi klien. Intervensi keperawatan
adalah pendekatan yang dilakukan perawat yang dimaksudkan untuk
mempromosikan adaptasi dengan merubah stimuli atau memperkuat proses
adaptasi (Roy & Andrews, 1999).

2.2.2.6 Evaluasi
Proses keperawatan diakhiri dengan evaluasi, dimana dilakukan pengkajian respon
perilaku dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai (Roy & Andrews, 1999).
Evaluasi RAM berfokus pada satu pertanyaan „apakah seseorang mengalami
kemajuan menuju adaptasi. Pada fase evaluasi perawat mempertimbangkan
keefektivan intervensi keperawatan yang telah dilaksanakan dan menentukan
tingkatan pencapaian berdasarkan tujuan yang disepakati (Tomey & Alligood,
2006). Apabila tujuan tercapai maka intervensi adalah efektif, namun jika tujuan
tidak tercapai maka dibutuhkan pengkajian lagi, dan pertimbangan ulang untuk
penetapan tujuan maupun intervensi yang diperlukan (Roy & Andrews, 1999).

2.3 Penerapan model adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pasien stroke
hemoragik
Asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragik dengan menggunakan RAM
dilakukan dengan melalui 6 langkah, sebagaimana dalam RAM proses tersebut
dilakukan secara serentak, terus menerus dan dinamis. Proses pengkajian termasuk
dalam dua langkah pengkajian. langkah pertama mengumpulkan data subyektif
maupun obyektif tentang perilaku manusia, dalam tiap empat mode adaptasi. Dari

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


31

data tersebut perawat membuat keputusan sementara tentang apakah perilaku


efektif atau inefektif. Langkah kedua pengkajian adalah mengumpulkan data
tentang stimulus yang terdiri dari stimulus fokal, konstektual dan residual. Pada
pengkajian pada tingkat ini perawat mengidentifikasi faktor-faktor yang relevan
mempengaruhi perilaku yang didapatkan saat pengkajian langkah pertama.

2.3.1 Pengkajian perilaku (behavior) ; hal yang harus dikaji dalam pengkajian
perilaku meliputi empat mode adaptif yaitu:

2.3.1.1 Fisiologis, yang terdiri dari 9 jenis kebutuhan ;


1) Oksigenasi; Otak memiliki berat 2% dari keseluruhan berat tubuh dan
merupakan jaringan dengan tingkat metabolisme yang tinggi karena
menggunakan 20 % dari total curah jantung. Metabolisme otak
menggunakan suplai glukosa dan oksigen dari curah jantung ini. Perdarahan
pada otak dapat memyebabkan fungsi serebral terganggu yaitu melalui
beberapa mekanisme destruksi dan kompresi jaringan otak serta kompresi
struktur vaskuler (Wahjoepramono, 2005). Adanya interupsi aliran darah
tersebut dapat menimbulkan hipoksia sehingga mengganggu metabolisme
otak dan menurunkan perfusi pada jaringan otak yang pada akhirnya
berdampak pada iskemia sekunder dan edema. Menurut Black dan Hawkss
(2009) kematian jaringan otak yang bersifat irreversible dapat terjadi
karena kekurangan oksigen selama lebih dari 5 menit. Beberapa klien di
departemen emergency membutuhkan kepatenan jalan nafas dan suplay
oksigen, apabila klien menunjukkan ketidakmampuan ventilasi maka
intubasi dan ventilasi mekanik bisa diperlukan untuk mencegah hipoksia
dan penurunan ischemia serebral (Black & Hawkss, 2009). Selain itu klien
dengan stroke memiliki risiko tinggi aspirasi pneumonia, yang dapat
menyebabkan kematian langsung sejumlah 6%. Aspirasi merupakan
masalah umum pada periode awal stroke, yang berhubungan dengan
kehilangan sensasi faring, kehilangan control motor orofaring dan
penurunan kesadaran (Black & Hawks, 2009). Sementara itu pola
pernafasan juga dapat berubah karena perdarahan pada posn. Perdarahan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


32

pada pons terjadi abnormalitas pola pernafasan, berupa pernafasan berat,


lambat, gasping dengan frekuensi yang irregular (Wahjoepramono, 2005).
2) Nutrisi ; pasien dengan perdarahan di otak baik PIS maupun PSA dapat
mengalami mual muntah yang berat, demikian juga jika terdapat tanda-
tanda peningkatan TIK dapat memperburuk keadaan terutama intake
nutrisinya. Selain itu masalah nutrisi juga akan terjadi bila ditemukannya
kerusakan mengunyah dan menelan (disfagia) akibat deficit neurologic
fokal. Stroke pada area system vertebrobasilar dapat menyebabkan disfagia
(Black & Hawks, 2009). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan didukung
oleh data intake dan output makanan, kemampuan menelan, intake kalori,
dan perubahan berat setelah 3 hari, dan perubahan hemoglobin, hematocrit,
albumin, prealbumin dan limfosit hitung setelah 3 hari juga (Black &
Hawks, 2009). Pengukuran indek masa tubuh (BMI) juga diperlukan untuk
mengkaji factor risiko dan pengaturan diet. Menurut Gofir, A.(2009)
peningkatan BMI dapat memprediksi stroke dan demikian juga aktivitas
fisik yang rendah selama waktu luang, bersama dengan pengobatan anti
hipertensi.
3) Eliminasi: Menurut Mumenthaler dan Mattle (2006) perdarahan di
persambungan arteri serebri anterior dan arteri komunikan anterior dapat
menyebabkan gangguan ke lobus frontalis sehingga terjadi gangguan
kognitif dan mental, retensi urine, dan inkontinensia. Larabee dan June,H.
(2010) menyatakan bahwa 32 – 79 % pasien yang dirawat dengan stroke
mengalami inkontinensia urine, diperlukan dukungan yang kuat untuk
mengatasi hal ini terutama ketika kita berhadapan dengan pasien yang
mengalami deficit kognitif dan fisik. Selain itu penderita stroke juga dapat
mengalami inkontinensia fekal (FI) dan konstipasi. Menurut Harari et al
(2004) FI menimpa 56% pada masa akut individu setelah stroke, 11% pada
3 bulan pertama dan < 22% pada 12 bulan pertama. Sementara kejadian
konstipasi pada penderita stroke mencapai 30% sampai 60% (Harari et al,
2004). Pada pasien stroke, konstipasi berhubungan dengan gangguan pada
system saraf pusat, yakni terjadi kelemahan pada otot abdomen dan pelvic
serta hipomotilitas yang tergantung pada lokasi lesi. Lesi mempengaruhi

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


33

pusat defekasi pontine menganggu urutan komponen buang air besar


simpatis dan parasimpatis dan merusak koordinasi gerakan peristaltic dan
relaksasi dari otot dasar pelvic dan spinkter eksterna (Thompson, 2006).
4) Aktivitas dan Istirahat; Pada stroke klien dapat mengalami kelemahan otot
satu sisi maupun kelumpuhan akibat hilangnya control gerakan volunter
oleh otak. Perdarahan di area arteria basilaris dapat menyebabkan
quadriplegia, paralisis menyilang atau kekakuan pada leher (Mumenthaler
& Mattle, 2006). Menurut Wahjoepramono (2005) kelemahan motorik
unilateral diikuti abnormalitas sensorik dapat terjadi jika ada perdarahan
pada area putamen, talamik, serebelar, mesenfalon dan medulla oblongata.
Keadaan ini dapat mengakibatkan kerusakan mobilitas fisik dan juga pasien
mengalami ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari- hari
(ADL), maupun perawatan diri
5) Perlindungan/proteksi; Pada pasien stroke kehilangan perlindungan dapat
berupa perlindungan kulit dan pengaturan suhu. Penurunan pergerakan
maupun kehilangan sensasi dapat menyebabkan risiko gangguan integritas
kulit. Faktor lain penyebab kerusakan kulit yaitu karena gesekan kulit dan
kerapuhan kulit akibat nutrisi yang tidak adekwat dan edema (Black &
Hawks, 2009). Sementara itu pasien stroke dapat juga kehilangan
pengaturan suhu. Menurut Wahjoepramono (2005) stroke hemoragik pada
pons dapat menunjukkan manifestasi episode spasmodic deserebrasi dan
terkadang disertai menggigil hebat dengan hipertermi (yang sebagian
mencapai 39°C, namun dapat pula 42°- 43° C pada fase terminal).
Demikian juga jika perdarahan mengenai hypothalamus maka pasien juga
dapat menunjukkan ketidak mampuan mempertahankan suhu.
6) Indera/sensori ; Perubahan persepsi sensori pada pasien stroke hemoragik
berupa defisit sensori, beberapa tipe perubahan sensori dapat merupakan
hasil dari stroke yang hilang sensori pada lobus parietal. Defisit sensori ini
juga dapat terjadi mengikuti hemiplegi atau hemiparese (Black & Hawks,
2005). Gangguan sensasi karena stroke hemoragik dapat berupa
hemisensorik, perdarahan pada retina atau intraokuler yang berakibat

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


34

kehilangan penglihatan, defek visual, afasia, fotofobia, nyeri kepala


(Wahjoepramono, 2005).
7) Cairan dan elektrolit ; Pada stroke hemoragik masalah cairan berupa deficit
volume cairan terjadi karena muntah-muntah, disfagia, gangguan kognitif
dan hipertermia. Black dan Hawks (2009) menyatakan bahwa kerusakan
kognitif dan fisik mengurangi intake cairan, demikian juga pada klien
disfagia atau yang berisiko aspirasi dalam keadaan tidak aman untuk
minum sering terpasang NGT namun tidak diberikan cairan bebas secara
adekwat. Gejala muntah secara umum terjadi pada perdarahan PIS maupun
PSA. Sedangkan Hipertermia akibat perdarahan pada pons atau
hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu di otak (Wahjoepramono,2005;
Mumenthaler & Mattle, 2006)
8) Fungsi neurologis ; pada stroke hemoragik dapat terjadi proses kerusakan
parenkim otak dan nervus sekitarnya, perdarahan yang meluas, rebleeding,
PTIK, edema otak, dan herniasi otak (Wahjoepramono, 2005; Mumenthaler
& Mattle, 2006). Hal- hal tersebut dapat menyebabkan kondisi neurologic
maladaptive yaitu pasien kehilangan kesadaran maupun deficit neurologic
lainnya. Selain itu adanya riwayat pemakaian obat kokain, hipertensi yang
tidak terkontrol, perokok, dapat dikaji sebagai factor resiko yang
menyebabkan stroke.
9) Fungsi endokrin; Fungsi endokrin dijalankan oleh banyak kelenjar atau
organ penting, salah satu kelenjar yang dijuluki “master of the gland”
adalah pituitary karena kemampuannya dalam mempengaruhi atau
mengontrol langsung aktivitas kelenjar Endokrin lain dengan sekresi
hormon. Hormon mengatur fungsi organ agar bekerja secara terkoordinasi
dengan sistem syaraf. Pituitary adalah kelenjar kecil dengan berat 1 gram
terletak pada area permukaan dorsal hypothalamus dan terhubung dengan
hypothalamus melalui pembuluh darah kecil yaitu hypothalamus-
hipophyseal portal system (Black & Hawks,2009). Kelenjar penting lainnya
tyang terhubung dengan hypothalamus adalah pancreas yang memproduksi
Somatostatin, insulin dan glucagon, dimana insulin dan glukagon yang
berperan pada pengaturan kadar glukosa tubuh. Pada psien stroke control

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


35

gula darah sangat penting karena hiperglikemia yang berat dapat


meningkatkan outcome yang yang buruk dan mengurangi perfusi serebral
(Black & Hawks,2009).

2.3.1.2 Konsep diri


Roy dan Andrews (1999) membagi konsep diri menjadi 2 bagian yaitu fisik diri
dan pribadi diri. Perubahan fisik pada klien dengan stroke hemoragik yang dapat
menyebabkan gangguan konsep diri berupa hemiparesi, kehilangan fungsi
pengindraan, penurunan kekuatan otot, kehilangan kesehatan. Sementara
perubahan pribadi diri (konsistensi diri, ideal diri, moral - etik dan spiritual diri)
klien dengan stroke yang juga dapat menyebabkan masalah konsep diri antara lain
gangguan kognitif dan mental, situasi krisis, dan kondisi emosional. Menurut
Sunaryo (2004) terdapat lima komponen konsep diri, yakni gambaran diri/citra
tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self
role), dan identitas diri (self identity) (Sunaryo, 2004). Masalah konsep diri yang
umum adalah gangguan body image. Menurut Ackley dan Ladwig (2011) body
image adalah pandangan individu tentang tubuhnya yang dapat ditunjukkan dengan
perilaku tertentu baik verbal maupun nonverbal. Pada klien stroke hemoragik body
image berhubungan dengan paralise dan penyakit kronis.

2.3.1.3 Fungsi peran


Pada klien stroke hemoragik mengalami kondisi berikut ini yang dapat
menyebabkan gangguan peran yaitu sakit yang tiba- tiba, ketidakmampuan kognitif
pengobatan yang kompleks, ketidak tahuan individu dan keluarga tentang penyakit
dan regimen terapi. Perubahan peran tersebut dapat meliputi peran individu
maupun keluarga (Roy & Andrews, 1999). Timbulnya ketidak mampuan kognitif
individu dan keluarga menimbulkan ketegangan/ stressor yang menimbulkan
masalah peran keluarga sebagai pengasuh (Ackley & Ladwig, 2011)

2.3.1.4 Interdependensi
Hubungan interdependen termasuk kemauan dan kemampuan untuk memberi
kepada yang lain dan menerima beberapa aspek dari mereka dari semua yang

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


36

ditawarkan seperti cinta, perhatian, nilai, asuhan, ilmu, ketrampilan, komitmen,


kepemilikan materi, waktu dan bakat. Pada pasien stroke terjadi perubahan berupa
deficit neurologic, ketidak mampuan kognitif, kecacatan, afasia, peningkatan
kebutuhan materi untuk pengobatan. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan perilaku
menyendiri, minta perhatian dan frustasi sehingga menjadi hambatan klien dalam
melakukan interaksi social.

2.3.2 Pengkajian stimulus


Pengkajian stimulus pada klien stroke antara lain dapat diperoleh dari faktor risiko
yang menyertai klien. Faktor risiko terjadinya stroke yang tidak dapat dikontrol
adalah usia dan ras, sedangkan yang dapat dikontrol antara lain hipertensi, kadar
kolesterol dan lemak darah, diabetes mellitus, kebiasaan merokok, aktivitas fisik,
riwayat stroke sebelumnya dan obesitas serta kelainan jantung (fibrilasi atrium)
(AHA, 2006). Stimulus fokal didefinisikan stimuli internal dan eksternal yang
dihadapi langsung pada system adaptasi manusia. stimulus kontekstual adalah
seluruh stimuli internal dan eksternal berdasarkan pada situasi selain dari stimuli
fokal. Sedangkan stimulus residual adalah stimuli yang mempunyai pengaruh yang
belum dapat ditentukan pada perilaku dari system adaptasi manusia. Pada
pengkajian stimulus perawat mengidentifikasi penyebab perilaku maladaptif
muncul. Misalkan pada klien stroke hemoragik menunjukkan perilaku tanda- tanda
perfusi cerebral tidak efektif, stimulus yang dapat teridentifikasi adanya perdarahan
yang meluas atau terjadi herniasi. Sementara stimulus kontekstualnya adalah
riwayat hipertensi tang tidak terkontrol, dan stimulus residual adalah kebiasaan
merokok.

Pada langkah ketiga menentukan diagnose keperawatan. Pada pernyataan diagnose


tersebut perawat menghubungkan antara perilaku pasien stroke hemoragik yang di
observasi dengan stimuli yang relevan. Adapun pernyataan diagnose keperawatan
dapat berupa masalah actual maupun potensial yang berhubungan dengan adaptasi.

Pada langkah keempat dilakukan penentuan tujuan yang merefleksikan adaptasi


pasien. Komponen penetapan tujuan pada pasien stroke hemoragik meliputi

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


37

perilaku yang dapat diubah, perubahan yang diinginkan, dan target waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya perubahan perilaku.

Sementara pada langkah kelima memutuskan intervensi yang sesuai. Intervensi ini
diharapkan dapat merubah stimulus sehingga pasien stroke hemoragik dapat
menujukkan respon adaptif. Selanjutnya pada langkah keenam dilakukan evaluasi,
perawat mengkaji respon perilaku pasien stroke hemoragik dan menghubungkan
dengan tujuan yang telah disepakati. Adapun Proses keperawatan pada pasien
stroke hemoragik dengan menggunakan RAM dapat dilihat dalam tabel 2.3

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


38

Tabel 2.3 Rencana keperawatan stroke hemoragik dengan pendekatan RAM

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
Fisiologis Oksigenasi Penurunan kesadaran (F), - Risiko aspirasi (Roy & - Pencegahan aspirasi (1918) - Pencegahan aspirasi (3200)
Penurunan gag reflek (F), Andrews, 1999;Ackley & - Status respirasi : ventilasi (0402)
NGT(K), kerusakan Ladwig, 2011; NANDA, 2012; - Status menelan (1010) - Monitor neurologi (2620)
menelan (F), kurang Black &Hawk, 2009)
pengetahuan (R), usia (R) - Monitor respiratori (3350)
- Terapi menelan (1860)

Obstruksi jalan nafas - Ketidak efektifan bersihan jalan - Pencegahan aspirasi (1918) - Manajemen jalan nafas (3148)
(spasme jalan nafas, lendir nafas (Roy & Andrews, 1999; - Status respirasi : kepatenan jalan - Suctioning jalan nafas (3460)
yang berlebihan, sekresi NANDA, 2012) nafas (0410) - Peningkatan batuk (3250)
bronkus)(F), adanya endo
- Status respirasi : ventilasi (0402)
tracheal tube (K), penyakit
alergi (K), kurang - Status respirasi : pertukaran gas
pengetahuan (R) (0402)
Cemas (F), kerusakan - Ketidakefektifan pola nafas - Status respirasi : kepatenan jalan - Membantu ventilasi (3390)
kognitif (K), kerusakan (Roy & Andrews, 1999; nafas (0410) - Terapi oksigen (3320)
musculoskeletal (F), NANDA, 2012) - Status respirasi : ventilasi (0402 - Monitor respirator (3350)
disfungsi neuromuscular (F)
- Tanda-tanda vital (0802) - Manajemen jalan nafas (3148)

Ketidak seimbangan - Kerusakan pertukaran gas (Roy - Status respirasi : ventilasi (0402) - Manajemen jalan nafas (3148)
ventilasi perfusi (F), & Andrews, 1999; NANDA, - Status respirasi : pertukaran gas - Manajemen asam-basa (1910)
perubahan membrane 2012) (0402)
alveoli-kapiler(F),
pneumonia (K), usia (R)
Adanya klot, emboli, atau - Risiko perubahan perfusi - kognitif (0900) - Manajemen medikasi (2380)
perdarahan dari pembuluh jaringan serebral (Ackley & - status neurologi (0909) - Monitor neurologi (2620)
darah otak (F), abnormal PT Ladwig, 2011; NANDA, 2012) - status neurologi: kesadaran - Posisi : neurologi (0844)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


39

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
(F), APPT (F), AF (F), - Perfusi jaringan serebral tidak (0912) - Promosi perfusi serebral (2550)
aneurisma (K), tumor otak efektif (Black & Hawks, 2009 - status neurologi: control sentral - Pencegahan jatuh (6490)
(K), koagulopathy (F), DIC motor (0911) - Stimulasi kognitif (4720)
(F), trauma kepala(K),
- control kejang (1620) - Manajemen
hypercholesterolemia (K),
hipertensi (K), - perfusi jaringan serebral (0406) lingkungan:keamanan (6486)
penyalahgunaan obat (R),
terapi trombolitik(F)
Nutrisi Keterlibatan nervus cranial - Kerusakan menelan (Roy & - Status menelan (1010) - Pencegahan aspirasi (3200)
(F), trauma kepala (K), Andrews, 1999; Ackley & - Status menelan fase: oral,faring, - Terapi menelan (1860)
disfungsi neurologic (F) Ladwig, 2011; NANDA, 2012) esofagal (1011-1013)
- Status nutrisi (1004)

Ketidak mampuan absorbsi - Perubahan nutrisi kurang dari - Status nutrisi: intake makanan - Managemen berat badan (1260)
nutrisi (F), ketidak kebutuhan (Roy & Andrews, dan cairan (1008) - Manajemen nutrisi (1100)
mampuan untuk mencerna 1999; NANDA, 2012; Black - Intake nutrient (1009)
makanan (F), &Hawk, 2009
- Control berat badan (1612)
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan (F),
factor psikologi (K), kurang
pengetahuan (R)
Kelemahan fisik (F), - Defisit perawatan diri makan Perawatan diri aktivitas kehidupan Membantu perawatan diri untuk
Gangguan kognitif (F), (Roy & Andrews, 1999; sehari-hari (ADL) makan (0303) makan (1803)
penurunan motivasi (K), NANDA, 2012)
ketidak nyamanan,
hambatan lingkungan (R),
kerusakan neuromuscular
(F), nyeri (F), kerusakan
persepsi (K), ansietas berat
(F)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


40

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
Eliminasi Diare kronis (F), kerusakan - Inkontinensia fecal (Roy & - Kontinensia bowel (0500) - Perawatan inkontinensia fecal
kognitif (F), factor Andrews, 1999; NANDA, - Eliminasi bowel (0501) (0410)
lingkungan (R), impaksi (F), 2012)
immobilitas (K), BAB tidak
tuntas (F),obat-obatan (K),
stress (K), kerusakan UMN
(F)
Kelemahan otot abdomen - Konstipasi (Roy & Andrews, - Eliminasi bowel (0501) - Manajemen bowel (0430)
(F), factor kebiasaan (K), 1999; Ackley & Ladwig, 2011; - Hidrasi (0602) - Konstipasi/ manajemen impaksi
ketidakadekwatan toileting NANDA, 2012) (0450)
(R),konsumsi obat-obat
tertentu (K), kerusakan
neurologi (F), perubahan
pola makan (R), kurang
serat (F), kurang cairan (K)
Obstruksi bladder (F), - Retensi urine (Roy & Andrews, - Eliminasi urine (0503) - Perawatan retensi urine (0620)
defisiensi kekuatan 1999; NANDA, 2012) - Catheter urine (0580)
kontraksi detrusor (F), efek - Manajemen eliminasi urine (0590)
obat (K), impaksi feses (K),
injuri (F), hambatan
lingkungan (R)
Disfungsi neurologi (F), - Inkontinensia urine fungsional - Kontinensia urin (0502) - Perawatan inkontinensia urine
gangguan kognitif (F), (Roy & Andrews, 1999; Ackley - Eliminasi urine (0503) (0610)
keterbatasan neuromuscular & Ladwig, 2011; NANDA, - Training kebiasaan berkemih
(F), kerusakan mobilitas 2012)
(0600)
(K), hambatan lingkungan
(R)

Kehilangan rasa untuk - Inkontinensia urine reflek (Roy - Kontinensia urin (0502) - Manajemen eliminasi urine (0590)
menahan (K), kerusakan & Andrews, 1999; Ackley & - Eliminasi urine (0503) - Perawatan inkontinensia urine
neurologic (F), kerusakan Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


41

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
jaringan, usia (R) (0610)
- Catheter urine intermitten (0582)

Gangguan kognitif (F), Defisit perawatan diri toileting - Perawatan diri tolileting (0310) Asistensi perawatan diri tolileting
penurunan motivasi (K), (Roy & Andrews, 1999; - Perawatan diri aktivitas sehari- (1804)
ketidak nyamanan (R), NANDA, 2012) hari (0306)
hambatan lingkungan (R), Manajemen lingkungan (6480)
kerusakan neuromuscular
(F), nyeri (F), kerusakan
persepsi (F), ansietas berat
(F)
Aktivitas/ Toleransi aktivitas (F), Kerusakan mobilitas fisik (Roy - Ambulasi (0200) - Terapi latihan: gerakan sendi
istirahat perubahan metabolism (F), & Andrews, 1999; Ackley & - Ambulasi dengan kursi roda (0224)
cemas (F), usia diatas 75 Ladwig, 2011; NANDA, 2012; (0201) - Terapi latihan ambulasi (0221)
tahun (R), kerusakan Black &Hawk, 2009)
- Menampilkan berpindah (0210) - Promosi latihan (0200)
kognitif (F), kontraktur (F),
budaya (R), depresi (F), - Instrumen perawatan diri - Memposisikan (0840)
penurunan kontrol otot (F), aktivitas sehari- hari (0306)
penurunan pengetahuan
tentang aktivitas fisik (R),
penurunan massa otot (K),
penurunan kekuatan otot
(F), kerusakan
neuromuscular (F), nyeri
(F).
Kerusakan kognitif (F) , Kerusakan berpindah (Ackley - Menampilkan berpindah (0210) - Promosi latihan: training
hambatan peregangan otot & Ladwig, 2011; NANDA, - Keseimbangan (0202) peregangan (0201)
(K), kerusakan 2012) - Memposisikan tubuh :inisiasi - Promosi latihan : control otot
musculoskeletal (F), kurang
sendiri (0203) (0226)
pengetahuan (R)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


42

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
Kerusakan kognitif (F), Kerusakan berjalan (Ackley & - Ambulasi (0200) - Terapi latihan ambulasi (0221)
depresi (F), hambatan Ladwig, 2011; NANDA, 2012) - Mobilitas (0208)
lingkungan (R), takut jatuh
(R), kerusakan
keseimbangan (F)
Gangguan kognitif (F), Defisit perawatan diri mandi, - Perawatan dri ADL (0300) - Asistensi perawatan diri (1800)
penurunan motivasi (K), hygiene, berpakaian (Roy & - Instrument ADL (0306) - Asistensi perawatan diri
ketidak nyamanan (K), Andrews, 1999; Ackley & - Perawatan diri mandi (0301), berpindah (1806)
hambatan lingkungan (R), Ladwig, 2011; NANDA, 2012;
hygiene (0305), berpakaian - Asistensi perawatan diri mandi/
kerusakan neuromuscular Black &Hawk, 2009)
(F), nyeri (F), kerusakan (0302 hygiene (1801)
persepsi (F), ansietas berat Asistensi perawatan diri
(F) berpakaian (1802

Perubahan kesadaran, Risiko disuse sindrom (Roy & - Daya tahan (0001) - Manajemen energy (0180)
immobilisasi, paralisis, Andrews, 1999; Ackley & - Konsekuensi fisiologik - Terapi latihan: gerak sendi
nyeri berat. Ladwig, 2011; NANDA, 2012) imobilitas (0204) (0224)
- Mobilitas (0208) - Control otot (0226)
- Status neurologi: kesadaran
(0912)
- Tingkat nyeri (2102)
Penuaan (F), demensia (K), Gangguan pola tidur (Roy & - Istirahat (0003) - Peningkatan istirahat/ tidur
lingkungan (R) Andrews, 1999; NANDA, 2012 - Tidur (0004) (1850)
- Tingkat gejala (2103)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


43

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
Proteksi Hipertermi (K), hipotermi Kerusakan integritas kulit (Roy - integritas jaringan kulit dan - Perawatan luka tekan (3520)
(K), factor mekanik, & Andrews, 1999; Ackley & membrane (1101) - Perawatan kulit; pengobatan
(gesekan, tekanan, ikatan) Ladwig, 2011; NANDA, 2012) - penyembuhan luka : intensitas topical (3584)
(F), obat-obatan (F),
primer dan sekunder (1102- - Identifikasi risiko (6610)
kelembaban, immobilisasi
fisik (F), perubahan status 1103) - Manajemen nyeri (1400)
cairan(F), perubahan turgor - konsekuensi fisiologik imobilitas - Identifikasi risiko (6610)
(R), perubahan sensasi (K) (0204) - Pencegahan luka tekan (3540)
- Surveilans kulit (3590)

Dehidrasi (F), peningkatan Hipertermi (Roy & Andrews, Termoregulasi (0800) - Penatalaksanaan demam (3740)
laju metabolism (F), 1999; NANDA, 2012; Black - Pencegahan hipertermi malignan
penyakit (K), pengobatan &Hawk, 2009 (3840)
(K), trauma (K), lingkungan
(R).
Sensori/ Deficit neurologi (F), - Perubahan persepsi sensori - Gambaran diri (1200) - Stimulasi kognitif (4720)
pengindraan perdarahan pada retina atau (Roy & Andrews, 1999; Ackley - Orientasi kognitif (0901) - Peningkatan komunikasi: deficit
intraokuler (F), defek visual & Ladwig, 2011; NANDA, - Fungsi sensori penglihatan pendengaran (4974)
(K), afasia (F), fotofobia 2012)
(2404) - Peningkatan komunikasi: deficit
(K), nyeri kepala (R).
- Perilaku kompensasi pada bicara (4976)
penglihatan (1611) - Peningkatan komunikasi: deficit
visual (4978)
- Manajemen lingkungan (6480)

Kerusakan akibat tekanan - Kerusakan komunikasi verbal - Komunikasi (0902) - Aktiv mendengarkan
dari perdarahan otak (F), (Roy & Andrews, 1999; Ackley - Komunikasi ekspresi dan reseptif mendengarkanPeningkatan
edema otak (F), herniasi & Ladwig, 2011; NANDA, (0903-0904) komunikasi: deficit pendengaran
otak (F). penurunan 2012; Black &Hawk, 2009)
(4974)
sirkulasi pada pusat bicara
(F), sumber informasi di - Peningkatan komunikasi: deficit

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


44

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
otak (K), hambatan bicara (4976)
lingkungan (R)
Agent injuri (biologis, - Nyeri (Roy & Andrews, 1999; - Tingkat kenyamanan (2100) - Manajemen nyeri (1400)
kimia, fisik, psikologi) (F) NANDA, 2012) - Control nyeri (1605) - Pemberian analgesic (2210)
- Tingkat nyeri (2102) - Analgesic control oleh pasien
(2400)

Lekopenia (F), leukositosis - Risiko injuri (Black & Hawks, - Perilaku personal aman(1911) - Pencegahan jatuh (6490)
(F), perubahan factor 2009) - Control risiko (1902) - Manajemen lingkungan:keamanan
pembekuan (F), - Lingkungan aman (1910) (6486)
trombositopenia (F),
- Pengetahuan: pencegahan jatuh - Pendidikan kesehatan (5510)
penurunan hemoglobin (K),
disfungsi sensori (F), (1828)
hipoksia jaringan (F),
lingkungan (R)
Fisiologis Cairan dan Penurunan kesadaran (K), Deficit volume cairan (Roy & - Keseimbangan cairan (0601) - Manajemen cairan (4120)
elektrolit disfagia (F), intake cairan Andrews, 1999; NANDA, - Hidrasi (0602) - Manajemen hipovolemik (4180)
tidak adekwat (F), muntah- 2012) - Status nutrisi : intake makannan
muntah (F), hipertermia (F),
dan minuman (1008)
kurang pengetahuan (R)
Penyimpangan intake cairan Risiko deficit volume cairan - Keseimbangan cairan (0601) - Manajemen cairan (4120)
(F), kehilangan cairan (Roy & Andrews, 1999; - Hidrasi (0602) - Manajemen hipovolemik (4180)
berlebihan (F), kurang NANDA, 2012) - Status nutrisi : intake makannan
pengetahuan (R),
dan minuman (1008)
pengobatan (K)
Fungsi Hipoksia (F), Perdarahan - Kerusakan memori (Ackley & - Orientasi kognitif (0901) - Memori training (4760)
neurologi intracerebral kerusakan Ladwig, 2011; NANDA, 2012) - Memori (0908)
parenkim otak dan nervus - Status neurologi : kesadaran
sekitarnya (F), perdarahan
(0912)
meluas (F), rebleeding (F),
PTIK (F), edema otak (K), - Kognisi (0900)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


45

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
herniasi otak (F), kurang
pengetahuan (R).
Delirium (F), demensia (F) - Konfusi akut (Roy & Andrews, - Control diri terhadap distorsi - Manajemen delirium (6440)
pemakaian obat kokain (F), 1999; Ackley & Ladwig, 2011; pikiran (1403) - Manajemen delusi (6450)
usia (R), fluktuasi bangun NANDA, 2012) - Proses informasi (0907) - Manajemen lingkungan (6480)
dan tidur (K).
- Memori (0908) - Surveilans: keamanan (6654)

Fungsi Diabetes melitus yang tidak - Risiko tidak stabil kadar - Kadar gula darah (2300) - Manajemen hiperglikemi (2120)
endokrin terkontrol (F), ketidak glukosa darah (NANDA, 2012) - Manajemen hipoglikemi (2130)
patuhan diit (K),
ketidaktahuan (R)
Konsep diri Fisik diri Hemiparese (F), kehilangan - Gangguan gambaran diri (Roy - Gambaran diri (1200) - Peningkatan gambaran diri
fungsi pengindraan (K), usia & Andrews, 1999; Ackley & - Harga diri (1205) (5220)
(R) Ladwig, 2011; NANDA, 2012) - Koping (1302) - Kesadaran diri (5390)
- penerimaan terhadap status
kesehatan (1300)
- Identitas (1202)
Kehilangan kesehatan (F), - Berduka antisipatori, - Ketahanan keluarga (2608) - Promosi integritas keluarga
Kehilangan antisipasi disfungsional (Roy & Andrews, - Mendekati kehidupan yang (7100)
terhadap obyek yang 1999; Ackley & Ladwig, 2011; bermartabat (1307) - Perawatan menjelang kematian
penting (F) (seperti NANDA, 2012)
- Solusi berduka (1304) (5260)
pekerjaan, status, tubuh) dan
orang yang penting (K), - Harapan (1201) - Dukungan emosi(5270)
serta kehilangan obyek - Penyesuaian - Instalasi harapan (5310)
penting (K) (kehilangan psikososial:Perubahan hidup - Peningkatan support system
penglihatan, kemampuan (1305) (5440)
bicara), budaya (R)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


46

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
Pribadi diri Gangguan kognitif dan - Gangguan harga diri (Roy & - Harga diri (1205) - Peningkatan harga diri (5400)
(konsistensi mental (F) Andrews, 1999; NANDA,
diri, ideal 2012)
diri, moral -
etik dan Cemas (F), penyakit kronis - Distress spiritual (Roy & - Kesehatan spiritual (2001) - Support spiritual (5420)
spiritual diri) (F), nyeri (K), kematian (F), Andrews, 1999; NANDA, - Kestabilan suasana hati (1204) - Peningkatan koping (5230)
perubahan hidup (F), 2012) - Otonomi personal (1614) - Support emosi (5230)
kesepian (R).
situasi krisis (F), perubahan - Cemas (Roy & Andrews, 1999; - Tingkat kecemasan (1211) - Pengurangan cemas (5820)
fisik (K), kondisi emosional Ackley & Ladwig, 2011; - Control diri terhadap cemas
(K) NANDA, 2012) (1402)
Fungsi Ketidakmampuan (F), - Perubahan penampilan peran - Koping (1302) - Peningkatan peran (5370)
peran kehilangan kesehatan (K), (Roy & Andrews, 1999; - Penyesuaian psikososial:
perubahan neurofisiologik NANDA, 2012) perubahan hidup (1305)
(F), usia (R)
- Penampilan peran (1501)

Kebutuhan homecare yang - Ketegangan peran pengasuh - Adaptasi pengasuh (2200) - Support pengasuh (7040)
bermakna (K), problem (Roy & Andrews, 1999; Ackley - Kesehatan emosional pengasuh - Support keluarga (7140)
kognitif untuk penerima & Ladwig, 2011; NANDA, (2506)
perawatan(F), keluarga kecil 2012)
- Hubungan pengasuh dan
(R)
pasien(2204)
- Kesiapan pengasuh dirumah
(2202)
- Penampilan pengasuh (2205-
2206)
- Stressor pengasuh (2208)
- Kesejahteraan pengasuh (2508)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


47

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
Ketidakmampuan (F) Ketidak efektifan managemen - Kepercayaan terhadap kesehatan: - Pendidikan kesehatan (5510)
pengobatan yang kompleks kesehatan individu (Roy & sumber persepsi (1703) - Pedoman system kesehatan
(K), ketidak tahuan individu Andrews, 1999; Ackley & - Promosi perilaku sehat (1602) (7400)
dan keluarga tentang Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- Pencarian perilaku sehat (1603) - Peningkatan support system
penyakit dan regimen terapi
(F), social ekonomi (R) (5440)

Kondisi social ekonomi (R), Ketidak efektifan managemen - Koping keluarga (2600) - Promosi integritas keluarga
pengobatan yang kompleks terapi keluarga (Roy & - Fungsi keluarga (2602) (7100)
(K), ketidak tahuan individu Andrews, 1999; NANDA, - Pengetahuan tentang regimen - Proses pemeliharaan keluarga
dan keluarga tentang 2012)
terapi (1813) (7130)
penyakit dan regimen terapi
(F) - Ketahanan keluarga (2608) - Terapi keluarga (7150)
- Partisipasi keluarga
Interde- Keterbatasan mobilitas fisik - Kerusakan interaksi social (Roy - Penampilan peran (1501) - Peningkatan sosialisasi (5100)
pendensi (F), keterbatasan untuk & Andrews, 1999; Ackley & - Ketrampilan interaksi social
komunikasi (F), kecacatan Ladwig, 2011; NANDA, 2012) (1502)
(K), afasia (F), pekerjaan
- Keterlibatan social (1503)
(R)

Deficit neurologic (F), - Koping individu tidak efektif - Koping (1302) - Peningkatan koping (5230)
Ketidak mampuan (K), (Roy & Andrews, 1999; Ackley - Membuat keputusan (0906) - Support membuat keputusan
stress (R) & Ladwig, 2011; NANDA, - Control diri terhadap impuls (5250)
2012; Black &Hawk, 2009)
(1405)
- Memproses informasi (0907)
kondisi sosioekonomi - Perubahan proses dalam - Koping keluarga (2600) - Promosi integritas keluarga
keluarga (F), penyakit (K), keluarga (Roy & Andrews, - Fungsi keluarga (2602) (7100)
ketidakmampuan (F), 1999; Ackley & Ladwig, 2011; - Penampilan peran (1501) - Proses pemeliharaan keluarga
budaya (R) NANDA, 2012)
- Penyesuaian psikososial: (7130)
perubahan hidup (1305)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


48

Mode NOC Intervensi (NIC)


Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
adaptasi
- Promosi kenormalan (7200)

Penyakit neurologi yang - Kerusakan pemeliharaan rumah - Lingkungan rumah aman (1910) Asistensi pemeliharaan rumah
menyebabkan (Roy & Andrews, 1999; Ackley - Asistensi perawatan diri (7180)
ketidakmampuan untuk & Ladwig, 2011; NANDA, instrument aktivitas sehari-hari
melakukan ADL (F), usia 2012)
(0306)
(R), tidak ada partner (K)
Sumber: “Telah diolah kembali” (Roy & Andrews, 1999; Dotchterman & Bulechek, 2004;Ackley & Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
Catatan “F”= stimulus fokal; “K”= stimulus kontekstual; “R”=stimulus residual.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


49

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN STROKE HEMORAGIK

Bab 3 menggambarkan penerapan teori adaptasi Roy pada asuhan keperawatan Ny.
H dengan stroke hemoragik. Stroke hemoragik yang dialami oleh Ny H berdampak
pada perilaku adaptasi klien yaitu terjadi respon pada mode-mode kognator dan
regulator sebagai mekanisme koping klien. Asuhan keperawatan yang diberikan
bertujuan untuk promosi proses koping klien menjadi bersifat adaptif. Asuhan
keperawatan yang penulis lakukan pada Ny. H menggunakan pendekatan RAM (Roy
Adaptation Model) dengan enam langkah yang dimulai dengan melakukan
pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus, perumusan diagnosa keperawatan,
perumusan tujuan dan intervensi, pelaksanaan dan evaluasi.

3.1. Deskripsi Kasus Kelolaan Utama


Nama klien Ny H usia 32 tahun, pendidikan tamat SMA, pekerjaan ibu rumah
tangga, menikah, agama Katolik, alamat jl.Siliwangi no 4, Rt 02/RW 02. No RM:
01126842. Klien mrs tgl 17/2/ 2012 melalui IGD RSUP Fatmawati. Masuk keruang
HCU sampai tanggal 28/02/2012 (12 hari), lalu pindah keruang perawatan kelas III.
Pengkajian tanggal 02/03/2012 jam 09.00 di ruang kelas III. Klien Ny.H (hari
perawatan ke-15), 2 minggu sebelum MRS di RSUP Fatmawati menjalani opname di
RS. Sari Asih dengan diagnosa DHF. Selama dirawat di RS Sari Asih klien
mengalami gusi berdarah dan mimisan lalu terjadi penurunan kesadaran dan
dilakukan CT Scan tanggal 03/02/2012 (perdarahan subdural kanan ec. kemungkinan
ITP dengan tekanan intrakranial otak kanan meningkat dibandingkan otak kiri,
mastoiditis kronis bilateral. Klien dirawat selama 1 minggu di RS. Sari Asih, lalu
dibawa pulang paksa, selama 4 hari dirumah klien tidak sadar, tidak makan dengan
baik, kemudian klien dibawa ke RS.Bakti Husada lalu pindah ke RSUP Fatmawati.

Di RSUP fatmawati klien dirawat bersama oleh dokter neuro dan penyakit dalam,
dalam bidang neuro diagnosa dokter CVD SH (cerebro vasculer desease stroke

49 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
50

haemoragic) sedangkan penyakit dalam diagnosa dokter adalah MDS


(Myelodisplasia syndrome). Saat dikaji klien sudah terpasang DC (dower catheter),
dan NGT (nasogastric tube) klien mengalami kesulitan menelan karena terjadi
penurunan kesadaran disebabkan stroke hemorargik saat MRS dan mendapat diet
cair. tekanan darah 130/80 mmHg, N= 128x/mt, RR 28 X/mt pupil isokor ɸ
4mm/4mm, suhu 39,5°C, kesadaran somnolen GCS E3M6V4. kejang (-), riwayat
HT (hipertensi), tidak didapatkan, riwayat DM (diabetes melitus) tidak diketahui.
Hasil CT Scan tgl 17/02/2012= perdarahan intraparenkimal dibasal ganglia sinistra
ukuran 1.86x2.2x2cm, ruang oksipital sinistra 2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc dan ruang
parietal sinistra (1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52 cm), subdural hygroma (chronic subdural
hematom) di ruang fronto- temporo, parietal dekstra, edema cerebri, pneumatisasi air
cells mastoid bilateral sangat minimal DD/Mastoiditis. Dibandingkan dengan CT
scan sebelumnya 03/02 tidak tampak perdarahan intraparenkimal, edema serebri
relative status quo.

Selama dirawat dirumah sakit, klien mndapatkan terapi sistenol 3x1, Ambroxol 3x1,
curcuma 3x1, sucralfat 4xCI, Ozid 1x 40 mg, simvastatin 1x10 mg, Cefotaxim 3 x 1
gram (hari ke-7 stop) intra vena, mikrolag/ rectal. Riwayat pengobatan sebelumnya
(di ruang HCU): Manitol terakhir tanggal 21/2/2012, Ceftriaxon 2x 1 gram
intravena terakhir tanggal 25/2/2012, levofloxaxin 1x 500 mg terakhir tanggal
19/2/2012, amboxol syrup 3x II C, curcuma 3 x1, sistenol 3 x 500 mg (kalau perlu),
tranfusi TC 10 kantong, tranfusi PRC 500 cc.

3.2.Asuhan keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik dengan


pendekatan RAM
Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dilakukan pengkajian perilaku dan
pengkajian stimulus sebagai berikut :

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
51

3.2.1. Pengkajian Perilaku dan Pengkajian Stimulus


3.2.1.1.Fisiologi
1) Oksigenasi
a. Pengkajian perilaku
Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 128x/mt, suhu 39,5°C, bunyi jantung S1 dan S2
tunggal, murmur (-), gallop (-), Capillary Refill < 2 detik, akral hangat, Respiratory
Rate 28x/menit, reguler dalam, wheezing(Wh)-/-, ronchi (Rh)-/-, batuk (-), vocal
fremitus tidak teridentifikasi, gerakan paru simetris, retraksi suprasternal tidak ada,
perkusi resonan, terpasang O2 Nasal 3 liter per menit, klien muntah-muntah,
terpasang NGT, keluarga tidak tahu mempertahankan penempatan NGT yang benar.
Hasil laboratorium tanggal 02/03/2012 adalah hemoglobin 12,2 g/dL (11.7 – 15.5
mg/dL); eritrosit 4.40 Juta/ul (3.80 – 5,20 Juta/ul). Hasil AGD 24/02/2012
PH=7,488, PCO2=27,2 PO2=193.9,sat O2 99.Hasil CT Scan tgl 17/02/2012=
perdarahan intraparenkimal dibasal ganglia sinistra uk.1.86x2.2x2cm, ruang oksipital
sinistra 2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc dan ruang parietal sinistra (1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52
cm), subdural hygroma (chronic subdural hematom) di ruang fronto- temporo,
parietal dekstra, edema cerebri, pneumatisasi air cells mastoid bilateral sangat
minimal DD/Mastoiditis. Dibandingkan dengan CT scan sebelumnya 03/02 tidak
tampak perdarahan intraparenkimal, edema serebri relative status quo. Hasil foto
thorak saat di IGD menunjukkan kesan normal Hasil laboratorium tanggal 17/2/12
trombosit 9000 ribu/UL, APPT= 27 detik (27,4 – 39,3 detik), control= 39,2, yang
berarti APPT klien 0.7 kontrol. PT=16.7 (11,3 -14,7), control 13.2, INR = 1,37,
fibrinogen= 352 (200 – 400), control fibrinogen 282, D-Dimer=400 (<300). Hasil
BMP tanggal 15 Januari 2012 kesimpulan: kepadatan sel normoseluler, aktivitas
trombopoesis, erithropoesis, dan granulopoesis tertekan, tampak peningkatan
neutropil dan batang (anomalipoesis) erithropoesis didapatkan bentuk dysplasia
kesan : disentropoesis, disgranulopoesis dan distrombopoesis sesuai dengan MDS.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
52

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adalah perdarahan intraparenkimal, penurunan kesadaran,
pemasangan NGT, stimulus kontekstual adalah penyakit MDS stimulus residual
kurang pengetahuan.

2) Nutrisi
a. Pengkajian perilaku
Terpasang NGT, diit cair 6 x 200 cc. bising usus 10 x/menit, perkusi timpani, palpasi
supel. Hasil laboratorium: hemoglobin adalah 12.2 g/dL (11.7 – 15.5 g/dL),
Hematocrit 36% (33%- 45%), albumin 3.40 g/dL (3,40- 4,80 g/dL), gula darah
sewaktu 208 mg/dl (90-120mg/dl) laboratorium tgl 17/2/12 kolesterol total 130
mg/dL (120 – 200 mg/dL), trigliserida 105 mg/dL (50 – 150 mg/dL), HDL 32 mg/dL
(40 – 55 mg/dL), LDL 110 mg/dL (50- 130mg/L). Tinggi badan 158 cm, LILA
27cm, perkiraan BB 52 kg.
BB ideal 52,2 ; BMI klien berdasarkan taksiran BB
52 = 20.8(N 18,5 – 24,9)
(1,58)²
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adalah penurunan kesadaran, stimulus kontekstual adalah perdarahan
intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS, stimulus residual tidak ditemukan..

3) Eliminasi
a. Pengkajian perilaku
Eliminasi urin: Terpasang foley catheter sejak tanggal 17/2/12 (saat klien terjadi
penurunan kesadaran). Produksi urin kuning, kejernihan: jernih produksi 4500 cc/ 24
jam. Eliminasi fekal: belum BAB 3 hari. Klien ingin mengedan karena seperti ada
rasa tekanan dianus tapi tidak dapat keluar, aktivitas klien kurang, klien tampak
jarang miring kanan dan kiri.. Hasil laboratorium ureum: 13 (urine lengkap: leukosit
3+ /LPB, eritrosit 0 – 1 /LPB, berat jenis 1.020 (1.005 – 1.030), pH 7,0 (4,5 – 8,0),
protein (-), urobilinogen 0,2, bilirubin (-), nitrit (+).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
53

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adalah penurunan aktivitas, stimulus kontekstual adalah penurunan
kesadaran, perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS, stimulus
residual belum ditemukan.

4) Aktifitas dan Istirahat


a. Pengkajian perilaku
Klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Pengukuran kekuatan
1111 5555
otot 1111 5555
Aktifitas klien dilakukan di atas tempat tidur,klien jarang bergerak,

aktifitas sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga. Kesadaran somnolen,
GCS (E3 M6V4).. klien tidak mampu menggunakan anggota tubuhnya yang kuat
untuk merawat diri atau memenuhi kebutuhannya. Pengukuran dengan Barthel
indeks= 0 (ketergantungan total)

b. Pengkajian stimulus
Pengkajian stimulus fokal pada aktivitas didapatkan klien mengalami hemiparese
1111 5555
dekstra dengan kekuatan otot stimulus kontekstualnya adalah penurunan
1111 5555

kesadaran, perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS, stimulus


residual kurang pengetahuan.

5) Proteksi
a. Pengkajian perilaku
Kulit bersih, terdapat lecet pada paha atas kanan (luka tekan derajat 1), ruam- ruam
merah pada punggung dan ketiak terasa gatal, edema (-), suhu 39,5°C. Rambut
bersih, tebal dan tidak mudah rontok.keluarga tidak tahu bagaimana merawat kulit.
Tidak terjadi penurunan imun. Klien banyak berkeringat, baju klien belum diganti 1
hari karena persediaan yang dibawa habis. Suami klien mengatakan 3 hari ini belum
pulang karena menunggu klien sehingga belum sempat mengambil baju. Hasil

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
54

penghitungan skala braden skore= 10 yang berarti klien berisiko tinggi. Hasil
pemeriksaan laboratorium lekosit hasilnya 9.8 x 10^3/ul (5,0 – 10,0 10^3/ul).

b. Pengkajian stimulus
Pengkajian stimulus fokal pada proteksi yaitu klien mengalami hemiparese dekstra,
febris suhu 39,5°C, dan keringat berlebihan, hygiene kurang, stimulus
kontekstualnya adalah penurunan kesadaran, perdarahan intraparenkimal, edema
cerebri, penyakit MDS, stimulus residual kurangnya baju bersih..

6) Sensori/Penginderaan
a. Pengkajian perilaku
Nervus I, klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan kopi. Nervus II
fungsi peglihatan klien mengalami perdarahan retina pada mata kanan dan kiri
sehingga klien tidak dapat melihat, hanya dapat membedakan gelap dan terang.
Sedangkan nervus VIII fungsi pendengaran klien tidak mampu mendengar detik
arloji pada telinga kanan dan kiri, tapi masih mampu mendengar jika diajak bicara
dengan jarak dekat dan suara agak keras. Terjadi parese pada nervus VII, sementara
N IX, X, dan XII belum dapat dikaji.

b. Pengkajian stimulus
Stimulus Fokal adanya kebutaan akibat perdarahan retina, dan gangguan
pendengaran, stimulus kontekstualnya adalah penurunan kesadaran stimulus residual
perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS.

7) Cairan dan Elektrolit


a. Pengkajian perilaku
Turgor kulit baik, tidak ada edema, bibir dan mukosa lembab. Klien muntah-
muntah + 300 cc, masukan cairan per NGT=2250 cc/24 jam dan IVFD Nacl 0.9 500
cc/6 jam, suhu 39,5°C. Hasil laboratorium: natrium 140 mEq/L (132-147 mEq/L);
kalium 2.36 mEq/L (3.30 - 5.40 mEq/L); clorida 103 mEq/L (94,0 – 111,0 mEq/L).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
55

kreatinin darah 0,3 mg/dL (0,5 - 1.3 mg/dL); ureum darah 13 mg/dL (10 – 50
mg/dL); hematokrit 36 % (40,0 – 48,0 %), trombosit 135 ribu/UL (150- 140
ribu/UL). gambaran darah tepi kesan trombositopenia

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adanya penurunan kesadaran, muntah- muntah, febris, stimulus
kontekstualnya adalah perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS,
stimulus residual adalah fungsi sensori menurun (kebutaan dan penurunan
pendengaran)

8) Neurologi
a. Pengkajian perilaku
1111 5555
Kesadaran somnolen, GCS: E3V4M6 kekuatan otot1111 5555 ; reflek fisiologi : bisep

+1/+1, trisep +1/+1, patella +1/+1, tendon achiles +1/+1. reflek patologi : Babinski,
Chaddock, Gordon, Oppenheim, Schaefer, (-/-). Fungsi serebelum: test koordinasi
belum dapat dikaji. Fungsi otonom : inkontinensia uri, terpasang kateter
menetap.Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+), muntah (+),
papiledema tidak dilakukan. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk(-), brudzinski
(-), kernig <135//<135, laseg <70/<70 mengeluh nyeri pada ujung persendian kaki
saat digerakkan. Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus I tidak
ada gangguan,N II hanya bisa kelihatan gelap dan terang, N IVdan VI belum dapat
dikaji; Nervus III pupil bulat isokor Ø 4 mm/4 mm, reflek cahaya langsung dan
tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Nervus V (trigeminus), tidak ada
parese pada mandibularis dan maksilaris, tidak ada gangguan sensasi pada ramus
oftalmik, ramus maksilaris dan ramus mandibularis; Nervus VII (fasialis), asimetri,
otot wajah kanan mengalami kelemahan, N VII parese sentral, Nervus VIII
(vestibulo kokhlearis), N VIII pendengaran kanan dan kiri tidak dapat mendengar
detik arloji dan gesekan jari.namun dapat mendengar perkataan yang agak keras;
Nervus IX, X dan XII belum dapat dikaji, Nervus XI (aksesorius) kelemahan pada
sisi tubuh sebelah kanan. Hasil CT Scan tgl 17/02/2012= perdarahan intraparenkimal

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
56

dibasal ganglia sinistra ukuran 1.86x2.2x2cm, ruang oksipital sinistra 2x2.2x2 cm


vol: +4.5 cc dan ruang parietal sinistra (1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52 cm), subdural
hygroma (chronic subdural hematom) di ruang fronto- temporo, parietal dekstra,
edema cerebri, pneumatisasi air cells mastoid bilateral sangat minimal
DD/Mastoiditis. Dibandingkan dengan CT scan sebelumnya 03/02 tidak tampak
perdarahan intraparenkimal, edema serebri relative status quo.

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adalah perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, stimulus
kontekstualnya adalah penyakit MDS, stimulus residual belum diketahui.

9) Endokrin
a. Pengkajian perilaku
Klien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus (DM). Hasil gula darah tgl
17/02/2012 adalah 122 mg/dl, sedangkan saat ini 208 mg/dl

b. Pengkajian stimulus
Tidak ditemukan stimulus fokal, kontekstual,maupun residual

3.2.1.2 Adaptasi Fungsi Peran


a. Pengkajian perilaku
Menurut suami klien, klien adalah ibu rumah tangga sehari- harinya mengerjakan
tugas rumah tangga seperti menyapu halaman, mencuci dan memasak dan merawat
3 orang anaknya yang masih kecil. Klien mendapatkan penghasilan dari suaminya.
Suami klien menanyakan apakah penglihatan klien bisa pulih, suami juga belum
mengetahui apa yang akan dilakukan jika klien sembuh dan pulang kerumah. Suami
klien mengatakan dia tinggal dengan klien dan 3 orang anaknya, serta dirumah ada
pembantu laki-laki. Suami klien bekerja dirumah dengan menjalankan bengkel
motor. Saat ini demi menjaga klien dirumah sakit. usahanya dipercayakan ke orang
lain. Suami klien mengatakan untuk membiayai pengobatan istrinya dia sudah habis-

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
57

habisan, dan barang- barangnya sudah banyak yang dijual. Sedangkan untuk
pengobatan klien keluarga klien melakukan pembayaran langsung tanpa fasilitas
jaminan dari pemerintah. keluarga klien mengeluh penyakit klien sudah lama tidak
sembuh-sembuh, dan menanyakan apa sebenarnya obat yang tepat dan kesembuhan
seperti apa yang bisa diharapkan disini.

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal pengobatan yang kompleks, stimulus kontekstual kehilangan fungsi
penglihatan, hemiparese dekstra pada klien, masalah keuangan,stimulus residual
kurang informasi pada keluarga tentang jaminan kesehatan, kondisi penyakit.

3.2.1.3 Adaptasi Konsep Diri


Sulit dikaji, klien mengalami penurunan kesadaran.
belum ditemukan stimulus fokal, kontekstual,maupun residual

3.2.1.4 Adaptasi interdependensi


a. Pengkajian perilaku
Kesadaran klien somnolen GCS 13 (E3M6V4). Klien mendapatkan dukungan penuh
dari suaminya. Orang tua klien tinggal di Medan sehingga tidak dapat menunggu
klien. Suami klien sangat sabar dan memperhatikan klien, suami klien terlibat secara
aktif dalam proses perawatan klien.
b. Pengkajian stimulus
stimulus fokal, kontekstual,maupun residual

3.2.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan hasil pengkajian mode adaptif terdapat perilaku klien maka dapat
dirumuskan diagnosa, tujuan dan intervensi sebagaimana dalam tabel 3.1 berikut:

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
57

3.1 Tabel Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensi

Mode Diagnosa
Perilaku Stimulus NOC NIC Aktivitas
adaptasi keperawatan
Fisiologis Perilaku adaptif: Stimulus Ketidakefektifan - kognitif (0900) - Manajemen Regulator
tekanan darah: 130/ 80 fokal adalah perfusi jaringan - status neurologi medikasi (2380) 1. Menanyakan pada klien atau
mmHg, , pupil bulat isokor perdarahan serebral (0909) - Monitor neurologi keluarga riwayat medis
Ø 4 mm/4 mm, reflek intraparenki - status neurologi: (2620) sebelumnya dan riwayat
cahaya langsung dan tidak mal, kesadaran (0912) - Posisi : neurologi pembedahan yang
langsung pada mata kanan stimulus - status neurologi: (0844) berhubungan dengan perfusi
dan kiri +/+. Hasil kontekstual control sentral motor - Promosi perfusi serebral
laboratorium tanggal adalah (0911) serebral (2550) 2. Membantu klien mendapatkan
02/03/12 hemoglobin penyakit - perfusi jaringan - Pencegahan jatuh posisi istirahat, mengatur
12,2 g/dL (11.7 – 15.5 MDS, serebral (0406) (6490) posisi kepala 30° dan
peningktan - Stimulasi kognitif mengevaluasi pemberian
mg/dL); eritrosit 4.40 suhu , (4720) posisi, menghindari fleksi
Juta/ul (3.80 – 5,20 Stimulus - Manajemen kepala dengan memberi bantal
Juta/ul)hematokrit 36 % residual lingkungan:keama sampai ke bawah bahu klien,
(40,0 – 48,0 %) tidak nan (6486) 3. Menyediakan cairan resusitasi
ditemukan dengan hati-hati sesuai order,
Perilaku inefektif: secara umum menggunakan
Kesadaran somnolen, GCS cairan NaCl 0,9%
13 (E3M6V4), klien 4. Menghindarkan klien dari
muntah-muntah, dan kepala stress fisiologik karena dapat
pusing. Suhu: 39,5°C, memicu hypoxemia dan
Nadi: 128x/mt, RR: meminimalisasi stress dari
28x/mt, hasil CT Scan lingkungan,
menunjukkan adanya 5. Memberikan oksigen sesuai
perdarahan intraparenkimal order 3 lpm dan memonitor
dibasal ganglia sinistra saturasi oksigen sesuai
uk.1.86x2.2x2cm, kebutuhan,
ruang.oksipital sinistra 6. Mencegah hipovolemik dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
58

2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc hipotensi


dan ruang parietal sinistra 7. Monitor intake, output cairan
(1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52 dan perdarahan,
cm), subdural hygroma 8. Mengkaji status neurologi
(chronic subdural setiap jam atau 4 jam
hematom) di ruang fronto- 9. Mengkaji GCS klien,
temporo, parietal dekstra, 10. Memonitor perubahan status
edema cerebri, mental dan perilaku
pneumatisasi air cells 11. Pertahankan hemodinamik
mastoid bilateral sangat normal atau sesuai parameter
minimal DD/Mastoiditis. medis, monitor MAP
BMP tanggal 15 Januari 12. Memonitor vital sign kurang
2012 kesan hasil: lebih tiga kali sehari atau 1
disentropoesis, jam sekali bila diperlukan,
disgranulopoesis dan 13. Memonitor ukuran pupil dan
distrombopoesis sesuai reflek cahaya,
dengan MDS. Hasil 14. Memonitor hasil laboratorium
laoratorium tanggal darah sesuai order
17/2/12 trombosit 9000 15. Memberikan pengobatan
ribu/UL, APPT= 27 detik sesuai order.
(27,4 – 39,3 detik),
control= 39,2, yang berarti kognator
APPT klien 0.7 kontrol. 1. Memberikan edukasi dan
PT=16.7 (11,3 -14,7), penjelasan kepada klien/
control 13.2, INR = 1,37, keluarga untuk menghindari
fibrinogen= 352 (200 – valsava manuver seperi
400), control fibrinogen mengedan, hindari leher
282, D-Dimer=400 (<300). menekuk dan hindari lutut serta
Hasil laboratorium tanggal paha yang menekuk ekstrim.
02/03/12 trombosit 135 2. Memberikan edukasi dan
ribu/UL (150- 140 penjelasan kepada klien dan
ribu/UL). gambaran darah keluarga untuk tetap
tepi kesan trombositopenia menggunakan terapi oksigen
sesuai perintah.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
59

Fisiologis Perilaku adaptif: Stimulus Risiko aspirasi - Pencegahan aspirasi - Membantu regulator
tekanan darah: 130/ 80 fokal adalah (1918) ventilasi (3390) 1. Posisikan klien untuk
mmHg. Rh-/- Wh -/-, penurunan - Status neurologi - Terapi oksigen ventilasi maksimal
perkusi resonan, nafas kesadaran, (0909) (3320) 2. Berikan terapi fisik dada
reguler dan dalam, pemasangan - Status menelan - Manajemen jalan sesuai kebutuhan
batuk (-), tersedak (-) NGT (1010) nafas (3148) 3. Dorong untuk nafas dalam,
stimulus - Status respirasi: - Pencegahan turning dan batuk efektif
Perilaku inefektif: kontekstual ventilasi (0402) aspirasi (3200) 4. Instruksikan bagaimana batuk
kesadaran somnolen GCS perdarahan - Monitor respirasi efektif
13(E3M6V4), terpasang intraparenki (3350) 5. Auskultasi bunyi nafas, catat
NGT sejak MRS karena m, penyakit area dimana ada penurunan
gangguan menelan akibat MDS, dan absennya ventilasi dan
penurunan kesadaran stimulus adanya suara-suara tambahan
waktu MRS, keluarga tidak residual 6. Berikan udara humidifi atau
tahu bagaimana kurang oksigen, sesuai kebutuhan
mempertahankan posisi pengetahuan 7. Atur asupan cairan untuk
NGT yang benar, klien keluarga mengoptimalkan
muntah- muntah, tekanan keseimbangan cairan
darah: 130/ 80 mmHg. 8. Monitor status respirasi dan
Suhu: 39,5°C, Nadi: oksigenasi
128x/mt, RR: 28x/mt, Kognator
Terpasang oksigen 3 lpm. 1. Jelaskan pada keluarga risiko
yang mungkin terjadi pada
jalan nafas jika klien
mengalami penurunan
kesadaran
2. Jelaskan pada klien dan
keluarganya untuk tidak
memberi makan lewat mulut
selama klien belum sadar
penuh. Atau sampai dijinkan
oeh dokter atau perawat.
3. Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang selang NGT,
posisi NGT yang benar dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
60

cara pemberian makanan


melalui selang serta jumlah
yang dapat ditoleransi klien.
4. Anjurkan keluarga melapor
ke perawat atau dokter jika
terjadi perubahan posisi
selang atau jika klien muntah-
muntah.
Fisiologis Perilaku adaptif : Stimulus Kerusakan - Ambulasi (0200) - Terapi aktivitas Regulator
- Nyeri sendi (-) fokal adalah mobilisasi fisik - Ambulasi dengan (4310) 1. Mengkaji kemampuan
penurunan kursi roda (0201) - Terapi latihan fungsional masing-masing
Perilaku inefektif: kekuatan - Menampilkan ambulasi (0221) anggota gerak
klien jarang bergerak, otot, berpindah (0210) - Promosi latihan 2. Ubah posisi minimal setiap 2
aktifitas sehari-hari dibantu stimulus (0200) jam sekali
penuh oleh perawat dan kontekstual - Memposisikan 3. Lakukan latihan ROM pasif
keluarga , RR 28x/mt adanya (0840) dan aktif pada anggota gerak
terpasang O2 3 lpm, N: 128 perdarahan - Asistensi 4. Ajarkan dan dorong klien
x/mt. Kesadaran somnolen intraparenki perawatan diri untuk melatih anggota
GCS (E3M6V4), keringat m, penyakit berpindah (1806) geraknya yang lumpuh denga
banyak, klien tampak lelah MDS, Latihan aktivitas sehari – hari
jika bergerak, hemiparese stimulus Seperti menyisir rambut,
dekstra, kekuatan otot residual mengambil sesuatu yang
1111 5555 kurang tinggi, mengambil dompet,
1111 5555 pengetahuan memutar lengan dan
mengangkat beban yang kecil
– kecil.
5. Baringkan klien dengan tepat
menggunakan ganjalan bantal
di TT,
6. Berikan perlindungan tumit
dan siku saat tidur
7. Kaji ekstremitas bawah secara
teratur terhadap kemerahan,
nyeri tekan dan suhu
8. Pasang stoking elastik sambil

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
61

melakukan mobilisasi.
9. Kolaborasi dengan tim
rehabilitasi
Kognator
10. Ajarkan keluarga untuk
melakukan ROM pada klien
untuk mencegah kontraktur
pada sendi.
11. Anjurkan keluarga untuk
melatih ROM

Fisiologis Perilaku inefektif: Stimulus Defisit - Perawatan dri ADL - Asistensi Regulator
fokal perawatan diri (0300) perawatan diri 1. Monitor kemampuan klien
Kesadaran somnolen GCS penurunan - Instrument ADL (1800) dalam perawatan diri
(E3M6V4), RR 28x/mt kesadaran, (0306) - Asistensi 2. Monitor kebutuhan alat untuk
terpasang O2 3 lpm, N: 128 kelemahan - Perawatan diri: perawatan diri klien dalam melakukan
tubuh, mandi (0301), mandi/ hygiene perawatan diri personal higiene,
x/mt.Terpasang NGT, klien
Stimulus hygiene (0305), (1801) berpakaian, berhias, toileting
jarang bergerak, aktifitas kontekstual berpakaian (0302). - Asistensi dan makan.
sehari-hari dibantu penuh adanya perawatan diri 3. Sediakan alat pribadi sesuai
oleh perawat dan keluarga , perdarahan berpakaian (1802 keinginan (deodoran, sikat gigi,
Keringat banyak, klien intraparenki sabun mandi)
tampak lelah jika bergerak, m, penyakit 4. Sediakan bantuan sampai
Baju sehari belum diganti, MDS, dengan klien mampu
stimulus melakukan perawatan diri
hemiparese dekstra,
1111 5555
residual 5. Gunakan pengulangan rutinitas
kekuatan otot , kurang kesehatan secara konsisten
1111 5555
skor BI=0 pengetahuan sebagai cara untuk menetapkan
klien
6. Tetapkan rutinitas untuk
aktivitas perawatan diri
7. Pertimbangkan usia klien jika
mempromosikan aktivitas
peratan diri
Kognator

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
62

8. Dorong klien untuk


menunjukkan penampilan
normal dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari- hari
sesuai tingkat kemampuannya.
9. Dorong kemandirian namun
intervensi jika klien tidak
mampu untuk menampilkannya
10. Ajarkan klient dan keluarga
untuk mandiri
Fisiologis Perilaku adaptif Pengkajian Kerusakan - integritas jaringan - Pencegahan luka Regulator
laboratorium lekosit stimulus integritas kulit kulit dan membrane tekan (3540) 1. Monitor kondisi kulit paling
hasilnya 9.8 x 10^3/ul (5,0 fokal klien (1101) - Surveilans kulit tidak sekali sehari
– 10,0 10^3/ul). mengalami - penyembuhan luka : (3590) 2. Identifikasi klien dari risiko
hemiparese intensitas primer dan - Perawatan luka gangguan integritas kulit seperti
Perilaku inefektif: dekstra, , sekunder (1102-1103) tekan (3520) imobilitas, usia, malnutisi,
Kesadaran somnolen GCS dan - konsekuensi - Perawatan kulit; inkontinensia, status imun.
(E3M6V4), suhu : 39,5° C, kelembaban fisiologik imobilitas pengobatan topical 3. lakukan latihan ROM (range of
gatal dan ruam-ruam merah yang (0204) (3584) motion) dan mobilisasi jika
dipunggung dan ketiak, berlebihan, - Termoregulasi (0800) - Identifikasi risiko mungkin
lecet pada paha, keringat hygiene (6610) 4. Rubah posisi tiap 2 jam
banyak, keluarga tidak kurang, - Manajemen nyeri 5. Gunakan bantal air atau
tahu bagaimana merawat stimulus (1400) pengganjal yang lunak di bawah
kulit, klien tampak lelah kontekstual daerah-daerah yang menonjol
jika bergerak, baju sehari adalah 6. Lakukan masase pada daerah
belum diganti, hemiparese penurunan yang menonjol yang baru
dekstra, kekuatan otot kesadaran, mengalami tekanan pada waktu
1111 5555 perdarahan berubah posisi
, Hasil
1111 5555
intraparenki 7. Observasi terhadap eritema dan
penghitungan skala braden
mal, edema kepucatan dan palpasi area
skore= 10.
cerebri, sekitar terhadap kehangatan dan
penyakit pelunakan jaringan tiap
MDS, merubah posisi
stimulus 8. Jaga kebersihan kulit dan
residual seminimal mungkin hindari

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
63

kurangnya trauma, panas terhadap kulit,


baju bersih. pergesekan dan terlalu sering
membersihkan.
9. Lakukan kolaburasi dengan
dokter kulit jika perlu
10. Berikan medikasi kulit sesuai
order
11. Anjurkan memakai sabun
ringan untuk memandikan klien
Kognator
1. edukasi klien dan keluarga
untuk pemberian nutrisi yang
baik, serta mengajarkan pada
klien dan keluarga bagaimana
merubah posisi setiap 2 jam
2. Anjurkan keluarga klien
mengganti baju klien jika
basah kena keringat
3. Anjurkan keluarga
menyiapkan baju ganti klien
beberapa pasang setiap hari
4. Anjurkan keluarga klien
menjaga linen klien tetap
kering dan bersih

Fisiologis Perilaku inefektif Stimulus Konstipasi - Eliminasi bowel - Manajemen bowel Regulator
Klien mengedan berusaha fokal adalah (0501) (0430) 1. Kaji pola kebiasaan BAB,
mengeluarkan BAB, belum penurunan - Hidrasi (0602) - Konstipasi/ termasuk waktu dalam sehari,
BAB 3 hari, Klien jarang aktivitas, manajemen frekuensi,konsistensi tinja,
bergerak miring kanan dan stimulus impaksi (0450) penggunaan pencahar, diet,
kiri, hemiparese dekstra, kontekstual latihan, intake serat dan cairan.
1111 5555 adalah 2. Gunakan bristol stool card
kekuatan otot
1111 5555
penurunan untuk mengidentifikasi
kesadaran, konsistensi tinja
perdarahan 3. Review beberapa pengobatan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
64

intraparenki klien saat ini


mal, edema 4. Kolaburasikan untuk
cerebri, pengobatan konstipasi
penyakit 5. Palpasi adanya distensi
MDS, abdomen, dullnes dan suara
stimulus bising usus
residual 6. Lakukan cek terhadap impaksi
belum tinja
ditemukan. 7. Anjurkan konsumsi cukup
serat, cairan dan makanan
8. Lakukan masase abdomen 1
kali tiap hari
9. Jika terjadi impaksi fecal bantu
dengan stimulasi digital atau
pengeluaran secara manual.
Kognator
1. Anjurkan klien untuk tidak
mengedan
2. Anjurkan klien minum cukup,
sehari minimal 2 liter, makan
sayuran/buah
3. Anjurkan pada klien untuk
tidak mengabaikan dorongan
untuk BAB yang biasa timbul
2 x/hari
4. Jelaskan pada klien bahwa
klien cukup terjamin
privacinya selama melakukan
BAB di rumah sakit
Mode Perilaku adaptif Stimulus Ketidak - Koping keluarga - Peningkatan Kognator
fungsi fokal efektifan (2600) support system 1. Dasari intervensi keluarga pada
peran Suami klien sabar dan pengobatan manajemen - Fungsi keluarga (5440) pengetahuan tentang keluarga,
perhatian pada klien yang terapi keluarga (2602) - Promosi integritas konteks keluarga dan fungsi
kompleks, - Pengetahuan tentang keluarga (7100) keluarga. pada pengetahuan
Perilaku inefektif stimulus regimen terapi (1813) - Proses 2. Gunakan pendekatan keluarga

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
65

Suami menanyakan apa kontekstual - Ketahanan keluarga pemeliharaan ketika membantu individu
sebenarnya obat yang tepat, kehilangan (2608) keluarga (7130) dengan problem kesehatah
apakah penglihatan istrinya fungsi - Partisipasi keluarga - Terapi keluarga dimana diperlukan untuk
bisa pulih. Suami klien penglihatan, (7150) manajemen terapi
menanyakan kesembuhan hemiparese 3. Review dengan anggota
seperti apa yang bisa dekstra pada keluarga mana perilaku yang
diharapkan disini. klien, selaras dan mana yang tidak.
keluarga klien mengatakan masalah 4. Berikan tantangan integrasi
tidak mengetahui keuangan,sti regimen terapi dalam perilaku
bagaimana perawatan klien mulus keluarga.
dirumah, telah 3 kali residual 5. review gejala pada penyakit
pindah rumah sakit untuk kurang yang khusus dan kembangkan
pengobatan. informasi self-efficaccy keluarga yang
keluarga klien mengeluh pada bagus dalam kaitannya dengan
penyakit klien sudah lama keluarga gejala tersebut.
tidak sembuh-sembuh, dan tentang 6. dukung keputusan keluarga
sudah kehabisan biaya jaminan untuk menyesuaikan regimen
kesehatan, terapi sesuai indikasi
kondisi 7. damping keluarga untuk
penyakit negosiasi regimen terapi dengan
pemberi layanan kesehatan
8. Bantu keluarga bergerak ke
pendukung soasial
9. Bantu keluarga memodifikasi
persepsi sesuai indikasi
10. Promosi dan dukung puskesmas
untuk dukungan keluarga
11. Metode latihan dapat digunakan
keluarga untuk meningkatkan
kesehatan klien.
12. Rujuk ke terapi keluarga sesuai
indikasi
13. Identifikasi kekuatan dan
sumber dalam keluarga dan
sistem dukungan mereka dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
66

masyarakat
14. Berikan informasi dengan
sering pada keluarga dan bantu
mereka untuk mengidentifikasi
keterbatasan, perkembangan
dan implikasi untuk dirawat
15. Kolaborasikan dengan keluarga
tentang perencanaan dan
pelaksanaan terapi klien dan
perubahan gaya hidup

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
67

3.2.2 Evaluasi
Pada evaluasi penulis mengkaji respon perilaku klien Ny H setelah dilakukan
intervensi dengan indicator tujuan yang telah disepakati. Selanjutnya evaluasi
catatan perkembangan dapat dilihat pada lampiran 2. Adapun hasil ringkasan
evaluasi adalah sebagai berikut

3.2.2.1 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan


intraparenkim, penyakit MDS Masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan
serebral muncul sejak tanggal 17 Februari 2012, sejak klien di IGD dan berlanjut ke
HCU, namun klien baru menempati ruang perawatan kelas 3 pada tanggal
28/02/2012 (hari perawatan ke 12), dan pengkajian dilakukan 02/03/2012 (hari
perawatan ke-14) jam 09.00. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji respon perilaku
sub sistem kognator dan regulator klien dalam bentuk catatan perkembangan klien
(lampiran 2). Penulisan catatan perkembangan dilakukan setiap hari hingga masalah
teratasi atau hingga klien pulang. Penulisan catatan perkembangan ini dimulai
tanggal 02 Maret 2012. Hasil evaluasi menunjukkan perilaku regulator berupa
adanya perbaikan tingkat kesadaran klien dari somnolen menjadi komposmentis,
setelah intervensi oleh penulis selama 3 hari (pada hari ke-17 perawatan diruangan).
Tekanan darah klien menunjukan kestabilan dari saat awal klien masuk ke IGD
yaitu berkisar antara 130/80 mmHg sampai 110/60 mmHg, nadi sekitar 88-100 kali
per menit, suhu tubuh pada hari ke 15 mulai turun menjadi 37,4°C (namun setiap
hari masih berfluktuasi dalam kisaran 36,6°C- 37,7°C, sampai dengan hari ke 19
perawatan baru stabil 36,2°C, pernapasan 20-28 kali per menit, oksigen mulai hari
perawatan ke 19 dilepas sama sekali; pemeriksaan laboratorium elektrolit normal
yaitu natrium 138 mEq/L, kalium 3,59 mEq/L, clorida 106,0 mEq/L, Hb 12 Hct 35,
trombosit 352, APPT 32,3, PT 13,2, GDP= 81 mg/dl, GD 2jpp = 90 mg/dl. CT Scan
ulang tanggal 13/03/2012 lesi hipodens dibasal ganglia dan perventrikel kiri, suspek
encephalomalasia ec perdarahan intraparenkim lama, dibandingkan dengan CT Scan
lama tgl 03/02/12 tak tampak lagi higroma di fronto-temporo parietal kanan,
perdarahan intraparenkimal sudah diresorpsi, edema serebri tak tampak lagi, tak

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
68

tampak perdarahan baru. Selain itu hasil evaluasi menunjukkan klien dapat
menjalankan perintah sederhana seperti miring kanan-kiri, dan latihan duduk dan
perilaku kognator yang diperlihatkan klien dengan mematuhi kegiatan menghindari
valsava manuever dan terapi oksigen yang diberikan. Klien pulang pada perawatan
hari ke-32. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada hari ke-19 klien
adaptif (terintegrasi) terhadap masalah gangguan perfusi jaringan serebral.

3.2.2.2 Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, pemasangan


NGT sekunder dari perdarahan intraparenkim otak. Masalah keperawatan Risiko
aspirasi muncul sejak tanggal 17 Februari 2012, sama dengan perfusi serebral. Hasil
evaluasi oleh penulis menunjukkan setelah hari ke 3 intervensi atau pada hari ke 17
dilakukan screening disfagia pada klien hasilnya klien tidak mengalami batuk (-),
kesedak (-), klien mampu menelan selanjutnya makanan diberikan peroral dan
sisanya diberikan melalui NGT secara bertahap sampai dengan klien optimal
menghabiskan makanannya sehingga NGT dilepas setelah intervensi hari ke-6 (hari
perawatan ke 21), wajah sedikit tidak simetris, batuk (-), muntah (-), GCS
15(E4M6V5). Dari data-data tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada hari perawatan
ke-20 klien adaptif terintegrasi terhadap masalah risiko aspirasi.

3.2.2.3 Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan kekuatan otot/


hemiparese dekstra sekunder perdarahan intraparenkim Masalah keperawatan
kerusakan mobilitas fisik muncul sejak tanggal 17 Februari 2012, sama dengan
perfusi serebral. Hasil evaluasi yang diperoleh setelah dilakukan intervensi
keperawatan oleh penulis selama selama 17 hari (hari perawatan ke-29)
menunjukkan tujuan umum dari masalah kerusakan mobilitas fisik tercapai, yang
ditunjukkan perilaku kognator klien yaitu klien mau dan mampu melakukan gerakan
yang bisa dikompensasi selama bed rest diatas tempat tidur, ROM pasif dan
mobilisasi dengan bantuan penuh sampai dengan hari ketiga intervensi oleh penulis,
Setelah penulis melakukan intervensi hari ke 3 kemudian mobilisasi aktif miring
kanan dilakukan sendiri oleh klien sedangkan jika miring kiri dibantu penulis

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
69

ataupun keluarga, demikian juga ROM pada ekstremitas kiri dilakukan aktif
sedangkan pada ekstremitas kanan dibantu penulis atau keluarga klien. Klien
melakukan latihan dengan perawat dan/atau keluarga 3 kali sehari. Latihan duduk
dilakukan oleh klien mulai hari ketujuh intervensi penulis (hari perawatan ke-20)
pada awalnya klien hanya tahan ½ jam duduk sehari 3 kali dalam posisi 45˚- 60˚
kemudian mengalami kemajuan 1 jam duduk 4 kali sehari dalam posisi 90˚ ( namun
belum dapat seimbang) pada hari ke 15 intervensi penulis. Sampai dengan intervensi
hari ke 17 oleh penulis, klien sudah mampu duduk uncang-uncang walaupun belum
seimbang dengan dibantu penulis. Pada pengukuran kekuatan otot tidak
2222 5555
menunjukkan perubahan yang berarti 2222 5555
sehingga disimpulkan klien mengalami
adaptasi compromise.

3.2.2.4 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran,


kelembaban, keterbatasan aktivitas, hygiene kurang hasil evaluasi setelah intervensi
oleh penulis selama 12 hari adalah menunjukkan perilaku regulator keutuhan kulit
klien di area lain tidak mengalami kerusakan, sementara area yang lecet pada paha
kanan atas (luka tekan derajat 1) menunjukkan penyembuhan pada hari ke-12,
penulis melakukan kolaburasi dengan dokter neuro pada intervensi hari ke-3 dan
selanjutnya dikonsulkan ke dokter kulit pada intervensi hari ke-5 untuk keluhan
gatal-gatal dan ruam-ruam di punggung dan ketiak (diagnose medic candidiasis
kutis), ruam-ruam mengering pada hari ke 12 intervensi dan menunjukan pemulihan
integritas kulit. Perilaku kognator: klien mau secara aktiv bergerak miring kanan dan
kiri dibantu keluarga, dan menjaga linen tetap kering, hygiene personal (mandi/seka
2 kali sehari dengan ganti pakaian bersih setiap selesai mandi atau jika pakaian klien
basah terkena keringat).

3.2.2.5 Konstipasi berhubungan dengan aktivitas kurang sekunder penurunan


kesadaran, hemiparese dekstra. Setelah dilakukan intervensi selama 3 hari oleh
penulis, hasil evaluasi menunjukkan klien sudah mampu BAB dengan bantuan
laksatif dan pengeluaran manual, jumlah + 200 gram konsistensi keras (type 2 pada

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
70

kartu bristol stool), warna kuning tanpa ada darah. Pada 3 hari berikutnya klien dapat
BAB sendiri hanya dengan stimulasi digital jumlah + 200 gram konsistensi lunak
(type 4 pada kartu bristol stool), warna kuning kecoklatan tanpa ada darah.
Selanjutnya eliminasi bowel stabil, klien mampu BAB sendiri tanpa bantuan
stimulasi setiap hari dengan jumlah + 200 gram konsistensi lunak (type 4-5 pada
kartu bristol stool), warna kuning kecoklatan.klien juga menunjukkan mobilisasi
miring kiri aktif dan adekwat.

3.2.2.6 Defist perawatan diri total berhubungan dengan penurunan kesadaran,


kelemahan tubuh, kehilangan fungsi penglihatan sekunder stroke hemoragik dan
perdarahan retina. Setelah dilakukan intervensi oleh penulis selama 12 hari klien
menunjukkan perilaku regulator melakukan aktivitas perawatan diri yang dapat
dikompensasi secara adekwat selama inaktiv, dengan kemampuan makan sendiri
dengan tangan kiri, mampu meminta/mengambil makanan dan minuman sendiri
(minuman dan makanan ringan diletakkan di dekat klien), mengganti pakaian sendiri
dengan bantuan minimal, menyisir rambut, menggosok giginya sendiri dan menyeka
badannya sendiri pada tempat yang terjangkau oleh tangan kirinya. Pada pengukuran
barthel indeks (BI) terdapat kemajuan pada hari ke-3 perawatan skor BI= 3, pada
hari ke-6 perawatan skor BI=8, pada hari ke-12 skor BI= 11 yang berarti
kemandirian sedang (pada awal perawatan skor BI=0). Sementara kognator klien
mengikuti anjuran penulis untuk menjaga hygiene badan termasuk memakai pakaian
yang bersih, mandi 2 kali sehari, dan gosok gigi setelah makan, serta merapikan
rambutnya, bahkan meminta suaminya untuk membawakan baju bersih lagi.
Sehingga dapat disimpulkan klien adaptasi terhadap kondisi yang dialami

3.2.2.7 Ketidak efektifan manajemen terapi keluarga berhubungan dengan defisit


neurologik klien, pengobatan yang kompleks, ketidaktahuan individu dan keluarga
tentang penyakit, regimen terapi, dan pembiayaan pengobatan klien di rumah sakit.
Setelah dilakukan intervensi selama 7 hari oleh penulis keluarga (suami klien)
menunjukkan penampilan pola peran yang efektif, efektif untuk koping perubahan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
71

peran dan peran integrasi yang efektif. Adapun perilaku kognator yang ditunjukkan
adalah: Suami klien telah mendapatkan konsultasi pribadi dengan dokter mata,
dokter neurologi dan dokter hematologi serta dokter rehabilitasi medic terkait
penyakit klien dengan didampingi penulis. Suami klien mengungkapkan walaupun
mata klien tidak mampu disembuhkan dari kebutaan, dia ingin klien bisa duduk
secara mandiri. Suami klien mengatakan akan menyiapkan pembantu lagi yang
perempuan untuk menemani klien selama dia bekerja. Suami klien mengatakan
selama klien sakit sudah membiasakan anak- anaknya untuk mandiri. Suami klien
menunjukkan ketrampilan merawat klien sesuai yang diajarkan oleh penulis dengan
baik. Suami klien sudah tidak mengeluh dalam merawat istrinya. Suami klien
mengatakan untuk pengobatan rumah sakit sudah mengurus surat keterangan tidak
mampu dirumahnya dan mengajukan permohonan dirumah sakit.

3.3 Pembahasan berdasarkan RAM


3.3.1 Mode adaptasi fisiologi
3.3.1.1 Permasalahan pertama pada mode fisiologis klien ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan interupsi aliran darah. Perumusan diagnose ini telah
disepakati oleh Black dan Hawks (2009), Sementara secara khusus Roy tidak
menyebutkan katagori dalam semua mode adaptasinya. Namun menurut analisis
penulis masuk dalam katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi untuk
oksigenasi karena terkait hipoksia di otak. Pada Ny. H disebabkan oleh stimulus
perdarahan intraparenkim dibeberapa bagian di otak (PIS) yang ditunjukkan data
hasil CT Scan perdarahan intraparenkimal dibasal ganglia sinistra uk.1.86x2.2x2cm,
ruang oksipital sinistra 2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc dan ruang parietal sinistra (1x1x1
cm/ Vol=+ 0.52 cm), subdural hygroma (chronic subdural hematom) di ruang fronto-
temporo, parietal dekstra. Perdarahan pada otak dapat memyebabkan fungsi serebral
terganggu yaitu melalui beberapa mekanisme destruksi dan kompresi jaringan otak
serta kompresi struktur vaskuler (Wahjoepramono, 2005). Adanya dekstrusi dan
kompresi pada jaringan otak dan vaskuler akan menimbulkan penurunan aliran darah
keotak (yang mensuplay nutrisi maupun oksigen di otak) sehingga menurunkan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
72

perfusi jaringan otak. Kejadian stroke hemoragik pada klien Ny. H diawali dengan
penyakit MDS.

Penyakit MDS klien Ny. H ditunjang oleh hasil BMP tanggal 15 Januari 2012 kesan
hasil: disentropoesis, disgranulopoesis dan distrombopoesis sesuai dengan MDS.
Pada Ny H. terjadi perdarahan intraserebral dan organ- organ lain disebabkan oleh
trombocitopenia (trombosit klien menurun pada tanggal 17/2/12 sampai 9000/L).
Mekanisme ini diikuti oleh peningkatan D- Dimer dan Fibrinogen sebagai respon
karena perdarahan (“disampaikan Dr. Martin Batubara, 12/03/12”). Klien selama di
HCU telah mendapat tranfusi TC sebanyak 10 kolf, namun masuk keruang
perawatan kelas III kadar trombosit masih rendah yaitu 135 ribu/L, hal ini karena
trombosit hanya berumur 10- 12 hari, dan pada saat ini klien masih terganggu proses
pematangan sel darahnya.

MDS yaitu sekelompok gejala heterogen akibat gangguan pembelahan hematopoetik


yang saling berkaitan. MDS merupakan penyakit pada darah dan sumsum tulang
belakang. Normalnya sumsum tulang membuat stem sel (sel immature) yang akan
berkembang menjadi sel darah yang mature, selanjutnya sel darah yang matur ini
akan berkembang menjadi stem sel lymphoid dan stem sel myeloid. Stem sel
myeloid akan berkembang menjadi tiga tipe sel darah mature yaitu sel darah merah
(yang bertugas membawa oksigen), sel darah putih (berfungsi melawan infeksi dan
penyakit) dan trombosit (yang berfungsi mencegah perdarahan). Sementara stem sel
lymphoid akan berkembang menjadi sel darah putih. MDS dianggap sebagai kondisi
pra-keganasan pada sekelompok klien yang seringkali berkembang menjadi
leukemia mieloid akut (acute myeloid leukemia, AML) ketika terjadi kelainan
genetik tambahan (Medifocus Guidebook, 2012).

Data lain yang juga menganggu adaptasi klien pada perfusi serebral adalah febris
39,5°C. Peningkatan suhu bisa menimbulkan potensiasi iskemi (Wahjoepramono,
2005). Pada klien dengan stroke fase akut suhu tubuh akan naik pada kurang lebih

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
73

50% (Corbett & Thornhill, 2000). Peningkatan suhu tubuh pada klien stroke pada
fase akut adalah mempunyai penyebab utama kejadian stroke itu sendiri, khususnya
pada serangan stroke yang parah (Boysen & Christensen, 2001) dan infeksi
sebelumnya atau setelah serangan stroke (Grau et al, 1995). Pada klien stroke akut
dilakukan pengukuran suhu tubuh dengan lebih sering, jika terjadi demam maka
harus dicari secara teliti kemungkinan infeksi misalnya pneumonia, infeksi saluran
kemih, plebitis, dan lain-lain.

Adapun intervensi yang penting dapat merubah stimulus adalah menyediakan cairan
resusitasi dengan hati-hati sesuai order, secara umum gunakan cairan isotonic
termasuk normal salin 0,9%, pemberian cairan yang kurang pada klien berhubungan
dengan kejadian kecacatan dan kematian (Cottingham & Bridges, 2006). Hindarkan
klien dari stress fisiologik karena dapat memicu hypoxemia. Minimalisasi stress dari
lingkungan, berikan oksigen sesuai order, dan monitor saturasi oksigen. Ambil
langkah mencegah hipovolemik dan hipotensi. Stress fisiologi sering berhubungan
dengan kondisi kritis penyakit yang disebabkan oleh mekanisme proteksi awal yang
mencurahkan darah pada organ-organ vital untuk perfusi otak dan jantung. Dan
menurunkan perfusi pada gastrointestinal serta organ non vital lainnya (Singh et al,
2008). Kaji status neurologi setiap jam atau 4 jam sekali. Tanda klinis dari serebral
vasospasme termasuk fluktuasi kesadaran, kelemahan motorik dan aphasia
(Sakowitz & Unterberg, 2006). Selanjutnya monitor perubahan status dan perilaku.
Perubahan status mental menunjukkan penurunan perfusi serebral (Goodrich &
bridges, 2006)

3.1.1.2 Diagnosa kedua adalah risiko aspirasi. Perumusan diagnose ini telah
disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan ladwig (2011), Black dan Hawks
(2009), serta termasuk dalam katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi untuk
perilaku oksigenasi (Roy dan Andrews, 1999). Diagnosis aspirasi timbul karena
pentingnya mempertahankan jalan nafas untuk oksigenasi. Black dan Hawks (2009)
menjelaskan bahwa diagnosis ini dapat dipertimbangkan muncul jika ada penyebab

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
74

yang mengikuti aspirasi antara lain: kerusakan menelan, penekanan batuk dan reflek
muntah, serta penurunan kesadaran. Sedangkan Roy menyebutkan diagnose
keperawatan haruslah mengilustrasikan adaptasi dan ringkasan perilaku dari
pengkajian perilaku dan stimulus misalnya oksigenasi yang adekwat pada ujung jari
kaki kiri karena sirkulasi yang bagus pada kaki dengan jantung. Ringkasan penyebab
aspirasi tersebut terdapat pada Ny. H, dari hasil pengkajian perilaku fisiologis dan
stimulus didapatkan: stimulus penurunan kesadaran maka data perilakunya adalah
GCS 13(E3M6V4); selain itu data muntah- muntah memungkinkan aspirasi karena
adanya cairan isi perut yang masuk ke jalan nafas dalam kondisi klien yang
mengalami penurunan kesadaran sehingga kemungkinan reflek muntah tidak
adekwat. Data lain yang juga menganggu adaptasi klien pada oksigenasi adalah
febris 39,5°C yang dikuti peningkatan RR 28 x/mt sebagai mekanisme pertahanan
diri klien. Pada stroke hemoragik, demam dapat merupakan manifestasi gangguan
center thermoregulator di hipotalamus (Wahjoepramono, 2005). Namun pada klien
tidak dijumpai perdarahan pada hipotalamus sebagaimana hasil CT scan (17/2/12)
sehingga dimungkinkan peningkatan suhu adalah karena factor metabolic atau
infeksi yang belum diketahui.

adapun intervensi yang mampu merubah stimulus diagnose ini yang penting adalah
melakukan monitor pernafasan; respirasi rate, kedalaman dan usahanya. Saat itu
penulis mencatat beberapa tanda aspirasi termasuk dispnoe, batuk, sianosis,
wheezing dan demam. Menurut pendapat Ramsay et al (2005), Guy dan Smith
(2009) bahwa tanda aspirasi sebaiknya dideteksi lebih cepat lebih baik guna
mencegah aspirasi lebih lanjut dan untuk pengobatan lebih awal, hal ini bisa
mempertahankan hidup klien. Karena laryngeal pooling dan sisa pada klien dengan
disfagia, silent aspirasi (tidak menimbulkan manifestasi tersedak atau batuk) dapat
terjadi.

Kemudian ketika kesadaran sudah composmentis dan klien sudah menunjukkan


atensi penuh maka dilakukan tindakan cek menelan dan reflek muntah dengan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
75

merasakan tonjolan laring saat klien menelan dan hasilnya klien tidak mengalami
gangguan menelan sehingga diit peroral dapat dimulai. Cek menelan penting
dilakukan karena klien dapat mengalami aspirasi walaupun dengan reflek muntah
utuh (Wieseke & Siktberg, 2008).

3.1.1.3 Diagnosa ketiga pada Ny H adalah kerusakan mobilisasi fisik berhubungan


dengan defisit neurologi. Perumusan diagnose ini telah disepakati oleh NANDA
(2012), Ackley dan Ladwig (2011), Black dan Hawks (2009), serta termasuk dalam
katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi pada perilaku aktivitas dan istirahat
(Roy dan Andrews, 1999). Menurut Black dan Hawks (2009) bahwa sebagian besar
klien mengalami kerusakan mobilitas fisik dengan beberapa tingkatan. Pada fase
awal pemulihan stroke, klien bisa menunjukkan imobilitas penuh, dan membutuhkan
bantuan, pada pemulihan berikutnya mobilitas bisa terhambat oleh satu ekstremitas
saja. Adapun penyebabnya antara lain: (1) kehilangan kekuatan otot, paralisis atau
spastic; (2) keenganan untuk bergerak karena takut cedera atau lama tidak
digunakan. Hal ini sesuai dengan kondisi pada Ny. H yang mengalami deficit
neurologi berupa kehilangan kekuatan otot pada ekstremitas kanan dan kemungkinan
klien takut jatuh karena kebutaan. Stimulus kehilangan kekuatan otot ditunjukkan
1111 5555
dengan perilaku klien tidak mampu ambulasi mandiri, kekuatan otot , klien
1111 5555

mengatakan lengan kanan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan.

Adapun intervensi regulator yang bisa dilakukan pada klien yang immobile adalah
melakukan ROM aktif pada alat gerak yang sehat dan ROM pasif pada alat gerak
yang lemah lebih kurang 2 kali sehari kecuali ada kontraindikasi, ulang tiap gerakan
3 kali. Kondisi inaktif dapat mempercepat pengecilan otot dan merubah periarticular
dan kartilaginosa struktur sendi. Sedangkan terbentuknya kontraktur mulai setelah 8
jam kondisi immobile (Fletcher, 2005). Bantu klien mencapai mobilitas dan mulai
berjalan lebih cepat lebih baik jika tidak ada kontraindikasi. Ambulasi awal dapat
mencegah komplikasi dan lebih meningkatkan tingkat kemandirian (Radawiec et al,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
76

2009). Sementara intervensi Kognator adalah mengajarkan keluarga untuk


melakukan ROM pada klien untuk mencegah kontraktur pada sendi dan
menganjurkan keluarga untuk melatih ROM.

3.1.1.4 Diagnosa keempat adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


penurunan kesadaran, kelembaban, keterbatasan aktivitas, hygiene kurang.
Perumusan diagnose ini telah disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan Ladwig
(2011), serta termasuk dalam katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi
khususnya perilaku proteksi (Roy dan Andrews, 1999). Menurut Black dan Hawks
(2009) kehilangan sensasi sebagai proteksi dan penurunan kemampuan untuk
bergerak merupakan factor resiko untuk gangguan integritas kulit. Pada Ny. H
menderita sakit sejak 2 bulan yang lalu (bulan Januari) dengan keadaan kehilangan
kesadaran dan penurunan kemampuan gerak, selain itu kondisi badannya selalu
basah oleh keringat dan higene kurang sehingga menjadi stimulus terjadinya masalah
tersebut. Adapun stimulus penurunan kesadaran ditunjukkan dengan perilaku GCS
13(E3M6V4), stimulus kondisi lembab ditunjukksn dengan klien banyak berkeringat,
1111 5555
stimulus keterbatan aktivitas ditunjukkan dengan kekuatan otot 1111 5555 , sedangkan

stimulus hygiene kurang ditunjukkan klien belum ganti baju selama 1 hari.
Adapun intervensi regulator yang dapat dilakukan untuk merubah stimulus
diantaranya adalah tidak memposisikan klien menekan area kulit yang rusak,
lakukan perubahan posisi tiap 2 jam. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin
hindari trauma, panas terhadap kulit, pergesekan dan terlalu sering membersihkan.
Intervensi ini didukung oleh evidence base bahwa jangan memposisikan klien yang
secara langsung menekan luka, lanjutkan reposisi individu terlepas dari area support
yang digunakan dan tetapkan frekuensi berdasarkan karakteristik area yang di
support dan respon individu (NPUAP,2009). Selanjutnya untuk mendukung
penyembuhan ruam- ruam yang diduga penyakit kulit, penulis melakukan kolaburasi
dengan dokter untuk pemberian terapi topical kulit.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
77

Sedangkan intervensi kognator yang penulis lakukan adalah edukasi klien dan
keluarga untuk pemberian nutrisi yang baik, serta mengajarkan pada klien dan
keluarga bagaimana merubah posisi setiap 2 jam. Optimalisasi intake nutrisi
termasuk kalori, lemak, protein, vitamin dibutuhkan untuk promosi penyembuhan
luka (NPUAP, 2009)

3.1.1.5 Diagnosa kelima adalah konstipasi berhubungan dengan aktivitas kurang


sekunder penurunan kesadaran, hemiparese dekstra. Perumusan diagnose ini telah
disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan Ladwig (2011),dan termasuk dalam
katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi (Roy dan Andrews, 1999). Ackley
dan Ladwig (2011) mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang
air besar disertai dengan kesulitan atau tidak tuntas dalam mengeluarkan feses dan
atau feses terlalu keras, feses kering. Kejadian konstipasi pada penderita stroke
mencapai 30% sampai 60% (Scivoletto et al, 1997; Robain et al, 2002; Harari et al,
2004). Hasil penelitian Su, et al (2009) menyebutkan dari 154 responden stroke
yang diteliti di departemen neurologi rumah sakit dan stroke center di Guang zhou
China terdapat 55,2% klien mengalami onset baru konstipasi dalam 4 minggu setelah
awal stroke. Tiga kasus terjadi pada hari ketiga post stroke, dan insiden kumulatif
meningkat tajam pada hari ke-4 hingga ke-9 poststroke. Ackley dan Ladwig (2011)
juga menyebutkan konstipasi dapat berhubungan dengan beberapa factor, salah
satunya adalah factor disfungsional yang terdiri dari kelemahan otot abdomen,
kebiasaan mengabaikan keinginan untuk buang air besar, tidak adekwatnya toileting,
kebiasaan buang air besar tidak teratur, kurangnya aktivitas fisik, perubahan
lingkungan. Leung (2007) menyatakan konstipasi dapat disebabkan oleh penyakit
neurologi, komunikasi dan atau masalah mobilitas (contoh:. demensia, post CVA),
multiple sclerosis, parkinson’s disease, spinal cord injury, cauda equina injury,
diabetic neuropathy. Pada klien Ny H didapatkan stimulus aktivitas kurang yang
ditunjukkan dengan perilaku klien tidak mampu miring kanan-kiri secara mandiri
mobilisasi tidak adekwat.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
78

Intervensi regulator untuk merubah stimulus adalah mengkaji pola kebiasaan BAB
termasuk waktu dalam sehari, frekuensi, konsistensi tinja, penggunaan pencahar,
diet, latihan, intake serat dan cairan. Langkah ini penting dilakukan menurut Bleser
et al (2005) bahwa konstipasi dapat terjadi karena beberapa alasan, langkah pertama
adalah melakukan pengkajian pola buang air besar klien. Gunakan kartu bristol stool
untuk mengidentifikasi konsistensi tinja, menurut Bleser et al (2005) kartu bristol
stool sangat obyektif dalam mendeskripsikan konsistensi tinja. Lakukan cek terhadap
impaksi tinja, hal ini didukung oleh pendapat Hinrich et al (2001) bahwa pada
impaksi feses konsistensinya sangat keras dan terlalu besar untuk melewati spinchter
sehingga perlu bantuan manual untuk mengeluarkannya sebelum klien memperoleh
BAB rutin. Lakukan masase abdomen 1 kali sehari. Hal ini sesuai dengan pendapat
Liu et al (2005), masase abdomen dapat mendorong pemuatan rektum, dengan
meningkatkan tekanan intra abdomen. Dalam beberapa kasus neurologis, masase
abdomen dapat memproduksi gelombang rektum yang menstimulasi reflek somato-
autonomic dan sensasi buang air besar.

3.1.1.6 Diagnosa ke-6 adalah defist perawatan diri total berhubungan dengan
kelemahan tubuh, kehilangan fungsi penglihatan sekunder stroke hemoragik dan
perdarahan retina. Perumusan diagnose ini telah disepakati oleh NANDA (2012),
Ackley dan Ladwig (2011), Black dan Hawks (2009), serta termasuk dalam katagori
diagnose untuk mode adaptasi fisiologi (Roy dan Andrews, 1999). Menurut Black
dan Hawks (2009) deficit perawatan diri bisa seputar ketidakmampuan mencapai
kemandirian dengan ekstremitas yang lemah. Diagnose ini berlaku jika pencapaian
hasil bisa diperoleh. Oleh karena itu klien dengan paralisis lengkap dan deficit
kognitif tidak dapat menunjukkan deficit perawatan diri. Pada klien Ny H
didapatkan stimulus kelemahan tubuh yang ditunjukkan dengan perilaku klien tidak
mampu menggunakan anggota tubuhnya yang kuat untuk merawat diri atau
memenuhi kebutuhannya, aktifitas klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas
sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
79

Intervensi yang dilakukan untuk merubah stimulus adalah menyediakan bantuan


sampai dengan klien mampu melakukan perawatan diri. Menurut Black dan Hawks
(2009) pada awal klien terkena stroke dibutuhkan pertimbangan bantuan terhadap
seluruh aktivitas perawatan diri termasuk mandi, makan, dan berhias, Gunakan
pengulangan rutinitas kesehatan secara konsisten sebagai cara untuk menetapkan
klien. Ajarkan klien dan keluarga untuk mandiri. Sementara intervensi kognator
antara lain Dorong kemandirian namun intervensi jika klien tidak mampu untuk
menampilkannya. Dorong klien untuk menunjukkan penampilan normal dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari sesuai tingkat kemampuannya. Menurut
Black dan Hawks (2009) aktivitas ini membantu memelihara kemandirian perawatan
diri, mencegah komplikasi dari immobilitas dan meningkatkan harga diri klien..

3.1.2 Mode adaptasi fungsi peran


Diagnosa keperawatan ke-7 adalah ketidak efektifan manajemen terapi keluarga
berhubungan dengan defisit neurologik klien, pengobatan yang kompleks,
ketidaktahuan individu dan keluarga tentang penyakit, regimen terapi, dan
pembiayaan pengobatan klien di rumah sakit. Perumusan diagnose ini telah
disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan Ladwig (2011), dan termasuk dalam
katagori diagnose untuk mode adaptasi fungsi peran (Roy dan Andrews, 1999).
NANDA merevisi diagnose ini terakhir tahun 1992, definisi diagnose ini adalah
pola proses keluarga dalam meregulasi dan mengintegrasi pengobatan penyakit dan
kecacatan serta dalam menemukan tujuan kesehatan utama yang tidak memuaskan
(NANDA, 2012). Stimulus yang ditunjukkan keluarga atau suami Ny H adalah
defisit neurologik klien, pengobatan yang kompleks, ketidaktahuan individu dan
keluarga tentang penyakit, regimen terapi, dan pembiayaan pengobatan klien di
rumah saki dengan bentuk perilaku keluarga mempertanyakan proses pengobatan
yang kompleks dan lama, bagaimana harapan kesembuhan mata klien, telah 3 kali
pindah rumah sakit untuk pengobatan klien, suami klien menanyakan kesembuhan
seperti apa yang bisa diharapkan disini.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
80

Intervensi kognator yang dilakukan mampu merubah stimulus menjadi adaptif


adalah review dengan anggota keluarga mana perilaku yang selaras dan mana yang
tidak. Untuk mencapai motivasi yang dibutuhkan dalam perubahan kebiasaan sehat,
anggota keluarga haruslah mengerti hubungan antara kebiasaan sehari-hari dengan
tujuan kesehatan terkait (Wright & Leahey (2005). Intervensi berikutnya adalah
review gejala pada penyakit yang khusus dan kembangkan self-efficaccy keluarga
yang bagus dalam kaitannya dengan gejala tersebut. Pengetahuan tentang gejala
dapat mengembangkan anggota keluarga untuk menyesuaikan perilaku dalam
mencegah dan memanajemen gejala ( Lubkin & Larsen, 2006)

3.4 Analisis Penerapan RAM pada 33 kasus neurologi


Penerapan model adaptasi Roy pada 33 kasus dengan masalah neurologis telah
penulis laksanakan di ruang perawatan teratai lantai VI dan IGD RSUP Fatmawati
Jakarta. Ketiga puluh tiga kasus tersebut terdiri dari 11 kasus stroke hemorragik, 9
kasus stroke iskemia, 5 kasus trauma kepala, 5 kasus infeksi, dan 3 kasus tumor .
Penulis melaksanakan asuhan keperawatan dengan pendekatan RAM yaitu mengkaji
perubahan mode adaptif (fisiologis, peran, konsep diri dan interdependensi),
pengkajian stimulus, menetapkan diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi,
melakukan implementasi dan dilanjutkan dengan mengevaluasi klien.

3.4.1 Mode adaptasi fisiologis


3.4.1.1 oksigenasi
Oksigenasi melibatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen, dan proses dasar hidup
dari ventilasi, perubahan gas dan proses dari transport gas. Diagnosa pada area
oksigenasi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig (2011) dan
sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu risiko aspirasi dan risiko
perubahan perfusi jaringan serebral. Menurut Black dan Hawks (2009) hanya ada 2
diagnosa yaitu Risiko aspirasi dan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Namun
Roy (Roy & Andrews, 1999) dalam RAM menetapkan 5 diagnosa untuk oksigenasi

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
81

yaitu risiko aspirasi, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidak efektifan pola
nafas, kerusakan pertukaran gas. Sedangkan diagnosa risiko perubahan perfusi
serebral dan ketidak efektifan perfusi serebral tidak tertera dalam semua mode RAM.

Diagnosa keperawatan secara umum timbul pada 11 orang klien dengan stroke
hemoragik dan 9 orang dengan stroke infark adalah risiko aspirasi, ketidakefektifan
bersihan jalan nafas, ketidak efektifan pola nafas, kerusakan pertukaran gas, risiko
perubahan perfusi serebral dan ketidak efektifan perfusi serebral, namun yang
tersering adalah risiko aspirasi, ketidakefektifan perfusi serebral dan risiko
perubahan perfusi serebral. Sedangkan diagnosa ketidak efektifan bersihan jalan
nafas ketidak efektifan pola nafas, dan kerusakan pertukaran gas lebih sering pada
klien stroke perdarahan yang sudah mengalami herniasi otak, dan stroke infark yang
luas. Adapun stimulus dan perilaku terkait diagnosa tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Diagnosa risiko perubahan perfusi serebral dan ketidakefektifan perfusi serebral.
Perfusi serebral adalah hal yang paling kritis dalam mempertahankan hidup dan
outcome jangka panjang, dan hal ini seharusnya menjadi prioritas nomor 1 dalam
merawat klien stroke akut (Black & Hawks, 2009). Pada 11 orang klien dengan
stroke hemoragik rata- rata memiliki stimulus memiliki stimulus fokal yang hampir
sama yaitu interupsi aliran darah di otak, dengan menunjukkan perilaku yang sesuai
dengan area yang mengalami perdarahan dan luasnya perdarahan, serta volume
perdarahan, stimulus fokal yang berat adalah adanya PTIK akibat herniasi otak
sebagai dampak meluasnya perdarahan. Sedangkan stimulus kontekstual terdiri dari
penyakit penyerta lain yang mempunyai faktor risiko pada stroke hemoragik seperti
Hipertensi, DM ataupun gangguan darah. Stimulus residual biasanya disebabkan
oleh resiko timbulnya masalah dalam hal ini penulis lebih memahami penyebab
stimulus kontekstual seperti gaya hidup yg tidak sehat seperti perokok, kebiasaan
makanan berlemak dan konsumsi narkoba.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
82

Sedangkan pada 9 orang klien dengan stroke infark stimulus fokal yang hampir sama
yaitu interupsi aliran darah di otak, dengan menunjukkan perilaku yang sesuai
dengan area yang mengalami infark dan luasnya infark, stimulus fokal yang berat
adalah adanya PTIK akibat herniasi otak sebagai dampak edem otak yang luas.
Sedangkan stimulus kontekstual terdiri dari penyakit penyerta lain yang mempunyai
faktor risiko pada stroke infark seperti hipertensi, DM, atrial fibrilasi, obesitas,
hiperkolesterolimia. Stimulus residual perokok, kebiasaan makanan berlemak dan
konsumsi narkoba.

Pada 5 orang klien dengan trauma kepala stimulus fokal adalah PTIK akibat EDH
atau SDH, herniasi otak sebagai dampak penekanan volume darah pada otak.
Sedangkan stimulus kontekstual terdiri dari penyakit penyerta lain yang mempunyai
faktor risiko pada trauma kepala seperti hipertensi, DM, riwayat stroke. Stimulus
residual kebiasaan minum alkohol dan konsumsi narkoba.

Pada 5 kasus infeksi otak hampir seluruhnya mengalami masalah risiko perubahan
perfusi serebral dengan stimulus fokal berkaitan PTIK akibat peningkatan cairan
serebrospinal yang menekan struktur otak sehingga menyebabkan aliran darah diotak
terganggu stimulus kontekstual terdiri dari penyakit penyerta lain yang mempunyai
faktor risiko pada infeksi otak seperti riwayat tuberculose paru (pada 3 kasus), HIV
(pada 1 kasus), riwayat cedera (pada 1 kasus). Stimulus residual perokok, kebiasaan
minum alkohol, dan konsumsi narkoba suntik dan oral.

2. Risiko aspirasi terjadi pada 7 orang stroke hemoragik (dari total 11 orang), 6
orang klien stroke infark (dari total 9 orang), 3 orang klien dengan infeksi otak (dari
5 klien infeksi otak/ meningo ensefalitis), 4 orang klien dengan trauma kepala (dari 5
orang klien cedera kepala) dan 4 orang dengan SOL. stimulus fokalnya lebih sering
kerusakan menelan, penurunan kesadaran dan reflek muntah tidak utuh. Hal ini
sesuai dengan pendapat Black dan Hawks (2009) menjelaskan bahwa diagnosis ini
dapat dipertimbangkan muncul jika ada penyebab yang mengikuti aspirasi antara

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
83

lain: kerusakan menelan, penekanan batuk dan reflek muntah, serta penurunan
kesadaran. Adapun perilaku yang bisa ditunjukkan adalah pengukuran GCS turun,
parese pada N V,VII,IX,X,XII.

3.4.1.2 Nutrisi
Meliputi serangkaian proses yang terintegrasi dimana berhubungan dengan
pencernaan (ingesti dan asimilasi makanan) dan metabolisme (ketentuan dari energi,
pertumbuhan jaringan, dan regulasi proses metabolik) (Roy & Andrews, 1999;
Servonsky, 1984a). Diagnosa pada area nutrisi penderita stroke yang dirumuskan
oleh Ackley dan Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 1
diagnosa yaitu kerusakan menelan. Sedangkan menurut Black dan Hawks (2009) dan
sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 1 diagnosa yaitu perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan. Sementara dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) sesuai dengan
NANDA (2012) ada 3 diagnosa yaitu kerusakan menelan, perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan dan perawatan diri makan.yang paling umum adalah kerusakan
menelan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan sementara untuk perawatan diri
makan biasanya kompleks dengan perawatan diri mandi/ higiene, berpakaian dan
berhias.
Pada aplikasi di ruangan ke-2 diagnosa tersebut terjadi kasus stroke, infeksi otak,
SOL dan cedera kepala dengan penjelasan sebagai berikut: .
1. Diagnosa kerusakan menelan dari 11 orang klien dengan stroke hemoragik
terdapat 3 orang, pada 9 orang dengan stroke infark terdapat 4 orang, pada
penderita SOL, cedera kepala dan Infeksi otak tidak dijumpai.
2. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. Pada 11 orang klien dengan
stroke hemoragik terdapat 2 orang, pada 9 orang dengan stroke infark terdapat 3
orang, pada 3 orang penderita SOL seluruhnya mengalami masalah nutrisi, pada
klien cedera kepala tidak dijumpai, dan Pada 5 orang klien infeksi otak terdapat
3 orang.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
84

3.4.1.3 Eliminasi
Diagnosa pada area eliminasi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan
Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 3 diagnosa yaitu
konstipasi, incontinensia urine reflek dan inkontinensia urine fungsional. Sedangkan
menurut Roy dan Andrews (1999) sesuai dengan NANDA (2012) ada 6 diagnosa
yaitu diagnosa tersebut ditambah inkontinensia fokal, retensi urine, dan defisit
perawatan diri toileting. Diagnosa yang umum terjadi pada 33 klien gangguan
neurologi adalah konstipasi, inkontinensia fecal, dan inkontinensia urine fungsional,
sementara incontinensia urine reflek ditemukan hanya pada 1 kasus dengan
kecurigaan keganasan pada medula spinalis. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1. Diagnosa konstipasi terjadi pada klien dengan stroke hemoragik sejumlah 3
orang, pada klien stroke infark sejumlah 4 orang, pada klien SOL, penderita infeksi
serta cedera kepala tidak didapatkan. Pada penderita stroke dapat terjadi konstipasi
hingga mencapai 30% sampai 60% (Scivoletto et al, 1997; Robain et al, 2002;
Harari et al, 2004). Sementara Su, et al (2009) melakukan penelitian di departemen
neurologi rumah sakit dan stroke center di Guang zhou China mendapatkan hasil
dari 154 responden stroke terdapat 55,2% klien mengalami onset baru konstipasi
dalam 4 minggu setelah awal stroke. Pada hari ketiga poststroke terdapat 3 kasus,
dan insiden kumulatif meningkat tajam pada hari ke-4 hingga ke-9 poststroke.

2. Diagnosa inkontinensia fecal terjadi pada klien dengan stroke hemoragik


sejumlah 1 orang, pada klien stroke infark sejumlah 1 orang, pada klien cedera
kepala sejumlah 1 orang, pada klien SOL dan pada penderita infeksi serta tidak
didapatkan. Menurut Ayers T, Wells M (2007) penderita stroke dapat mengalami
inkontinensia fekal yaitu 56% pada masa akut individu setelah stroke, 11% pada 3
bulan pertama dan < 22% pada 12 bulan pertama

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
85

3.4.1.4 Aktivitas/ istirahat


Diagnosa pada area aktivitas dan istirahat penderita stroke yang dirumuskan oleh
Ackley dan Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) ada 5 diagnosa yaitu
kerusakan mobilitas fisik, kerusakan berpindah, kerusakan berjalan, defisit
perawatan diri mandi/ higiene dan berpakaian dan risiko disuse simdrome.
Sedangkan menurut Black dan Hawks (2009) dan sesuai dengan NANDA (2012)
hanya ada 1 diagnosa yaitu kerusakan mobilitas fisik. Sementara dirumuskan oleh
Roy dan Andrews (1999) sesuai dengan NANDA (2012) ada 4 yaitu kerusakan
mobilitas fisik, defisit perawatan diri mandi/ higiene, berpakaian dan risiko disuse
simdrome, serta gangguan pola tidur.

Diagnosa yang umum terjadi pada pada klien dengan gangguan persarafan adalah
adalah kerusakan mobilitas fisik yang dapat didefinisikan sebagai keterbatasan pada
kemandirian dan untuk secara sengaja menggerakkan ekstremitas satu atau lebih
(Ackley & Ladwig, 2011). Dari total 9 orang klien dengan stroke hemoragik yang
mendapat diagnosa ini 7 orang, dimana 1 orang mengalami disuse sindroma (klien
mengalami vegetatif state) dan 2 orang meninggal. Pada stroke infark terdapat 8
orang dan pada SOL terjadi pada seluruh klien. Pada klien cedera kepala hanya 1
orang yang mengalaminya, dan pada klien dengan infeksi hanya ada 1 yang
mengalaminya.

3.4.1.5 Proteksi
Diagnosa pada proteksi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig
(2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 1 diagnosa yaitu kerusakan
integritas kulit. Sedangkan menurut Black dan Hawks (2009) dan sesuai dengan
NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu risiko kerusakan integritas kulit dan
hipertemia. Sementara dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) yang sesuai
dengan NANDA (2012) adalah 3 diagnosa tersebut. Pada klien dengan gangguan
persarafan ketiga diagnosa tersebut muncul. Diagnosa yang paling sering adalah
risiko kerusakan integritas kulit. Diagnosa ini terjadi pada 7 orang klien dengan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
86

stroke hemoragik, 5 orang pada klien stroke infark, 2 orang pada klien SOL, dan 1
orang dengan infeksi otak, namun tidak terjadi pada klien cedera kepala

3.4.1.6 Sensori/pengindraan
Diagnosa pada proteksi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig
(2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu perubahan
persepsi sensori dan kerusakan komunikasi verbal. Menurut Black dan Hawks,
(2009) ada 2 diagnosa komunikasi verbal dan risiko injuri. Sedangkan dirumuskan
oleh Roy dan Andrews (1999) dan sesuai dengan NANDA (2012) ada 3 diagnosa
yaitu perubahan persepsi sensori dan kerusakan komunikasi verbal dan nyeri. Pada
klien dengan stroke diagnose yang paling sering terjadi adalah kerusakan
komunikasi karena mengalami afasia. Diagnosa kerusakan komunikasi verbal terjadi
pada 4 orang dengan stroke hemoragik, 2 orang stroke infark, 1 orang pada SOL, dan
tidak terjadi pada klien dengan cedera kepala dan infeksi.
Sementara diagnose Nyeri terjadi pada seluruh klien dengan infeksi otak dan cedera
kepala. Risiko injuri terjadi pada seluruh klien dengan cedera kepala.

3.4.1.7 Cairan dan elektrolit


Diagnosa pada cairan dan elektrolit pada klien stroke yang dirumuskan oleh Roy dan
Andrews (1999) adalah 2 diagnosa sesuai dengan NANDA (2012) adalah defisit
volume cairan dan risiko defisit volume cairan. Diagnosa defisit volume cairan
hanya dijumpai pada 1 kasus stroke infark karena sudah lama sakit dirumah dan
sehari tidak mendapat intake cairan dan makanan yang adekwat.

3.4.1.8 Fungsi neurologi


Diagnosa pada fungsi neurologi adalah kerusakan memori (Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012) dan konfusi akut (Roy & Andrews, 1999; Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012). Diagnosa yang umum adalah konfusi akut penulis temui pada 4
orang klien dengan cedera kepala, dari total 5 orang. Diagnose ini timbul karena
stimulus penggunaan alcohol, delirium dan penyalah gunaan obat.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
87

3.4.1.9 Fungsi endokrin


Diagnosa pada fungsi endokrin risiko tidak stabil kadar glukosa darah (NANDA,
2012). Diagnose ini tidak terjadi pada klien yang dirawat oleh penulis.

3.4.2 Mode adaptasi konsep diri


Diagnosa mode ini pada klien stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig
(2011) dan sesuai dengan NANDA (2012), Roy dan Andrews (1999) adalah
Gangguan gambaran diri, berduka antisipatori (disfungsional) serta cemas.
Sedangkan yang dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) serta disepakati
NANDA (2012) adalah gangguan harga diri dan distress spiritual. Pada mode ini
masalah umumnya adalah berduka, antisipatori pada 1 orang klien dengan SOL.
Diagnose lainnya adalah Cemas yang terjadi pada 2 orang klien stroke hemoragik,
dan 2 orang klien stroke hemoragik.sementara pada klien dengan infeksi otak
seluruhnya mengalami cemas distimulus oleh akan dilakukan tindakan lumbal
pungsi. Sementara diagnose lainnya tidak dijumpai oleh penulis.

3.4.3 Mode adaptasi fungsi peran


Diagnosa mode fungsi peran pada klien stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan
Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu
ketegangan peran pengasuh dan ketidak efektifan managemen kesehatan individu.
Sementara dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) ada 4 diagnosa sesuai dengan
NANDA (2012) adalah 2 diagnosa tersebut dan perubahan penampilan peran serta
ketidak efektifan managemen keluarga. Pada mode ini hanya ada 2 diagnosa yang
penulis temukan yaitu ketidakefektifan managemen kesehatan individu dan ketidak
efektifan managemen keluarga. Pada diagnosa ketidakefektifan managemen
kesehatan individu terjadi pada 1 orang klien dengan stroke hemoragik dan 1 orang
pada klien infeksi otak. Diagnosa ketidakefektifan managemen keluarga terjadi pada
1 orang klien dengan SOL dan 1 orang pada klien CKS.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
88

3.4.3 Mode adaptasi interdependen


Diagnosa pada mode ini yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig (2011) dan
sesuai dengan NANDA (2012), Roy dan Andrews (1999) adalah kerusakan interaksi
social, koping individu tidak efektif, perubahan proses dalam keluarga dan
kerusakan pemeliharaan rumah (Roy & Andrews, 1999; Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012). Pada mode ini penulis tidak menemukan diagnose terkait.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa dari 45 diagnosa yang
dapat terjadi pada klien dengan gangguan neurologis terutama pada kasus stroke
hemoragik menurut mode diatas, yang penulis temui terjadi pada klien yang dirawat
penulis hanya 25 diagnosa, yaitu risiko aspirasi, kerusakan pertukaran gas, risiko
perubahan perfusi jaringan serebral, perfusi jaringan serebral tidak efektif,
inkontinensia fecal, konstipasi, inkontinensia urine disfungsional, inkontinensia
urine reflek, deficit perawatan diri toileting, deficit perawatan diri total, kerusakan
mobilitas fisik, risiko disuse syndrome, kerusakan integritas kulit, kerusakan
komunikasi verbal, Nyeri, risiko injury, deficit volume cairan, konfusi akut, berduka,
cemas, ketidak efektifan manajemen kesehatan individu dan ketidak efektifan
manajemen keluarga.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
BAB 4
PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA GANGGUAN
SISTEM PERSARAFAN

Bab ini akan menggambarkan penerapan evidence based nursing pada gangguan persarafan
khususnya pasien stroke. Evidence based nursing yang akan diterapkan pada pasien stroke
adalah masase abdomen dalam mengatasi konstipasi. Stroke bisa memberikan berbagai
dampak ketidak mampuan tubuh menjalankan beberapa fungsinya karena gangguan pada
pusat kendali di otak. Salah satunya adalah penderita stroke mengalami konstipasi.
Konstipasi adalah gangguan motilitas pada saluran pencernaan dengan karakteristik
kesulitan atau penurunan frekuensi buang air besar ( kurang dari tiga kali setiap minggu).
(Liu et al, 2005; Southwell et al, 2009). Konstipasi bisa disebabkan oleh perubahan diet,
pengobatan, perubahan rutinitas, operasi abdomen atau stress emosional akut. Konstipasi
yang berlangsung lama secara umum terjadi karena penyakit, spastisitas otot, obstruksi
fisik, kontraksi lambat atau factor lain yang yang menyebabkan feses yang melalui kolon
bergerak lebih lambat dari normal sampai saat tiba pada akhir usus besar menjadi
kehilangan banyak air sehingga menjadi keras, kering dan sulit untuk dikeluarkan (Leung,
2007).

Kejadian konstipasi pada penderita stroke mencapai 30% sampai 60% (Scivoletto et al,
1997; Robain et al, 2002; Harari et al, 2004). Hasil penelitian Su et al (2009) menyebutkan
dari 154 responden stroke yang diteliti di departemen neurologi rumah sakit dan stroke
center di Guang zhou China terdapat 55,2% pasien mengalami onset baru konstipasi dalam
4 minggu setelah awal stroke. Tiga kasus terjadi pada hari ketiga poststroke, dan insiden
kumulatif meningkat tajam pada hari ke-4 hingga ke-9 poststroke.

Konstipasi pada pasien stroke terkait dengan gangguan pada system saraf pusat. Pada
stroke dapat terjadi kelemahan pada otot abdomen dan pelvic serta hipomotilitas yang
tergantung pada lokasi lesi. Rektum bilateral diinervasi pada kortex motor dengan
representasi asimetrik dan dominasi unilateral. Tidak pasti apakah asimetris ini
menyumbang kesulitan defekasi setelah cedera kepala, atau apabila terdapat injuri nervus
pudendal unilateral menyebabkan gangguan pada otot dasar pelvis (Thompson, 2006). Lesi
mempengaruhi pusat defekasi pontine menganggu urutan komponen buang air besar

89 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


90

simpatis dan parasimpatis dan merusak koordinasi gerakan peristaltic dan relaksasi dari
otot dasar pelvic dan spinkter eksterna.

Pada pasien stroke ischemic disfungsi kolorektal bisa disebabkan kombinasi lesi saraf pusat
atau perifer, immobilitas, atau perubahan kebiasaan diet. Konstipasi pada pasien stroke
merupakan gangguan modulasi saraf pada motilitas kolon. Waktu transit kolon memanjang
terutama pada kolon sebelah kanan. Mekanisme dari pseudo obstruksi intestinal merusak
neuron enteric, otot halus atau keduanya. Dapat disimpulkan pada stroke iskemik terjadi
gangguan control neural pada motilitas GI melalui interupsi atau perubahan arus informasi
diantara kortek dan system GI (Schaller et al, 2004).

Selain terkait lokasi lesi, konstipasi pada penderita stroke dapat disebabkan oleh pemakaian
obat. Ada beberapa factor yang menjadi resiko konstipasi pada pasien stroke yaitu usia tua,
menggunakan beberapa obat-obatan, dehidrasi, dan inaktivitas fisik (Winge et al, 2003).
Obat yang berkontribusi timbulnya konstipasi pada pasien stroke antara lain diuretik, zat
besi, antihypertensi, antipsikotik, antikolinergik, antikonvulsi, opioids and ganglionic
blockers (Winge et al, 2003). Tricyclic antidepressant dapat menginduksi konstipasi dengan
memblokade reuptake norepinephrine atau serotonin. Antidepresan lain termasuk
amitriptyline, serta selective serotonin reuptake inhibitors, mempengaruhi sensitivitas
visceral dan motilitas (Quander et al, 2005). Sembilan puluh lima persen pasien yang
mendapatkan opioid mengalami konstipasi. Verapamil, merupakan calcium channel
blocker, menyebabkan konstipasi dengan memperlambat waktu transit gastro intestinal (GI).
Antasida yang mengandung aluminum menyebabkan konstipasi karena agen konstriksi.
Diuretik menyebabkan konstipasi karena kehilangan cairan yang menyebabkan konstipasi.

Pada penelitian yang lain konstipasi pada penderita stroke berhubungan dengan barthel
indek. Barthel indek merupakan alat standar yang digunakan untuk mengukur status
fungsional pada aktivitas kehidupan sehari- hari. Individu mendapatkan skor dari
penampilan yang ditampakkan pada beberapa area mulai dari skor 0 (tergantung) sampai
100 (mandiri). Studi prospektif yang dilakukan oleh Robain et al (2002) melaporkan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


91

konstipasi pada pasien stroke di pusat rehabilitasi sangat kuat berhubungan dengan barthel
index, dimana semakin turun angka konstipasi sejalan dengan semakin tinggi angka barthel
indek.

Dampak konstipasi dapat secara fisik maupun psikologis menimpa pasien dan keluarganya.
konstipasi memberikan dampak negative pada kualitas hidup dan dan akan membatasi
aktivitas social pasien (Wiesel et al, 2001).

Penanganan konstipasi di upayakan dengan beberapa cara, penanganan secara umum


menggunakan laksativ, namun penggunaan laksativ jangka panjang dapat menimbulkan
efek samping yang berbahaya yaitu konstipasi dan impaksi feses. Sementara intervensi
keperwatan dilakukan dengan meningkatkan intake serat, cairan yang cukup, meningkatkan
asupan diet sesuai kebutuhan, serta mobilisasi Metode lain untuk mengatasi konstipasi
yang sampai saat ini belum pernah dilakukan di ruang neurologi lantai 6 rumah sakit
fatmawati adalah masase abdomen. Pada beberapa penelitian metode ini dapat diterima
karena beberapa alasan yaitu tidak membutuhkan perawatan lama, dan kemungkinan
merupakan terapi yang diinginkan karena tidak mahal, non invasive, bebas dari efek
samping yang membahayakan, dapat dilakukan oleh pasien sendiri (Sinclair, 2010).

Artikel yang ditulis oleh Sinclair (2010) berdasarkan sains review sejak tahun 1999
hingga saat ditampilkan menunjukkan bahwa masase abdomen dapat menstimulasi
peristaltic, menurunkan waktu transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air besar, dan
menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri pada pasien konstipasi. Dari hasil laporan
individual menunjukkan bahwa masase abdomen efektif untuk pasien konstipasi dengan
berbagai diagnosis fisiologik abnormal serta konstipasi fungsional jangka panjang.
Sementara menurut Liu et al (2005), masase abdomen dalam beberapa kasus neurologis
dapat memproduksi gelombang rektum yang menstimulasi reflek somato-autonomic dan
sensasi buang air besar.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


92

Sistem saraf otonom mempersarafi usus besar kecuali sfingkter eksterna yang berada dalam
pengendalian voluntary. Serabut parasimpatis berjalan melewati saraf vagus kebagian
tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral menyuplai
bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus.
Sinaps serabut ini ada dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, lalu serabut pascaganglionik
menuju kolon (Price & Wilson,2006).

Kontrol neurologis (refleks). saluran pencernaan adalah unik daripada sistem organ lain,
karena fungsi usus dipengaruhi dan diubah oleh lingkungan luar. Sebagian besar fungsinya
tidak di bawah kontrol langsung dari otak namun fungsi saluran pencernaan dengan
komponen saraf intrinsik dan ekstrinsik. Saraf intrinsik mengontrol aktivitas usus yang
paling dasar, sementara saraf ekstrinsik memodulasi aktivitas visceral melalui fungsi
simpatis dan parasimpatis (Winge et al, 2003). Reflek GI (gastro intestinal) dimediasi oleh
ekstrinsik jalur saraf vagus atau splanchic. Sumbu otak-usus mengubah fungsi di area tidak
berada di bawah peraturan sukarela. Stres yang disebabkan oleh kekuatan eksternal dapat
mengubah motilitas GI serta fungsi kekebalan usus (Thompson, 2006).

Sistem saraf enterik dan hubungannya dengan sistem simpatis dan parasimpatis mendukung
tiga jenis refleks pencernaan penting untuk kontrol bowel dan buang air besar. Kelompok
pertama refleks terjadi dalam sistem saraf enterik dan kontrol GI. Sekresi, gerak peristaltik,
dan pencampuran kontraksi kelompok kedua refleks perjalanan dari usus ke ganglia
simpatik prevertebral dan kembali ke saluran pencernaan. Refleks gastrocolic mengirimkan
sinyal dari perut menyebabkan evakuasi dari usus besar. Refleks enterogastric dari usus
besar dan usus kecil menghambat motilitas lambung dan sekresi. Reflek colonoileal
mencegah pengosongan isi ileum ke dalam kolon. Kelompok ketiga refleks berjalan dari
usus ke batang otak dan kemudian kembali ke saluran pencernaan. Ini termasuk reflek pada
lambung dan duodenum yang mengontrol motorik lambung dan aktivitas sekretori. Reflek
defekasi menghasilkan kontraksi usus, dubur dan perut yang diperlukan untuk buang air
besar. Kontrol saraf intrinsik diubah oleh sinyal dari otak ke sistem saraf otonom yang
innervates saluran pencernaan (Guyton & Hall, 1997).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


93

Kontrol motor otomatis system saraf enterik saluran pencernaan mengatur fungsi sekresi,
dan memungkinkan usus untuk terus berfungsi secara terpisah dari suplai saraf ekstrinsik
nya. Aktivitas usus bergantung pada tindakan terkoordinasi dari berbagai bagian dari sistem
saraf, termasuk pleksus intramural pada dinding usus, sistem saraf otonom, dan sistem saraf
sukarela. Otak manusia dapat menghambat pusat tulang belakang sacral untuk menurunkan
aktivitas peristaltik dengan sukarela meningkatkan nada sfingter anal dan relaksasi usus
besar, menyebabkan dorongan untuk buang air besar menghilang (Folden, 2003)

Peregangan rektum oleh feses akan mencetuskan kontraksi reflex otot-otot rectum dan
keinginan buang air besar. Pada manusia, persarafan simpatis ke sfingkter ani internus
bersifat eksitatorik, sedangkan persarafan parasimpatis bersifat inhibitorik. Sfingkter
melemas sewaktu rectum teregang. Persarafan ke sfingkter ani eksternus datang dari nervus
pudendus. Sfingkter dipertahankan dalam keadaan kontraksi tonik, dan peregangan sedang
rectum meningkatkan kekuatan kontraksinya. Keinginan berdefekasi pertama kali muncul
saat tekanan rectum meningkat sampai sekitar 18 mmHg, apabila tekanan sudah mencapai
55 mmHg maka sfingkter internus dan eksternus melemas dan isi rectum terdorong keluar
(Winge et al, 2003).

4.1 Hasil journal reading


Penerapan masase abdomen pada pasien stroke berdasarkan jurnal “The effects of
abdominal meridian massage on constipation among CVA patients” yang dilakukan oleh
Jeon & Jung (2005). Adapun tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi efek masase
abdomen untuk meringankan kondisi konstipasi pada pasien stroke. Jurnal pendukung
lainnya adalah “Effects of abdominal massage in management of constipation- A
randomized controlled trial” yang dilakukan oleh Lamas et al tahun 2009. Adapun tujuan
dari penelitian tersebut diatas adalah untuk mengidentifikasi efek dari masase abdomen
pada fungsi gastrointestinal dan intake laksative pada pasien dengan konstipasi.

Penelusuran literatur melalui google dengan kata kunci abdominal massage kemudian
melalui pubmed http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15778565. Selanjutnya dapat
mengunduh jurnal The effects of abdominal meridian massage on constipation among CVA

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


94

patients” yang dilakukan oleh Jeon & Jung (2005), namun masih dalam bahasa asli korea.
Sedangkan melalui federated search http://ui.deepwebaccess.com/ui/ data bases; Science
direct. Kata kunci yang digunakan yaitu: abdominal massage and stroke. Salah satu hasil
penelusuran yang ditemukan adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh Lamas et al tahun
2009 tentang “Effects of abdominal massage in management of constipation- A randomized
controlled trial”. Selanjutnya hasil penelitian tersebut akan diterapkan pada pasien Stroke
yang menjalani perawatan di rumah sakit.

Abdominal massage dengan swedia massage merupakan salah satu tehnik massage
abdomen yang efektif untuk meringankan konstipasi. Keefektifan masase Swedia didukung
oleh beberapa penelitian RCT antara lain Lamas et al (2009), Emly (2001, 2006), Preece
(2002). Teknik yang digunakan dalam studi yang berbeda bervariasi sampai batas tertentu:
misalnya, Lamas et al (2009) menggunakan terutama tekanan ringan, Effleurage dari
abdomen untuk total 7 menit, sementara Emly (2001, 2006) menggunakan tekanan moderat
Effleurage, menguleni dan getaran, dengan total 15 sampai 20 menit, sementara Preece
(2002) menggunakan masase pendorong, dengan total 10 menit. Sementara itu efektifitas
dan efek masase abdomen dapat dijelaskan berdasarkan artikel yang ditulis Sinclair (2010),
beliau telah melakukan sains review sejak tahun 1999 hingga saat ditampilkan menunjukkan
bahwa masase swedia adalah efektif. Menurut beliau masase abdomen dapat menstimulasi
peristaltic, menurunkan waktu transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air besar, dan
menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri pada pasien konstipasi. Dari hasil laporan
individual menunjukkan bahwa masase abdomen efektif untuk pasien konstipasi dengan
berbagai diagnosis fisiologik abnormal serta konstipasi fungsional jangka panjang.

Penelitian masase abdomen pada penderita stroke dilakukan oleh Jeon & Jung (2005) studi
ini mempelajari efek meridian masase abdomen terhadap konstipasi pada penderita stroke.
Penelitian ini menggunakan 31 penderita stroke yang terbagi 16 orang pada grup intervensi
dan 15 orang grup control. Dimana pada grup intervensi mendapatkan meridian masase
abdomen dan grup control tidak. Dari 31 partisipan tersebut tercapai homogenitasnya
berdasarkan gender, onset CVD, area paralisis, penyakit (CVD SI dan CVD SH), tingkat

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


95

aktivitas, usia, dan tekanan darah. Demikian juga homogenitas konstipasinya juga tercapai
yakni meliputi onset konstipasi, keteraturan defekasi frekuensi dari makanan, tipe makanan,
dan pemakaian laksativ. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
grup intervensi dan grup control. Grup intervensi mengalami peningkatan frekuensi buang
air besar, mean frekuensi sebelum dilakukan masase abdomen adalah 2.8, meningkat
menjadi 4.4 pada minggu pertama, 4.69 pada minggu kedua, dan 4.5 pada minggu ketiga.
Sementara pada grup control tidak terdapat perbedaan, dimana mean frekuensi buang air
besar awal adalah 3, menjadi 2.6 pada minggu pertama, 3 pada minggu kedua, dan 2.8 pada
minggu ketiga. Masase abdomen meridian secara signifikan berpengaruh terhadap frekuensi
BAB (p=0.000) dan gejala konstipasi (P= 0.000) pada kelompok intervensi dibandingkan
pada kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan masase abdomen meridian secara
significan memperbaiki gejala konstipasi dan frekuensi BAB.

Beberapa penelitian lain yang dilakukan untuk melihat efektifitas masase abdomen dengan
desain RCT (randomized Clinical Trial) antara lain adalah oleh Lamas et al (2009) studi ini
menggunakan masase abdomen pada 60 orang lanjut usia, baik yang mengalami konstipasi
maupun yang tergantung obat laksativ. Partisipan dibagi menjadi 2 grup yakni grup control
dan grup intervensi, selama 8 minggu penelitian partisipan boleh tetap menggunakan
laksativ. Grup intervensi menerima masase abdomen selama 7 menit, 5 hari tiap minggu
untuk 8 minggu. Partisipan mendapatkan masase pada tangan untuk membantu relaksasi
dan tekanan ringan pada masase abdomen. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
masase abdomen secara significan menurunkan gejala memberatnya gastrointestinal yaitu
sindroma konstipasi (p=0.013), dan nyeri perut (0.019). Pada kelompok intervensi
mengalami peningkatan BAB dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.016). kemudian
untuk intake laksative tidak ada perubahan selama 8 minggu antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Walaupun tidak ada pengurangan penggunaan laksativ, namun peneliti
menyimpulkan masase abdomen dapat dilakukan bersama penggunaan laksativ dan
intervensi masase abdomen jangka panjang dapat menunjukkan hasil setelah 4 minggu
Pada laporan berikutnya pada analisis biaya masase abdomen berdasarkan hasil temuan
Lamas et al (2009) bahwa pada pembiayaan masase abdomen terbukti lebih efektif untuk

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


96

jangka panjang dan patut dipertimbangkan dalam pengelolaan konstipasi (Lamas et al,
2010).

Penelitian terkini dengan RCT dilakukan oleh McClurg et al (2011), penelitian ini
menggunakan 2 grup yang terdiri dari 30 orang penderita multiple sclerosis. Pada grup
intervensi mendapatkan nasehat dan masase abdomen, sedangkan grup control hanya
mendapatkan nasehat. Masase abdomen diajarkan kepada peserta atau wali mereka dan
dilakukan setiap hari selama empat minggu, dengan kedua grup menerima kunjungan
mingguan untuk memperkuat teknik masase dan saran pada manajemen buang air besar.
Ukuran Hasil utama adalah system scoring konstipasi yang menunjukkan manfaat yang
signifikan secara statistik dengan grup masase abdomen. Alat ini menggunakan delapan
variabel: frekuensi; ketidaknyamanan, sakit pada evakuasi, penggunaan stimulasi; waktu
yang dihabiskan; perasaan evakuasi lengkap, riwayat, dan kegagalan untuk evakuasi. Ini
dinilai dari 0-4 tergantung pada beratnya, sebuah skor global diperoleh dengan
menjumlahkan skor item individual, dengan skor 15 atau lebih didefinisikan sebagai
konstipasi. Peserta penelitian melaporkan peningkatan frekuensi dan kemudahan buang air
besar, dan perubahan konsistensi gerakan.

4.2 Prosedur penerapan masase abdomen pada pasien konstipasi


Keadaan defekasi yang lancar diperlukan pada pasien stroke guna mencegah pasien
mengedan yang merupakan valsava maneuver, sebagaimana diketahui valsava manuever
dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Maka dalam kondisi konstipasi pasien stroke
hampir selalu mendapat terapi dari dokter berupa pemberian laksative, namun pemakaian
laksative jangka lama dapat menambah konstipasi dan menimbulkan impaksi feses.Selain
itu berkaitan dengan penyakit stroke beberapa obat yang diterima pasien mempunyai efek
samping konstipasi. Obat yang berkontribusi timbulnya konstipasi pada pasien stroke antara
lain diuretik, zat besi, antihypertensi, antipsikotik, antikolinergik, antikonvulsi, opioid dan
ganglionic blockers (Winge et al, 2003). Dibawah ini akan dijelaskan tentang beberapa
prosedur masase menurut beberapa peneliti, namun dalam evidence based nursing ini
penulis menerapkan masase abdomen swedia.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


97

4.2.1 Prosedur masase menurut beberapa peneliti


Berapa lama masase abdomen harus diberikan adalah merupakan pertanyaan penting. Satu
studi yang dilakukan dengan pasien lanjut usia ditemukan konstipasi menurun setelah hanya
sepuluh hari dilakukan masase abdomen dan bahwa efek berlangsung selama berhari-hari
setelah masase yaitu 7 sampai 10 hari setelah dihentikan, sementara masase Lamas
ditemukan tidak berpengaruh sampai 8 minggu pengobatan (Kim et al, 2005;. Lamas et
al,.2009). Sebuah studi yang menyelidiki teknik tekanan yang berbeda bisa juga
mencerahkan. Jumlah yang bervariasi telah digunakan, dari teknik tekanan ringan (tekanan
Lamas) ke sedang-tekanan teknik yang digunakan oleh Preece (Kim et al, 2005;. Jeon dan
Jung, 2005; Emly, 2001; Preece,2002). Suatu pertanyaan lain yang menarik adalah teknik
yang yang paling efektif dalam mengobati konstipasi. beberapa peneliti menemukan bahwa
masase Swedia adalah efektif (Sinclair M, 2010). Berikut ini beberapa prosedur masase
abdomen menurut beberapa peneliti
4.2.1.1 Tipe masase Swedia dari masase abdomen untuk konstipasi (Sinclair M, 2010).
Kontraindikasi meliputi obstruksi abdomen, massa abdomen, perdarahan usus, terapi radiasi
abdomen, strangulasi hernia dan kurang dari 6 minggu pasca operasi abdomen.
1. Effleurage dari abdomen-10 kali secara keseluruhan.
2. Effleurage dari rektus abdominis, obliques eksternal dan internal dan otot tranversa
abdominis- masing - masing10 kali
3. Menguleni dari abdomen-3 kali.
4. Searah jarum jam Effleurage diatas jalur dari usus besar-10 kali.
5. Getaran dari usus kecil dan besar, satu menit atau lebih.
6. Ulangi langkah 4.
7. Menguleni di atas jalur usus besar, dengan tumit tangan, tangan atau jempol satu
menit atau lebih.
8. Petrissage diatas jalur usus besar-satu kali
9. Getaran diatas jalur yang diduga usus besar.
10. Ulangi Langkah 4.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


98

Teknik yang digunakan dalam studi yang berbeda bervariasi sampai batas tertentu:
misalnya, Lamas et al (2009) menggunakan terutama tekanan ringan, Effleurage dari
abdomen untuk total 7 menit, sementara Emly (2001, 2006) menggunakan moderat tekanan
Effleurage, menguleni dan getaran, dengan total 15 sampai 20 menit, sementara Preece
(2002) menggunakan masase pendorong, dengan total 10 menit.

4.2.1.2 Masase abdomen menurut McClurg et al (2011)


Peserta dalam posisi telentang, dengan kepala dan bahu didukung. Abdomen dikaji adanya
kembung, nyeri, dan feses di dalam usus. Masase dimulai dengan tekanan santai lembut
sampai dinding abdomen, diikuti oleh empat tekanan dasar: stroking/ membelai, Effleurage,
meremas dan getaran. Pasien dan keluarga diajarkan teknik-teknik, dan disiapkan untuk
berlatih dan dapat mengajukan pertanyaan selama kunjungan.
1. Stroking / membelai: Ini dimulai pada punggung dan mengikuti dermatom dari saraf
vagus, atas puncak iliaka, dan ke bawah kedua sisi panggul ke arah pangkal paha. Ini
diulang beberapa kali.
2. Effleurage: tekanan mengikuti arah kolon asendens, melintang di kolon tranverse dan
kebawah kolon desenden. Ini diulangi beberapa kali dengan tekanan yang meningkat
untuk merangsang kontraksi austral dan segmental usus besar. Tujuannya adalah untuk
mendorong kotoran di sepanjang usus;
3. Palmar kneading/ menguleni: Ini adalah hal penting dari masase dan trek menuruni
kolon desendens, sampai kolon asenden, dan kebawah kolon desenden lagi. Menguleni
membantu untuk mendorong kotoran di sepanjang usus untuk pemuatan rektum.
Menguleni dengan jari mungkin diperlukan untuk memecah massa tinja. Ini bagian dari
masase mungkin tidak nyaman karena kompresi yang mendalam diperlukan. Effleurage
diulang dan dilanjutkan dengan tekanan melintang santai diatas abdomen;
4. Getaran: diatas dinding abdomen untuk meredakan abdomen kembung. Ini
menyelesaikan sesi masase.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


99

4.2.1.3 Masase abdomen meridian dalam penelitian Jeon dan Jung (2005). Penelitian ini
melakukan masase abdomen meridian berdasarkan teknik dasar masase meridian TAICO.
Adapun bagian-bagian yang diberi stimulasi masase adalah sebagai berikut:
1. Gosok dengan arah jarum jam yang dilakukan dengan telapak tangan pada bagian titik di
antara tengah perut bawah pusar dan perut bawah (gwanwon), titik tengah perut atas pusar
(junggwan), dan titik samping pusar (cheonchu) sebanyak 16 kali putaran. Gerakan ini
disebut rounding.
2. Lakukan ketukan ringan pada bagian pinggang perut samping (gyeongmun) dan rongga
perut (jangmun) selama 7 hitungan. Gerakan ini disebut kneading
3. Gunakan telapak tangan untuk menekan bagian pinggang perut samping (gyeongmun)
dan juga rongga perut (jangmun) bagian kiri, kemudian tekan-tekan dan gosok-gosok
sebanyak 2 kali selama 1 hitungan sampai 7 hitungan.
4. Ketuk dengan ringan pada bagian pinggang perut samping (gyeongmun) dan juga rongga
perut (jangmun) bagian kiri selama 7 hitungan, kemudian remas-remas dan pijat-pijat
sambil menggosoknya.
5. Periksalah dengan teliti dengan menggunakan hydrosphere pada bagian abdomen,
kemudian gerakan ke arah titik pinggang perut samping (gyeongmun) dan rongga perut
(jangmun).
6. Ulangi gerakan ke-2 dan ke-4 masing-masing 1 kali saja
7. Ulangi gerakan ke-2, kemudian tekan dan gosok pada titik perut bawah (di atas kelamin)
(junggeuk) selama 1 hitungan sampai 7 hitungan masing-masing sebanyak 2 kali.
8. Gunakan hydrosphere untuk meremas-remas dan memijat-mijat, kemudian gosok-gosok
pada titik perut bawah (di atas kelamin) (junggeuk ) selama 7 hitungan..
9. Gerakan jari dari titik perut bawah atas kelamin (junggeuk ) ke arah titik pinggang perut
samping (gyeongmun) dan titik rongga perut (jangmun) kemudian gosok-gosok selama 1
hitungan sampai 7 hitungan sebanyak 2 kali. Setelah itu remas-remas dan pijat-pijat juga
gosok selama 7 hitungan pada titik pinggang perut samping (gyeongmun) dan titik rongga
perut (jangmun) bagian kiri. Setelah itu remasan, pijatan dan gosokan dilakukan pada titik
pinggang perut samping (gyeongmun) dan titik rongga perut (jangmun) bagian kanan.
10. Ulangi gerakan ke-7 dan ke-8 masing-masing 1 kali saja.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


100

11. Periksa titik pinggang perut samping (gyeongmun) bagian kanan dan juga titik rongga
perut (jangmun), kemudian tekan bagian titik-titik tersebut dengan tiga jari tangan (telunjuk,
jari tengah, dan jari manis) sebanyak 3 kali. Gerakkan jari ke titik di antara tengah perut
bawah pusar dan perut bawah (gwanwon) dengan arah garis lurus, dan pada saat yang sama
dan juga cara yang sama tekan bagian tersebut sebanyak 3 kali. Setelah itu gerakan tiga jari
ke arah berlawanan yaitu ke kiri dengan arah garis lurus dan lakukan hal yang sama, yaitu
menekannya sebanyak 3 kali. Tekan daerah titik yang sama dengan satu jari kemudian
dengan ibu jari sebanyak 3 kali.
12. Gerakan ke-11 diulang dan dimulai dari bagian kanan
13. Ulangi gerakan ke-11 dan ke-12 sebanyak satu kali saja.

4.4 Penerapan EBN


Intervensi yang akan dilakukan adalah dengan menerapkan salah satu teknik masase
abdomen dengan swedia masase pada pasien stroke yang menjalani rawat inap. Bila dalam
jurnal asli adalah menerapkan meridian massage namun dalam langkah-langkahnya
membutuhkan penekanan pada titik-titik meridian yang bagi penulis belum mempunyai
kemahiran untuk melaksanakannya, sehingga penulis menerapkan swedia masase karena
disamping mampu laksana, intervensi masase tersebut didukung oleh beberapa penelitian
dengan desain RCT.

Pada penelitian ini intervensi dilakukan dengan teknik masase abdomen dengan swedia
masase dan edukasi tentang aktivitas, intake cairan dan serat yang cukup sedangkan pada
kelompok kontrol hanya diberikan edukasi. Output pada kegiatan ini adalah menurunkan
episode konstipasi dan frekwensi BAB menjadi lebih baik pada pasien stroke yang ditandai
dengan pasien dapat BAB rutin 1-2 kali dalam 1-2 hari, tidak merasakan nyeri diperut, tidak
mengalami kesulitan BAB, perasaan tuntas dalam BAB, tidak menggunakan bantuan untuk
BAB seperti pemakaian laksative ataupun bantuan digital/ enema. Pertanyaan klinis adalah
apakah penerapan masase abdomen dapat menurunkan kondisi konstipasi pada pasien
stroke dibandingkan dengan kelompok yang diberikan edukasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


101

Rencana penerapan EBN terkait dengan pelaksanaan masase abdomen di Ruang Teratai
IRNA B Lantai VI Selatan RSUP Fatmawati Jakarta sebelumnya telah disampaikan secara
singkat kepada kepala ruangan, dan perawat primer yang ada diruangan dan pada
prinsipnya disetujui dan dapat dilaksanakan. Namun masih yang menjadi kendala
diantaranya adalah rata-rata hari rawat pasien 7-10 hari sehingga masase dilanjutkan setelah
pasien pulang. Sementara itu untuk proses masase setelah penulis mendapatkan ijin dari
pasien dan keluarganya pelaksanaan masase abdomen selalu didampingi oleh suami atau
istri pasien untuk memberikan ketenangan berkaitan area yang dimasase adalah dekat
dengan area intim.

Pada penerapan EBN ini melibatkan pasien stroke yang dirawat di lantai VI RSUP
Fatmawati Jakarta, sejumlah 12 orang yang terbagi atas 8 orang dalam kelompok intervensi
dan 4 orang dalam kelompok kontrol. Adapun kriteria pasien tersebut adalah: bersedia
menjadi responden, bisa membaca dan menulis, tanda-tanda vital stabil, kesadaran
composmentis dan mengalami konstipasi, minimal 3 hari belum BAB. Sedangkan kriteria
pasien yang dieksklusi adalah: pasien mengalami obstruksi abdomen, massa abdomen,
perdarahan usus, terapi radiasi abdomen, strangulasi hernia dan kurang dari 6 minggu pasca
operasi abdomen EBN ini dilakukan di Ruang teratai lantai 6 RSUP Fatmawati Jakarta.
EBN ini dilaksanakan pada minggu III Maret – mgg I Mei 2012 (7 minggu)

Pelaksanaan EBN ini, adalah sebagai berikut: (1) Prosedur administrasi : proposal EBN dan
ijin ruangan; (2) Menentukan pasien stroke yang akan diberikan masase abdomen; (3)
Meminta persetujuan pasien yang dipilih; (4) Prosedur intervensi keperawatan : mengukur
tanda- tanda vital pasien, mengukur CSS (Constipation Scoring System) pasien pada awal
sebelum tindakan,pelaksanaan intervensi keperawatan memberikan masase abdomen.
Waktu masase abdomen 7 menit, satu kali sehari selama 5 hari dalam seminggu; (5)
Evaluasi konstipasi dengan system scoring konstipasi (CSS) setelah 1 minggu tindakan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


102

4.5 Hasil penerapan EBN dan pembahasan


4.5.1 Hasil penerapan EBN berdasarkan karakteristik responden
Hasil penerapan EBN menunjukkan umur, jenis kelamin, jenis stroke, penggunaan laksative
dan pengukuran pretest CSS antara kelompok control dan intervensi adalah homogen. Hal
ini menunjukkan bahwa sebelum penerapan EBN kedua kelompok dalam kondisi setara.
Hasil penerapan EBN menunjukkan bahwa rata- rata umur responden stroke yang
mengalami konstipasi adalah 51.58. Umur ini dapat dikatagorikan dalam masa dewasa
menengah. Masa dewasa menengah adalah umur diantara 30an sampai akhir 60an ( Perry &
Potter, 2009). Pada periode ini individu telah merasakan pengalaman dan penghargaan
dalam kehidupan personalnya. Sebagian besar pada individu dewasa menengah telah
mencapai kestabilan sosio ekonomi dan juga mereka banyak menggunakan energinya untuk
beradaptasi dengan konsep diri, bentuk tubuh, kenyataan fisiologis dan perubahan dalam
penampilan fisik (Perry & Potter, 2009). Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia ini
meliputi memutihnya rambut, kulit keriput, penebalan pinggang, penurunan penglihatan dan
pendengaran. Serangan stroke pada masa ini makin memberikan dampak yang berarti pada
konsep diri, bentuk tubuh dan kualitas hidup mereka.

Berbeda dengan hasil yang diperoleh penulis pada katagori umur, pada penelitian Jeon &
Jung (2005) rata-rata responden stroke yang mengalami konstipasi adalah umur 63 tahun,
dimana umur tersebut adalah sudah dalam masa lanjut usia. Demikian juga pada penelitian
Su et al (2009) dari 154 responden stroke terdapat 85 responden stroke yang mengalami
konstipasi dan dari angka tersebut terbanyak 50 orang (58,8%) yang mempunyai umur
diatas 65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa konstipasi pada pasien stroke dapat terjadi
pada semua umur.

Berkaitan dengan umur, walaupun stroke dapat terjadi pada semua umur, namun kejadian
stroke meningkat seiring dengan bertambahnya umur, hal ini terkait dengan pathofisologi
yang mendasarinya yaitu sebagian besar berhubungan dengan proses atherosclerosis dan
hipertensi (Wahjoepramono,2005). Setelah serangan stroke maka beberapa ketidak
mampuan maupun kecacatan mengikutinya, dan ini berdampak pada mobilitas pasien stroke

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


103

demikian juga pemberian obat-obatan, selanjutnya hal ini akan berkontribusi pada kejadian
konstipasi pada pasien stroke.

Karakteristik lainnya yang penulis dapatkan dari 12 orang responden sebagian besar adalah
laki-laki yaitu 9 orang (75%), hal ini selaras dengan hasil penelitian Su et al (2009) bahwa
dari 85 responden stroke yang mengalami konstipasi sebagian besar adalah laki-laki yaitu
57 orang (67,1%).

Berkaitan dengan type stroke dari 12 orang responden sebagian adalah type stroke infark 8
orang (66.7%). Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian Su et al (2009) bahwa dari 85
responden stroke yang mengalami konstipasi sebagian besar adalah type stroke ischemic
yaitu 63 orang (74.1%), demikian juga Jeon & Jung (2005) dari 32 responden stroke yang
mengalami konstipasi terdapat 27 orang (84,4%) adalah type stroke infark. Menurut
Wahjoepramono (2005) Dari keseluruhan stroke, type stroke iskemia diperkirakan terjadi
pada 80% dan stroke hemorragik 20%, akan tetapi beberapa literature menyatakan bahwa
perbandingan ini tidaklah sama pada setiap ras.

Demikian juga penggunaan laksative atau bantuan stimulasi BAB terdapat pada 6 orang
(50%), namun pada penelitian Jeon & Jung (2005) dari 32 responden stroke yang
mengalami konstipasi terdapat 30 orang (94,%) adalah menggunakan laksative. Pada pasien
stroke keadaan defekasi yang lancar diperlukan, stroke guna mencegah pasien mengedan
yang merupakan valsava maneuver, sebagaimana diketahui valsava manuever dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Maka dalam kondisi konstipasi pasien stroke hampir
selalu mendapat terapi dari dokter berupa pemberian laksative.

4.5.2 Pengaruh masase abdomen pada kondisi konstipasi


Untuk mengetahui perbaikan konstipasi pasien dilakukan pengukuran CSS (Constipation
Scoring System) pasien pada pre tindakan dan post tindakan. Alat ini menggunakan delapan
variabel yaitu frekuensi; ketidaknyamanan, sakit pada evakuasi, penggunaan stimulasi;
waktu yang dihabiskan; perasaan evakuasi lengkap, riwayat, dan kegagalan untuk evakuasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


104

Ini dinilai dari 0-4 tergantung pada beratnya, sebuah skor global diperoleh dengan
menjumlahkan skor item individual. Skor total 0 -30 semakin tinggi menunjukkan semakin
berat konstipasi,

Pada responden control terdapat penurunan rata-rata hasil CSS dari pretest ke post test
namun pada hasil analisis tidak ada perbedaan kondisi konstipasi yang bermakna pada
pengukuran pre dan post massage abdomen yaitu p > 0,05 (p= 0,391 pada α= 0,05). Hal ini
terjadi karena pada responden control menerima edukasi untuk meningkatkan intake serat
dan cairan serta melakukan aktivitas sesuai yang diperbolehkan, beberapa responden
menunjukkan perubahan dalam intake cairan dan serat karena dukungan perawat,
keluarganya dan juga tim gizi yang membantu perubahan tersebut, namun untuk aktivitas
masih sulit dilakukan terkait beberapa keluhan seperti disabilitas dan rasa nyeri kepala yang
dirasakan pasien.

Pada responden intervensi terdapat penurunan rata-rata hasil CSS dari pretest ke post test
dan pada hasil analisis ada perbedaan kondisi konstipasi yang bermakna pada pengukuran
pre dan post massage abdomen yaitu p > 0,05 (p= 0,00 pada α= 0,05). Hal ini terjadi karena
pada responden intervensi menerima masase abdomen selain menerima edukasi untuk
meningkatkan intake serat dan cairan serta melakukan aktivitas sesuai yang diperbolehkan,
beberapa responden menunjukkan perbaikan fungsi gastrointestinal diantaranya rasa mual
dan muntah, 2 orang responden yang mengeluhkan mual dan muntah setelah mendapatkan
masase 2 kali (selama 2 hari) menyatakan perut terasa nyaman dan tidak muntah lagi, serta
menunjukkan intake makanan yang adekwat. Selain itu 6 dari 8 orang responden intervensi
menyatakan merasa senang bisa BAB normal lagi dan perutnya juga tidak sakit lagi.
Disamping itu juga rata- rata responden intervensi memiliki penyakit penyerta selain stroke
seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Hal ini selaras dengan pendapat Sinclair (2010),
bahwa masase abdomen dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu transit kolon,
meningkatkan frekuensi buang air besar, dan menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri
pada pasien konstipasi. Dari hasil laporan individual menunjukkan bahwa masase abdomen

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


105

efektif untuk pasien konstipasi dengan berbagai diagnosis fisiologik abnormal serta
konstipasi fungsional jangka panjang.

Pada hasil CT Scan kepala rata- rata pasien stroke yang mengalami konstipasi untuk stroke
infark adalah dari 8 orang responden, terdapat 6 orang pada hasil CT Scannya mengalami
infark luas atau multiple infark pada daerah fronto-temporo dan parietal dan merupakan
infark baru, dan hanya 2 orang yang mengalami infark pada kapsula interna dan basal
ganglia. Sedangkan pada 4 orang responden stroke hemoragik seluruhnya terdapat
perdarahan pada basal ganglia. Namun dari 12 responden tersebut baik stroke infark
maupun hemoragik 8 orang responden terdapat infark ataupun perdarahan di basal ganglia.
Basal ganglia adalah accessory motor system yang tidak bisa bekerja sendiri, berasosiasi
dengan cerebral cortex dan corticospinal motor control system. Basal ganglia mendapat
sebagian besar input signal dari cerebral cortex dan dan juga mengembalikan output signal
ke cerebral cortex. Ganglia terdiri dari caudate nucleus, putamen, globus pallidus,
substantia nigra, subthalamic nucleus. Hubungan antara basal ganglia dengan elemen otak
lainnya untuk kontrol motor sangat kompleks. Basal ganglia berasosiasi dengan
corticospinal system untuk mengontrol pola kompleks aktivitas motor. Contoh: menulis,
menggunting kertas, memasang paku, melempar bola basket ke ranjang, vocalization,
kontrol pergerakan mata dan gerakan terlatih lainnya. Sehingga lesi atau kerusakan pada
bagian ini menyebabkan gangguan pada gerakan motorik.

4.5.3 Pengaruh masase abdomen terhadap frekuensi BAB


Berdasarkan hasil EBN menunjukkan bahwa pada responden control pada hari ke-4 dan ke-
5 baru terdapat 1 orang (25%) yang BAB itupun orang yang sama dan pengeluaran dengan
bantuan stimulasi fecal. Sementara itu pada responden intervensi pada hari ke-2 terdapat 4
orang (50%) yang BAB, hari ke-3 terdapat 2 orang (25%) yang BAB, pada hari ke-4
terdapat 7 orang (87.5%) dan ke-5 terdapat 8 orang(100%) yang BAB, sehingga dapat
dikatakan responden intervensi menunjukkan respon yang bagus pada hari ke-4 dan ke-5
setelah masase abdomen.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


106

Selanjutnya hasil analisis frekuensi BAB rata-rata pada pengukuran selama 1 minggu
pertama setelah masase abdomen pada responden control adalah 0.5 kali/minggu, sementara
rata-rata pada responden intervensi adalah 2.5 kali/minggu. Pada tahap analisis lebih lanjut
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan frekuensi BAB yang bermakna pada pengukuran
minggu pertama post massage abdomen antara responden control dan intervensi p < 0,05
(p= 0,006 pada α= 0,05). Hasil EBN ini selaras dengan hasil penelitian Jeon & Jung (2005)
bahwa masase abdomen meridian secara signifikan berpengaruh terhadap frekuensi BAB
(p=0.000). Demikian juga pada penelitian Lamas et al (2009) didapatkan perbedaan
frekuensi BAB yang signifikan pada minggu ke-8, antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol (p=0.016) setelah dilakukan masase.

Keterbatasan pada pelaksanaan EBN yang idealnya dilakukan selama 8 minggu namun
karena waktu rawat penderita yang jarang mencapai 2 minggu sehingga massage tidak dapat
dilakukan selama 8 minggu, namun karena massage dapat dilakukan oleh penderita atau
keluarga sehingga dapat dilanjutkan secara mandiri oleh penderita dan keluarganya di
rumah maka penulis selalu menganjurkan untuk melakukannya secara mandiri dirumah.
Pengisian CSS kadang- kadang mengalami kesulitan pada pasien yang mempunyai
gangguan kognitif sehingga pengisiannya sering dibantu keluarga untuk mengingatnya.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


BAB 5
KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

Bab 5 menggambarkan kegiatan inovasi keperawatan tentang penggunaan Barthel


Index sebagai instrument untuk mengkaji kemampuan fungsional pasien yang
dirawat di Ruang Teratai Lantai 6 Selatan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok oleh PUJI ASTUTI,
MUHAMMAD ARDI dan DWI KARTIKA RUKMI.

5.1 Analisis Situasi


Gangguan neurologi merupakan gangguan sistem saraf baik sensorik, motorik
maupun otonom yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti kelainan genetik,
tumor, trauma, perdarahan dan iskemia yang menyebabkan penurunan fungsional
(Silbernagl & Lang, 2000). Gangguan neurologi seperti stroke, cedera kepala, tumor
dan abses otak dapat menimbulkan berbagai komplikasi termasuk ketidakmampuan
fisik yang membutuhkan penanganan dari tim kesehatan interdisiplin (Ignatavicius &
Workman, 2006). Salah satu tim interdisiplin kesehatan adalah keperawatan.

Keperawatan merupakan salah satu disiplin profesional yang menerapkan


pengetahuan serta keterampilan berfikir kritis dalam menerapkan proses keperawatan
(Christensen & Kenney, 2009). Proses keperawatan digunakan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah keperawatan baik masalah
keperawatan aktual maupun potensial untuk meningkatkan kesehatan (Dillon, 2007).
Salah satu masalah keperawatan yang sering dialami pasien gangguan neurologi
adalah defisit perawatan diri.

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi seseorang mengalami gangguan


kemampuan dalam perawatan diri yang meliputi mandi, berganti pakaian, makan dan
toileting (Wilkinson, 2007). Pasien gangguan neurologi sering membutuhkan

107 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


108

bantuan dalam ADL seperti mandi, merawat diri, ambulasi, makan dan eliminasi
(DeLaune & Ladner, 2002). Di ruang teratai lantai 6 rumah sakit Fatmawati Jakarta,
penetapan diagnosa keperawatan menggunakan diagnosa keperawatan yang sudah
terkomputerisasi. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan fungsional yang digunakan adalah gangguan mobilitas fisik,
intoleransi aktivitas, gangguan pemenuhan kebersihan diri, gangguan pemenuhan
kebutuhan berpakaian dan berhias serta gangguan pemenuhan eliminasi.

Penetapan diagnosa keperawatan yang berhubungan ketidakmampuan fungsional


pasien membutuhkan pengkajian yang lengkap. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi ADL yang meliputi eliminasi,
merawat diri, penggunaan toilet, makan, berpindah, mobilitas, berpakaian dan
mandi. Salah satu pengkajian ADL yang dapat digunakan adalah Barthel Index.

Barthel Index pertama kali dikeluarkan pada tahun 1965 yang mengandung 10 item
yaitu personal hygiene, mandi, makan, penggunaan toilet, menggunakan tangga,
berpakaian, eliminasi buang air besar, eliminasi buang air kecil, ambulasi atau
berpindah. Barthel Index mudah digunakan, sederhana dan membutuhkan waktu
sekitar 30 detik sampai 1 menit. Penggunaan indeks ini dapat diulang dengan
interval yang teratur untuk menilai perubahan kemampuan fungsional yang dialami
pasien.

Pengkajian dengan menggunakan skala sangat akurat untuk menilai


ketidakmampuan dan keterbatasan yang dialami pasien dan berkontribusi terhadap
rencana asuhan keperawatan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian dan
menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah yang dialami.
Hasil identifikasi awal yang dilakukan terhadap 15 pasien dan 15 perawat di gedung
teratai lantai 6 RSU. Fatmawati Jakarta pada bulan Desember 2011 untuk mengkaji
pelaksanaan asuhan keperawatan dan pelaksanaan intervensi neurologi, diperoleh
Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


109

hasil bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan sudah cukup (60%) dan pelaksanaan
intervensi neurologi (60%), namun dalam melakukan pengkajian terkait dengan
ADL belum menggunakan format pengkajian menggunakan skala sehingga dalam
menetapkan diagnosa dan mengevaluasi pencapaian tujuan tidak memiliki dasar
yang jelas. Berikut ini dijelaskan analisis situasi berdasarkan analisis SWOT.
a. Strenght
Ruang Teratai lantai 6 Selatan RSUP. Fatmawati Jakarta sudah spesifik merawat
pasien dengan penyakit neurologi dan kardiologi. Kepala ruangan sudah
berpendidikan S2 keperawatan dengan system pelayanan MPKP, mempunyai 4
orang PN dengan 2 orang berpendidikan S1 dan 2 orang berpendidikan D3
dengan pengalaman lebih dari 10 tahun. Jumlah tenaga perawat 35 orang dengan
pendidikan SPK, D3 dan S1 Keperawatan. Sistem pendokumentasian dengan
computer untuk diagnosa dan intervensi keperawatan. Sudah mempunyai tenaga
administrasi dan 2 orang pekarya sehingga perawat dapat melaksanakan asuhan
keperawatan yang optimal.
b. Weakness
Sistem pelayanan MPKP belum optimal. Sistem pendokumentasian dilakukan
oleh PN dan PA dan belum mencerminkan seluruh kondisi pasien yang menjadi
data dalam asuhan keperawatan sesuai diagnosis keperawatan.
c. Opportunity
Merupakan rumah sakit tipe A dan merupakan rumah sakit rujukan. Selain itu,
RSUP. Fatmawati merupakan rumah sakit pendidikan.
d. Treath
Banyaknya rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan dengan kasus
spesifik.

5.2 Kegiatan Inovasi


Kegiatan inovasi keperawatan meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi yang
dilaksanakan selama 5 minggu.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


110

5.2.1 Persiapan
Persiapan inovasi dimulai dengan melakukan identifikasi kebutuhan inovasi ruangan.
Persiapan meliputi:
a. Menyiapkan proposal kegiatan penggunaan Barthel Indeks untuk menilai
kemampuan fungsional pasien.
b. Menentukan time schedule
c. Melakukan konsultasi dan perbaikan proposal
d. Menentukan fasilitas pendukung dan sumber daya termasuk team work dalam
pelaksanaan inovasi.
e. Menyiapkan format pengkajian Barthel Index.

5.2.2 Pelaksanaan
Pelaksanaan inovasi dimulai dengan sosialisasi program dilanjutkan sosialisasi
penggunaan Barthel Index. Sosialisasi penggunaan Barthel Index dilaksanakan pada
tanggal 09 April 2012 yang dihadiri oleh oleh supervisor, kepala ruangan, wakil
kepala ruangan, 2 orang PN dan 6 orang perawat pelaksana serta 4 orang mahasiswa.
Materi sosialisasi meliputi latar belakang perlunya penggunaan Barthel Index,
pengertian Barthel Index, tujuan penggunaan Barthel Index, cara penggunaan
Barthel Index dengan contoh kasus dan interprestasi hasil pengkajian serta
pendokumentasian dalam asuhan keperawatan.

Selama sosialisasi, dilakukan diskusi untuk menyamakan persepsi antara mahasiswa


residensi, PN dan perawat pelaksana tentang materi inovasi. Keesokan harinya
mahasiswa melakukan bedside teaching tentang pengkajian ADL pasien
menggunakan Barthel Index pada perawat yang dinas pagi dan malam. Sosialisasi
selanjutnya dilakukan secara personal pada PN dan perawat pelaksana yang tidak
hadir pada saat sosialisasi awal.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


111

Proses pelaksanaan dokumentasi dilakukan oleh PN dan perawat pelaksana sesuai


jadwal yaitu selama 2 minggu (minggu ke-3 dan ke-4 April 2012). Pada awal
pelaksanaan pengkajian ADL dengan Barthel Index, hanya beberapa orang PN dan
perawat pelaksana yang menggunakan Barthel Index, sehingga mahasiswa
memberikan stimulus dengan memberikan contoh dan mendampingi perawat jika
mengalami kesulitan, sehingga hambatan pengisian karena kurangnya pemahaman
dapat diminimalisasi.

5.2.3 Evaluasi
Penilaian barthel index paling baik dilakukan pada 24 – 48 jam pertama pada saat
pasien masuk. Untuk evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria waktu yang
ditetapkan oleh perawat untuk mencapai keberhasilan dari masalah keperawtan.
Evaluasi bisa diakukan pada hari ke 3,7,10 dst atau sewaktu waktu bila kondisi
pasien memerlukan pengkajian barthel index. Evaluasi merupakan tahap akhir dari
kegiatan inovasi. Evaluasi meliputi evaluasi diri penggunaan barthel index terdiri
dari 10 item pertanyaan yang terdiri dari jawaban “ya” dan “tidak” yang meliputi
pengetahuan, penggunaan , kecocokan dari format Barthel Index di ruangan.
Penggunaan format dievaluasi dengan melakukan observasi terhadap pengisian
Berthel Index dengan menggunakan format evaluasi dokumentasi pada pertanyaan
nomor 1 dan 2 . Penilaian dokumentasi dievaluasi dengan melakukan observasi
terhadap dokumentasi Berthel Index dengan menggunakan format evaluasi
dokumentasi pada pertanyaan nomor 3,4 dan 5 (format evaluasi terlampir).

Berdasarkan hasil evaluasi diri menggunakan format Barthel Index terhadap 20


orang perawat pada tanggal 30 April s.d 03 Mei 2012, 18 orang (90%) perawat dapat
menggunakan format Barthel Index. 100% perawat mengetahui cara penggunaan
Barthel Index dan setuju bahwa Barthel Index sangat cocok digunakan di ruang
Teratai Lantai 6 Selatan yang merawat pasien pemyakit kardiovaskuler dan kasus
neurologi. Meskipun seluruh perawat mengetahui cara penggunaan Barthel Index,

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


112

hanya 18 orang (90%) perawat yang menganggap bahwa Barthel Index mudah
diaplikasikan dan 9 orang (45%) yang selalu menggunakan Barthel Index.

Evaluasi dokumentasi dilakukan pada minggu pertama Mei terhadap 20 pasien yang
akan melanjutkan perawatan di rumah. Berdasarkan hasil evaluasi dokumentasi, 15
format Barthel Index (75%) sudah diisi dengan benar, namun hanya 3 format (15%)
yang diisi secara berkala. Pengkajian Barthel Index yang ditulis sebagai data
penunjang diagnosa keperawatan sebanyak 7 kasus (35%), menjadi kriteria evaluasi
teratasinya masalah keperawatan sebanyak 3 kasus (15%) dan Barthel Index ditulis
dalam catatan perkembangan sebanyak 4 kasus (20%). Data tersebut menunjukkan
bahwa, masih dibutuhkan pemahaman, kesadaran dan pembiasaan dari perawat
untuk menggunakan Barthel Index dan menjadi bagian dari dokumentasi asuhan
keperawatan.

5.3 Pembahasan
Sebagian besar perawat memiliki pengetahuan tentang pengkajian menggunakan
Barthel Indeks. Hal ini dikarenakan pemberian sosialisasi yang dilakukan dengan
metode diskusi disertai bedside teaching. Disamping itu, residensi siap sedia
memberikan masukan dan penguatan pada perawat di ruangan dalam menggunakan
format. Disamping itu barthel Index merupakan instrumen yang mudah digunakan,
serta pengisiannya hanya membutuhkan waktu sekitar 3 menit (Dewing, 1992).

Meskipun perawat mengetahui penggunaan Bartel indeks, namun dokumentasi


belum optimal. Penggunaan Barthel Index merupakan hal yang baru bagi perawat,
sehingga dibutuhkan pemahaman, kesadaran dan kebiasaan untuk mengisi format
dan menjadikan bagian dari dokumentasi asuhan keperawatan. Pengisian format dan
dokumentasi asuhan keperawatan membutuhkan kesadaran terhadap kewajiban
dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas, disertai dengan adanya
sistem yang baik diruangan. Hal yang baru dilaksanakan tentunya membutuhkan
pembiasaan, sehingga hal tersebut dapat menjadi kegiatan rutin.
Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


113

Kesibukan ruangan dan tingginya tingkat ketergantungan pasien kardiologi dan


neurologi menyebabkan perawat sering lupa untuk mengisi format dan menjadikan
Barthel Index sebagai bagian dari dokumentasi. Penggunaan Barthel Index belum
menjadi bagian dari sistem dokumentasi asuhan keperawatan di ruangan, sehingga
perawat tidak memiliki kewajiban untuk mengisi format.

Mengerjakan sesuatu yang baru yang belum menjadi bagian dari system dibutuhkan
kesadaran dan kemauan dari perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan sehingga menjadi lebih baik. Hal ini akan menjadi suatu rutinitas jika
didukung oleh role model dari PN dan ditetapkan menjadi standar keperawatan di
ruangan dan menjadi bagian dari system pelayanan keperawatan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


114

BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini disampaikan simpulan dan saran yang disusun berdasarkan uraian pada
bab 1 sampai 5 sebagai berikut
6.1. Simpulan

6.1.1. Penerapan RAM dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan


pada pasien dengan gangguan persarafan terutama pasien stroke hemoragik dimana
model adaptasi ini bertujuan untuk mengelola perilaku individu dari inefektif menjadi
adaptif. Pencapaian tingkah laku adaptif dilakukan dengan cara memberikan
intervensi sehingga dapat merubah stimulus fokal, kontekstual dan residual yang
inefektif. Hasil akhir dari asuhan keperawatan pada kasus kelolaan utama dan 33
kasus kelolaan secara umum dapat membantu individu beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan fisiologis, fungsi peran, konsep diri dan interaksi social.

6.1.2. Penerapan EBN masase abdomen yang dilakukan pada 12 orang pasien stroke
dengan konstipasi yang terdiri dari 7 orang kelompok intervensi dan 4 orang
kelompok control selama 5 kali intervensi ( dalam 1 minggu), menunjukkan pengaruh
yang signifikan pada kondisi konstipasi dan frekuensi buang air besar.

6.1.3. Pengkajian dengan skala sangat akurat yaitu indek barthel dapat digunakan
untuk menilai ketidakmampuan fungsional pasien dalam melakukan ADL. Pada
pengkajian ini dapat diperoleh data yang mendukung untuk menegakkan diagnose
keperawatan dan menentukan intervensi terkait, selanjutnya juga sebagai evaluasi
untuk menilai kemandirian pasien. Selain itu pengkajian menggunakan format indek
barthel mudah dilakukan hanya butuh waktu 3 menit namun membawa manfaat pada
proses keperawatan klien sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
Pada hasil pelaksanaan inovasi seluruh perawat di ruang teratai lantai VI selatan

114

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
115

mengetahui cara penggunaan indek barthel, hampir seluruhnya menganggap indek


barhel mudah diaplikasikan dan hampir setengahnya yang menerapkan secara rutin.

6.2. Saran
Berdasarkan simpulan di atas dapat disarankan kepada :

6.2.1 Instansi pelayanan keperawatan


6.2.1.1 Perawat pelaksana dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan neurologis menggunakan RAM dengan beberapa persiapan antara lain
mendapatkan penyegaran teori RAM dan aplikasinya melalui pelatihan atau
mengikuti pendidikan pada strata sarjana atau pasca sarjana. Selanjutnya persiapan
lain yang berhubungan dengan sarana pendokumentasian seperti ketersediaan format
pengkajian berdasarkan teori RAM (yang berisi pengkajian perilaku dan stimulus
berdasarkan mode adaptasi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi),
format rencana keperawatan (berisi diagnose, tujuan dan intervensi), serta evaluasi
keperawatan (yang berisi data perilaku adaptif dan inefektif klien serta hasil analisis
perilaku adaptasinya (yang meliputi adaptif terintegrasi, kompensasi dan kompromi))

6.2.1.2 Perawat pelaksana dapat menerapkan masase abdomen dalam implikasi


keperawatan dapat dijadikan SOP dalam managemen bowel pada pasien stroke yang
mengalami konstipasi yang hanya butuh waktu 7 menit dengan tahap- tahap
pelaksanaan sesuai dalam lampiran 4. Hal ini merupakan tindakan mandiri perawat
dalam mengatasi masalah pasien, disamping manfaat lainnya menghindari efek
samping penggunaan laksativ dan efektif cost.

6.2.1.3 Perawat pelaksana di ruang teratai lantai 6 RSUP Fatmawati dapat


melanjutkan melakukan pengkajian barthel indeks dengan beberapa persiapan terkait
sarana dokumentasi yaitu penyediaan format indek barthel. Bagi kepala ruangan dan
perawat primer hendaknya mengupayakan pengkajian dengan indek barthel dijadikan
SOP di ruangan. Sementara perawat pelaksana pada tatanan klinis rumah sakit lain

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
116

terutama pada departemen neurologi dapat melaksanakannya dengan terlebih dahulu


mempelajari petunjuk pelaksanaannya dan persiapan sarana dokumentasi berupa
format sebagaimana terlampir pada lampiran 7.

6.2.1.4 Bagi pihak manajemen diharapkan dapat menjadi masukan untuk


dipertimbangkan menetapkan pengkajian barthel indeks menjadi SOP di ruangan
neurologi, dengan penyediaan sarana dokumentasi berupa format indek barthel,
sehingga perawat pelaksana dapat lebih rutin melakukan pengkajian kemapuan
fungsional pasien dalam melakukan ADL.

6.2.2 Ilmu keperawatan


Evidence base nursing practice ini dapat dilanjutkan menjadi suatu penelitian RCT
pada pasien stroke atau gangguan neurologis lain dengan populasi menurut wilayah
tertentu dan memperbanyak sampel, dan memperpanjang waktu tindakan sehingga
dapat diketahui waktu efektifitasnya untuk masase abdomen pada populasi tertentu,
namun mengingat banyaknya keterbatasan kognitif maupun kemampuan pasien
stroke, maka pertimbangan menggunakan alat ukur yang lebih sederhana perlu
diperhatikan.

6.2.3 Institusi pendidikan keperawatan


Aplikasi RAM dapat dimulai dengan menerapkan modeling yang jelas dalam proses
pembelajaran dalam bentuk role play sehingga dapat diaplikasikan oleh mahasiswa,
selanjutnya mahasiswa dapat mengembangkan lebih lanjut menurut bidang yang
diminati.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
117

DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B. J., & Ladwig G. B.(2011), Nursing diagnosis handbook: an evidence


based guide to planning care, Mosby.Elsevier

Agachan F, Chen T, Pfiefer J., Reissman, P., & Wexner, D.S.(1996). A constipation
scoring system to simplify evaluation and management of constipated patients.
Journal disease colon rectum, 39, 681–685.

Alligood, M. R., & Tomey, M. A. (2006). Nursing Theory Utilization &


Application. Third Edition. Mosby : St. Louis. Missouri.

Ayers, T., Wells, M. (2007). Incontinence after stroke: guidance to overcome


shortcomings in management. British Journal of Neuroscience Nursing, 3(10),
468–471

Barthel index. (n.d.). Februari 22, 2011. http://www.radcliffeoxford.com/books/


samplechapter/2668/Gupta_Section%2002B 4af08800rdz.pdf

Black, M. J., & Hawks, H.J. (2005) Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Contiunity of Care, 5 th ed. WB Saunders Company, Philadelphia.

Bleser, S., Brunton, S., Carnichael, B., Olden, K.,Rasch, R.,& Stage, J.(2005)
managemen of cronic constipation recommendations from a concesus
panel.J.fam pract, 54 (8) 692-698

Bliss, D. Z., Jung, H. Z., Savik, K., & Lowry, A,C.(2001) Supplementation with
dietary fiber improves fecal incontinence, nurs,Res 50 (4): 203

Blissitt. (2006). Hemodinamic monitoring in the care of the critically ill,


neuroscience patient. AACN adv critical 17 (3) 327-340

Boysen, G., & Christensen, H.(2001). Stroke severity determines body temperature
in acute stroke. Stroke 32: 413–417.

Burrel & Barlack, (1997) Nursing Management of Adult with Neurologic Problem, 2
nd
ed, Appleton & Lange, USA

Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (2009). Proses keperawatan aplikasi model


konseptual. (Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Clarke, N. P., Barone, H. S., Hanna, H. D., Senesac, M. P.(2011). Roy’s Adaptation
Model Nursing Science Quarterly.24(4). 337–344.sagepub.com/journals
Permissions. nav DOI: 10.1177/08943 18411419223http://nsq.sagepub.com

Corbett, D., & Thornhill, J. (2000). Temperature modulation (hypothermic and


hyperthermic conditions) and its influence on histological and behavioral
outcomes following cerebral ischaemia. Brain Pathol 10: 145–152.

117
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
118

Cottingham & Bridges, (2006), Resucitation of traumatic shock: a hemodynamic


review.AACN adv critical.17 (3). 317-326

DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of nursing: Standards &


practice. 2th edition. USA: Delmar/Thomson Learning, Inc.

Dewing, J. (1992). Clinical review a critique of the barthel index. British. Journal of
Nursing, 1 (7), 325-329.

Dillon, P. M. (2007). Nursing health assessment: a critical thinking, case studies


approach. 2th edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.

Dochterman M.J., & Bulechek, (2004). Nursing interventions classification.


(NIC).4th edition.St.Louis, Missouri: Mosby Elsevier.

Fletcher (2005). Immobility: Geriatric self learning module, Med.surg.Nurs.14


(1):35.

Folden, S. L., Backer, J. H., Maynard, F., Steven, K.,Gilbride, J.A., & Pires, M., et
al (2002) RNF practice guidelines for the management of constipation in adults.
Rehabilitation Nursing Foundation. Available at: http://www.rehabnurse.org.

Fuller G. (2006), Panduan Praktis pemeriksaan Neurologi, EGC, Jakarta

Ginsberg, L.(2008), Lecture Notes Neurologi, edisi kedelapan, Erlangga Jakarta

Gladstone, D. J., Danells, C. J., Black, S. E. The Fugl-Meyer. (2002), Assessment of


motor recovery after stroke: a critical review of its measurement properties.
Neurorehabilitation Neural Repair.Vol;16:232–240.

Goodrich & Bridges. (2006). Endpoint of resuscitation: what should will be


monitoring. AACN,adv critically care. 17 (3) 306-316

Grau, A.J., Buggle, F., Becher, Zimmermann, M., Spiel, T.,& Fent, M., et al.,
(1995). Recent infection as a risk factor for cerebrovascular ischemia. Stroke 26:
373

Grau, A. J., Buggle, F., Schnitzler, P., Spiel, M.,Lichy, C.,Hacke, W. (1999). Fever
and infection early after ischemic stroke. Journal Neurologi Science. 171: 115–
120.

Guyton, C.A., & Hall, J.E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Hankey GJ, Less KR, (2001), Stroke management in Practice, Harcot Health
Communication. Mosby International Ltd.

Harari, D.,Norton, C.,Lockwood,L.,Swift, C.,(2004). Treatment of constipation and


fecal incontinence in stroke patient: Randomize controlled trial. Journal of the
Ameican Heart Association.http://stroke.ahajournal.org/content/35/11/2549.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
119

Herdman, T. H. (2012). NANDA international nursing diagnoses: definitions and


classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.

Hinrich, M., Huseboe, J., & Tang, J.H., & Tittler, M.G. (2001) Research based
protocol. Managemen of constipation. Journal Gerontologi nurse 27 (2):17

Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical-surgical nursing critical


thinking for collaborative care. Philadelphia: Saunders Elseviers.

Jeon, S.Y., Jung, H.M., (2005) The effects of abdominal meridian massage on
constipation among CVA patients. Daehan Ganho Haghoeju; 35: 1, 135-142.

Kissela, B.M., Khoury, J., Kleindorfer, D., Woo, D., Schneider, A., Alwell, K.,et al
(2005) Epidemiology of ischemic stroke in patients with diabetes: the greater
Cincinnati/Northern Kentucky Stroke Study. Diabetes Care.28:355–359.

Lamas, K., Lindholm, L., Stenlund, H., Engstro, B., & Jacobsson, C.(2009) Effects
of abdominal massage in management of constipation: a randomised controlled
trial. International.Journal of Nursing Studies; 46: 759-767.

Lamas, K., Lindholm, L., Engstro, B., & Jacobsson, C. (2010) Abdominal massage
for people with constipation: a cost utility analysis. Journal of Advanced
Nursing; 66: 8, 1719-1729.

LaSala, A. C,. Connors, M. P., Pedro, T. J., & Phipps, M. (2007). The Role of the
Clinical Nurse Specialist in Promoting Evidence-Based Practice and Effecting
Positive Patient Outcomes. The Journal of Continuing in Nursing, 38(6), 262 –
270.

Liu, Z., , Sakakibara, R., Odaka, T.,Uchiyama, T.,Yamamoto,T., & Ito, T., et al
(2005) Mechanism of abdominal massage for difficult defecation in a patient with
myelopathy (HAM/TSP). Journal of Neurology, 252: 10, 1280–1282.

Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M, De Simone G, Ferguson TB, Flegal K, et


al,(2009) Heart disease and stroke statistics–2009: a report from the American
Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee
published correction appears in Circulation. 119:e21– e18

Loretz, L. (2005). Primary care tools for clinicians a compendium of forms,


questionnaires, and rating scales for everyday practice. St. Louis, Missouri:
Mosby, Inc.

Lubkin & Larsen, (2006) Cronic illness impact and intervention, ed 6, Boston, Jones
and Barlett

Martino, R., Foley, N., Bhogal, S.,Diamant, N.,Speechley, M., & Teasell, R.(2005).
Dysphagia after stroke: incidence, diagnosis, and pulmonary complications.
Stroke 36: 2756–2763.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
120

McClurg, D.,Hagen, S., Hawkin, S., & Lowe-Strong, A.(2011) Abdominal massage
for the alleviation of constipation symptoms in people with multiple sclerosis: a
randomized controlled feasibility study. Journal Multiple Sclerosis; 17: 2, 223-
233.

Morgenstern, L. B., Hemphill, J. C., Anderson, C., Becker, K., Joseph, P., &
Broderick, E. (2010) Guidelines for the Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage : A Guideline for Healthcare Professionals From the
American Heart Association/American Stroke Stroke. ;41:2108-2129; originally
published online

Mumenthaler & Mattle, (2006), Fundamental of neurologi an illustrated


guide.thieme. Stuttgart.

Moorhead, S.,Johnson, M., & Maas, M. (2004). Nursing outcomes classification


(NOC).3th edition.St.Louis, Missouri: Mosby Elsevier.

Ness, W.(2008) Faecal incontinence: what influences care and management options?
British Journal of Nursing. 17, 18, 1148-1152.

Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI (2011).


Sambutan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. Ph pada
Pemancangan Tiang Pertama Pembangunan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
(National Brain Centre Hospital) di Jakarta. Mei. 17 2012. .http://www.depkes.
go.id/index.php/berita/press-release/1705-indonesia-bangun-rumah-sakit-pusat-
otak-nasional-national-brain-centre-hospital-.html

Price S.A., dan Wilson, (2006), Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,
EGC, Jakarta

Quander, C.R., Morris, M.C., Melson, J., Bienias, J.L., & Evans, D.A. (2005),
Prevalence of and factors associated with fecal incontinence in a large
community study of older individuals. Am Journal Gastroenterologi; 100:905-
909

Radawiec, & Gonzalez, C.,M. (2009). Safe ambulation an orthopaedic patient,


Journal Orthop Nurse.28 (2): 24-27

Roy, C.S.,& Andrews, A.H.(1999). The Roy adaptation models, 2thedition, Appleton
& Lange,USA

Sakakibara, R., Hattori, T., Yasuda, K., Yamanishi,T. (1996), Micturitional


disturbance after acute hemispheric stroke: Analysis of the lesion site by CT and
MRI. Journal of the NeurologicalSciences ; 137:47–56.

Schaller, B.J., Graf, R., Jacobs, A.H.(2006), Pathophysiological changes of the


gastrointestinal tract in ischemic stroke. American Journal of Gastroenterology;
101:1655–1665.60.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
121

Silbernagl, S., & Lang, F. (2006). Teks & atlas berwarna patofisiologi. (Iwan
Setiawan & Iqbal Mochtar, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Sinclair M (2010), The use of abdominal massage to treat chronic constipation,


Journal of bodywork and movement therapies, XX, 1-10 Science direct

Sunaryo (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

The Medifocus Guidebook on Myelodysplastic Syndromes.163 pages; last updated


June 7, 2012

Thompson, D.G.(2006), Neurogastroenterology: Imaging of the sensory and motor


control of the GI tract. Journal of Psychosomatic Research; 61:301–304.

Thompson, W.G., Long, Longstreth, G.F., Drossman, D.A, Heaton, K.W.,& Irvine
E.J., et al (1999), Functional bowel disorders and functional abdominal pain. Gut
;45(suppl 2):43– 47.

Warlow, C.P., Dennis, M.S., Gijn, V.J., Hankey, G.J., Sandercock, P. A., &
Bamford, J.M. (2007), Stroke, In: apractical guide to management. Ist
ed.London : Blackwell Science.

Weisbrodt, N. W. (2001). Motility of the large intestine. In: Johnson LR, ed (2001).
Gastroinestinal Physiology.6th ed, St. Louis, Mo: Mosby, Inc.,p:57–63.

Wilkinson, J. M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC


dan kriteria hasil NOC. (Widyawati, Syahirul Alimi, Elsi Dwihapsari & Intan
Sari Nurjannah, Penerjemah).

Winge K, Rasmussen D, & Werdelin, L.M. (2003), Constipation in neurological


diseases. Journal Neurosurgery Psychiatry; 74:13–19.

Wolf, P.A., D’Agostino, R.B., Kannel, W.B., Bonita, R., & Belanger, A.J. (1988).
Cigarette smoking as a risk factor for stroke: the Framingham study. JAMA.
259:1025–1029.

Wright & Leahey ,(2005). Nurses and families: a guide to family assessment and
intervention, ed.4, Philadelphia, FA Davis

Su, Y., Zhang, X., Zeng, J., Pei, Z., Cheung, F. T. R., & Zhou, Q.. et al. (2009), New
onset Constipation at Acute Stage After First Stroke Incidence, risk Factors, and
Impact on the Stroke Outcome, journal American heart Association. 40:1304-
1309

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 1
PENGKAJIAN KEPERAWATAN DENGAN PEDEKATAN TEORI ADAPTASI ROY

INFORMASI UMUM

Nama: .................................................................................... Status: TM/M/D/J No. RM : ...................................................


Umur: ........................................................tahun Pendidikan: ........................ ........................... Tgl. MRS: ..................................................
Jenis Kelamin: L P Pekerjaan : ............................................. ...... Tgl. Pengkajian: .........................................
Agama: .................................................................................. Suku : ................................................... Dx. Medis: .................................................
Informan: .............................................................................. Alamat : ......................................................................................... ...............................

Keluhan utama: ....................................................................................................................................................................................................................


Riwayat Keluhan Utama: ................................................................................................................................................. ...................................................
............................................................................................................................................................................................................ ...................................
............................................................................................................................................................................................................................. ..................
................................................................................................................. ............................................................................................................................. .
............................................................................................................................. ..................................................................................................................

1. ADAPTASI FISIOLOGI
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Kesulitan bernapas: Tidak, Ya: .................................................................................... .....................................................................................
Aktivitas mempengaruhi pernapasan: Tidak, Ya: ................................................................................................................ ..............................
Batuk: Tidak, Ya:................................................................................................................................................................................................
Objektif:
Tekanan darah: ..................mmHg, Nadi: ......... x/menit, Suhu: ..........oC, Pernapasan:..........x/menit, CRT: ..........detik
OKSIGENASI

Irama napas: ........................Penggunaan otot aksesori pernapasan: Tidak Ya Bunyi napas: Vesikuler Ronchi Wheezing
Bunyi jantung: ...................................................................................................................
Analisa Gas Darah: Tanggal: ........................................
pH: ......................... PaO2: .........................mmHg PaCO2: ............................mmHg HCO3: ...................mmol/L
Saturasi O2: ............% BE: .............................mmol/L Total CO2 ........................ mmol/L
Radiologi: ................................................................................................................................... .................................................................................
CT Scan: ..................................................................................................................................................................... .................................................
.............................................................................................................................................................................................................. ........................
Therapy: ................................................................................................. ......................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Apakah mengalami: Anoreksia Mual Muntah Kesulitan mengunyah Kesulitan menelan
Frekuensi makan:......../hari, jenis makanan: .............................................................Diet khusus: Ya:...................... Tidak
Alergi terhadap makanan? Ya ............................ Tidak
Objektif:
Kulit: Ruam Edema Kering Lembab Kuku: Warna .................... Kebersihan: ...........................................................................
NUTRISI

Mukosa Oral/Bibir: Lembab Lesi Pucat Gigi: Jumlah Gigi............Buah Kebersihan: .....................................................................
Gusi: Perdarahan Inflamasi Lidah: Warna....................... Edema Lesi
BB: .................. Kg IMT: .................Kg/M 2
TB: ...................Cm LLA: ................. Cm
Laboratorium:
Hb...................g/dl Hematokrit: ..................% Trombosit: ...............ribu/µl Eritrosit: .................. juta/µl Albumin: ..................g/dl
SGOT: ...................U/l SGPT: ......................... U/l GDS: ........................mg/dl
Therapy: .................................................................................................................... ..................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 1
Stimulus Residual:
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
BAK: Tidak ada masalah Retensi Inkontinensia Frekuensi Disuria Perasaan terbakar Nokturia Lain-lain ......................
BAB: Tidak ada masalah Konstipasi Diare Inkontinensia Nyeri Melena Lain-lain ..................................................................
Apakah membutuhkan obat-obatan untuk BAB/BAK?
ELIMINASI

Objektif:
Urine: Bau ....................... Warna: .................... Jumlah: .....................Feses: Bau: ..................... Warna: ....................... Konsistensi: .................
Distensi bladder Ya Tidak Teraba scibala Ya Tidak Bising usus: .........x/menit
Laboratorium:Urine: ...............................................................................................Feses: ......................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Jenis aktivitas yang dilakukan: ......................................... Frekuensi .......................... Intensitas ..........................Durasi......................
Adakah sesuatu yang membatasi aktivitas bapak/ibu? .......................................................................... .....................................................................
Kualitas tidur: ................................. Kuantitas tidur: ..................jam/hari Gangguan tidur: Tidak Ya: ..............................................
AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Objektif:
Keterbatasan: Tidak ada Kelemahan Kelelahan Lain-lain......................................................................................................................... .
Tonus otot: Normal Menurun Meningkat Massa otot: Normal Atropi Hipertropi
ROM terbatas: Ya Tidak, Hemiplegia: Ya Tidak, Hemiparese: Ya Tidak, Kekuatan otot: ....................................................
Kemampuan perawatan diri: Derajat ADLs 0: Mandiri 1: Memerlukan alat bantu 2: Memerlukan bantuan orang lain
3: Memerlukan alat bantu dan bantuan orang lain 4: Tergantung
[ ]Makan [ ]Mandi [ ]Merawat diri [ ]Berpakaian [ ]Penggunaan toilet [ ]Berpindah/Ambulasi
Kesimpulan: ................................................................................................................. ................................................................................................
Perubahan gaya berjalan: Pelan Sulit melangkah Kaki diseret, Kordinasi dan keseimbangan: ...................................................................
Bahasa non verbal: Menguap Bayangan hitam di bawah mata Tidak dapat berkonsentrasi
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Riwayat: Trauma Alergi, Jelaskan..................................................................................................................... .................................................
Objektif:
Kulit: Intak Dekubitus Lesi Luka Lembab Lain-lain................................................................................................................
PROTEKSI

Temperatur kulit: Panas Hangat Dingin Turgor: baik Menurun Jelek


Rambut: Distribusi:...............teksture:....................Kondisi kulit kepala: ............ Kuku: .............. Perspirasi: ............ Membran mukosa:.............
Respon peradangan: panas merah bengkak nyeri
Laboratorium: ..................................................................................................................................................... .........................................................
Therapy: ............................................................................................................................................................................................. ..........................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Apakah ada gangguan penglihatan? Tidak Kacamata
SENSASI

Apakah ada gangguan pendengaran? Tidak Tuli [D/S] Alat bantu dengar [D/S]
Kesulitan pengecapan dan penghidu: Ya Tidak, jelaskan ............................................................................................................................. .....
Nyeri/ketidaknyamanan:
Jelaskan: .......................................................................................................................................................................................................................
Objektif:
Gangguan fisik pada: Mata Telinga Hidung Lidah Kulit, Lama mengalami gangguan: ........................ Visus OD/OS: .................

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 1
Sensasi: Nyeri [ ] Suhu [ ] Taktil [ ] Posisi [ ] Vibrasi [ ], Skala nyeri (1-10):............Ekspresi wajah................ Perilaku: ......................
Therapy: ........................................................................................................................................................ .............................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
CAIRAN, ELEKTROLIT

Jenis minuman yang dikonsumsi: ............................Jumlah: ..................., Apakah mengkonsumsi suplemen? Ya: .............................. Tidak
DAN ASAM BASA

Objektif:
EKG:......................................................................................................................... ....................................................................................................
Laboratorium: Tanggal:.................. Natrium:........... mmol/l Kalium: ........mmol/l Chlorida: ...........mmol/l
Therapy: .................................................................................................................... ...................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Apakah merasa ada perubahan dalam rentang perhatian? kewaspadaan? ingatan? Jelaskan:........................................................................... ..........
Apakah mengalami kesulitan menelan? Makan? Berjalan? Jelaskan: ........................................................................................................................
Apakah pernah mengalami kejang? Kapan? Berapa kali? Berapa lama? Jelaskan: ....................................................................................................
Apakah mengalami tremor? Dimana? Berapa lama? Jelaskan: ...................................................................................... ............................................
Objektif:
Status Mental
Tingkat kesadaran: Compos mentis Apatis Somnolen Sopor Soporo-comatous Coma Skor GCS: E....M....V..........
Orientasi: Waktu Ya Tidak Tempat Ya Tidak Orang Ya Tidak
Memori: Segera Ya Tidak Jangka pendek Ya Tidak Jangka panjang Ya Tidak
FUNGSI NEUROLOGIS

Bahasa: Disartria Afasia Disfonia Aleksia


6CIT (6-item Cognitive Impairtment Test):
Tahun berapa sekarang? Benar [0] Salah [4]
Bulan apa sekarang? Benar [0] Salah [3]
Tanyakan pada pasien untuk mengingat alamat (Fase Memori)
Mis: John/Brown/42/West Street/Chicago
Tanyakan waktu sekarang (dalam sebuah jam) Benar [0] Salah [3]
Hitung mundur dari 20 – 1 Benar [0] 1 salah [2] >1 salah [4]
Sebutkan 12 bulan dalam tahun dari belakang Benar [0] 1 salah [2] >1 salah [4]
Ulangi Fase Memori Benar [0] 1 salah [2] 2 salah [4] 3 salah [6] 4 salah [8] semua salah [10]
Skor > 8 : Gangguan kognitif
Nervus cranial: Normal Tidak normal, Gambarkan penyimpangan: .......................................................................... ...................................
Refleks Fisiologis: Biseps:......./....... Triseps: ......../....... Patella: ......../......... Achilles: ........../.......... Refleks Patologis: Babinsky........./...........
Iritasi Meningen: Kaku kuduk: ........ Brudzinsky I: ........./........ Brudzinsky II: ......../........ Kernig sign:........./..........Laseque sign: ........./.........
Tes Diagnostik: ..........................................................................................................................................................................................................
Therapy: ........................................................................................................................... ...........................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
PENGKAJIAN PERILAKU
FUNGSI ENDOKRIN

Subjektif:
Apakah ada riwayat diabetes melitus?
Objektif:
Pembesaran tiroid: Ya Tidak Eksoftalmus: Ya Tidak Kretinisme: Ya Tidak Gigantisme: Ya Tidak
Laboratorium: ..........................................................................................................................................................................................................
Therapy: .................................................................................................................... ...................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULI
Stimulus Fokal:

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 1
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
2. KONSEP DIRI
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Sensasi tubuh:
Bagaimana perasaan bapak/ibu dengan penyakit yang dialami? .................................................................. ..............................................................
Citra tubuh:
Apakah pernah mengalami perubahan fisik pada tubuh bapak/ibu? Ya Tidak
Perubahan fisik yang dialami:................................................................................................ ......................................................................................
FISIK-DIRI/PERSONAL DIRI

Apakah bapak/ibu sulit menerima perubahan kondisi yang dialami? ........................................................................ .................................................
Bagaimana perasaan bapak/ibu terhadap penampilannya? .........................................................................................................................................
PERSONAL DIRI

Konsistensi diri:
Bagaimana bapak/ibu menggambarkan diri sebagai manusia? Karakter pribadi? ......................................................................................................
Ideal diri:
Apa harapan bapak/ibu terhadap diri?............................................................................................................................ ..............................................
Moral-etik-spiritual diri:
Keyakinan spiritual: ........................................................ Jenis aktivitas keagamaan yang diikuti: ............................ .........................................
Objektif:
Komunikasi non verbal: Tidak mau melihat bagian tubuh ............................ Tidak mau menyentuh bagian tubuh .....................................
Penampilan: ................................................................................................................. ................................................................................................
Ekspresi perasaan: Menyalahkan diri Tidak berdaya Kesendirian Perasaan sedih yang sangat hebat
Nilai dan praktik keagamaan sejak sakit: ....................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
3. FUNGSI PERAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Peran primer: ............................................................................................................................. ..................................................................................
Peran sekunder: ............................................................................................................................................................. ..............................................
Peran tertier: .................................................................................................................................................................................................. ..............
Pengharapan keluarga/orang terdekat: .........................................................................................................................................................................
Pendapat bapak/ibu tentang pengharapan orang lain? .......................................................................... .......................................................................
Harapan terhadap diri sendiri: .............................................................................................. .......................................................................................
Objektif:
Peran selama sakit: ......................................................................................................... .............................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
4. INTERDEPENDENSI
PENGKAJIAN PERILAKU
Anggota keluarga: ........................................................................................................................................................................................................
Orang yang paling dekat: ........................................................... alasan: ....................................................................................... ..............................
Selain keluarga, sosialisasi dengan ..............................................................................................................................................................................
Objektif:
Respon non verbal saat berinteraksi dengan orang lain: ............................................................................................................................. ...............
Observasi perilaku memelihara kasih sayang, perhatian, bantuan: .............................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULI
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:

(Oleh Residen Neuro: Puji, Ardi, Dwi)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


RESUME KASUS RESIDENSI
N RIWAYAT SINGKAT PERILAKU STIMULUS DIAGNOSA EVALUASI
O
STROKE HEMORAGIK
1 SH+DM +on CKD Tanggal pengkajian 30 Mei 2012, Tekanan darah saat di Stimulus fokal adalah - Ketidakefekt Setelah dilakukan tindakan
Tn P usia 46 tahun, IGD adalah 200/120 mmHg, saat ini tensi 220/120 mmHg, perdarahan ifan perfusi keperawatan selama 12 hari
pendidikan tidak sekolah ( MAP 153,3, N= 96x/mt, RR 20 X/mt pupil isokor ɸ intraserebral dan jaringan didapatkan hasil perfusi jaringan
klien buta huruf), 2mm/2mm, suhu 37,1°C, kesadaran camposmentis GCS infark serebral serebral serebral adekuat, nyeri kepala
pekerjaan Satpam, E4M6V5. Hasil CT Scan tgl 28 April 2012= perdarahan stimulus kontekstual - Kerusakan pada hari ke tiga sudah menurun
menikah, agama pada basal ganglia + 3 cc, infark parietal kiri, adalah Hipertensi, mobilitas skala 3 dan pada hari ke- 10
islam,suku jawa, alamat intraventrikuler lateralis, basal ganglia bilateral, capsula asam urat tinggi dan fisik sudah skala 1, pola BAB sudah
jl.gelatik atas kelurahan interna kanan. Sinusitis maksilaris kanan. Riwayat merokok DM, stimulus residual - Nyeri akut stabil mulai hari ke 5, klien
rengas, No RM: 01143964. sejak muda 2 bungkus sehari, dalam 5 tahun ini sudah adalah kebiasaan - Gangguan mengungkapkan akan menjalani
Klien MRS hari sabtu berhenti, menurut istri klien punya riwayat penyakit asam merokok dan ketidak eliminasi program pengobatan sesuai yang
tanggal 28/04/12 di IGD urat, dan jika dirumah sudah berusaha tidak makan manis- patuhan diet. Alvi disarankan perawat atau dokter,
RSUP Fatmawati, lalu manis tetapi menurut tetangga klien sering tidak patuh konstipasi klien mengungkapkan terjadi
masuk ruang teratai LVI terhadap makanan pantangan. Klien belum bab sejak mrs + - Kecemasan perkembangan meningkat pada
tanggal 29/04/12. Klien 3 hari, BU 12x/mt, perkusi abdomen timpani Klien - Ketidak kesehatannya, istri klien
mengatakan 1 hr sebelum mengatakan malas makan karena kepalanya sakit, nyeri efektifan mengungkapkan sudah berhasil
mrs merasakan sakit kepala kepala skala 8 dan juga badan terasa sakit semua. Hasil Managemen mengurus jaminan kesehatan
mulai bangun tidur pagi laboratorium : 28/4/12 hemoglobin adalah 17 g/dL (13 – terapiutik suaminya sehingga mempunyai
hari, lalu minta diantar istri 17,3 mg/dL), Hematocrit 49%, ureum 73 (20-40), creatinin individu harapan suaminya bisa
kekamar mandi, setelah 3,0 (0,6 – 1.5 tgl 30/4/12 kadar Albumin 3,5 (3,4-4,8), mendaptkan pengobatan sampai
dari kamar mandi tiba-tiba Asam urat 11,2 (<7), GDP 107 (80-100), GD 2jpp 125 (80- tuntas. Klien tampak lebih
badan sudah lemes sisi 145), trigliseride 249 (<150), cholesterol total 226 (<200). tenang bahwa biaya rumah sakit
kanan. Riwayat pingsan (- Tinggi badan 160 cm, LILA 31 cm, perkiraan BB 67,45kg. tidak membebani fikirannya lagi.
), kejang (-), muntah (-), BB ideal 56 kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah Dengan demikian dapat
tanggal 29 malam klien 26.34 (N 18,5 – 24,9). Kesadaran composmentis, GCS 15 disimpulkan bahwa Tn P adaptif
mengeluh sakit kepala 4444 5555 terhadap kondisi yang dialami
(E4M6V5), kekuatan otot | ; reflek fisiologi : bisep,
4433 5555
sampai teriak- teriak. +2 +2 saat ini.
Riwayat HT (+) sejak 2 th trisep, patella, tendon achiles | dalam batas normal;
+2 +2
tidak terkontrol baik, Fungsi serebelum: dengan test telunjuk-hidung , tumit-lutut,
riwayat DM sejak 2 th dan tangan yang dijulurkan didapatkan hasil normal atau
juga tanpa pengawasan koordinasi baik. Fungsi otonom : inkontinensia uri tidak
dari dokter secara teratur didapatkan. Inkontinensia alvi; tidak didapatkan.
(klien membeli obat Sensibilitas tidak terganggu. Tanda peningkatan tekanan
metformin sendiri di intrakranial : nyeri kepala (+), muntah (-), papiledema (-).
apotik), klien baru Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig
mengetahui sakit DM dan >135/>135, Laseque >70/>70. Babinski (+/-), brudinski I &

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


HT ketika opname di RS II (-). Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut :
suyoto th 2010 akibat Nervus I-XII tidak ada gangguan, hanya pada Nervus VII
serangan stroke, pada saat parese dekstra sentral, wajah sedikit asimetris lemah pada
itu klien juga mengalami sisi dekstra.
kelemahan pada tangan
dan kaki kanan dan MRS
selama 1 minggu.
2 SH + HT Pengkajian tgl 3/April/2012 sehingga saat dikaji klien Stimulus fokal adalah - Risiko Klien KRS tgl 10/04/12
Ny. S, usia 62 th, agama sudah memasuki hari ke 37, klien mengalami kesulitan penurunan kekuatan aspirasi Pada hari ke-44 NGT masih
Islam, Status janda 2 anak, menelan disebabkan stroke hemoragik, saat dikaji klien otot, stimulus - Kerusakan belum dilepas, Klien mendapat
pekerjaan ibu rumah masih terpasang NGT dan mendapat diet blender 1200 kontekstual adalah menelan peningkatan diit untuk koreksi
tangga, suku betawi, kalori personde. tensi 130/80 mmHg, suhu 37°C, Nadi: perdarahan berat badan dan infeksi, secara
alamat jl. Jurang mangun 88x/mt, RR: 20 x/mt pupil isokor 3mm/3mm, kesadaran intraventrikuler,
- Nutrisi
berangsur diet klien ditingkatkan
kurang dari
barat no 17 Pare, suku komposmentis, E4M6Vafasia klien mengalami disfagia derajat pneumonia. stimulus dengan penambahan putih telur
kebutuhan
betawi. Klien MRS tgl 26 I (drooling, wajah tidak simetris, gerakan lidah residual adalah (3 butir putih telur dengan 3 kali
Februari 2012,. Diagnosa terganggu/mengalami kelemahan, tidak bisa menutup bibir) hipertensi sejak 10 th - Inkontinensi pemberian, dengan perincian 3 x
medis waktu masuk IRD : batuk(-),. keadaan kulit agak bersih, terdapat bekas lecet, yang lalu. a fecal 120 kcal= 360 kcal) sehingga
CVD SH saat ini CVD SH, edema pada tangan kanan, skor Braden Scale 11 (risiko - Kerusakan kalori yang diterima klien
HT grade II, pneumonia. tinggi untuk terjadi luka tekan), Eliminasi urin : terpasang integritas menjadi 1632 kcal. Klien
Tensi darah waktu masuk kateter, produksi urine dalam sehari 2000 cc/hari. Warna kulit diperbolehkan pulang dengan
200/110 mmHg, mulai urin jernih, Eliminasi fekal : BAB (+) mulai tanggal - Kerusakan evaluasi tidak terjadi aspirasi,
tanggal 27/2/2012 – 26/3/2012 klien diare, warna kecoklatan frekwensi sering, komunikasi komunikasi sudah mampu
29/2/2012 tensi turun cair + ampas.BU 12x/mt, perkusi abdomen timpani, Suhu verbal menyebutkan namanya,
180/100 mmHg, mulai tgl 37° C hasil CT Scan menunjukkan perdarahan - Risiko mobilisasi meningkat sudah
13/3/2012 sampai saat ini intraventrikuler. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: disuse mampu duduk dengan disanggah
tensi rata-rata 130/80 nyeri kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan. syndrome selama 2 jam 4 kali sehari,
mmHg. Keluarga Tanda rangsang meningeal : Kernig >1350/>1350, Laseque - Incontinensi buang air besar perubahan
mengatakan 1 hari >700/>700 kaki kanan nyeri, Brudinski I & II -/-. a urine konsistensi feses dari type 6
sebelum MRS malam Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus I dalam kartu bristol menjadi type
setelah sholat isya klien (olfaktorius), II sulit dinilaii; pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 5, frekwensi BAB berkurang
tiba-tiba mengalami mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata menjadi 3 kali sehari. Integritas
kelemahan pada kanan dan kanan dan kiri +/+, Nervus III, IV,V dan VI tidak ada kulit utuh lecet- lecet sudah
tangan kanan, mulut parese;parese nerves VII dextra dan XII dextra : disfagia; membaik, foley catheter masih
mencong kekiri, klien tidak Nervus VIII tidak mengalami gangguan pendengaran; terpasang. Dengan demikian
mampu bicara, tersedak Nervus IX, dan X klien mengalami afasia, disfagia dapat disimpulkan bahwa Ny.S
saat minum, mual, muntah (gangguan menelan); Nervus XI parese dextra. Kekuatan adaptif dengan kondisi yang
(-), pingsan(-), Kejang (-), 1111 5555 dialami saat ini, hanya saja
otot
1111 5555
riwayat HT (+) sejak 10 th masih terjadi disfagia dan afasia
tidak terkontrol yang dibutuhkan latihan oral

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


exercise lebih lanjut. sehingga
untuk kerusakan menelan, dan
komunikasi masih belum
adaptif. Perawatan klien
dilanjutkan oleh perawat
homecare.
3 SH+ HT Tanggal pengkajian, 5 Oktober 2011 jam 13.00 tekanan Stimulus fokal adalah - Risiko Pada hari kedua perawatan
klien Ny J usia 55 tahun, darah 200/110 mmHg, MAP klien adalah 140 (N=70-130), penurunan kesadaran , aspirasi kondisi klien menurun:NGT
pendidikan SD, suku jawa kesadaran sopor-coma, pupil bulat anisokor Ø 2 mm/4 mm, stimulus kontekstual - Ketidakefe produksi warna hitam, terjadi
pekerjaan ibu rumah reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan perdarahan ktifan stress ulcer, peningkatan suhu
tangga, menikah, agama dan kiri +/+, hasil CT Scan menunjukkan adanya intraparenkimal perfusi 40° C, RR 38x/mt, T=140/80 N
islam, alamat jl.pamulang perdarahan intraparenkimal dengan edema perifokal di dengan edema jaringan 76x/mt kaku kuduk (+),
barat tangerang No RM: lobus temporal kanan dengan estimasi volume perdarahan perifokal di lobus serebral Brudzinski I/II= (-) GCS=1-1-1
010955951. Klien mrs tgl +21.6 ml disertai herniasi subfalcin kekiri perdarahan temporal kanan - Nutrisi Memasuki hari ke 3 tanggal
5 oktober 2011 di HCU, subdural regiofronto temporo parietal kanan, kesadaran dengan estimasi kurang dari 6/10/12 pukul 02.10 klien apnoe
melalui IGD RSUP sopor-coma, terpasang NGT, diit cair 3 x 250 cc. bising volume perdarahan kebutuhan dan meninggal, dengan demikian
Fatmawati.. Klien Ny.J usus 10 x/menit, perkusi timpani, palpasi supel. Tinggi +21.6 ml disertai - Risiko dapat disimpulkan klien
ditemukan keluarga badan 155 cm, LILA 24 cm, perkiraan BB 46.8kg. BB ideal herniasi subfalcin gangguan maladaptif terhadap kondisi
pingsan dirumah 49.5; BMI klien berdasarkan taksiran BB 1.95 (N 18,5 – kekiri perdarahan integritas yang dialami.
kontrakan, tidak sadar 6 24,9). kekuatan otot sulit dikaji; reflek fisiologi : bisep subdural regiofronto kulit
jam sebelum mrs, muntah +1/+1, trisep +1/+1, patella +1/+1, tendon achiles +1/+1. temporo parietal - Defisit
(-), Kejang (-), riwayat HT reflek patologi : Babinski, Chaddock, Gordon, Oppenheim, kanan, perdarahan perawatan
(+) sejak 6 th tidak Schaefer, (-/-). Fungsi serebelum: test koordinasi belum subarakhnoid stimulus diri total
terkontrol baik, riwayat dapat dikaji. Fungsi otonom: inkontinensia uri, terpasang residual adalah .
DM tidak diketahui, kateter menetap.Tanda peningkatan tekanan intrakranial : hipertensi sejak 6 th
nyeri kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan. yang lalu.
Tanda rangsang meningeal : belum dapat dikaji.
Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus
I,II, IV,VI,VII,VIII,IX,X,XI,XII belum dapat dikaji; Nervus
III pupil bulat anisokor Ø 2 mm/4 mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+
4 SH+ HT Tanggal pengkajian 23/04/2012, tensi 170/90 mmHg, MAP Stimulus fokal adalah - Risiko Setelah dilakukan tindakan
Tn As/55 th, agama Islam, 116 (N=70-130), N= 76x/mt, RR 20 X/mt pupil isokor ɸ perdarahan perubahan keperawatan selama 10 hari
pendidikan SD, tidak 3mm/3mm, suhu 36,6°C, kesadaran camposmentis GCS intraserebral stimulus perfusi didapatkan hasil perfusi
bekerja (mantan satpam), E4M6V5. Hasil CT Scan tgl 20 April 2012= perdarahan kontekstual adalah jaringan jaringan serebral adekuat, nyeri
suku Betawi, RM Thalamus kanan, periventrikel lateralis kanan, Hipertensi, stimulus serebral kepala pada hari ke-4 sudah
01141364,alamat: Jl Jati intraventrikel lateralis kanan, tampak infark pada basal residual adalah - Kerusakan menurun skala 3 dan pada hari
RT 05/RW04 sawangan ganglia kanan dan parietalis kanan. Klien belum bab + 5 kebiasaan merokok, mobilitas ke-8 sudah skala 1, pola BAB
baru, Tanggal MRS hari, BU 10x/mt, perkusi abdomen timpani Klien riwayat stroke fisik sudah stabil mulai hari ke-2,

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


20/04/12, klien 3 hari di mengatakan muntah- muntah terus mulai di IGD, hari ini - Nyeri akut kemuduan pada hari ke 10 klien
IGD, Riwayat keluhan belum mau makan pagi tadi hanya makan sereal, nyeri - Gangguan sudah mampu jalan ke kamar
masuk klien sedang kepala skala 7. Hasil laboratorium : 18/4/12 hemoglobin eliminasi mandi dan BAB di toilet.
mengangkat serpihan adalah 13 g/dL (13 – 17,3 mg/dL), Hematocrit 39.2%, Alvi Kekuatan otot.
5555 5555
| klien
5555 5555
bahan bangunan waktu ureum 22 (20-40), creatinin 1.1 (0,6 – 1.5 tgl 30/4/12 kadar konstipasi
mengungkapkan tidak ingin
merenovasi rumah, tiba- GDS 119 (79-140),SGOT 20 mg/dl (N: <31), SGPT 25 (N: - Ketidakefekt sakit lagi seperti ini dan akan
tiba tubuh terasa lemas, <31). Tinggi badan 160 cm, LILA 30 cm, perkiraan BB ifan rajin kontrol kesehatan di
duduk tidak kuat, dan 64.85 kg. BB ideal 56 kg; BMI klien berdasarkan taksiran Managemen puskesmas untuk mengatasi
jatuh- jatuh terus. riwayat BB adalah 25.3 (N 18,5 – 24,9) Kesadaran composmentis, terapiutik
5555 3344 darah tingginya. Dengan
HT (+) sejak tahun 1996 GCS 15 (E4M6V5), kekuatan otot | ; reflek individu
5555 4444 demikian dapat disimpulkan
berobat tidak teratur, tahun +2 +2
fisiologi: bisep, trisep, patella, tendon achiles | dalam bahwa Tn AS adaptif terhadap
1996 pernah MRS +2 +2
kondisi yang dialami saat ini.
seminggu kena stroke, batas normal; Fungsi serebelum: dengan test telunjuk-
riwayat DM (-). Riwayat hidung , tumit-lutut, dan tangan yang dijulurkan didapatkan
merokok sejak usia 20 hasil normal atau koordinasi baik. Fungsi otonom :
tahun, 12 batang sehari. inkontinensia uri tidak didapatkan. Inkontinensia alvi; tidak
didapatkan. sensibilitas tidak terganggu.Tanda peningkatan
tekanan intrakranial : nyeri kepala (+), muntah (+) 3X mulai
pagi, papiledema (-). Tanda rangsang meningeal: Kaku
kuduk (-) Kernig >135/>135, Laseque >70/>70. Babinski (-
/+), brudinski I & II (-). Pemeriksaan saraf kranial adalah
sebagai berikut : Nervus I-XII tidak ada gangguan, hanya
pada Nervus VII parese dekstra sentral, wajah asimetris
lemah pada sisi kiri.
5 SH+ HT Tanggal pengkajian 19/03/2012, tensi 200/100 mmHg, Stimulus fokal adalah - Ketidak Klien KRS tanggal 28/03/2012
Ny KI/40 th, agama Islam, MAP 133,3 (N=70-130), N= 75x/mt, RR 20 X/mt pupil penurunan kekuatan efektifan Setelah dilakukan tindakan
pendidikan SMA, tidak isokor ɸ 3mm/3mm, suhu 36°C, kesadaran camposmentis otot, stimulus perfusi keperawatan selama 10 hari (hari
bekerja, suku Betawi, GCS E4M6Vafasia. Hasil CT Scan tgl 14/03/12= kontekstual adalah jaringan perawatan ke-15) didapatkan hasil
kawin, anak 2 orang, perdarahan di basal ganglia kiri, volume + 13,3 cc dengan perdarahan serebral perfusi jaringan serebral adekuat,
alamat: Jl Pariksit W3/70 ferifokal edema disekitarnya. Klien belum bab + 7 hari, BU intraserebral, stimulus - Kerusakan nyeri kepala pada hari ke-5 sudah
Jakarta, Tanggal MRS 12x/mt, perkusi abdomen timpani Klien mengatakan kepala residual adalah mobilitas menurun skala 3 dan pada hari ke-
14/03/12 jam 18.30 WIB, terasa sakit, nyeri kepala skala 8dibantu dengan bahasa hipertensi fisik 8 sudah skala 1, pola BAB sudah
Riwayat keluhan masuk nonverbal. Mual (-), muntah (-), Hasil laboratorium : - Gangguan stabil mulai hari ke-4 dengan
IGD klien mengalami 15/3/12 hemoglobin adalah 14 g/dL (11.7 – 15.5 mg/dL), eliminasi konsistensi type 5 pada kartu
penurunan kesadaran tiba- Hematocrit 38% (33-45), Albumin 3,5 (3,4 -4,8), Asam urat Alvi bristo stooll, kemudian pada hari
tiba 2 jam sebelum MRS, 5,3 (<7), GDP 84 (80-100), GD 2jpp 112 (80-145), konstipasi ke 10 klien sudah mampu duduk
sebelumnya klien tidur dan trigliseride 75 (<150), cholesterol total 187 (<200). Tinggi - Kerusakan uncang- uncang kaki. Kekuatan
ketika bangun anggota badan 155 cm, LILA 26 cm, perkiraan BB 51 kg. 2222 5555
komunikasi otot. | klien sudah bisa
2222 5555
gerak bagian kanan tidak BB ideal 50 kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


bisa digerakkan, bicara 21,2 (N 18,5 – 24,9)Kesadaran composmentis, GCS menyebutkan namanya pada hari
pelo, nyeri kepala (-), sesak 1111 5555 ke-4, dan pada hari ke-10 sudah
E4M6Vafasia, kekuatan otot | ;. reflek fisiologi:
1111 5555
(-), diplopia (-), kejang (- +2 +2 mampu membuat kalimat agak
riwayat HT (+) 3 tahun bisep, trisep, patella, tendon achiles | dalam batas panjang meskipun pelo. Kontrol
+2 +2
berobat tidak teratur, normal; Fungsi serebelum: dengan test telunjuk-hidung , CT Scan dengan kontras 26/03/12
riwayat DM (-). Riwayat tumit-lutut, dan tangan yang dijulurkan didapatkan hasil tak tampak lesi patologis, SOL
merokok (-) normal atau koordinasi baik. Fungsi otonom : inkontinensia intraserebri, tak tampak
uri tidak didapatkan. Inkontinensia alvi; tidak didapatkan. penyangatan pasca kontras,
sensibilitas tidak terganggu. Tanda peningkatan tekanan dibanding CT Scan lama status
intrakranial : nyeri kepala (+), muntah (-), papiledema (-). quo. Dengan demikian dapat
Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig disimpulkan bahwa Ny KI adaptif
>135/>135, Laseque >70/>70. Babinski (+/-), brudinski I & terhadap kondisi yang dialami saat
II (-). Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut: ini.
Nervus I-IV, IX-X tidak ada gangguan, hanya pada Nervus
VII parese dekstra sentral, wajah asimetris lemah pada sisi
kanan, N XI lemah pada sisi kanan, Nervus XII kekuatan
lidah menurun
6 SH + HT+DM Klien dirawat di HCU, selama 4 hari ( sampai dengan Stimulus fokal adalah - Risiko Klien KRS tgl 08/11/12
Ny SK, usia 63 th, agama tanggal 29/10/11 klien pindah ke ruang perawatan) penurunan kekuatan perfusi Pada intervensi hari ke-5 (hari
Islam, Status kawin, Pengkajian tgl 29/10/11 sehingga saat dikaji klien sudah otot, stimulus jaringan perawatan ke- 10) NGT sudah
mempunyai 3 orang anak, memasuki hari ke-5 perawatan, saat dikaji klien masih kontekstual adalah serebral dapat dilepas demikian juga
pekerjaan ibu rumah terpasang NGT dan mendapat diet blender 1200 kalori perdarahan - Risiko foley catheter, diet klien sudah
tangga, suku Jawa, RM personde. tensi 160/100 mmHg (MAP=120), suhu 37°C, intraparenkim, aspirasi optimal. Klien diperbolehkan
01099957 alamat jl. Nadi: 100x/mt, RR: 20 x/mt pupil isokor 3mm/3mm, stimulus residual pulang dengan evaluasi perfusi
Pandan no 29, kebayoran, kesadaran komposmentis, E4M6V5, batuk(-), keadaan kulit adalah hipertensi dan
- Kerusakan
jaringan adekwat, tidak terjadi
menelan
Jaksel. Klien MRS tgl bersih, skor Braden Scale 11 (risiko tinggi untuk terjadi DM sejak 10 th yang aspirasi, mobilisasi meningkat
25/10/11. Kesadaran sopor, luka tekan), Eliminasi urin : terpasang kateter, produksi lalu. - Risiko sudah mampu duduk sendiri
tensi darah waktu masuk urine dalam sehari 2200 cc/hari. Warna urin jernih, Kerusakan dengan uncang- uncang kaki,
140/90 mmHg, S: 36, N: Eliminasi fekal : BAB (+), BU 14 x/mt, perkusi abdomen integritas Integritas kulit utuh, Dengan
106x/mt, RR:20x/mt, timpani, hasil CT Scan 18/10/11 menunjukkan perdarahan kulit demikian dapat disimpulkan
Keluarga mengatakan + 1 thalamus kanan dan intraventrikuler lateralis kanan dan kiri. - Kerusakan bahwa Ny.SK adaptif dengan
minggu sebelum klien tiba- hasil CT Scan 25/10/11 menunjukkan perdarahan mobilitas kondisi yang dialami saat ini,
tiba jatuh karena lemas sisi intraparenkim di thalamus kanan volume +9,36 cc. dan fisik
tubuh sebelah kiri saat itu intraventrikuler lateralis kanan, infark basal ganglia
masih bisa berkomunikasi bilateral..Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri
seperti biasa, sakit kepala kepala (+), muntah (-), papiledema tidak dilakukan. Tanda
(+), mual (-), muntah (-) rangsang meningeal : Kernig >1350/>1350, Laseque
Klien sudah dibawa ke >700/>700, Brudinski I & II -/-. Pemeriksaan saraf kranial
RSIA Yadika dirawat adalah sebagai berikut : Nervus I,II, IV,VI tidak ada parese;

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


selama 4 hari namun pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung
dibawa pulang keluarga, dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri+/+, nerves VII
selanjutnya tadi pagi klien parese sinistra sentral, Nervus IX,X dan XII parese:
tidak bisa bicara, disfagia; Nervus VIII tidak mengalami gangguan
cenderung tidur. Dan sulit pendengaran; Nervus XI parese sinistra. Kekuatan otot
dibangunkan riwayat HT 5555 1111
5555 1111
(+) sejak 10 th tidak
terkontrol, DM 10 tahun
juga tidak terkontrol
7 SH + HT Tanggal pengkajian, 30 September 2011 jam 09.00 tekanan Stimulus fokal adalah - Ketidak Pada hari kedua perawatan
klien Tn D/ usia 58 tahun, darah 200/100 mmHg, MAP klien adalah 133.3 (N=70- penurunan kesadaran , efektifan kondisi klien menurun: NGT
pendidikan Sarjana, suku 130), N: 116x/mt, S: 39.8°C, kesadaran sopor-coma, stimulus kontekstual perfusi produksi tetap warna hitam, ,
Jawa, pekerjaan pegawai batuk(-), Rh +/+, Wh -/-, nadi 120 x/menit, RR: 32 x/mt, perdarahan jaringan peningkatan suhu 41°C, RR
negeri, menikah, agama NRM 10 lpm, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur (- intraparenkimal, serebral 36x/mt, T=80/40 N 91 x/mt
islam, alamat jl. Bermis ), gallop (-).Hasil laboratorium tgl 29/09/11; hemoglobin perdarahan sub - Risiko kaku kuduk (+), Brudzinski I/II=
serpong asri B7/16 adalah 15,6 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL);. Analisa gas darah arakhnoid, disertai aspirasi (-) GCS=1-1-1, tanggal 1/11/11
tangerang. No RM: menunjukkan hasil pH 7,423. pCO2 33.5, pO2 78,0 mmHg, herniasi subfalcin - Gangguan pukul 23.30 klien apnoe dan
00989040. Klien mrs tgl HCO3 21.4 mmol/liter, BE -2/-2 mmol/liter dan O2 saturasi kekiri stimulus pertukaran meninggal, dengan demikian
29/09/11 di HCU, melalui 96%.hasil CT Scan menunjukkan adanya perdarahan residual adalah gas dapat disimpulkan klien
IGD RSUP Fatmawati. intraparenkimal di ruang temporo-parietal dekstra ukuran hipertensi sejak 8 th - Risiko maladaptif terhadap kondisi
Klien Tn D, mengalami 5.4x4x7 cm= 78 cc, perdarahan intraparenkimal di pons, yang lalu, riwayat gangguan yang dialami.
penurunan kesadaran sejak perdarahan sub arakhnoid di intraventrikel 3 lateralis, stroke perdarahan 1 th integritas
tadi pagi, keluarga edema serebri di kedua hemisfer, herniasi subfalk sinistra, yang lalu kulit
mengatakan klien akan infark basal ganglia sinistra dan thalamus sinistra, terpasang - Risiko
pergi kekamar mandi tetapi VP shunt di proyeksi ventrikel lateral dekstra. Terpasang disuse
tiba- tiba jatuh dan pingsan NGT, Produksi warna hitan, klien sementara puasa. bising sindrome
muntah (+), Kejang (-), usus 12 x/menit, perkusi timpani, palpasi supel. Tinggi
riwayat HT (+) sejak 8 th badan 160 cm, LILA 29 cm, perkiraan BB 56,8 kg. BB
tidak terkontrol baik, ideal 54 kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB 22.18 (N
riwayat DM tidak 18,5 – 24,9). Hasil laboratorium tanggal 29/09/11
diketahui, klien terkena hemoglobin adalah 13,7 g/dL (13 – 17,3 mg/dL),
stroke perdarahan 1 tahun Hematocrit 43%, ureum 32 (20-40), creatinin 0.8 (0,6 – 1.5
yang lalu. GDS 132 (70-140), kekuatan otot sulit dikaji; reflek
fisiologi : bisep +1/+1, trisep +1/+1, patella +1/+1, tendon
achiles +1/+1. reflek patologi : Babinski, Chaddock,
Gordon, Oppenheim, Schaefer, (-/-). Fungsi serebelum: test
koordinasi belum dapat dikaji. Fungsi otonom:
inkontinensia uri, terpasang kateter menetap.Tanda
peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala (-), muntah

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


(-), papiledema tidak dilakukan. Tanda rangsang meningeal
belum dapat dikaji. Pemeriksaan saraf kranial: Nervus I,II,
IV,VI,V,VII,VIII,IX,X,XI,XII belum dapat dikaji; Nervus
III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+.
8 SH+Aritmia+Hipotensi Tanggal pengkajian 31/10/2011, tensi 160/90 mmHg, MAP Stimulus fokal adalah - Risiko Klien KRS tanggal 5/10/11
Tn MA/55 th, agama 113,3 (N=70-130), N= 90x/mt, RR 26 X/mt, Suhu: 37.5°C perdarahan aspirasi (hari perawatan ke-26) Setelah
Islam, pendidikan sarjana, pupil isokor ɸ 3mm/3mm, kesadaran camposmentis intraserebral stimulus - Gangguan dilakukan tindakan keperawatan
pensiunan(mantan pegawai vegetatif state. Rh +/+, pH 7,416. pCO2 32.2, pO2 106,0 kontekstual adalah pertukaran selama 6 hari didapatkan hasil
bank), suku jawa, RM mmHg, HCO3 20.2 mmol/liter, BE 3.2 mmol/liter dan O2 Hipertensi, stimulus gas tidak terjadi aspirasi, pertukaran
979054 ,alamat: Jl Melati saturasi 98%, terpasang O2 3 lpm. Hasil CT Scan tgl residual adalah - Kerusakan gas adekwat, kulit utuh,
no.3 Jaksel, Tanggal MRS 18/10/11 April 2012= perdarahan di temporal kanan + 16 kebiasaan merokok, menelan komunikasi sudah mampu
10/10/11, klien 4 hari di cc meliputi basal ganglia kanan, thalamus kanan dan - Risiko mengucapkan kata ”pulang”
Ruang anggrek, lalu di ventricular kornu posterior kanan dibanding CT scan gangguan pada hari ke-2, selanjutnya pada
HCU sampai dengan sebelumnya volume perdarahan sedikit berkurang integritas hari ke-6 kalimat dengan 3
27/10/11 selanjutnya (perdarahan sebelumya 18 cc), edema masih agak luas. kulit suku kata, mobilisasi sudah
pindah di ruang perawatan Klien dapat bab setiap hari, BU 16x/mt, perkusi abdomen - Risiko mapu duduk dengan disanggah
, Riwayat keluhan masuk timpani. Terpasang NGT diet blender 1200 kalori. Hasil disuse 2 jam 4 kali sehari, kerusakan
klien tanggal 09/10/11 sore laboratorium : 26/10/11 hemoglobin adalah 11,5 g/dL (13- sindrome menelan masih terjadi, klien
sedang mengobrol lalu 17,3 mg/dL), Hematocrit 36%, eritrosit 3.73 (4.40-5.9) - Kerusakan masih terpasang foley catheter
sholat jam 20.00 setelah itu ureum 150 (20-40), creatinin 1.9 (0,6 – 1.5). Tinggi badan komunikasi dan NGT. Dengan demikian
istirahat, pagi pergi ke 160 cm, LILA 30 cm, perkiraan BB 64.85 kg. BB ideal 56 dapat disimpulkan bahwa Tn
kamar mandi, selanjutnya kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 25.3 (N 18,5 MA adaptif terhadap kondisi
tidur lagi dan sudah tidak – 24,9); Hemiparese duplek, reflek fisiologi: bisep, trisep, yang dialami saat ini.
dapat dibangunkan, kejang +2 +2
patella, tendon achiles | dalam batas normal. Fungsi
+2 +2
(-), muntah (-). riwayat HT
otonom : inkontinensia uri tidak didapatkan. Inkontinensia
(+) sejak 4 tahun kontrol di
alvi; tidak didapatkan. Tanda peningkatan tekanan
puskesmas. Riwayat
intrakranial : nyeri kepala (-) belum dapat dikaji, muntah (-
merokok sejak usia 17
), papiledema (-) tidak dikaji. Tanda rangsang meningeal:
tahun, 12 batang sehari.
Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135, Laseque >70/>70.
Babinski (-/-), brudinski I & II (-). Pemeriksaan saraf
kranial: Nervus I, II,belum dapat dikaji, Nervus III pupil
bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, deviasi konjugated ke bawah,
tidak ada gangguan, hanya pada Nervus V,VII kesan parese
sinistra sentral, wajah asimetris lemah pada sisi kiri.VIII
belum dapat dikaji, N IX-X,XII kesan disfagia.
9 Tn T/70 th, agama Islam, Tanggal pengkajian 28/11/2011, tensi 185/88 mmHg, MAP Stimulus fokal adalah - Ketidak Setelah dilakukan tindakan
pendidikan SD, tidak 120,3 (N=70-130), N= 68 x/mt, RR 20 X/mt pupil isokor ɸ perdarahan capsula efektifan keperawatan selama 12 hari

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


bekerja, suku Betawi, RM 3mm/3mm, suhu 36,6°C, kesadaran somnolen GCS 13 interna dekstra perfusi didapatkan hasil perfusi
01106423,alamat: Jl (E3M6V4). Hasil CT Scan tgl 26 11/11= perdarahan capsula stimulus kontekstual jaringan jaringan serebral adekuat, tidak
Kampung baru no 29 interna dekstra. Klien sudah bab 1x/hr, BU 12x/mt, perkusi adalah Hipertensi, serebral terjadi aspirasi, suara nafas
Tanggal MRS 26/11/11 abdomen timpani, nyeri kepala(+). Hasil laboratorium stimulus residual - Risiko bersih, kesadaran
jam 12.00, klien sejak 26/11/11 hemoglobin adalah 11.9 g/dL (13 – 17,3 mg/dL), adalah kebiasaan aspirasi composmentis, tensi 150/90,
kemarin pagi pukul 10.00 Hematocrit 38%, ureum 43 (20-40), creatinin 1.0 (0,6 – 1.5 merokok, riwayat - Kerusakan suhu: 36.3°C, N: 64x/mt, RR
saat kekamar mandi kadar GDS 126 (79-140),SGOT 21 mg/dl (N: <31), SGPT 6 stroke mobilitas 16x/mt, suara nafas bersih,
218/116, S: 37 N; 53 GCS mg/dl (N: <31). Tinggi badan 155 cm, LILA 26 cm, fisik Rh -/-, Wh-/-, nyeri kepala pada
E3M6V4. Riwayat kejang perkiraan BB 54.49 kg. BB ideal 49.5 kg; BMI klien - Risiko hari ke-4 sudah menurun dan
(-), Asam urat (-), DM(-), berdasarkan taksiran BB adalah 22.7 (N 18,5 – 24,9), gangguan pada hari ke-10 sudah tidak
HT (+) sudah 10 tahun 5555 3333 nyeri, pola BAK masih terjadi
kekuatan otot | ; reflek fisiologi: bisep, trisep, integritas
5555 2222
berobat ke dokter sekitar +2 +2 kulit incontinensia urine, Foley
rumah, stroke 2 ½ tahun patella, tendon achiles | dalam batas normal; Fungsi - Incontinensi Catheter sudah dilepas, NGT
+2 +2
yang lalu, Riwayat serebelum: belum dapat dikaji. Fungsi otonom: a urine dilepas pada hari ke-10, diet
merokok sejak muda 2 inkontinensia uri, inkontinensia alvi tidak didapatkan. - Deficit sudah adekwat, aktivitas klien
bungkus sehari. sensibilitas tidak terganggu.Tanda peningkatan tekanan perawatan pada hari ke 18 mampu gosok
intrakranial : nyeri kepala (+), terpasang NGT produksi diri total. gigi dan memakai baju dengan
coklat jumlah 200 cc mulai kemarin, papiledema (-). Tanda bantuan,duduk uncang- uncang,
rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135, 5555 3333
Kekuatan otot. |
Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-). 5555 3333
Dengan demikian dapat
Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut: Nervus I-
disimpulkan bahwa Tn T
II belum dapat dikaji, pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm,
adaptif terhadap kondisi yang
Nervus V,VII kesan parese sinistra sentral, wajah asimetris
dialami saat ini.
lemah pada sisi kiri.VIII belum dapat dikaji, N IX-X,XII
kesan disfagia.
10 SH+HT Tanggal pengkajian 04/04/2012, tensi 120/80 mmHg, MAP Stimulus fokal adalah - Risiko Klien KRS tanggal 17/04/12
Tn S/60 th, agama Islam, 93 (N=70-130), N= 78x/mt, RR 20 X, /mt pupil isokor ɸ penurunan kekuatan perubahan Setelah dilakukan tindakan
pendidikan SMP, bekerja 3mm/3mm, suhu 36,6°C, kesadaran komposmentis GCS otot, deficit neurologi, perfusi keperawatan selama 12 hari
(berdagang), suku Jawai, (E4M6Vafasia). Hasil CT Scan tgl 16/03/ 2012= perdarahan di stimulus kontekstual jaringan didapatkan hasil perfusi
RM 1133704, alamat: Jl capsula interna minimal 2.5x5x4 cc=25 cc, perdarahan akut adalah perdarahan serebral jaringan serebral adekuat, pola
Marcilia Fondation Blok pada basal ganglia kiri, herniasi ringan subfalcin kekanan, intraserebral, stimulus - Risiko BAB sudah stabil mulai hari ke-
E5 Jakarta, Tanggal MRS edemafocal serebri, terdapat hidrosefalus. Klien belum bab residual adalah aspirasi 6, kemudian pada hari ke 12
16/03/12, klien pada + 5 hari, BU 10x/mt, perkusi abdomen timpani terpasang kebiasaan merokok, - Kerusakan klien sudah duduk dikursi roda.
tengah malam pukul 01.00 NGT diit cair 6 x 250 cc (klien tanggal 17/03/12 mengalami Hipertensi. 3333 5555
mobilitas Kekuatan otot. | ,
2222 5555
terbangun kekamar mandi, perdarahan lambung 2hari), foley catheter produksi urine fisik komunikasi Tn S sudah mampu
setelah itu mendadak tidak 3000cc/ hari, warna kuning jernih. Hasil laboratorium : - Risiko menyebutkan namanya, kulit
bisa bicara serta terasa 04/4/12 hemoglobin adalah 13,2 g/dL (13 – 17,3 mg/dL), gangguan tidak terdapat lecet. Dapat
lemas pada kaki dan Hematocrit 39%. Albumin 3,4 g/dl (3.4-4.8). Tinggi badan integritas disimpulkan Tn S adaptif
tangan. riwayat HT (+). 160 cm, LILA 27 cm, perkiraan BB 57.1 kg. BB ideal 56 kulit

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Riwayat merokok sejak kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 22.29 (N - Incontinensi terhadap kondisi yang dialami
usia 20 tahun, bungkus 2222 5555 a urine saat ini.
18,5 – 24,9), kekuatan otot | ; reflek fisiologi:
2222 5555
sehari +2 +2 - Deficit
bisep, trisep, patella, tendon achiles | dalam batas perawatan
+2 +2
normal;Tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri diri total
kepala (+), muntah (-), papiledema tidak dikaji. Tanda - Kerusakan
rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135, komunikasi
Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).
Pemeriksaan saraf kranial adalah Nervus I-IV, IX-X tidak
ada gangguan, hanya pada Nervus VII parese dekstra
sentral, wajah asimetris lemah pada sisi kanan, N XI lemah
pada sisi kanan, Nervus XII kekuatan lidah menurun
11 SI + HT Tanggal pengkajian 25/11/11, tensi 180/110 mmHg, MAP Stimulus fokal adalah - Ketidak Klien KRS tanggal 14/12/11
Ny SN/ 44 th, agama 140 (N=70-130), N= 88x/mt, RR 20 X, /mt pupil isokor ɸ penurunan kesadaran, efektifan Setelah dilakukan tindakan
Islam,suku jawa/indonesia, 3mm/3mm, suhu 36,5°C, kesadaran somnolen GCS 13 kelemahan perfusi keperawatan selama 12 hari
ibu rumah tangga, alamat jl (E3M6V4). Hasil CT Scan tgl 22/11/ 2012= perdarahan ekstremitas, stimulus jaringan didapatkan hasil perfusi
wiru serad parung- pada basal ganglia kanan dan korona radiata dengan kontekstual adalah serebral jaringan serebral adekuat, kulit
Tangerang. RM 01105818. perifokal edema intraventrikel kanan kiri, III dan IV, perdarahan - Risiko utuh tidak terdapat lecet, NGT
Tanggal MRS : 24/11/11. volume 24.18 cc, infark lakunar pada korona radiate kiri. intraserebral, stimulus aspirasi dan Foley catheter dilepas pada
Riwayat keluhan sakit Klien belum bab + 4 hari, BU 16x/mt, perkusi abdomen residual adalah - Kerusakan hari ke-8, nyeri kepala sudah
kepala tiba- tiba tadi pagi timpani terpasang NGT diit blender 3 x 250 cc, foley Hipertensi mobilitas menurun, pola BAB sudah
disertai mual muntah dan catheter produksi urine 2000cc/ hari, warna kuning jernih. fisik stabil mulai hari ke-3, kemudian
kelemahan anggota gerak Hasil laboratorium : 24/11/11 hemoglobin adalah 12,8 g/dL - Risiko pada hari ke 14 klien sudah
kiri, setelah itu klien (11,7 – 15,5 mg/dL), Hematocrit 39%). Tinggi badan 160 gangguan mampu jalan ke kamar mandi
terlihat gelisah dan cm, LILA 29 cm, perkiraan BB 56.8 kg. BB ideal 56 kg; integritas dan BAB di toilet dengan
kesakitan. kesadaran BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 22.2 (N 18,5 – kulit bantuan minimal. Kekuatan
somnolen , Tensi 180/110 5555 3333 5555 4444
24,9) (E4M6V5), kekuatan otot | ; reflek fisiologi: - Deficit otot. | Klien sudah
5555 3333 5555 4444
N;88 s; 36.4 RR: 20x/mt. +2 +2 perawatan
bisep, trisep, patella, tendon achiles | dalam batas mampu memakai pakaian
Riwayat HT 2 tahun yang +2 +2 diri total sendiri, makan sendiri, dan
lalu tidak ter kontrol normal;Tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri
mandi dengan bantuan minimal.
kepala (+), muntah (+), papiledema tidak dikaji. Tanda
Dengan demikian dapat
rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135,
disimpulkan bahwa Ny. SN
Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).
daptif terhadap kondisi yang
Pemeriksaan saraf kranial adalah Nervus I-IV, IX, X, XII
dialami saat ini.
tidak ada gangguan, hanya pada Nervus VII parese sinistra
sentral, wajah asimetris lemah pada sisi kiri, N XI lemah
pada sisi kiri

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


STROKE INFARK
12 Tn AH/69 th, agama islam, Pengkajian tanggal 19/04/12 Kesadaran compos mentis. Stimulus fokal adalah - Risiko - Klien KRS tanggal 1 Mei
Jawa/Indonesia, pedagang, tekanan darah 180/90mmHg, hasil CT Scan tanggal kelemahan anggota perubahan 2012. Setelah dilakukan
alamat jl Wr Supratman 16/04/12 menunjukkan adanya Infark kecil pada kapsula gerak, gangguan perfusi tindakan keperawatan selama
no 18 Jakarta, sudah interna dan basal ganglia kiri dan periventrikel lateralis kiri, koordinasi stimulus jaringan 12 hari perawatan klien tidak
menikah. Klien masuk RSF periventrikuler leuco encephalopathy ec.atherosclerosis. kontekstual adalah serebral. menunjukkan penurunan
Jakarta melalui IGD pada BAB (-) 5 hari. Klien terpasang Foley kateter sejak tgl Infark adanya Infark - Kerusakan perfusi serebral dan cedera
tanggal 16/04/12 masuk di 17/04/12 karena incontinensia urine, produksi urine 2500 kecil pada kapsula mobilitas fisik. Klien sudah mampu
ruang perawatan neurologi cc/ 24 jam, warna kuning jernih, BAK masih belum bisa interna dan basal fisik duduk seimbang/ duduk
lantai VI Irna B tanggal mengontrol. Klien mengeluh nyeri kepala pada bagian ganglia kiri dan - Risiko dikursi roda dan berjalan
17/04/12. Riwayat keluhan belakang kepala skala 8 ( 1-10) nyeri terutama pada pagi periventrikel lateralis Cidera kekamar mandi dengan
sakit kepala sehari sebelum hari. Pemeriksaan N I-XII dalam batas normal, hanya pada kiri,, stimulus residual - inkontinens dibantu 1 orang. Kekuatan otot
MRS, tangan dan kaki N II: Pandangan double jika kedua mata melihat, lapang adalah hipertensi, dan ia urine 4455 5555
| . Nyeri sudah hilang
4433 5555
kanan tidak bisa pandang tidak ada gangguan pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 kebiasaan merokok - gangguan
T: 160/100 mmHg, S:36,1°C,
digerakkan, mual(+), dada mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata eliminasi
RR: 20x/mt, N: 80x/mt, klien
terasa panas, leher kaku, kanan dan kiri +/+, dan pada N XI kelemahan pada sisi alvi:
mengungkapkan merasa lega
kesadaran composmentis, kanan,. Kaku kuduk -, brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, konstipasi
sudah bisa BAB, badan terasa
Tensi 230/130 N;80 s; 36.4 kernig > 135/>135. Hemiparese dekstra, reflek fisiologi:
+2 +2 lebih segar. Bladder training
RR: 20x/mt. Riwayat HT 5 bisep, trisep, patella, tendon achiles | Kekuatan otot
+2 +2 dilakukan 5 hari baru klien
tahun yang lalu kontrol di 4433 5555
| , skala braden skor 17 (risiko sedang) dapat mengontrol BAK, Foley
puskesmas, merokok mulai 4433 5555
catheter sudah dilepas pada
muda 12 batang/hari
hari ke-11 perawatan, klien
sudah dapat mengontrol BAK,
klien sudah mampu makan
sendiri, menyeka tubuhnya
pada area yang terjangkau
klien, memakai pakaian sendiri
dan buang air besar dikamar
mandi dengan dibantu. Dengan
demikian dapat disimpulkan
klien adaptif terhadap kondisi
saat ini.
13 SI+Parkinson+anemia Pengkajian tgl 05 Maret /2012 sehingga saat dikaji klien Stimulus fokal adalah - Risiko Klien KRS tgl 12/03/12
gravis+ulkus decubitus sudah memasuki hari ke 29, tensi 130/90 mmHg, suhu penurunan kekuatan aspirasi Pada hari ke-36 NGT masih
Ny RY/60 th, agama Islam, 37,1°C, Nadi: 88x/mt, RR: 20 x/mt pupil isokor 3mm/3mm, otot, stimulus - Kerusakan belum dilepas, Klien mendapat
status kawin, suku betawi, kesadaran komposmentis, E4M4Vafasia klien mengalami kontekstual adalah menelan peningkatan diit untuk koreksi
pendidikan tidak sekolah,, disfagia derajat I (drooling, wajah tidak simetris, gerakan infark serebral, berat badan dan infeksi, secara
pekerjaan ibu rumah lidah terganggu/mengalami kelemahan, tidak bisa menutup anemia, stimulus
- Nutrisi berangsur diet klien ditingkatkan
kurang dari

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


tangga, alamat jl tanah bibir batuk(+)Rh +/+, Wh -/-, klien mengalami kesulitan residual adalah kebutuhan dengan penambahan proten 2
kusir-Jakarta, RM menelan disebabkan stroke infark, saat dikaji klien masih riwayat parkinson, dan - Risiko sachet perhari sehingga kalori
01110740. Klien MRS tgl terpasang NGT dan mendapat diet blender 1200 kalori stroke. disuse yang diterima klien menjadi
06/02/2012, klien personde. Hemoglobin tanggal 01/03/12 adalah 10,2 g/dL sindrome 1624 kcal. Ditambah fujimin 3
mengalami penurunan (11,7 – 15,5 mg/dL), Hematocrit 32% (33-45), ureum 22 - Inkontinens kali sehari Klien diperbolehkan
kesadaran 2 hr sebelum (20-40), creatinin 1.1 (0,6 – 1.), albumin 3 (3.4 -4.8), tgl ia fecal pulang dengan evaluasi tidak
mrs. Kejang (-0, sakit 04/03/12 kadar GDS 100 (79-140), eritrosit 3.6 (3.8- 5,2), terjadi aspirasi, Rh -/-, wh -/-
kepala (-), demam (-), SGOT 78 mg/dl (N: <31), SGPT 39 (N: <31). Tinggi badan
- Incontinens
komunikasi belum mampu
ia urine
Tidak bisa bicara dan 150 cm, LILA 23 cm, perkiraan BB 44.8kg. BB ideal 47.5; mengucapkan kata, mobilisasi
makan. Riwayat Parkinson BMI klien berdasarkan taksiran BB 1.91 (N 18,5 – 24,9). - Kerusakan meningkat sudah mampu duduk
10 th, stroke 1 ½ th yang Keadaan kulit agak bersih, terdapat ulkus decubitus pada integritas dengan uncang- uncang kaki.
lalu,.Keadaan waktu masuk sacrum ɸ 7 cm, grade 2, granulasi +, sedikit nekrosis pada kulit buang air besar perubahan
tensi : 117/75, S: 83 sisi luka dan pada bagian dalam. warna merah kekuningan, - Kerusakan konsistensi feses dari type 5
x/menit, RR: 17x/menit, pus (-), bekas lecet, edema pada tangan kanan, skor Braden komunikasi dalam kartu bristol menjadi type
GCS E2M5Vdisfasia, klien Scale 10 (risiko tinggi untuk terjadi luka tekan), Eliminasi verbal 4, frekwensi BAB berkurang
mrs di ruang GPS selama urin: terpasang kateter, produksi urine dalam sehari 2500 menjadi 3 kali sehari. Integritas
28 hari, cc/hari. Warna urin jernih, Eliminasi fekal : BAB (+) kulit bagian ulcus decubitus
terutama setelah makan, klien mengalami inkontinensia menjadi grade II, luka sudah
fecal, konsistensi feses type 5, warna kecoklatan. BU terdapat granulasi, mulai tumbuh
10x/mt, perkusi abdomen timpani, Tanggal 06/02/12 hasil jaringan keatas, nekrosis (-), pus
CT Scan menunjukkan Infark lacunar di basal ganglia, dan (-), BAK masih incontinensia
periventrikel lateralis kanan, relative status quo. urine terpasang foley catheter.
Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus I Dengan demikian dapat
(olfaktorius), II sulit dinilaii; pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 disimpulkan bahwa Ny.RY
mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata adaptif dengan kondisi yang
kanan dan kiri +/+, Nervus III, IV,V dan VI tidak ada dialami saat ini, hanya saja
parese; kesan parese nerves VII dan XII sinistra, serta kesan masalah kerusakan menelan,
parese IX,X: disfagia; Nervus VIII tidak mengalami kerusakan integritas kulit,
gangguan pendengaran; mengalami afasia, Nervus XI komunikas dan incontinensia
parese sinistra. Hemiparese dupleks, kesan kekuatan otot urine masih belum adaptif, untuk
4444 3333 perawatan selanjutnya klien
4444 3333
diikuti oleh perawat homecare.
14 SI+ DM Tanggal pengkajian 17/02/2012, Kesadaran composmentis, Stimulus fokal adalah - Risiko Pada hari ke-5 NGT sudah dapat
Ny.M, usia 47 th, status 5555 1111 penurunan kekuatan dilepas, klien mulai diit
kekuatan otot , Tensi= 150/90 mmHg, N= 95x/mt, aspirasi
5555 2211
menikah, beragama Islam, otot, stimulus - Ketidak peroral.Setelah hari ke16
RR 16 x/mt, Suhu= 36,5. Fungsi otonom : inkontinensia uri,
alamat jl. Timbul no.31 kontekstual adalah efektifan (02/03/2012) perawatan klien
terpasang kateter menetap, kesulitan mengeluarkan feses.
Jakarta, suku Jawa, MRS infark serebral, perfusi diperbolehkan pulang dengan
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk(-), brudzinski (-),
14/02/2012. Klien masuk residual adalah DM jaringan evaluasi perfusi jaringan serebral
kernig >135//>135, laseg >70/>70. Nervus I tidak ada

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


dengan keluhan 3 hari gangguan, NII Visus OD/OS: -2/-4, N IVdan VI tidak ada serebral adekuat, bicara lancar sedikit
sebelum MRS saat bangun gangguan, Nervus III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, - Kerusakan pelo, dan kemampuan mobilisasi
tidur mengalami reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan menelan meningkat yaitu klien sudah
kelemahan pada kaki dan dan kiri +/+, Nervus V (trigeminus), tidak ada gangguan; - Gangguan dapat duduk uncang- uncang
tangan kiri, mulut mencong Nervus VII (fasialis), asimetri, otot wajah kiri mengalami eliminasi disisi ditempat tidur dibantu
kekanan, rasa baal, tebal kelemahan, N VII parese sentral,; Nervus VIII (vestibulo konstipasi keluarga. Dengan demikian
dan kesemutan pada kaki kokhlearis), N VIII pendengaran kanan dan kiri dapat dapat disimpulkan bahwa Ny.M
kiri, nyeri kepala, bicara mendengar detik arloji dan gesekan jari.; Nervus IX, dan X
- Gangguan
adaptif terhadap kondisi yang
mobilitas
pelo, tersedak saat minum, (glosofaringeus dan vagus), klien mengalami disfagia dialami saat ini.
fisik
mual, muntah(-), pingsan (- (gangguan menelan), Nervus XI (aksesorius), kelemahan
), Kejang (-) pada sisi tubuh sebelah kiri; Nervus XII (hipoglosus)
terdapat gangguan gerakan dan kekuatan lidah
15 SI + HT Tanggal pengkajian 17/04/12, Kesadaran composmentis, Stimulus fokal adalah - Risiko Klien KRS tanggal 04/05/12
Tn PS/56 th agama Islam, 4444 2222 penurunan kekuatan Setelah dilakukan tindakan
kekuatan otot , Tensi= 180/100 mmHg, MAP 127 perubahan
4444 2222
suku papua/ Indonesia, otot, stimulus perfusi selama 14 hari ( hari perawatan
(N=70-130) N= 92x/mt, RR 28 x/mt, Suhu= 39°C pupil
sudah tidak bekerja kontekstual adalah jaringan ke-16) klien diperbolehkan
isokor ɸ 3mm/3mm, kesadaran somnolen GCS
(mantan pegusaha) dan infark serebral, serebral pulang dengan evaluasi tidak
(E3M6Vafasia). Hasil CT Scan tgl 15/04/12= Infark luas
menikah dengan 2 orang stimulus residual - Risiko terjadi perubahan perfusi
relative baru, lobus fronto-temporo-parietalis kanan disertai
anak, tinggal di jl. Lebak adalah riwayat stroke, aspirasi jaringan serebral. kerusakan
edema hemisfer cerebral kanan& herniasi subfalcin, infark
bulus Jakarta. Pasien perokok, kurang menelan klien membaik, NGT
masuk RSF Jakarta melalui
kortikal lobus parietalis kiri. Klien belum bab + 5 hari, BU
pengetahuan.
- Kerusakan
dilepas pada hari ke-10 diit
12x/mt, perkusi abdomen timpani terpasang NGT diit cair 6 menelan
IGD pada tanggal 15/04/12 peroral dapat direspon dengan
x 250 cc, foley catheter produksi urine 2000cc/ hari, warna - Perubahan
pukul 11.00 wib, Keluhan baik, dan klien tidak batuk/
kuning agak jernih. Hasil laboratorium : 15/4/12 nutrisi
klien mengalami tersedak, klien tidak mengalami
hemoglobin adalah 13,8 g/dL (13 – 17,3 mg/dL), kurang dari
kelemahan tubuh sudah 2 aspirasi. Foley catheter dilepas
Hematocrit 38%. Albumin 3,1 g/dl (3.4-4.8). Tinggi badan kebutuhan
minggu yang lalu dirawat pada hari ke 9, BAK masih
160 cm, LILA 27 cm, perkiraan BB 57.1 kg. BB ideal 56 - Kerusakan
dirumah, 1 hari sebelum kadang- kadang ngompol, BAB
kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 22.3 (N 18,5 komunikasi
MRS klien tidak bisa sudah mulai rutin tiap hari
– 24,9), reflek fisiologi: bisep, trisep, patella, tendon achiles
makan dan minum, demam +2 +2 - Gangguan setelah hari ke 5, bicara kalimat
lalu dibawa RSF. Riwayat | dalam batas normal;Tanda peningkatan tekanan eliminasi masih belum jelas namun kata-
+2 +2
HT 5 tahun tidak intrakranial : muntah (-), papiledema tidak dikaji. Tanda konstipasi kata bisa dan kemampuan
terkontrol, merokok 3 rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135, - Gangguan mobilisasi meningkat yaitu klien
bungkus/hari. Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-). mobilitas sudah dapat duduk uncang-
Pemeriksaan saraf kranial I-XII belum dapat dikaji fisik uncang disisi ditempat tidur dan
kursi roda dibantu keluarga.
kekuatan otot meningkat
5555 3333
T:150/90, S;36,7°C,
5555 2222
N; 88x/mt, RR:20x/mt, Rh-/-,wh

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


-/-. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Tn TS
adaptif terhadap kondisi yang
dialami saat ini.
16 SI recurrent Tanggal pengkajian 05/12/11, Kesadaran composmentis, Stimulus fokal adalah - Risiko Klien KRS tanggal 14/12/11
Tn TS/56 th agama kristen, 5555 2222 penurunan kekuatan Setelah dilakukan tindakan
kekuatan otot , Tensi= 140/90 mmHg, N= 92x/mt, perubahan
5555 2222
suku batak/ Indonesia, otot, stimulus perfusi selama 10 hari ( hari perawatan
RR 20 x/mt, Suhu= 36,5. Fungsi otonom : tidak terdapat
sudah tidak bekerja kontekstual adalah jaringan ke-15) klien diperbolehkan
inkontinensia uri, belum BAB 4 hari. Tanda rangsang
(mantan pegusaha) dan infark serebral, serebral pulang dengan evaluasi perfusi
meningeal: kaku kuduk(-), brudzinski (-), kernig
menikah dengan 3 orang stimulus residual - Risiko jaringan serebral efektif,
>135//>135, laseg >70/>70. Nervus I tidak ada gangguan,
anak, RM 00580602, adalah riwayat stroke, aspirasi kerusakan menelan klien
NII eksoftalmus pada mata, N IVdan VI tidak ada
tinggal di jl. Tanah Kusir II perokok, kurang membaik, diit peroral dapat
kebayoran lama Jaksel.
gangguan, Nervus III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm,
pengetahuan.
- Kerusakan
direspon dengan baik, dan klien
reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan menelan
Pasien masuk RSUPF tidak batuk/ tersedak, klien
dan kiri +/+, Nervus V (trigeminus), tidak ada gangguan; - Gangguan
Jakarta melalui IGD pada tidak mengalami aspirasi. BAB
Nervus VII (fasialis), asimetri, otot wajah kiri mengalami eliminasi
tanggal 01/12/2011 pukul sudah mulai rutin tiap hari
kelemahan, N VII parese sentral,; N VIII pendengaran konstipasi
11.00 wib, Keluhan utama, setelah hari ke 6, bicara lancar
kanan dan kiri dapat mendengar detik arloji dan gesekan - Gangguan
kemarin setelah magrib sedikit pelo, dan kemampuan
jari.; Nervus IX, dan X klien mengalami disfagia mobilitas
klien tiba- tiba tubuhnya mobilisasi meningkat yaitu klien
(gangguan menelan), Nervus XI (aksesorius), kelemahan fisik
lemas sebelah kiri, tidak sudah dapat duduk uncang-
pada sisi tubuh sebelah kiri; Nervus XII (hipoglosus)
kuat jalan dan bicara pelo. uncang disisi ditempat tidur dan
terdapat gangguan gerakan dan kekuatan lidah, klien
Riwayat HT 10 tahun tidak kursi roda dibantu keluarga.
menolak dipasang NGT karena merasa tidak nyaman dan
terkontrol, merokok 1 kekuatan otot meningkat
dulu pada stroke yang pertama dia tidak pakai selang masih 5555 3333
bungkus/hari, tahun 2004 T:140/90, S;36°C,
bisa makan sendiri. Hasil CT Scan tanggal 1/12/11 focal 5555 2222
pernah stroke sehingga
atrofi serebri, tampak infark kecil pada thalamus kiri dan N; 80x/mt, RR:20x/mt, Rh-/-,wh
muka lemas separuh, dan
region parietalis kiri. -/-. Dengan demikian dapat
mata sulit menutup.
disimpulkan bahwa Tn TS
adaptif terhadap kondisi yang
dialami saat ini.
17 SI + Parkinson disease + Tanggal pengkajian tanggal 10/11/11 jam 08.00, data stimulus fokal pada - Ketidakefe Evaluasi tanggal 11/11/11
observasi febris ec CAP rekam medis tgl 9-11-11 tertulis Tn. RC mengalami kejang pengkajian oksigenasi ktifan Nafas spontan dibantu NRM 10
Tn RC (57 tahun) agama pada pukul 01.55 lalu mendapat diazepam 5 mg bolus IV, didapatkan adanya perfusi lpm, kesadaran composmentis
kristen, suku batak/ lalu kejang teratasi. Saat dikaji px syok dan masuk ke ruang penurunan kesadaran, jaringan GCS E4M6Vsulit dikaji, pupil
Indonesia, pensiunan Resusitasi, Tensi 60 mmHg/palp, RR: 48x/mt, suhu: alkalosis metabolic, serebral bulat isokor Ø3 mm/3 mm
pegawai negeri sipil, dan 36,6°C, N=140x/mt, per menit, reguler, dangkal, wheezing CAP(community - Risiko reaksi cahaya tidak langsung
juga seorang duda dengan (-), ronchi (+/+) basah kasar, batuk (+), bentuk dada acquired pneumonia), aspirasi +/+, reaksi cahaya langsung
3 orang anak, tinggal di jl. simetris, pengembangan dada kiri dan kanan sama, retraksi thorak foto terdapat - Kerusakan +/+,t erapi oral melalui NGT
Aggrek Ciganjur Jaksel. intercosta ada, perkusi paru resonan, terpasang O2 nasal bilateral infiltrat; pertukaran madopar,THP,PCT,sifrol sudah

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Pasien dirawat dengan kanul 3 liter per menit. ekstremitas teraba dingin, nadi stimulus gas diberikan jam 08.30
diagnosa medis parkinson perifer lemah,dan cepat, nadi 140 x/menit, tekanan darah 60 kontekstualnya - Risiko Terapi ceftriaxon 2 gram dan
disease dan. Pasien masuk mmHg/ palpasi, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur parkinson sejak th gangguan citicholin 500mg/ IV sudah
RSUPF Jakarta melalui (-), gallop (-).Hasil laboratorium tgl 9/11/11; hemoglobin 2007; dan stimulus integritas diberikan jam 10.00
IGD pada tanggal 9 adalah 15,6 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL);. Analisa gas darah residualnya operasi kulit Jam 10.00 tensi 130/70
November 2011 pukul menunjukkan hasil pH 7,45. pCO2 14,3 mmHg. pO2 176,0 tempurung lutut - Defisit mmHg,S=37.3°C, N=100x mt,
20.48 wib, lalu tgl mmHg, HCO3 9,9 mmol/liter, BE -10,4 mmol/liter dan O2 kanan th.2009 volume RR= 36x/mt, MAP=90
10/11/11 jam 08.00 masuk saturasi 99,3%. Pemeriksaan rontgen thorak tanggal sehingga pasien hanya cairan produksi urine 200 cc warna
di ruang RES Keluhan 9/11/11 menunjukkan bilateral infiltrat. Pasien 2hr ini sama beraktivitas diatas - Perubahan kuning jernih (mulai jam 08.00 –
utama, sejak 1 mgg yang sekali tidak mendapat makan dan minum, terpasang NGT, kursi roda. nutrisi 10.00)
lalu, sulit makan, demam, bising usus 8x/menit, perkusi timpani, palpasi supel, pasien kurang dari masalah belum teratasi,
kesemutan sesisi, kejang (- mengalami disfagia derajat I (dooling, gerakan lidah kebutuhan sementara klien masih adaptif
), bicara susah (Tn. RC terganggu/mengalami kelemahan, tidak bisa menutup bibir terhadap perfusi jaringan
bicara pelo sudah sejak 1 dan batuk), muntah (-). Hasil laboratorium: gula darah serebral, dan cairan rencana
tahun yang lalu), 2 hari sewaktu 132 mg/dl (90-120 mg/dl), Tinggi badan 165 cm, perawatan dilanjutkan ke ruang
sebelum masuk rumah dengan lingkar lengan 25 cm perkiraan BB 63.5 kgTurgor perawatan.
sakit Tn. RC sama sekali kulit turun, tidak ada edema, bibir dan mukosa kering.
tidak dapat makan, demam, masukan cairan per NGT=(-) dan IVFD 1500 cc/hari.Cairan
muntah, sering tersedak. 1 infuse Na cl 0.9% mulai tgl 9/11/11 jam 21.00 sampai tgl
hari sebelum masuk rumah 10/11/11 jam 08.00 masuk 700 cc Hasil laboratorium :
sakit Tn RC kesadaran natrium 134 mEq/L (132-147 mEq/L); kalium 5.24 mEq/L
menurun.Riwayat DM (-), (3.30 - 5.40 mEq/L); clorida 78 mEq/L (94,0 – 111,0
HT (-), stroke (-). Th 2007 mEq/L); kreatinin darah 0,80 mg/dL (0,5 - 1.3 mg/dL);
Tn. RC menderita ureum darah 36 mg/dL (10 – 50 mg/dL); hematokrit 45%
parkinson, th. 2009 Tn. RC (40,0-48,0 %). Kesadaran apatis, kekuatan otot sulit
operasi tempurung lutut dikaji; reflek fisiologi : bisep, trisep, patella, tendon achiles
kanan, sejak operasi dalam batas normal; reflek patologi : Babinski, Chaddock,
tersebut Tn, RC aktivitas Gordon, Oppenheim, Schaefer (-/-). Test koordinasi belum
menggunakan kursi roda dapat dikaji. Fungsi otonom: inkontinensia uri, terpasang
kateter menetap. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :
nyeri kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan.
Tanda rangsang meningeal : belum dapat dikaji.
Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus
I,II, IV,VI,VII,VIII,IX,X,XI,XII belum dapat dikaji; Nervus
III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+,
hasil CT Scan tgl 10/11/2011 didapatkan adanya infark di
thalamus kanan dan kiri, kapsula interna kiri, crus anterior
dan posterior paraventrikel lateralis

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


18 SI Pengkajian tanggal 22 Oktober 2011 Kesadaran compos Stimulus fokal adalah - Risiko - Setelah dilakukan tindakan
Tn M/ 56 tahun mentis. tekanan darah 120/80mmHg, hasil CT Scan kelemahan anggota perubahan keperawatan selama 12 hari
No RM 00771299 menunjukkan adanya Infark pada cerebellum, Oedema gerak, gangguan perfusi perawatan klien tidak
Klien mrs tgl 15 Oktober cerebri,Ventriculomegali ringan, perdarahan subarachnoid koordinasi stimulus jaringan menunjukkan penurunan
2011 di ruang HCU dan BAB (+) lembek. Klien terpasang Dower kateter sejak tgl kontekstual adalah serebral. perfusi serebral dan cedera
pindah diruang perawatan 15/10/11 waktu itu mengalami penurunan kesadaran, Infark pada - Nyeri akut fisik. Klien sudah mampu
mulai tanggal 22 Oktober sebelum sakit buang air kecil 4-5 x sehari,buang air besar 1 cerebellum, Oedema - Kerusakan duduk seimbang dan duduk
2011. Seminggu sebelum x.Selama di rumah sakit, klien buang air besar 1 x sehari, cerebri,Ventriculomeg mobilitas dikursi roda. Nyeri berkurang
MRS klien mengeluh terpasang pampers, sehari 2 x ganti pampers. Produksi urine ali ringan, perdarahan fisik pada skala 1, T: 130/80
pusing- pusing dan sering 400 cc/ 4 jam, warna kuning jernih melalui foley catheter subarachnoid, stimulus - Cemas mmHg, S:36°C, RR: 16x/mt,
istirahat, sebelum MRS (Kateter sudah diganti tgl 22/10/2011), BAK masih belum residual adalah - Risiko N:88x/mt, klien mengatakan
klien berangkat kerja naik bisa mengontrol. Klien mengeluh nyeri kepala cekot – hipertensi sejak 9 Cidera perasaannya lebih tenang, dan
sepeda motor dan tiba- tiba cekot pada belakang kepala skala 6 ( 1-10) nyeri terutama bulan yang lalu tidak - inkontinens berharap segera sembuh dan
jatuh CAP dalam proses pada siang hari. Klien juga mengeluh memiliki masalah terkontrol. ia urine menata hidupnya. Foley
pengobatan dengan keluarganya dan pekerjaannya. Pemeriksaan N I- - Defisit catheter sudah dilepas pada
Riwayat Hipertensi 9 bl XII dalam batas normal, hanya pada N II: Pandangan perawatan hari ke-11 perawatan, klien
yang lalu, Riwayat DM -, double jika kedua mata melihat, lapang pandang tidak ada diri sudah dapat mengontrol BAK,
Penyakit jantung -, asma-, gangguan pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya klien sudah mampu makan
alergi- langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, sendiri, menyeka tubuhnya
Kaku kuduk -, brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig pada area yang terjangkau
> 135/>135. Klien belum mampu duduk seimbang maupun klien, memakai pakaian sendiri
jalan, klien mengalami gangguan koordinasi terutama pada dan buang air besar dikamar
ekstremitas kanan BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +2/+2 mandi dengan dibantu.
4444 5555
APR +2/+2 Kekuatan otot |
5555 5555

19 SI+ HT Pengkajian tanggal 11/10/11 Kesadaran compos mentis. Stimulus fokal adalah - Risiko Klien KRS tanggal 18/10/11.
Ny. SS/59 th tekanan darah 150/9 0mmHg, hasil CT Scan menunjukkan kelemahan anggota perubahan Setelah dilakukan tindakan
No. RM: 00771289 mrs adanya lacunar infark dan infark diparaventrikel lateral gerak, stimulus perfusi keperawatan selama 8 hari klien
sejak tanggal 10/10/2011 sinistra, tak tampak perdarahan, perselubungan ringan dari kontekstual adalah jaringan tidak menunjukkan penurunan
beragama Islam, suku sinus ethmoidalis dekstrasinusitis. BAB (+) lembek. Infark serebral, serebral. perfusi serebral. Klien sudah
Jawa, pekerjaan pedagang. Klien tidak didapatkan inkontinensia urine dan stimulus residual - Kerusakan mampu duduk seimbang dan
Klien dibawa kerumah inkontinensia alvi.BAK 4-5 kali sehari warna kuning jernih, adalah hipertensi, mobilitas duduk dikursi roda serta mampu
sakit dengan keluhan 2 hr mual(-), muntah (-), makan masih sedikit malas, nyeri kurang pengetahuan fisik berjalan kekamar mandi. Nyeri
sebelum MRS pada malam kepala skala 6 (1-10) pada area belakang. Pemeriksaan N I- - Defisit berkurang pada skala 1, T:
hari klien tidur dan pada XII dalam batas normal, hanya pada N XI: lemah pada sisi perawatan 130/80 mmHg, S:36°C, RR:
pgi hari ketika bangun kanan tubuh dan N VII parese sentral dekstra. Pupil bulat diri 20x/mt, N: 80x/mt, klien
sudah tidak mampu isokor Ø 2 mm/2 mm, reflek cahaya langsung dan tidak mengungkapkan sudah mengerti

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


menggerakkan tangan dan langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku kuduk -, cara mengatur makanannya dan
kaki kanannya, lalu klien brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig > 135/>135. akan rajin kontrol. Klien sudah
dibawa kerumah sakit. Klien belum mampu duduk seimbang BPR +2/+2, TPR mampu memakai bajunya
riwayat hipertensi (+) 5 2222 5555 sendiri, makan sendiri serta
+2/+2, KPR +2/+2 APR +2/+2 Kekuatan otot | .
3333 5555
tahun yang lalu tidak mandi dan gosok gigi sendiri di
Klien mengatakan tidak tahu bagaimana mengatur
terkontrol baik. kamar mandi dengan bantuan
makannya supaya tekanan darahnya tidak tinggi. Hasil
minimal. Sehingga dapat
laboratorium Hb 14.1 g/dL (11,7 – 15,5 mg/dL), Hematocrit
disimpulkan klien adaptif
42% (33-45).
terhadap kondisinya
20 SI+ CAD+ CHF Pengkajian tanggal 26/09/2011. Klien mengalami Stimulus fokal yaitu - Risiko Pada hari ke-8 perawatan
Ny. A, Usia 91 tahun penurunan kesadaran sejak mrs akibat adanya infark di klien mengalami aspirasi kondisi klien menurun:
No. RM: 00875581 mrs paraventrikel lateral dekstra- sinistra dan infark kecil penurunan kesadaran, - Ketidakefe peningkatan suhu 39.9°C,
sejak tanggal 22 September didaerah thalamus dan basal ganglia sinistra, lesi hiperden stimulus kontekstual ktifan RR32x/mt, T=160/90 mmHg N
2011 beragama Islam, pada para falk cerebri parietal dekstra 3x1,5x2 cm (hasil CT adalah infark di perfusi 70x
Klien dibawa kerumah Scan tgl 22 september 2011). Klien terpasang NGT sejak paraventrikel lateral jaringan Memasuki hari ke 9 tanggal
sakit dengan keluhan tidak masuk, tekanan darah 150/90 mmHg, suhu : 37.4 N:70 dekstra- sinistra dan serebral pukul 22.00 klien apnoe dan
sadarkan diri sejak tadi x/mt RR= 20 x/mt. Kesadaran apatis, kekuatan otot sulit infark kecil didaerah - Risiko meninggal, dengan demikian
pagi.Keluarga klien dikaji; reflek fisiologi : bisep +2/+2, trisep +2/+2, patella thalamus dan basal nutrisi dapat disimpulkan klien
mengatakan klien sudah +2/+2, tendon achiles +2/+2. reflek patologi : Babinski, ganglia sinistra; kurang dari maladaptif terhadap kondisi
sakit dan terbaring di Chaddock, Gordon, Oppenheim, Schaefer, (-/-). Fungsi stimulus residual kebutuhan yang dialami.
tempat tidur sejak 2 hari serebelum: test koordinasi belum dapat dikaji . Fungsi adalah hipertensi - Gangguan
sebelum mrs, dan sejak otonom : inkontinensia uri, terpasang kateter sejak 20 th yang lalu, integritas
tadi pagi klien tidak menetap.Tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri CAD, dan CHF. kulit
bangun- bangun. Keluhan kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan. Tanda - Defisit
muntah proyektil (-), rangsang meningeal : belum dapat dikaji. Pemeriksaan saraf perawatan
pandangan kabur (+). kranial adalah nervus I,II, IV,VI,VII,VIII,IX,X,XI,XII diri total
riwayat hipertensi (+) belum dapat dikaji; Nervus III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3
sudah + 20 th yang lalu mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata
dan klien rajin kontrol ke kanan dan kiri +/+, Terdapat luka tekan grade I, Terpasang
dokter praktek, DM (-), NGT, diit cair 6 x 200 cc. bising usus 18x/menit, perkusi
sakit jantung CAD, CHF timpani, palpasi supel. Hasil laboratorium : albumin 3,9
(+), terpasang pace maker. g/dL (3,40 – 4,80 g/dL), kolesterol total 214 mg/dL (120 –
Riwayat sosial: klien 200 mg/dL), trigliserida 145 mg/dL (50 – 150 mg/dL),
seorang ibu rumah tangga HDL 60 mg/dL (40 – 55 mg/dL), LDL 115 mg/dL (50 –
dengan 7 orang anak. 130mg/L). Tinggi badan 158 cm, LILA 25 cm, perkiraan
Riwayat merokok, BB 48.8kg, BB ideal 53 kg.
pengguna alkohol
disangkal.riwayat stroke (-)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


- CEDERA KEPALA
21 EDH + fracture linear + Pengkajian pada tanggal 17 Oktober 2011 pukul 09.00 stimulus fokal adanya - Risiko evaluasi menunjukkan tekanan
SAH traumatic WIB. kesadaran composmentis, mual (+), Klien tiduran epidural hematom, perubahan darah Klien mulai hari ke-6 sudah
Tn.A (49tahun), agama dan mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 perdarahan perfusi sama seperti sebelum Klien sakit
Islam, Jawa/Indonesia, (skala 0-10), muntah (-), mencret 3X, tekanan darah subarachnoid, edema jaringan yaitu 140/90 mmHg, pada hari ke-
pedagang, dan sudah 170/100 mmHg, suhu : 37,8, N:60 x/mt, RR 20 kali per cerebri, fraktur linear serebral. 5 nyeri kepala terjadi penurunan
menikah. Klien masuk RSF menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-), di os. parietooccipital - Nyeri akut skala 5-6 dan pada hari ke delapan
Jakarta melalui IGD pada batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, tidak kanan, subgaleal - Incontinens nyeri kepala turun pada skala 3
tanggal 15/10/11 jam 11.20 ada sianosis. Hasil laboratorium adalah hemoglobin 13,9 hematom, stimulus ia fecal dan lebih terasa hanya pagi hari
wib, masuk di ruang g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); eritrosit 5.08 Juta/ul (4,40 – 5,90 kontekstualnya dan pada hari ke 10 nyeri kepala
perawatan 16/10/11 pukul Juta/ul). Cholesterol: 214 (N=<200) Hasil CT- scan tgl 15 hipertensi yang tidak sudah pada skala 1-2 , nadi 88 kali
10.00 Keluhan utama Klien oktober 2011: Epidural hematom di region parietooccipital terkontrol sejak 2 per menit, suhu 36,4° C, RR: 20
masuk RS adalah kanan, perdarahan subarachnoid di fossa posterior, edema tahun yang lalu; x/menit;kesadaran komposmentis,
mengalami kecelakaan, cerebella, fraktur linear di os. parietooccipital kanan, hiperkholesterolemia MAP sejak hari pertama berkisar
pagi pukul 6.00 klien subgaleal hematom di regio parietooccipital kanan kiri, dan stimulus antara 98 – 122,75 mmHg (N= 70
mengendarai sepeda motor sinusitis ethmoidalis kanan kiri, Klien tidak mengalami residualnya adalah – 130 mmHg). Untuk eliminasi
lalu tiba- tiba klien pingsan 5555 5555 kebiasaan merokok (1 fecal klien pada tgl 18/10/2011
kelemahan anggota gerak. Kekuatan otot | .
5555 5555
dijalan dan ditolong tukang bungkus per hari) mencret 8 kali sehari dan pada
Aktifitas Klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas
ojek dibawa kerumah sakit, malam hari lebih sering, hari
sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.
klien tidak ingat ketiga diare sudah berkurang
Kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5). Nervus I,
kejadiannya. Di IGD: mual 3x/hr dengan konsistensi feses
Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan
(+), nyeri kepala (+), lembek dan pada hari keempat
balsem. Nervus II, tidak ada gangguan lapang pandang,
muntah (+), hematom sudah tidak mencret pada hari ke-
visus belum dapat dinilai. Nervus VIII, Klien dapat
dikepala (+). riwayat DM 11 Klien dilakukan CT Scan ulang
mendengar, Klien dapat merasakan sentuhan. Nervus V dan
(-), HTi sejak 2 tahun (CT scan tgl 26 Oktober 2011)
VII Klien dapat merasakan sentuhan diwajah, kekuatan
tidak terkontrol. riwayat hasilnya: dibandingkan CT Scan
otot mengunyah baik, otot wajah simetris.
stroke (-), tgl 15 oktober tgl 15 oktober 2011 epidural
2011 hasil konsul bedah hematom di fossa posterior
saraf volume perdarahan 7 oksipital kanan mulai terabsorbsi
cc, rawat dr. Neuro dan dan menipis. Sehingga
CT scan control 3 hari lagi. disimpulkan pada hari ke-11 klien
adaptif terhadap kondisi yang
dialami saat ini. Klien KRS
setelah perawatan hari ke-12
22 CKS + Suspect fr. Basis Pengkajian tanggal 22/11/12 jam 09.00, kesadaran stimulus fokal adanya - Ketidak evaluasi menunjukkan pada hari
cranii somnolen GCS 11-12 (E2-3M6V4). Klien tiduran dan penurunan kesadaran, efektifan ke-10: perfusi jaringan serebral
Ny SI/ 48 th, agama Islam, mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 (skala 0- stimulus kontekstual perfusi adekwat ditunjukkan tensi 120/80
suku Jawa, status janda 10), muntah (+), tekanan darah 110/80 mmHg, suhu : 37°C, adanya SAH, EDH jaringan nadi 76 kali per menit, suhu 36,4°
dengan 3 anak, pekerjaan N:70 x/mt, RR 20 kali per menit, reguler, kedalaman cukup, stimulus residualnya serebral. C, RR:20x/menit; kesadaran

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


ibu rumah tangga, alamat wheezing (-), ronchi (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul adalah anemia - Risiko komposmentis mulai hari ke-4,
jl. Bangka raya-prapatan 3 liter per menit, tidak ada sianosis. Hasil laboratorium aspirasi Nyeri kepala terjadi penurunan
Jakarta. RM 01105533. adalah hemoglobin 11,1 g/dL (11,7 – 15.5 mg/dL); Hct - Nyeri akut skala 5-6 dan pada hari ke 12
MRS 21/11/12 jam 19.42 36%, eritrosit 3.97Juta/ul (4,40 – 5,90 Juta/ul). Cholesterol: - Risiko nyeri kepala turun pada skala 2
Riwayat penyakit 5 jam 214 (N=<200) Hasil CT- scan tgl 21/11/12:SAH di sulsi injuri dan lebih terasa hanya pagi. CT
sebelum mrs klien pingsan fronto temporo parietal kanan, edema serebri hemisfer - konfusi Scan ulang tidak dilakukan
setelah tertabrak motor, kanan, curiga EDH tipis di temporal kanan, fraktur os akut karena keluarga tidak mampu
kejang (+) muntah (+) temporal kiri dengan perselubungan ringan mastoid kiri. biaya. Sehingga disimpulkan pada
perdarahan THT (+), klien Klien tidak mengalami kelemahan anggota gerak. Kekuatan hari ke-10 klien adaptif terhadap
sempat dibawa keklinik 5555 5555 kondisi yang dialami saat ini.
otot | . Aktifitas Klien dilakukan di atas tempat
5555 5555
terdekat selanjutnya Klien KRS setelah perawatan hari
tidur, aktifitas sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan
dirujuk ke RSF / ke-12
keluarga. Nervus I, Klien dapat membedakan bau minyak
kayu putih dan balsem. Nervus II, tidak ada gangguan
lapang pandang, visus belum dapat dinilai. Nervus VIII,
Klien dapat mendengar, Klien dapat merasakan sentuhan.
Nervus V dan VII Klien dapat merasakan sentuhan
diwajah, kekuatan otot mengunyah baik, otot wajah
simetris. N IX-XII tidak ada kelainan.
23 EDH +SDH Pengkajian tanggal 16/11/11 pada pukul 10.00, kesadaran stimulus fokal adanya - Ketidak evaluasi menunjukkan pada pukul
FE/ 13 th, agama Islam, apatis GCS 10 (E2M6V2). Klien gelisah, mengeluh penurunan kesadaran, efektifan 12.00 keadaan klien makin
pelajar SLTA, RM kesakitan pada daerah kepalanya, muntah (+), tekanan stimulus kontekstual perfusi menurun kesadaran apatis
1104373.klien MRS di darah 120/70 mmHg, suhu : 37°C, N:84 x/mt, RR 24 kali adanya SDH, EDH jaringan GCS 10 (E2M6V2). Klien gelisah,
RSF tanggal 16/11/11 jam per menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi stimulus residualnya serebral. mengeluh kesakitan pada daerah
01.01. riwayat sakit: klien (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, adalah lamanya - Risiko kepalanya, muntah (+), tekanan
mengalami kecelakaan lalu tidak ada sianosis. Pupil bulat isokor ɸ 6 mm/ 6 mm, Hasil menunggu operasi. aspirasi darah 120/70 mmHg, suhu :
lintas ditabrak mobil laboratorium dan CT scan sedang dikirim ke kamar operasi - Nyeri akut 37,3°C, N:84 x/mt, RR 24 kali per
kemarin, lalu dibawa ke untuk persiapan operasi, Klien tidak mengalami kelemahan - Risiko menit, reguler, kedalaman cukup,
RS terdekat Bina Husada 555 5 5555 injuri wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),
anggota gerak. Kekuatan otot | . Terpasang foley
5555 5555
lalu di rujuk ke RSF - konfusi terpasang O2 nasal kanul 3 liter
catheter. N I-XII tidak bisa dikaji. Klien sementara puasa
akut per menit, tidak ada sianosis.
persiapan operasi.
Pupil bulat anisokor ɸ 3 mm/ 6
mm. Pukul 13.30 klien di kirim
kekamar operasi. Sehingga
disimpulkan tidak terjadi aspirasi
maupun injuri, namun perfusi
jaringan serebral klien masih
dalam tahap kompensasi sampai
tahap penanganan selanjutnya.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


24 Contosio serebri+ SAH Tanggal pengkajian 14/11/11 jam 09.00. kesadaran apatis stimulus fokal adanya - Ketidak evaluasi menunjukkan pada pukul
Tn RI/ 20 th, agama Islam, GCS 11 (E2M6V3). Klien gelisah, mengeluh kesakitan pada penurunan kesadaran, efektifan 12.00 keadaan klien statis
status belum kawin, daerah kepalanya, muntah (-), tekanan darah 120/70 mmHg, stimulus kontekstual perfusi kesadaran apatis GCS 11
pekerjaan di perusahaan suhu : 37,3°C, N:70 x/mt, RR 18 kali per menit, reguler, adanya SAH, edema jaringan (E2M6V3). Klien gelisah,
swasta, RM 01104079, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-), batuk (-), serebri stimulus serebral. mengeluh kesakitan pada daerah
alamat Kp Cihideung ilir terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, tidak ada residualnya adalah - Risiko kepalanya, muntah (+), tekanan
Bogor. Klien MRS tanggal sianosis. Pupil bulat isokor ɸ 3 mm/ 3 mm, reflek cahaya kondisi ekonomi aspirasi darah 120/80 mmHg, suhu :
14/11/11 jam 03.00. langsung dan tidak langsung +/+, brain hematom (-), keluarga. - Nyeri akut 36.4°C, N:64 x/mt, RR 20 kali per
Riwayat sakit : + 18 jam terpasang NGT dan foley catheter produksi urine 400 cc/5 - Risiko menit, reguler, kedalaman cukup,
sebelum MRS jatuh dari jam. Hasil laboratorium DL, SGOT/SgPT dan serum injuri wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),
kereta pingsan + 6jam, elektrolit dalam batas normal dan CT scan edema serebri - konfusi terpasang O2 nasal kanul 3 liter
muntah (+), kejang (-), ruang frontoparieto dekstra, SAH di falk serebri, ruang akut per menit, tidak ada sianosis.
perdarahan THT (+), parietal dekstra, suspect perdarahan intraparenkimal di - Risiko Pupil bulat isokor ɸ 3 mm/ 3 mm.
sempat dibawa ke RSF tapi ruang frontal dekstra. Terdapat kelemahan ekstremitas kiri, manajemen Pukul 14.00 klien di kirim
tempat penuh klien pulang, 5555 3333 terapi kekamar ruang HCU.. Sehingga
kesan Kekuatan otot | . N I-XII belum dapat dikaji.
5555 2222
tapi balik lagi malam keluarga disimpulkan tidak terjadi aspirasi
harinya. Riwayat DM (-), tidak efektif maupun injuri, keluarga akan
HT (-), alkohol (-), mengurus jaminan kesehatan
merokok 1 bungkus/hari masyarakat untuk pengobatan
klien, namun perfusi jaringan
serebral klien masih dalam tahap
kompensasi sampai tahap
penanganan selanjutnya.
25 CKB + SDH Pengkajian tanggal 17/11/11 pada pukul 09.00, kesadaran stimulus fokal adanya - Ketidak evaluasi menunjukkan pada pukul
FA/ 12 th, agama Islam, somnolen GCS 14 (E4M5V5). Klien gelisah menjerit-jerit penurunan kesadaran, efektifan 14.00 keadaan klien makin
pelajar SMP, RM 1104612 nyeri pada daerah kepalanya, perdarahan telinga (-), stimulus kontekstual perfusi menurun kesadaran apatis
.klien MRS di RSF tanggal raccoon eyes mata kiri, muntah (-), tekanan darah 110/70 adanya SDH stimulus jaringan GCS 12 (E3M5V4). Klien gelisah,
17/11/11 jam 03.00. mmHg, suhu : 36.5°C, N:80 x/mt, RR 20 kali per menit, residualnya adalah serebral. mengeluh kesakitan pada daerah
riwayat sakit: klien reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-), batuk lamanya menunggu - Risiko kepalanya, muntah (+), tekanan
mengalami kecelakaan lalu (-), akral hangat, terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, operasi. aspirasi darah 120/80 mmHg, suhu : 37°C,
lintas kemarin jam 20,00 tidak ada sianosis. Pupil bulat isokor ɸ 5 mm/ 5 mm, Hasil - konfusi N:90 x/mt, RR 20 kali per menit,
berboncengan dengan laboratorium dan CT scan sedang dikirim ke kamar operasi akut reguler, kedalaman cukup,
temannya ditabrak mobil. untuk persiapan operasi, Klien tidak mengalami kelemahan - Nyeri akut wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),
Klien sempat dirawat di RS 5555 5555 - Risiko terpasang O2 nasal kanul 3 liter
anggota gerak. Kekuatan otot | . Terpasang foley
5555 5555
karya bakti semalam lalu injuri per menit, tidak ada sianosis.
catheter. N I-XII tidak bisa dikaji. Klien sementara puasa
di rujuk ke RSF Pupil bulat isokor ɸ 5 mm/ 5 mm.
persiapan operasi.
Pukul 14.30 klien di kirim
kekamar operasi. Sehingga
disimpulkan tidak terjadi aspirasi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


maupun injuri, namun perfusi
jaringan serebral klien masih
dalam tahap kompensasi sampai
tahap penanganan selanjutnya.
- INFEKSI OTAK
26 ME +HIV Tanggal pengkajian 29/03/12 jam 09.00. kesadaran stimulus fokal adanya - Risiko evaluasi menunjukkan pada
Tn.APM/25 th, agama composmentis GCS 15 (E4M6V5). Klien tiduran dan infeksi bakteri di otak perubahan tanggal 04/04/12 jam 13.00
protestan, suku batak, RM mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 (skala 0- stimulus kontekstual perfusi dilakukan LP pukul 14.00
01095323, alamat SMP 10), muntah (-), tekanan darah 110/70 mmHg, suhu : 36°C, adanya HIV, jaringan keadaan klien makin menurun
mabad Jakarta, status N:80 x/mt, RR 20 kali per menit, reguler, kedalaman cukup, penurunan imun serebral. 120/70 mmHg, suhu : 36,7°C,
belum menikah, wheezing (-), ronchi (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul stimulus residualnya - Nyeri akut N:80 x/mt, RR 20 kali per menit,
mahasiswa, tanggal MRS 3 liter per menit, tidak ada sianosis. Hasil laboratorium adalah pengguna - Cemas reguler, kedalaman cukup,
28/03/12 jam adalah hemoglobin 12.6 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); Hct narkoba, prosedur LP - Risiko wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),
09.00.Riwayat sakit : 3 37%, eritrosit 4.18 Juta/ul (4,40 – 5,90 Juta/ul). LED:59 infeksi terpasang O2 nasal kanul 3 liter
mgg sebelum MRS radang (N=0-10) Hasil CT- scan tgl 29/03/12 lesi hipodens bentuk per menit, tidak ada sianosis.
tenggorokan, lalu klien lacunar di kapsula interna kanan, sinusitis sfenoidalis Pupil bulat isokor ɸ 5 mm/ 5 mm.
merasakan nyeri kepala kronis. BB:65kg, TB:167cm. minum baik sehari 5 liter, pukul 03.00 kesadaran apatis
mulai kemarin sampai Klien tidak mengalami kelemahan anggota gerak. Kekuatan GCS 12 (E3M5V4). Klien
teriak- teriak, lalu dibawa 5555 5555 berteriak- teriak kesakitan
otot | . Aktifitas klien dilakukan di atas tempat
5555 5555
ke RSF. Riwayat pengguna analgesic sudah diberilan
tidur, aktifitas sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan
narkoba oral, narkoba (tramadol drip). Pukul 03.30.
keluarga. Nervus I, Klien dapat membedakan bau minyak
suntik dan permiskuitas di Klien gelisah, mengeluh kesakitan
kayu putih dan balsem. Nervus II, tidak ada gangguan
sangkal klien, alkohol (-), pada daerah kepalanya, muntah
lapang pandang, visus belum dapat dinilai. Nervus VIII,
merokok (+) (+), tekanan darah 60/palpasi nadi
Klien dapat mendengar, Klien dapat merasakan sentuhan.
tidak teraba , klien dinyatakan
Nervus V dan VII Klien dapat merasakan sentuhan
meninggal. Sehingga disimpulan
diwajah, kekuatan otot mengunyah baik, otot wajah
klien tidak menunjukkan perilaku
simetris. N IX-XII tidak ada kelainan.BAK spontan 5x/hari
adaptif
kuning jernih. Klien dan keluarga mengatakan takut jika
akan dilakukan LP (rencana dilakukan 04/04/12) . Pupil
bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung dan
tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku kuduk -,
brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig > 135/>135.
BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +2/+2 APR +2/+2
27 ME TB Tanggal pengkajian 16/03/12 jam 09.00. kesadaran stimulus fokal adanya - Risiko evaluasi setelah intervensi selama
Tn.V/26 th, agama islam, composmentis cenderung mengantuk GCS 14 (E3M6V5). lesi pada otak/infeksi perubahan 7 hari menunjukkan, pada hari
suku sunda, alamat jakarta Klien tiduran dan mengeluh kesakitan pada daerah bakteri di otak perfusi ke-2 klien mengalami perdarahan
status menikah, bekerja di kepalanya skala 8 (skala 0-10), mual muntah (+), tekanan stimulus kontekstual jaringan lambung + 100 cc, kemudian
rekam medik RSB YKK, darah 130/80 mmHg, suhu : 37,3°C, N:100 x/mt, RR 24 adanya TB paru serebral. dilakuan bilas lambung, dan diit

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


tanggal MRS 15/03/12 jam kali per menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), stimulus residualnya - Risiko bertahap, pada hari ke-4 NGT
23.00 Riwayat sakit: klien ronchi (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per adalah opname 3 kali, aspirasi klien dilepas, kesadaran klien
sudah sakit demam dalam menit, tidak ada sianosis. Hasil laboratorium adalah prosedur LP - Kerusakan komposmentis penuh diit mulai
2 hari kemudian dikantor hemoglobin 14,7 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); Hct 46%, mobilitas peroral, muntah (-),Mual(-), nyeri
saat sedang kerja tiba-tiba eritrosit 4.87 Juta/ul (4,40 – 5,90 Juta/ul). SGOT 125 mg/dl fisik perut (-), nyeri kepala skala3, LP
pingsan, dirawat di (N: <31), SGPT66 mg/dl (N: <31), Hasil CT- scan tgl - Nyeri akut sudah dilakukan kesan tidak
pelayanan kesehatan rumah 10/01/12 Tak tampak infark, perdarahan, SOL maupun - Cemas ditemukan kelainan. Pada hari
sakit tempat bekerja lalu penyangatan pathologis pada kedua hemisfer serebri, posn - Manajemen ke-7 didapatkan hasil perfusi
dirujuk ke RSF. Riwayat maupun cerebeli. BB:60kg, TB:160cm. terpasang NGT diit kesehatan jaringan serebral adekwat, klien
pengguna narkoba (-), blender 3x250 cc.klien mengeluh nyeri perut dan sering individu tidak mengalami aspirasi, klien
merokok (+), klien pernah muntah (pagi + 200 cc) Klien mengalami kelemahan tidak efektif sudah lega hasil pemeriksaan LP
opname 2 kali di RSF: Nov 5555 4444 tidak ada kelainan, klien
anggota gerak sisi kiri. Kekuatan otot | . Aktifitas
5555 4444
2011 1 minggu lalu mengatakan jika berobat akan
klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas sehari-hari
pulang paksa; Desember sampai tuntas. Sehingga dapat
dibantu penuh oleh perawat dan keluarga. Nervus I, Klien
20111 bulan dengan TB disimpulkan klien menunjukkan
dapat membedakan bau minyak kayu putih dan balsem.
paru + Stroke ringan juga perilaku adaptif.
Nervus II, tidak ada gangguan lapang pandang, visus
pulang paksa
OD/OS: 3/ 1½, Nervus VIII Klien dapat mendengar, Klien
dapat merasakan sentuhan. Nervus V dan VII Klien dapat
merasakan sentuhan diwajah, kekuatan otot mengunyah
baik, otot wajah simetris. N IX-XII tidak ada kelainan.
BAK spontan 6x/hari kuning jernih. Klien dan keluarga
mengatakan kuatir jika akan dilakukan LP meskipun dulu
sudah pernah (rencana dilakukan 21/03/12). Pupil bulat
isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung dan tidak
langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku kuduk +,
brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig > 135/>135
nyeri pada sebelah kiri. BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR
+2/+2 APR +2/+2, brudzinski +/-.
28 Cephalgia + suspect ME Tanggal pengkajian 30/04/12 jam 09.00. kesadaran stimulus fokal adanya - Risiko evaluasi setelah intervensi selama
Tn.AW/34 th, agama composmentis GCS 15 (E4M6V5). Klien tiduran dan infeksi bakteri di perubahan 8 hari menunjukkan, pada hari
Islam, suku sunda, RM mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 (skala 0- selaput otak & otak, perfusi kesadaran klien komposmentis
01143881, alamat Jl. 10) sampai berteriak, mual muntah (+), tekanan darah edema serebri jaringan nyeri kepala skala hilang, LP
Kedung II/3 Beji depok, 150/90 mmHg, suhu : 37,1°C, N:64 x/mt, RR 20 kali per stimulus kontekstual serebral. sudah dilakukan warna LCS
status menikah, menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-), Hipertensi stimulus - Nyeri akut merah kesan suspect meningitis
pendidikan SLTA, tanggal batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, tidak residualnya adalah - Cemas purulenta. Pada hari ke-8
MRS 27/04/12 jam 14.38. ada sianosis. Hasil laboratorium adalah hemoglobin 14,3 riwayat cedera kepala - didapatkan hasil perfusi jaringan
Riwayat klien sakit kepala g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); Hct 43%, eritrosit 5,9 Juta/ul 10 th yang lalu, serebral adekwat, klien
sejak 5 hari yang lalu, (4,40 – 5,90 Juta/ul). Ureum 214, creatinin 0,8, Hasil CT- prosedur LP, kurang menunjukkan ketenangan, tensi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


muntah-muntah terus scan tgl 27/04/12 edema serebri suspect meningitis Thorak : pengetahuan 130/80,S; 36C, N: 76x/mt,
kesadaran somnolen GCS corakan bronkovaskuler kasar, perselubungan pada kanan RR:20x/mt, kaku kuduk (-).
E3M6V4.. Riwayat dan kiri. BB:62 kg, TB:164 cm. Klien tidak mengalami Sehingga dapat disimpulkan klien
pengguna narkoba suntik(-) 5555 5555 menunjukkan perilaku adaptif.
kelemahan anggota geraki. Kekuatan otot | .
5555 5555
10 tahun yang lalu pernah
Aktifitas klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas
cedera kepala sampai koma
sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.
5 hari.
Nervus I, Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih
dan balsem. Nervus II, tidak ada gangguan lapang pandang,
visus OD/OS: 1/ 1½, Nervus VIII Klien dapat mendengar,
Klien dapat merasakan sentuhan. Nervus V dan VII Klien
dapat merasakan sentuhan diwajah, kekuatan otot
mengunyah baik, otot wajah simetris. N IX-XII tidak ada
kelainan. BAK spontan 5- 6x/hari kuning jernih. Klien
sering bertanya tentang LP dan menyatakan kekuatirannya.
Pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung
dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku
kuduk +, laseq <70/<70, kernig < 135/<135. BPR +2/+2,
TPR +2/+2, KPR +2/+2 APR +2/+2.
29 ME TB Pengkajian 03/10/11 kesadaran sopor GCS 7 (E2M2V3), stimulus fokal adanya - Ketidak evaluasi setelah intervensi selama
Ny A/57 th, agama Islam, tensi 110/70 mmHg, suhu: 34,7°C, N: 90x/mt, Nafas dalam, penurunan kesadaran efektifan 2 hari menunjukkan, klien
pekerjaan ibu rumah RR 30x/mt, dibantu NRM 8 lpm, Rh +/_, Wh +/_, sianosis stimulus kontekstual perfusi mengalami demam suhu: 39.8°C,
tangga, alamat Jl Lurah (-), PH:7,34, PCO2: 54,9, PO2: 75,1, HCO3: 29,6, sat infeksi bakteri di jaringan kesadaran sopor coma, RR:
desalegoso no 76, O2:94.2 BE:2.6. klien sementara puasa, perdarahan selaput otak & otak, serebral. 32x/mt, pada tanggal 05/11/12
pendidikan tidak tamat SD, lambung, NGT: 100 cc warna hitam+ stolsel, TB; 150 cm, TB paru stimulus - Risiko pukul 23.00 klien mengalami
RM 00450459, tanggal LILA 18 cm, perkiraan BB 35 kg, BB ideal 45 kg, BMI: residualnya adalah aspirasi gagal nafas dan meninggal.
MRS 03/10/11, Riwayat 15,5 (N 18,5 – 24,9) klien tampak kurus, skor braden : 10 status gizi buruk, - Kerusakan disimpulkan klien menunjukkan
sakit klien sejak 1 minggu terpasang DC produksi 680 cc/8 jam warna kuning pekat, perdarahan lambung. pertukaran perilaku maladaptif.
sakit dan mulai kemarin 3333 3333 gas
belum BAB 2 hr, kekuatan otot | Pupil bulat
3333 3333
tidak sadar, kejang (-), - Deficit
anisokor Ø 3 mm/6 mm, reflek cahaya langsung dan tidak
mual muntah (+), demam perawatan
langsung pada mata kanan dan kiri +/+, BPR +2/+1, TPR
(+), sakit paru-paru sudah diri total
+2/+1, KPR +2/+1 APR +2/+1, N I-XII belum dapat dikaji.
2 tahun berobat tidak - Nutrisi
Hasil CT scan : dapat sesuai dengan meningitis,
teratur, DM (-),HT(-) kurang dari
ventrikulomegali, kesuraman pada mastoid bilateral suspect
kebutuhan
inflamasi.
- Risiko
gangguan
integritas
kulit

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


30 Tn K/ 68th, agama Islam, Pengkajian 23/11/11 kesadaran apatis , GCS E3M5V3, stimulus fokal adanya - Ketidak evaluasi setelah intervensi selama
status menikah, pekerjaan tensi 90/50 mmHg, S:37,5°C, N: 110x/mt, klien terpasang penurunan kesadaran efektifan 4 hari menunjukkan, klien
satpam, suku sunda, alamat NGTdiet cair 6 x 250 cc. TB = 160 cm. BB= 45 kg, BB stimulus kontekstual perfusi mengalami perbaikan perfusi
Jl. Nursaid Jakarta klien Ideal 54 kg, BMI = 17,5,bising usus 16 X/menit Status infeksi bakteri di jaringan serebral ditunjukkan kesadaran
MRS tanggal 14/11/2011 neurologis; pupil isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek terhadap selaput otak & otak, serebral. komposmentis GCS 15 (E4M6V5)
klien mengalami kejang- cahaya langsung +/+, cahaya tidak langsung +/+. Tanda TB paru stimulus - Risiko suhu: 37°C, tensi; 120/89,
kejang lalu dibawa ke rangsang meningeal; kaku kuduk (+), tanda laseg residualnya adalah aspirasi N:80x/mt, RR: 20x/mt, pada hari
klinik dekat rumah, pasien >70°/>70°, tanda kerning > 135°/ > 135°. Nervus kranial I- berobat tidak teratur, - Deficit ke-6 NGT di lepas klien sudah
tidak sadar lalu dirujuk ke 3333 3333 status gizi buruk. perawatan menunjukkan kemampuan
XII belum dapat dikaji, kekuatan otot | , reflek
3333 3333
RSF. Fatmawati. Pasien diri total menelan, diiet sudah adekwat,
fisiologis BPR +2/+2, TPR+2/+2, reflek babinski +/+.
sebelumnya punya - Nutrisi tidak terjadi aspirasi, kulit utuh,
Fungsi syaraf otonom; inkontinensia urine (+), terpasang
penyakit batuk lama dan kurang dari disimpulkan klien menunjukkan
kateter. CT-Scan; tanpa kontras : tak tampak lesi patologis
berobat ke puskesmas kebutuhan perilaku adaptif.
pada pemeriksaan CT scan : tak tampak SOL, tak tampak
tetapi tidak teratur - Risiko
perdarahan intraserebral
gangguan
integritas
kulit
- KEGANASAN
31 SOL Pengkajian tanggal 26/04/12 kesadaran somnolen E3M5V4 stimulus fokal adanya - Ketidak evaluasi setelah intervensi
Tn HK/ 70 th, agama tensi 130/78, S;39°C, N:100x/mt, RR: 24x/mt dibantu O2 penurunan kesadaran efektifan pada tanggal 02/04/12 klien
Islam, status kawin, suku nasal 3 lpm, klien terpasang NGTdiet cair 6 x 250 cc. TB = SOL metastase, edema perfusi coma,tensi 70/50/RR: 40x/me
Jawa, alamat kampung 160 cm. LILA 25 cm perkiraan BB= 52 kg, BB Ideal 54 kg, otak, stimulus jaringan N:120, NGT produksi bleeding
nengah Bogor, pendidikan BMI = 20, bising usus 12x/ menit Status neurologis; pupil kontekstual adanya Ca serebral. 150 cc, pupil bulat isokor Ø 2
SMP, pekerjaan petani. isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek terhadap cahaya langsung +/+, paru stimulus - Risiko mm/2 mm, reflek terhadap cahaya
Tanggal MRS 14/4/12 cahaya tidak langsung +/+. Tanda rangsang meningeal; residualnya adalah aspirasi langsung dan tidak langsung
riwayat sakit klien kaku kuduk (+), tanda laseg >70°/>70°, tanda kerning > kebiasaan merokok - Deficit menurun. Selanjutnya pada
mengeluh sakit kepala 1 135°/ > 135°. Nervus kranial I-XII belum dapat dikaji perawatan tanggal 3/04/11 pukul 17.27 GCS
minggu yang lalu, 5555 3333 diri total 1-1-1, tensi 60/30 S: 38°C N;
kesan parese NVII sentral, kekuatan otot | , reflek
5555 3333
kemudian mulai kemarin - Nutrisi 120x/mt, nafas klien apnoe, pukul
fisiologis BPR +3/+4, TPR+3/+4, reflek babinski +/+.
klien tidak dapat makan, kurang dari 1730 klien dinyatakan meninggal.
Fungsi syaraf otonom; inkontinensia urine (+), terpasang
badan panas, tidak mampu kebutuhan Sehingga disimpulkan klien tidak
kateter. CT-Scan; edema serebri hemisfer kanan, tampak
jalan, lemas pada sisi kiri - Risiko dapat beradaptiftasi pada
lesi hiperdens multiple bulat –oval berbatas tegas,
tubuh. Klien mulai MRS gangguan kondisinya.
ditemporal kanan, occipital kanan kiri, temporo parietal
sampai dengan tanggal integritas
kiri, perimidline parietal dengan perifokal oedema sugestic
25/04/12 dirawat di ruang kulit
lesi metastase.
perawatan kelas II
selanjutnya pindah ke
HCU,. Riwayat HT (-),
merokok sehari 2

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


bungkus.dikeluarga tidak
ada yang sakit seperti ini.
32 SOL + DM Tanggal pengkajian 05/12/11 jam 09.00 kesadaran stimulus fokal adanya - Ketidak - Hasil evaluasi setelah 7 hari
Ny.SKR/46th, agama somnolen E3M5V2 tensi 130/80, S;37°C, N:188x/mt, RR: penurunan kesadaran efektifan perawatan klien mengalami
Islam, pendidikan SMA, 20x/mt dibantu O2 nasal 3 lpm, klien terpasang NGT diet SOL, edema otak, perfusi perbaikan perfusi otak dengan
alamat jl nangka no41 cair 6 x 250 cc. TB = 160 cm. LILA 27 cm perkiraan BB= stimulus kontekstual jaringan ditunjukan kesadaran
Jakarta, status kawin, RM 54 kg, BB Ideal 54 kg, BMI = 22, bising usus 10x/ menit, adanya DM, stimulus serebral. composmentis namun masih
00011511, tanggal MRS Status neurologis; pupil isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek residualnya adalah - Risiko sering mengantuk GCS
02/12/11. riwayat sakit terhadap cahaya langsung +/+, cahaya tidak langsung +/+. kurang pengetahuan aspirasi E4M6V5, tidak terjadi
penurunan kesadaran sejak Tanda rangsang meningeal; kaku kuduk (-), tanda laseg - Deficit aspirasi,nyeri kepala
14 jam sebelum MRS, 1 >70°/>70°, tanda kerning > 135°/ > 135°. Nervus kranial I- perawatan berkurang, tidak terjadi
bulan sebelum MRS klien XII belum dapat dikaji kesan parese NVII sentral, kekuatan diri total aspirasi, diet melalui NGT
sakit kepala, banyak tidur, 4444 4444 - Risiko
otot | , reflek fisiologis BPR +1/+1, TPR+1/+1, adekwat, klien sudah mampu
3333 4444
muntah(-), 2 minggu gangguan duduk, miring kanan dan kiri
reflek babinski +/+. Fungsi syaraf otonom; inkontinensia
sebelum MRS bicara integritas sendiri, gosok gigi sendiri.
urine (+), terpasang kateter. CT-Scan; SOL occipital kiri
kacau, sakit kepala kulit kekuatan otot meningkat
dengan perifokal oedema, edema serebri terutama hemisfer 5555 5555
bertambah sering, dan | klien dipindahkan ke
kiri, herniasi subfalk ringan kekanan. GDP 269, GD2jpp: 4444 5555
tampak berat, berjalan
256. N I-XII belum dapat dikaji. ruang endokrin. Sehingga
menyeret kaki kanan, DM
dapat disimpulkan klien
(+) 2 tahun tidak
adaptif dengan kondisi saat ini,
terkontrol.
namun masih diperlukan
perawatan lebih lanjut.
33 Neuropatic pain, Pengkajian 11/10/11 2011,Klien sudah 1 bulan di RS dan stimulus fokal - Nyeri akut - Hasil evaluasi setelah 7 harii
paraparese UMN ec masih merasakan nyeri di bokong kanan, klien tiduran penurunan kekuatan - Nutrisi perawatan klien mengalami
Metastase ditempat tidur, kaki kanan ditekuk menahan sakit, posisi otot, nyeri ca kurang dari perbaikan nutrisi, diit sudah
Tn. A.SW., 21 tahun, dipertahankan oleh klien dan tidak ada seorangpun yang metastase medulla kebutuhan habis 1 porsi, kulit utuh,
Islam, suku betawi boleh merubah atau menggeser bantal untuk memperbaiki spinalis, stimulus - Deficit namun terjadi penyulit
/Indonesia, alamat posisinya, klien hampir tidak pernah mau meluruskan kaki kontekstual adanya Ca perawatan timbulnya efusi pleura masive
pamulang barat 03/02 kanannya, klien mengatakan nyeri pada skala 9 ( skala 0- paru stimulus diri total akibat ca metastase, sehingga
pamulang tangerang 10). Klien juga mengalami kesukaran untuk berkemih residualnya adalah - Risiko pertukaran gas klien
selatan, status belum sehingga harus dipasang kateter produksi rata- rata 1200/ 24 karakter individu yang gangguan terganggu, klien sudah
menikah, dan bekerja jam, warna kuning jernih, tetapi BAB normal 1 x sehari keras, kurang integritas terpasang WSD mulai tanggal
sebagai juru masak konsistensi lembek, warna kecoklatan (dirumah biasanya 2 pengetahuan kulit 20/10/11, namun tidak
restoran masuk RSF ruang x sehari, konsistensi padat. sesak ringan (+), pernapasan - Kerusakan menolong. Nyeri tidak
teratai lt 6 melalui IGD 28x/ menit, irama teratur dan ada penggunaan otot dada, pertukaran berkurang, support dari
tanggal 9 September 2011. Tensi : 140/ 100, suhu 37 C, nadi 132x/ menit, ronchi (+/+), gas berbagai pihak keluarga dan
Riwayat sakit sejak 2 wheezing (-). Nutrisi, klien mengalami kesulitan dalam - Perubahan tim kesehatan untuk
minggu sebelum masuk pemenuhan kebutuhan nutrisinya sehari hanya peran memberikan dukungan dapat

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


rumah sakit, klien menghabiskan ½ porsi makanannya, TB 171, BB smrs 65 - Berduka membantu klien menerima
merasakan kedua kakinya kg sekarang 58 kg, BMI : 19,8.lab : Hb: 10,2 (13,2-17,3), antisipatori keadaannya. Tanggal 25/10/11
lemah dan membutuhkan HCt; 29 (33-45), leukosit; 21,2 (5-10), eryt 3.43 jt/UL (4,4 sesak meningkat, produksi
bantuan bila akan berjalan. – 5,9). RDW:16. Sensasi baal pada kedua estremitas bawah WSD 2500 cc, pukul 15.00
Lama kelamaan klien (-)kaki kanan oedem ++, Fungsi neurologis, kekuatan otot kesadaran somnolen Tensi
merasa tidak menopang 5555 5555 140/80, S;36,N:128, RR:
| , reflek BPR +2/+2, TPR+2/+2, KPR +1/+2, APR
2222 5444
berat badannya sendiri dan 36x/mt, pada pukul 20.25 klien
+1/+2 Cairan dan elektrolit, intake cairan 2500 - 3000 cc
cenderung untuk tiduran meninggal dunia.
per hari, haluaran urin sekitar 1200 cc per hari, nilai
saja.Klienjuga merasakan -
elektrolit Na :132 ( N; 135-147) . kesadaran komposmentis,
kesulitan kencing lalu
GCS 15 (E4M6V5), reflek babinski (-/+), Kien
berobat di puskesmas dan
mengungkapkan ketidakberdayaan bahwa mau marah
dipasang kateter lalu klien
marah pada siapa, mau kecewa, kecewa sama siapa,
pulang, 4 hari sebelum mrs
perasaannya terasa kalut ( klien mendapat informasi dari
klien merasakan nyeri di
dokter bahwa penyakitnya ada tumor yang sudah
bokong lalu mrs. Riwayat
berkembang di kandung kemih, tulang belakang dan paru-
truma (-), minum jamu (+),
paru) dengan kondisi nyeri yang tidak hilang- hilang..klien
penggunaan alcohol (-),
tidak dapat melaksanakan peran utamanya sebagai aorang
merokok mulai SMP ( 1
dewasa yang mandiri dan bekerja membantu ekonomi
bungkus/ hr
keluarga

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama


paraf
Jum’at, Perilaku adaptif :
2 Maret 2012 - Tanda peningkatan TIK (-)
- Pupil bulat isokor  4 mm / 4 mm
- Urine 1000 cc/7 jam
- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°
- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 37,4 °C
- Rh-/- wh-/-
- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
Perilaku inefektif:
- Kepala masih pusing
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
- Nafas 24 x permenit terpasang O2 3 lpm
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral
Intervensi: pertahankan intervensi, hindarkan klien dari stressor fisik.
Senin, Perilaku adaptif :
05 Maret - Tanda peningkatan TIK (-)
2012 - Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
- Pupil bulat isokor  4 mm /4 mm
- Urine 3500 cc/24 jam
- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°
- Tanda Vital : Tekanan darah 130/80 mmHg, Suhu : 36 °C, N= 88 x/mt
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)
Perilaku inefektif:
- Kepala masih pusing
- Nafas 24 x permenit terpasang O2 3 lpm
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral
Intervensi: lanjutkan intervensi
Rabu, Perilaku adaptif :
07 Maret - Badan agak enakan
2012 - Tanda peningkatan TIK (-)
- Pupil bulat isokor  4 mm /4 mm
- Urine 3000 cc/24 jam
- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°
- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 37,3 °C, N= 96 x/mt
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)
- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
Perilaku inefektif:
- Nafas 24 x permenit. terpasang O2 3 lpm lepas-pasang
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral
Intervensi: lanjutkan intervensi
Jumat, Perilaku adaptif :
9 Maret 2012 - Tanda peningkatan TIK (-)
- Pupil bulat isokor  4 mm /4 mm
- Urine 3000 cc/24 jam
- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°
- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 36,8 °C, N= 88 x/mt
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)
- Nafas 20 x permenit. O2 dilepas
- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
Analisis: Klien sudah beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 3

Selasa, 13 Perilaku adaptif :


Maret 2012 - Tanda peningkatan TIK (-)
- Pupil bulat isokor  4 mm /4 mm
- Urine 3000 cc/24 jam
- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 36,5 °C, N= 80 x/mt
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)
- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
- pemeriksaan laboratorium elektrolit normal yaitu natrium 138 mEq/L,
kalium 3,59 mEq/L, clorida 106,0 mEq/L, Hb 12 Hct 35, trombosit 352,
APPT 32,3, PT 13,2, GDP= 81 mg/dl, GD 2jpp = 90 mg/dl. CT Scan
ulang tanggal 13/03/2012 lesi hipodens dibasal ganglia dan perventrikel
kiri, suspek encephalomalasia ec perdarahan intraparenkim lama,
dibandingkan dengan CT Scan lama tgl 03/02/12 tak tampak lagi higroma
di fronto-temporo parietal kanan, perdarahan intraparenkimal sudah
diresorpsi, edema serebri tak tampak lagi, tak tampak perdarahan baru.
Analisis: Klien sudah beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: Risiko aspirasi

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama


paraf
Jum’at, Perilaku adaptif :
2 Maret 2012 - Rh -/-, Wh -/-
- Batuk (-), tersedak (-)
Perilaku inefektif:
- Kepala masih pusing
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
- Terpasang NGT diit cair 6x200cc
- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm
Analisis: Klien beradaptasi dengan risiko aspirasi
Intervensi: pertahankan , lakukan screening disfagia bila kesadaran
composmentis
Senin, Perilaku adaptif :
5 Maret 2012 - Rh -/-, Wh -/-
- Batuk (-), tersedak (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien dicoba makan bubur setelah screening disfagia, mampu
menghabiskan 4 sendok.
Perilaku inefektif:
- Kepala masih pusing
- Terpasang NGT diit cair 6x200cc
- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm
Analisis: Klien beradaptasi dengan risiko aspirasi
Intervensi: melakukan screening disfagia klien tidak batuk dan tidak
tersedak , N V,VII,IX,X,XII tidak ada kelainan
- Lepas NGT jika makan sudah adekwat.
Jumat, Perilaku adaptif :
8 maret 2012 - Rh -/-, Wh -/-
- Batuk (-), tersedak (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien menghabiskan ¾ diitnya peroral
- NGT dilepas
Analisis: Klien beradaptasi dengan risiko aspirasi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: kerusakan mobilitas fisik

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama


paraf
Jum’at, Perilaku adaptif :
2 Maret 2012 - Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
- Nyeri sendi (-)
Perilaku inefektif:
- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm, N: 112 x/mt
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
- Keringat banyak, klien tampak lelah jika bergerak
1111 5555
- hemiparese dekstra, kekuatan otot
1111 5555
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan , lakukan pengaturan energy jika latihan, dan
berikan asupan nutrisi yang cukup untuk tenaga
Senin, Perilaku adaptif :
8 Maret 2012 - Klien mau miring kanan dan kiri sudah mulai menggunakan tangannya
yang kuat, klien tampak sering latihan mengerakkan tangannya yang
lemah dengan tangan kirinyasendiri
- Nyeri sendi (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
Perilaku inefektif:
- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm, N: 112 x/mt
- Keringat banyak, klien tampak lelah jika bergerak
2222 5555
- hemiparese dekstra, kekuatan otot
2222 5555
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan , lakukan pengaturan energy jika latihan, dan
berikan asupan nutrisi yang cukup untuk tenaga
Rabu, Perilaku adaptif :
10 Maret - Klien latihan ½ duduk dibantu suaminya dan perawat. Tahan 1 jam 3 kali
2012 sehari.
- Klien mengeluh capek jika lama duduk
- Nyeri sendi (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 ), RR: 20 x/mt
Perilaku inefektif:
- Keringat banyak, klien tampak lelah jika bergerak
2222 5555
- hemiparese dekstra, kekuatan otot
2222 5555
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan
Jumat, Perilaku adaptif :
12 Maret - Klien latihan duduk dalam posisi 90°dibantu suaminya dan perawat .
2012 Tahan 1 jam 3 kali sehari.
- Klien mengeluh capek jika lama duduk
- Nyeri sendi (-), ROM aktif pada ekstremitas kiri, ROM pasif pada
ekstremitas kanan
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 ), RR: 20 x/mt
Perilaku inefektif:
- Latihan duduk klien belum mampu menjaga keseimbangan, duduk masih
disanggah
2222 5555
- hemiparese dekstra, kekuatan otot
2222 5555
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 3

Senin, Perilaku adaptif :


15 Maret - Klien latihan duduk dalam posisi 90°dibantu suaminya dan perawat.
2012 Tahan 1 jam 4 kali sehari.
- Klien di coba duduk uncang- uncang
- Nyeri sendi (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 ), RR: 20 x/mt
Perilaku inefektif:
- Latihan duduk uncang- uncang disanggah
2222 5555
- hemiparese dekstra, kekuatan otot
2222 5555
Analisis: Klien dapat beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan , berikan pendisikan kesehatan untuk di rumah

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842


Usia : 32 tahun
Diagnosa keperawatan: kerusakan integritas kulit
Hari/ Catatan perkembangan Nama/
tanggal paraf
Jum’at, Perilaku adaptif :
2 Maret - Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
2012 - Baju sudah diganti
Perilaku inefektif:
- Gatal dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak, lecet pada paha
- Kulit selalu basah karena keringat
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit
Intervensi: pertahankan , anjurkan keluarga untuk menyediakan baju bersih dan
gunakan antiseptic untuk mandi.
Senin, Perilaku adaptif :
5 Maret - Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
2012 - Baju sudah ganti, keluarga bisa menyediakan baju bersih
- Tadi pagi sudah mandi
Perilaku inefektif:
- Gatal masih terasa dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak, lecet pada
paha
- Kulit selalu basah karena keringat
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit
Intervensi: pertahankan , lakukan kolaburasi dengan dokter kulit
Rabu, Perilaku adaptif :
8 Maret - Baju sudah ganti, keluarga bisa menyediakan baju bersih
2012 - Kulit diberi bedak salicyl
- Luka sudah dirawat, pada paha kanan sudah mengering
- Tadi pagi sudah mandi
- Klien mampu bergerak aktif miring kanan-kiri
Perilaku inefektif:
- Gatal masih terasa dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak, lecet pada
paha
- Kulit selalu basah karena keringat
- Kulit didiagnosa Candidiasis cutis
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit
Intervensi: pertahankan , berikan terapi topical sesuai anjuran dokter kulit
Jumat, Perilaku adaptif :
10 Maret - Kulit diberi bedak meconazol, dan krim secara bergantian, bedak pada pagi
2012 dan crem mezonazol pada siang hari
- Luka sudah dirawat, pada paha kanan sudah mengering
- Tadi pagi sudah mandi
- Klien mampu bergerak aktif miring kanan-kiri
- Kulit selalu di lap dengan handuk bersih jika berkeringat
Perilaku inefektif:
- Gatal sudah berkurang dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak masih
ada
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit
Intervensi: pertahankan , lakukan kolaburasi dengan dokter kulit
Selasa, Perilaku adaptif :
14 Maret - Luka sudah dirawat, pada paha kanan sudah sembuh
2012 - Tadi pagi sudah mandi
- Klien mampu bergerak aktif miring kanan-kiri
- Kulit selalu di lap dengan handuk bersih jika berkeringat
- Ruam-ruam merah mengering
Analisis: Klien beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: konstipasi

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama/paraf


Jum’at, 2 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
Perilaku inefektif:
- Klien belum BAB
- Klien mengedan-ngedan sendiri karena terasa ada tekanan
dianus
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan konstipasi
Intervensi: lakukan kolaburasi dengan dokter untuk pemberian
laksatif, anjurkan klien menghindari valsava maneuver
Senin , 5 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
Perilaku inefektif:
- Klien belum BAB
- Dilakukan pengeluaran manual jumlah jumlah + 200 gram
konsistensi keras (type 2 pada kartu bristol stool), warna
kuning tanpa ada darah
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan konstipasi
Intervensi: pertahankan , jika masih kesulitan lakukan stimulasi
anus.
Kamis, 8 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Minum 3 l perhari, klien makan ekstra papaya 2 potong sehari
Perilaku inefektif:
- Klien belum BAB 3 hari lagi
- Dilakukan bantuan stimulasi anus, klien dapat BAB jumlah
jumlah + 200 gram konsistensi lunak (type 4 pada kartu
bristol stool), warna kuning tanpa ada darah
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan konstipasi
Jumat, 9 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan baktif
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien sudah dapat BAB sendiri
- klien dapat BAB jumlah jumlah + 200 gram konsistensi lunak
(type 4-5 pada kartu bristol stool), warna kuning tanpa ada
darah
Analisis: dapat beradaptasi dengan konstipasi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. H No RM: 01126842
Usia : 32 tahun
Diagnosa keperawatan: perawatan diri total
Hari/ Catatan perkembangan Nama/
tanggal paraf
Jum’at, 2 Perilaku adaptif :
Maret 2012 - Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
Perilaku inefektif:
- Terpasang NGT
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
- Seluruh kebutuhan klien dibantu
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan
senin, 5 Perilaku adaptif :
Maret 2012 - Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
Perilaku inefektif:
- Terpasang NGT
- Mudah capek kalau gerak, keringat banyak
- Seluruh kebutuhan klien dibantu, skor BI=3
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan
kamis, 8 Perilaku adaptif :
Maret 2012 - Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien makan melalui mulut dengan tangan kirinya
- Klien minta tolong untuk mengambilkan minum atau makanannya dan
selanjutnya makan/minum sendiri
- NGT dilepas
Perilaku inefektif:
- Mudah capek kalau gerak, keringat banyak
- Seluruh kebutuhan klien masih dibantu, skor BI=8
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan
Senin, 12 Perilaku adaptif :
Maret 2012 - Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif serta duduk disanggah
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien minta tolong untuk mengambilkan minum atau makanannya dan
selanjutnya makan/minum sendiri
- Klien dapat memakai baju sendiri dengan bantuan minimal, dan menyisir
rambut sendiri
- Klien minta ganti baju jika terasa agak basah
Perilaku inefektif:
- Seluruh kebutuhan klien masih dibantu, skor BI=9
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan
Rabu, 14 Perilaku adaptif :
Maret 2012 - Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif, dan duduk
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien makan melalui mulut dengan tangan kirinya
- Klien minta tolong untuk mengambilkan minum atau makanannya dan
selanjutnya makan/minum sendiri
- Klien dapat memakai baju sendiri dengan bantuan minimal, dan menyisir
rambut sendiri
- Klien mampu menggosok gigi dan seka sendiri dengan tangan kiri pada
tempat yang terjangkau
- Klien minta ganti baju jika terasa agak basah
- skor BI=11 (ketergantungan sedang)
Analisis: Klien dapat beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: ketidak efektifan manajemen terapi keluarga

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama/paraf


Jum’at, 2 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Suami klien akan mengatur waktu untuk mengambilkan
baju bersih buat Klien
- Suami klien akan membelikan obat-obat yang diresepkan
- Suami klien merasa jelas dijelaskan fungsi obat dan
peenyakit klien
Perilaku inefektif:
- Keluarga mengeluh kesulitan biaya berobat klie
Analisis: Keluarga mulai beradaptasi dengan manajemen
terapi klien
Intervensi: lakukan kolaburasi dengan dokter neuro dan mata
untuk memberikan keterangan lebih jelas tentang program
pengobatan.
Selasa, 6 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Suami klien akan sudah bertemu dengan dokter neuro dan
dokter mata, dia sudah diberikan penjelasan tentang
penglihatan klien yang tidak bisa sembuh
- Suami klien berharap agar istrinya dapat duduk saja dan
dirumah dapat melakukan perawatan diri sebisanya.
- Suami klien akan membelikan obat-obat yang diresepkan
- Suami klien akan mengurus surat keterangan , untuk
keringanan biaya rumah sakit
Perilaku inefektif:
- Keluarga mengeluh kesulitan biaya berobat klien
Analisis: Keluarga mulai beradaptasi dengan manajemen
terapi klien
Intervensi: lakukan kolaburasi dengan dokter hematologi
untuk memberikan keterangan lebih jelas tentang program
pengobatan.
Jumat, 9 Maret 2012, Perilaku adaptif :
- Suami klien akan sudah bertemu dengan dokter
hematologi dan dia merasa jelas untuk pengobatan MDS
klien yang memang menurut medis tidak ada obatnya,
hanya mengatasi jika ada gangguan perdarahannya seperti
tranfusi jika kurang darah
- Suami klien sudah mendapatkan surat keterangan tidak
mampu sebagai dokumen untuk mengurus keringanan di
rumah sakit
Analisis: suami beradaptasi dengan manajemen terapi klien

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Lampiran 4

SOP MELAKUKAN MASASE ABDOMEN SWEDIA

Topik : Melakukan masase abdomen swedia


Penngertian : Memberikan penekanan pada jaringan lunak
Tujuan : dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu transit kolon,
meningkatkan frekuensi buang air besar, dan menurunkan rasa tidak
nyaman serta nyeri pada pasien konstipasi
Waktu : 7 menit satu kali sehari

Syarat : 1. Tanda-tanda vital stabi.


2. Kesadaran composmentis.
3. Belum BAB selama minimal 3 hari
Kontra indikasi : 1. Pasien mengalami obstruksi perut
2. Pasien mempunyai massa perut
3. Pasien mengalami perdarahan usus
4. Pasien sedang menjalani terapi radiasi perut
5. Pasien mengalami strangulasi hernia
6. Pasien dalam keadaan pasca operasi perut kurang dari 6 minggu

Pelaksana : Perawat
Peralatan : 1. Babby oil
2. Selimut
3. Sketsel
4. Waslap
5. Spigmomanometer
6. Stetoskope
7. Termometer
8. Arloji
9. Buku catatan

Prosedur A. Tahap Pra Interaksi


pelaksanaan : 1. Melihat data BAB yang lalu
2. Melihat intervensi keperawatan yang telah diberikan oleh
perawat
3. Mengkaji program terapi yang diberikan oleh dokter
B. Tahap Orientasi
1. Menyapa dan menyebut nama pasien
2. Menanyakan makanan yang dimakan, jumlah minum,
haluaran, dan aktivitas yang dikerjakan, pola BAB.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur
4. Menayakan persetujuan dan kesiapan pasien untuk
dilakukan masase
C. Tahap Interaksi
1. Melakukan cuci tangan
2. Memasang Sketsel

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Lampiran 4

3. Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai


kondisi pasien (/berbaring)
4. Mengatur lingkungan yang tenang dan nyaman
5. Mengukur tanda-tanda vital pasien,
6. Mengukur CSS pada awal kegiatan dan setelah satu minggu
7. Meminta pasien untuk membuka baju dibagian perutnya,
lalu pasang selimut pada area simfisis pubis kebawah.
8. Lakukan pemeriksaan abdomen pasien, kaji/ validasi jika
ada kontra indikasi masase
9. Meminta pasien untuk merilekskan dan mengendorkan
seluruh otot-otot kaki, tangan dan perut
10. Bersihkan area perut dengan waslap
11. Basahi tangan pemijat dengan babby oil, dan gosok tangan
agar hangat.
12. Effleurage dari abdomen-10 kali secara keseluruhan.
13. Effleurage dari rektus abdominis, obliques eksternal dan
internal dan otot tranversa abdominis- masing - masing10
kali
14. Kneading/ Menguleni dari abdomen-3 kali.
15. Searah jarum jam Effleurage diatas jalur dari usus besar-10
kali.
16. Getaran dari usus kecil dan besar, satu menit atau lebih.
17. Ulangi langkah 4.
18. Kneading/Menguleni di atas jalur usus besar, dengan tumit
tangan, tangan atau jempol satu menit atau lebih.
19. Petrissage diatas jalur usus besar-satu kali
20. Getaran diatas jalur yang diduga usus besar.
21. Ulangi Langkah 4.
22. Pertahankan komunikasi selama tindakan
23. Bersihkan area perut dengan waslap
24. Bereskan alat dan cuci tangan

D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi hasil masase abdomen (rasa nyaman, hasrat
untuk BAB, keluhan lain, ekspresi)
2. Menganjurkan pasien atau keluarga untuk melaksanakn
masase setiap hari selama 8 minggu, baik dibantu perawat,
atau keluarga.
3. Berpamitan pada pasien
4. Mendokumentasikan tindakan dan respon pasien dalam
catatan perawatan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Lampiran 5

Constipation Scoring System (Agachan et al., 1996)


Nama: ______________________umur:_______ Jenis kelamin: L/P Tanggal: _____
Frekuensi buang air besar
0 1-2 kali per 1-2 hari
1 2 kali perminggu
2 satu kali tiap minggu
3 kurang dari satu kali tiap minggu
4 kurang dari satu kali tiap bulan
Kesulitan : nyeri saat berusaha mengeluarkan feses
0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang- kadang
3 biasanya
4 selalu
ketuntasan: perasaan pengeluaran tidak tuntas
0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang- kadang
3 biasanya
4 selalu
Nyeri: nyeri perut
0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang- kadang
3 biasanya
4 selalu
Waktu:menit yang diperlukan tiap buang air besar
0 kurang dari 5
1 5-10
2 10-20
3 20-30
4 lebih dari 30
Bantuan: jenis bantuan
0 tanpa bantuan
1 Stimulasi dengan laxatif
2 bantuan digital atau enema
Kegagalan : ketidak berhasilan untuk mengeluarkan feses dalam 24 jam
0 tidak pernah
1 1-3
2 3-6
3 6-9
4 lebih dari 9
Riwayat: lama konstipasi (th)
10
2 1-5
3 5-10
4 10-20
5 lebih dari 20
TOTAL SCORE: ____________________
(Minimum Score, 0; Maximum Score, 30)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Lampiran 5

Lembar Observasi Frekuensi BAB


Nama : umur:
No Tanggal BAB Type/jumlah/warna/bau
Berapa kali/hari

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Kelebihan masase perut: Langkah-langkah:
MASASE ABDOMEN
tidak membutuhkan perawatan lama, tidak mahal, 1. Effleurage /sentuh ringan dari perut-10 kali
UNTUK MENGATASI KONSTIPASI non invasive, bebas dari efek samping yang
secara keseluruhan.

membahayakan, dan dapat dilakukan oleh pasien


sendiri.

Tujuan :
dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu
transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air
besar, dan menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri
2. Effleurage dari otot dinding perut (rektus
pada pasien konstipasi
abdominis, obliques eksternal dan internal
Waktu : 7 menit satu kali sehari dan otot tranversa abdominis) masing -
masing10 kali
DISUSUN OLEH :
Syarat:
MAHASISWA RESIDENSI
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Tanda-tanda vital stabil, kesadaran composmentis.
PEMINATAN NEUROLOGI

Kontra indikasi :
Pasien mengalami obstruksi perut, massa perut,
Program Magister Ilmu Keperawatan
perdarahan usus, terapi radiasi perut, strangulasi
Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan hernia dan kurang dari 6 minggu pasca operasi perut
Universitas Indonesia
Tahun 2012

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


6. Ulangi langkah 4.

7. Kneading/Menguleni di atas jalur usus besar, 9. Getaran diatas jalur yang diduga usus
dengan tumit tangan, tangan atau jempol satu besar.
menit atau lebih. 10. Ulangi Langkah 4.
3. Kneading/ Menguleni dari perut-3 kali.

SELAMAT MENGERJAKAN

SEMOGA LEKAS SEMBUH…

4. Searah jarum jam Effleurage diatas jalur dari


usus besar-10 kali. 8. Petrissage atau gosok dengan kekuatan
diatas jalur usus besar-satu kali
5. Getaran dari usus kecil dan besar, satu menit
atau lebih.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 7

Format Barthel Index


Tanggal
Perawatan Hari Ke
BAB
0 = Tidak dapat mengontrol
1 = Kadang-kadang mengalami kesulitan
2 = Dapat mengontrol buang air besar
BAK
0 = Tidak dapat mengontrol
1 = Kadang-kadang mengalami kesulitan
2 = Dapat mengontrol
Merawat diri
0 = Memerlukan bantuan
1 = Mandiri gosok gigi, basuh wajah,
menyisir dan bercukur
Penggunaan Toilet
0 = Memerlukan bantuan
1 = Butuh bantuan, tapi dapat melakukan
sesuatu
2 = Mandiri
Makan
0 = Tidak dapat makan
1 = Butuh beberapa bantuan
2 = Mandiri
Berpindah
0 = Tidak mampu
1 = Butuh banyak bantuan (1 atau 2 orang)
2 = Butuh bantuan minimal (hanya
diarahkan)
3 = Mandiri
Mobilitas
0 = Immobilitas
1 = Mandiri dengan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 = Mandiri (dengan alat bantu seperti
tongkat)
Berpakaian
0 = Tidak mampu mandiri
1 = Butuh bantuan tapi dapat melakukan
sebagian
2 = Mandiri
Menggunakan tangga
0 = Tidak dapat menggunakan tangga
1 = Butuh bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
2 = Mandiri
Mandi
0 = Tidak mampu mandiri
1 = Mandiri
TOTAL
PARAF
Skor ≤4 = Kemandirian sangat rendah (ketergantungan total) Skor 9-11 = Kemandirian sedang
Skor 5-8 = Kemandirian rendah Skor ≥12 = Kemandirian tinggi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


lampiran 7

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Lampiran 8

EVALUASI DIRI
MENGGUNAKAN BARTHEL INDEX

NO PERNYATAAN YA TIDAK
1. Saya mengetahui tentang pengkajian
kemampuan fungsional menurut Barthel Index
2. Saya mengetahui cara penggunaan Barthel
Index
3. Penggunaan Barthel Index mudah diaplikasikan
4. Saya mengetahui kapan harus menggunakan
Barthel Index
5. Barthel Index membantu dalam menilai
kemampuan fungsional pasien
6. Barthel Index membantu dalam merumuskan
diagnosa yang berhubungan dengan
ketidakmampuan fungsional (misalnya defisit
perawatan diri)
7. Saya selalu menggunakan Barthel Index untuk
menegakkan diagnosa keperawatan yang
berhubungan dengan ketidakmampuan
fungsional
8. Barthel Index sangat membantu dalam
mengevaluasi keberhasilan diagnosa
keperawatan
9. Saya tidak mengalami kesulitan dalam
menginterpretasikan hasil pengkajian Barthel
Index
10. Barthel Index sangat cocok digunakan di ruang
kardiologi dan neurologi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012


Lampiran 9

EVALUASI DOKUMENTASI

Ruang...... Ruang........... Ruang .......


NO PERNYATAAN
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Format diisi dengan benar
2. Format diisi secara berkala
3. Data hasil pengkajian BI dituliskan
sebagai data penunjang diagnosa
keperawatan
4. Data hasil pengkajian BI menjadi
kriteria evaluasi teratasinya
masalah keperawatan
5. Data BI dituliskan dalam
evaluasi/catatan perkembangan

Ruang...... Ruang........... Ruang .......


NO PERNYATAAN
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Format diisi dengan benar
2. Format diisi secara berkala
3. Data hasil pengkajian BI dituliskan
sebagai data penunjang diagnosa
keperawatan
4. Data hasil pengkajian BI menjadi
kriteria evaluasi teratasinya
masalah keperawatan
5. Data BI dituliskan dalam
evaluasi/catatan perkembangan

Ruang...... Ruang........... Ruang .......


NO PERNYATAAN
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Format diisi dengan benar
2. Format diisi secara berkala
3. Data hasil pengkajian BI dituliskan
sebagai data penunjang diagnosa
keperawatan
4. Data hasil pengkajian BI menjadi
kriteria evaluasi teratasinya
masalah keperawatan
5. Data BI dituliskan dalam
evaluasi/catatan perkembangan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai