Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

HUKUM KETENAGAKERJAAN

KHRISNA KHRISTIAN

1516051161 /C

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

PROGRAM REGULER SORE

2017
 Perselisihan Pemutusan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja
mengenai Pokok Bahasan : Kebijakan Penyelesaian, dan Tata Caranya

- Perselisihan Pemutusan Hubungan Industrial

Penyelesaian hubungan industrial diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun


2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ( UU PHI ). Yang dimaksud
dengan perselisihan hubungan industrial adalah perbedaaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Berdasarkan Pasal 2 UU PHI, jenis-jenis hubungan industrial meliputi :
a. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan.
b. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak. Contohnya; ketidaksepakatan alasan PHK dan perbedaan
hitungan pesangon.
c. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
sama. Contohnya; Dalam Peraturan Perusahaan (PP), Perjanjian Kerja Bersama
(PKB), dan perjanjian kerja, (ii) ada kesepakatan yang tidak dilaksanakan; dan (iii)
ada ketentuan normatif tidak dilaksanakan.
d. Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan
syarat-syarat kerja yang diterapkan dalam perjanjian kerja, atau PP, atau PKB.
Contohnya: kenaikan upah, transpor, uang makan, premi dana lain-lain.
- Kebijakan Penyelesaian hubungan industrial :
Sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan, penyelesaian perselisihan Hubungan
Industrial menganut prinsip musyawarah untuk mufakat (wajib dilakukan oleh para pihak yang
berselisih) dan cepat, tepat serta adil.

Apabila Para pihak yang berselisih ataupun salah satu tidak dapat mencapai kesepakatan
dalam penyelesaian perselisihan dan atau tidak dapat menerima anjuran dari Panitia Perantara
(UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan), Konsiliator, Mediator atau Arbitrase (UU Hubungan
Industrial) maka pihak tersebut dapat minta penyelesaian melalui P4D/P ataupun Pengadilan
Hubungan Industrial.

Penyelesaian perselisihan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

1. Penanganan Perselisihan Hubungan Industrial menurut UU Penyelesaian


Perselisihan Perburuhan :
Secara garis besar, tekhnis penanganan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial telah diatur dalam UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, UU Nomor
12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan
Kepmenaker Nomor Kep. 15A/MEN/1994 tentang Petunjuk Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja di Tingkat
Perusahaan dan Pemerantaraan.
a. Penyelesaian dengan cara Bipartit, adalah penyelesaian Perselisihan yang
dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mufakat oleh Karyawan atau yang
mewakili dengan Pengusaha atau yang mewakili yang dilakukan antara
Pengusaha dengan Karyawan tanpa melibatkan Pihak lain.
b. Penyelesaian dengan cara Tripartit, dalam hal penyelesaian ditingkat perusahaan
tidak dapat dihasilkan kesepakatan, maka penyelesaian perselisihan dapat
dilanjutkan dengan mengajukan permohonan Ijin PHK ke Suku Dinas Tenaga
Kerja (Disnaker) Up. P4D/P atau Lembaga PPHI setempat.

2. Penyelesaian pada Tingkat Pemerantaraan :


- Pegawai Perantara yang ditunjuk oleh Disnaker tempat Perselisihan didaftarkan,
wajib melakukan pemerantaran perselisihan paling lama 7 hari setelah
perselisihan didaftarkan.
- Pemerantaraan dilakukan dengan memanggil pihak pengusaha dan pihak
Karyawan untuk didengar duduk perkara yang menjadi dasar terjadinya
perselisihan.
- Dalam hal Pemerantaraan didapat kesepakatan penyelesaian maka Para Pihak
wajib membuat Kesepakatan Bersama yang disaksikan oleh Pegawai Perantara.
- Bilamana pada tahap Pemerantaan ternyata belum dapat menghasilkan
kesepakatan, maka Pegawai Perantara harus membuat anjuran tertulis yang
memuat usul penyelesaian dengan menyebutkan dasar pertimbangan dan
menyampaikannya kepada Para Pihak serta mengupayakan tanggapannya paling
lambat 7 hari setelah diterimanya anjuran dimaksud.
- Apabila anjuran tersebut diterima, maka dibuat Persetujuan Bersama secara
tertulis yang disaksikan oleh Pegawai Perantara.
- Apabila anjuran dimaksud tidak dapat diterima oleh Para Pihak, maka dalam
waktu 7 hari setelah diterimanya tanggapan penolakan tersebut, Panitia Perantara
harus meneruskan perkara perselisihan tersebut ke P4D (Panitia Daerah) untuk
Peselisihan perorangan atau P4P apabila perselisihan tersebut berhubungan
dengan PHK masal.
3. Penyelesaian melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung
Republik Indonesia : Apabila Para pihak tidak dapat menerima keputusan Panitia
Pusat ini maka para Pihak dapat melakukan upaya pembatalan keputusan melalui
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (“PTUN”) dan selanjutnya kalau Pihak yang
berselisih belum juga dapat menerima putusan tersebut maka Para Pihak ataupun satu
Pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan ke Mahkamah Agung
Republik Indonesia (“MARI”).
4. Penyelesaian Perselisihan di tingkat P4P :
Penyelesaian pada P4P dilakukan apabila pada tingkat P4D Para Pihak atau salah
satu Pihak tidak menerima putusan majelis tersebut atau perkara perselisihan untuk
kasus PHK masal. Pada tahap ini Majelis atau Panitia Pusat akan melakukan
pengkajian terhadap duduk perkara dan asal muasal terjadinya perselisihan dan
penyelesaian diupayakan dengan cara musyawarah.
- Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial:
1. Penyelesaian melalui perundingan Bipartit wajib diupayakan jika ada perselisihan
hubungan industrial. Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja / serikat buruh atau antara
serikat pekerja / serikat buruh dan serikat pekerja / serikat buruh yang lain dalam satu
perusahaan yang berselisih. Perundingan Bipartit adalah perundingan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat (vide : pasal 3 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004).
Penyelesaian melalui perundingan Bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari
kerja sejak perundingan dilaksanakan.
Apabila perundingan bipartit mencapai kesepakatan maka para pihak wajib membuat
Perjanjian Bersama dan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial.
Setelah didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial maka para pihak mendapat
Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama yang merupakan bagian dari Perjanjian
Kesepakatan Bersama, hal itu sebagai alat bagi pihak yang dirugikan untuk dapat
mengajukan permohonan penetapan eksekusi. Jika dalam waktu 30 hari kerja tersebut
tidak ada kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding maka
perundingan bipartit dianggap gagal. Apabila perundingan bipartit gagal maka salah
satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan hasil perselisihannya ke Dinas
Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya
perundingan bipartit telah dilakukan untuk meminta upaya penyelesaian. Setelah
menerima berkas dari para pihak, Disnaker menawarkan opsi penyelesaian melalui
konsiliasi atau melalui arbitrase. Apabila dalam 7 hari para pihak tidak menetapkan
pilihannya maka penyelesaian perselisihan diserahkan pada mediator.;
2. Penyelesaian melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak Depnaker, yang antara lain
mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK dan perselisihan antar serikat buruh
dalam satu perusahaan. Dalam mediasi bilamana para pihak sepakat maka akan
dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan didaftarkan di pengadilan hubungan
industrial, namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat maka mediator akan
mengeluarkan anjuran secara tertulis, bila anjuran diterima maka para pihak
mendaftarkan anjuran tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan apabila para
pihak atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat
mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui pengadilan yang sama.
Bila diperbandingkan antara cara penyelesaian perselisihan bipatrit dengan mediasi,
yang membedakan adalah masuknya pihak luar selain para pihak yang berselisih.
Dalam bipatrit perundingan dilakukan terbatas pada pihak-pihak yang berselisih,
sementara dalam mediasi, adanya pihak luar yaitu mediator yang masuk sebagai
penengah untuk mencoba menyelesaikan perselisihan tersebut.
3. Jenis Perselisihan yang dapat diselesaikan melalui konsiliasi antara lain : untuk
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja /
serikat buruh dalam satu perusahaan (pasal 18 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004).
Konsiliasi hanya dapat dilakukan oleh konsiliator yang wilayah kerjanya meliputi
tempat pekerja/buruh bekerja. Penyelesaian konsiliasi dilakukan melalui seorang atau
beberapa orang atau badan yang disebut sebagai konsiliator, yang menengahi pihak
yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai, sertab aktif
memberikan solusi penyelesaian masalah (pasal 1 angka 14). Konsiliasi berjalan
dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a. Konsiliator menjalankan tugasnya setelah para pihak mengajukan permintaan
secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak
yang berselisih (pasal 18 ayat (2).
b. Dalam jangka waktu paling lambat 7 hari setelah menerima permintaan
penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus mengadakan
penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari
kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama (pasal 20).
c. Konsiliator dapat memanggil saksi guna didengarkan keterangannya (Pasal 21
ayat (1))
d. Apabila Para Pihak mencapai kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama
yang disaksikan oleh Konsiliator lalu didaftarkan di Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan
perjanjian bersama (Pasal 23 ayat (1)). Pendaftaran untuk mendapatkan akta
bukti pendaftaran. Bukti pendaftaran tersebut dapat digunakan untuk
mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah perjanjian bersama didaftarkan untuk
mendapatkan penetapan eksekusi (Pasal 23 ayat 3 huruf b)
Apabila tidak terjadi kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi (pasal 23 ayat 2),
maka :
e. Konsiliasi mengeluarkan anjuran tertulis ;
f. Anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak
menerima anjuran tersebut sudah harus memberikan jawaban kepada
konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran yang dibuatnya
konsiliator.
g. Jika para pihak tidak memberikan pendapatnya, mereka dianggap menolak
anjuran yang dibuat konsiliator.
h. Jika anjuran tertulis disetujui, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari
sejak anjuran disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak
membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak
mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan bukti pendaftaran.
i. Jika anjuran tertulis yang dibuat oleh konsiliator ditolak oleh salah satu pihak
atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan
penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Negeri setempat (pasal 24).
j. Konsiliator harus menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan
(pasal 25).
4. Penyelesaian melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar pengadilan
hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh
dalam suatu perusahaan yang dapat ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi
bahwa para pihak sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter.
Keputusan arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang
berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih dari
daftar yang ditetapkan oleh menteri.

- Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja


Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan
pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Berdasarkan ketentuan UU Ketengakerjaan tersebut, maka dapat dipahami bahwa


PHK merupakan opsi terakhir dalam penyelamatan sebuah perusahaan. UU
Ketenagakerjaan sendiri mengatur bahwa perusahaan tidak boleh seenakanya saja
memPHK karyawannya, terkecuali karyawan/pekerja yang bersangkutan telah terbukti
melakukan pelanggaran berat dan dinyatakan oleh pengadilan bahwa sipekerja dimaksud
telah melakukan kesalahan berat yang mana putusan pengadilan dimaksud telah memiliki
kekuatan hukum yang tetap.

- Kebijakan Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja:

Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial, Menurut


Pasal 1 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(PPHI), yang dimaksud dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah
perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Adapun objek sengketa dari
perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah mengenai sah atau tidak sahnya PHK dan
besaran kompensasi yang timbul jika PHK tersebut terjadi.

Adapun mekanisme penyelesaian sengketa PHK adalah melalui jenjang


penyelesaian sebagai berikut :

1. Perundingan Tripartit maksudnya adalah perundingan antara pekerja, pengusaha dengan


melibatkan pihak ketiga sebagai fasilitator dalam penyelesaian perselisihan industrial
diantara pengusaha dan pekerja. Perundingan tripartit bisa melalui mediasi, konsiliasi dan
arbitrase.
2. Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan pekerja
atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam
penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah
diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak
membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama
ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan.
Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah
satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi. Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha
mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan
Tripartit.
3. Kasasi (Mahkamah Agung), Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK
dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke
Mahkamah Agung untuk diputus.
4. Pengadilan Hubungan Industrial, Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk
pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di
tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan
hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan
melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.

- Tata Cara Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja:


Sama halnya seperti perselisihan pemutusan hubungan industrial mengenai tata cara
penyelesaiannya, dimana terdapat sebagai berikut :

1. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat,
putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang
menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung.
2. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja
kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar
tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak
membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai
kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
3. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti
mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan
antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan
produk berupa anjuran.
 PHK oleh Pengadilan
Dalam beberapa hal Pengadilan Negeri berwenang memutuskan hubungan kerja antara majikan
dengan buruh. Tentu saja apabila salah satu pihak mengajukan permohonan pembatalan
perjanjian kerja kepada pengadilan. Alasan yang bisa digunakan ialah :

 Karena alasan penting

Alasan penting adalah selain alasan mendesak sebagaimana diatur dalam pasal 1603n,
juga perubahan pribadi atau kekayaan dari pemohon atau pihak lainnya atau perubahan
keadaan dimana pekerjaan dilakukan, yang sedemikian rupa sifatnya sehingga layak
segera atau dalam waktu pendek diputuskan hubungan kerja itu (pasal 1603 v ayat 2).

 Karena merugikan buruh belum dewasa

Seorang wakil yang sah darin buruh yang belum dewasa boleh mengajukan permohonan
tertulis kepada Pengadilan tempat buruh belum dewasa bertempat tinggal supaya
perjanjian kerja tersebut dinyatakan putus. Alasan yang digunakan ialah :
 Jika wakil buruh berpendapat bahwa perjanjian kerja akan merugikan buruh belum
dewasa
 Jika wakil buruh berpendapat bahwa perjanjian kerja telah merugikan buruh
 Jika wakil buruh berpendapat bahwa syarat-syarat yang disebutkan dalam surat kuasa
yang diterangkan dalam pasal 1601 g tidak dipenuhi (pasal 1603 m)

 Sebelum mengabulkan permohonan dari wakil buruh tersebut, hakim harus mendengar
atau memanggil lebih dulu buruh yang belum dewasa, majikan dan Balai Harta
Peninggalan, jika buruh tersebut berada dalam perwalian, sedangkan yang diserahi
perwalian adalah Balai Harta Peninggalan. Apabila hakim mengabulkan permohonan, ia
menetapkan waktu berakhirnya hubungan kerja itu.

 Pembatalan perjanjian kerja menurut pasal 1267 KUHPer

Dalam pasal tersebut ditegaskan bahawa wewenang para pihak untuk menuntut
pembatalan perjanjian berdasarkan pasal 1267 disertai penggantian kerugian dan bunga
tidak hapus karena ketentuan dalam bagian ini. Ini berarti pihak-pihak yang
berkepentingan dapat juga mengajukan hak yang tercantum dalam pasa 1267 untuk minta
kepada hakim supaya membatalkan hubungan kerja. Jika pihak lawan tidak memenuhi
sesuatu yang telah diperjanjikan.

 Pengakhiran hubungan kerja berdasarkan pasal 1601 KUHPer

Dalam peraturan perusahaan seorang majikan dapat mencantumkan syarat-syarat kerja


yang berlaku diperusahaan itu. Jika selama hubungan kerja berlangsung diadakan
peraturan perusahaan yang baru atau yang sudah ada diubah, maka buruh yang tidak
menyetujuinya dapat mengajukan permohonan kepada hakim supaya perjanjian kerjanya
dibatalkan. Setelah majikan didengar atau dipanggil secara sah, hakim mengabulkan
permohonan tersebut dalam tingkat pertama dan terakhir, kecuali jika ia berpendapat
bahwa peraturan perusahaan yang baru atau yang dirubah itu tidak snagat merugikan
buruh.

Anda mungkin juga menyukai