1. Syarat atau Aturan Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
Pada dasarnya pemberian BLBI kepada perbankan didasarkan atas berbagai ketentuan sebagai berikut: a. Undang-undang nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral dalam pasal 29 ayat (1) dan pasal 32 ayat (3) serta Penjelasan Umumnya yang menyebutkan bahwa sebagai lender of last resort Bank Sentral dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan-kesulitan likuiditas yang dihadapi dalam keadaan darurat b. Pasal 37 ayat (2) huruf b UU no 7 tahun 1992 yang mengatakan bahwa " Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat mengambil tindnakan lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku c. Pasal 2 ayat (1) Keputusan Presiden no 120 tahun 1998 yang mengatakan "Bank Indonesia dapat memberikan jaminan atas pinjaman luar negeri dan atau atas pembiayaan perdagangan internasional yang dilakukan oleh bank" d. Pasal 1 Keputusan Presiden no 26 tahun 1998 yang mengatakan "Pemerintah membebri jaminan bahwa kewajiban pembayaran bank umum kepada pemilik simpanan dan krediturnya akan dipenuhi" dan e. Pasal 2 ayat(1) Keputusan Presidien no 1998 yang mengatakan "Pemerintah memberikan jaminan terhadap kewajiban pembayaran Bank Perkreditan Rakyat" f. Petunjuk-petunjuk dan Keputusan Presiden pada Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekku Wasbang dan Prodis pada tanggal 3 September 1997 yang mengatakan" Krisis di beberapa negara menunjukkan bahwa sektor keuangan --khususnya perbankan-- merupakan unsur yang sangat penting dan dapat menjadi pemicu serta memperbuuruk keadaan. Untuk itu kepada Saudara Menteri Keuangan Akuntansi Perbankan & LPD Nama : I Made Gaura Hari Jaya Nim : 1607531161 No Absen : 17 Peretemuan : 5
dan Saudara Gubernur Bank Indonesia saya minta untuk mengambil
langkah-langkah sebagai berikut: (1) Bank-bank nasional yang sehat tetapi mengalami kesulitan likuiditas untuk sementara supaya dibantu (2) Bank-bank yang nyata-nyata tidak sehat, supaya diupayakan penggabungan atau akuisisi dengan bank-bank lainnya yang sehat.
2. Persentase Cadangan Likuiditas Bank
Implementasi Giro Wajib Minimum (GWM) Rata-rata merupakan kelanjutan dari rangkaian reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia sejak 2016. GWM rata-rata merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter yang ditujukan untuk meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, mendorong fungsi intermediasi perbankan, dan mendukung upaya pendalaman pasar keuangan. Berbagai sasaran ini pada gilirannya akan meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian. Sistem Giro Wajib Minimum (GWM) yang sebelumnya bersifat fixed (tetap), dimana pemenuhan seluruh kewajiban giro wajib minimum primer harus dilakukan setiap akhir hari, diubah menjadi pemenuhan sebagian giro wajib minimum primer secara rata-rata pada akhir periode tertentu. Pada saat ini, dari total GWM Rupiah bank umum konvensional sebesar 6,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK), porsi GWM Rata-rata Rupiah untuk bank umum konvensional adalah 2% dari DPK (berlaku sejak 16 Juli 2018). Sementara, dari total GWM Valas bank umum konvensional sebesar 8% dari DPK, porsi GWM Rata-rata valas mulai diberlakukan sebesar 2% dari DPK (berlaku sejak 1 Oktober 2018). Untuk bank umum syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), dari total GWM Rupiah sebesar 5% dari DPK, porsi GWM Rata-rata Rupiah mulai diberlakukan sebesar 2% dari DPK (berlaku sejak 1 Oktober 2018). Akuntansi Perbankan & LPD Nama : I Made Gaura Hari Jaya Nim : 1607531161 No Absen : 17 Peretemuan : 5
Referensi : http://www.pacific.net.id/pakar/sj/permasalahan_blbi2.html (Diakses pada 21 September 2018) http s://www.bi.go.id/id/moneter/gwm/Contents/default.aspx (Diakses pada 21 September 2018)