Pedoman Pelayanan Gizi RS
Pedoman Pelayanan Gizi RS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Rumah Sakit Wirabuana merupakan rumah sakit yang melaksanakan
kegiatan perumah-sakitan di jajaran TNI AD dengan menyelenggarakan
dukungan kesehatan pada operasi dan latihan serta pelayanan kesehatan bagi
anggota TNI, keluarga dan masyarakat. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan
di rumah sakit adalah pelayanan gizi.
Pelayanan gizi merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit.
Untuk itu dituntut dapat memberikan pelayanan yang bermutu guna
mempercepat proses penyembuhan penyakit dan memperpendek lama hari
rawat pasien sehingga memperkecil anggaran. Masalah gizi di rumah sakit
dalam proses penyembuhan baik secara langsung maupun tidak langsung
memerlukan perhatian khusus, hal ini dikarenakan begitu beragam dan
kompleksnya pelayanan medis yang ada. Pelayanan gizi yang prima selama
dalam perawatan dapat mengurangi prevalensi pasien malnutrisi (status gizi
kurang atau lebih).
Agar penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah sakit Wirabuana
dapat berjalan dengan tertib, profesional, efektif, dan efisien maka perlu
dilakukan penyusunan Pedoman Pelayanan Gizi di Rumah sakit Wirabuana.
1
C. Ruang Lingkup dan Tata Urut.
3. Ruang lingkup. Pedoman Pelayanan Gizi di Rumah sakit TK
IV.13.07.01.Wirabuana.
1. yang dimaksud meliputi konsep pelayanan gizi rumah sakit, kegiatan
pelayanan gizi rumah sakit, ketenagaan pelayanan gizi rumah sakit,
sarana dan prasarana pelayanan gizi rumah sakit, sanitasi makanan dan
keselamatan kerja, serta pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan
gizi rumah sakit.
2. Tata urut. Pedoman Pelayanan Gizi di Rumah sakit Wirabuana ini
disusun dengan tata urut sebagai berikut :
a) Bab I Pendahuluan.
b) Bab IIKetentuan Umum.
c) Bab III Pengorganisasian.
d) Bab IV Kegiatan Pelayanan Gizi.
e) Bab V Sarana, Peralatan, dan Perlengkapan.
f) Bab VI Sanitasi Makanan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
g) Bab VII Pengawasan dan Pengendalian.
h) Bab VIII Penutup.
D. Batasan Operasional
1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah kegiatan pelayanan gizi di
rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien baik rawat inap
maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan
kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka
upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif.
2. Tim Asuhan Gizi adalah sekelompok petugas rumah sakit yang terkait
dengan pelayanan gizi terdiri dari dokter, nutrisionis, perawat, dan tenaga
kesehatan lainnya dari setiap unit pelayanan, bertugas menyelenggarakan
asuhan gizi (nutrition care) untuk mencapai pelayanan gizi paripurna yang
bermutu.
3. Asuhan Gizi (nutrition care) adalah proses dalam upaya pemenuhan zat
gizi pasien yang dilaksanakan oleh Tim Asuhan Gizi dengan cara sistematis
yang meliputi kegiatan : assessmen gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi, dan
monitoring dan evaluasi gizi.
4. Diet adalah makanan yang ditentukan berdasarkan aturan-aturan tertentu
yang dikonsumsi dalam waktu tertentu dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan gizi secara optimal.
2
5. Preskripsi diat dan Rencana diet adalah kebutuhan zat gizi pasien yang
dihitung berdasarkan status gizi, degenerasi penyakit dan kondisi
kesehatannya. Preskripsi diet ditentukan oleh dokter, sedang rencana diet
dibuat oleh dietisien/nutrisionis.
6. Konseling gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi
dua arah untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan
perilaku sehingga membantu pasien mengenali dan mengatasi masalah
gizi, dilaksanakan oleh dietisien/nutrisionis.
7. Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan
kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan, dan dietetik,
baik di masyarakat maupun rumah sakit, dan unit pelaksana kesehatan
lainnya. Seorang nutrisionis adalah yang berpendidikan dasar Sarjana
Muda Gizi atau Diploma III gizi.
8. Dietisien adalah nutrisionis yang telah mendalami pengetahuan dan
keterampilan dietetik, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun
pengalaman bekerja dengan masa kerja minimal satu tahun atau yang
mendapat sertifikasi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), dan
bekerja di unit pelayanan yang menyelenggarakan terapi dietetic.
9. Food model adalah bahan makanan atau contoh makanan yang terbuat
dari bahan sintetis atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan
tertentu sesuai dengan kebutuhan, yang digunakan sebagai alat bantu
dalam konseling gizi.
10. DPJP atau dokter penanggung jawab pelayanan, adalah dokter
penanggungjawab utama pelayanan kesehatan paripurna pasien.
11. Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang
menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk
membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat
mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan
diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan, distribusi sampai pada
saat makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi.
12. Keselamatan kerja adalah segala upaya atau tindakan yang harus
diterapkan dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat
kesalahan kerja petugas ataupun kelalaian/kesengajaan.
13. Mutu pelayanan gizi adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan pelayanan gizi sesuai dengan standar dan memuaskan baik
3
kualitas dari petugas maupun sarana serta prasarana untuk kepentingan
pasien.
E. Landasan Hukum.
1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78 Tahun
2013 Tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
2) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/III/2007
tanggal 27 Maret 2007 tentang Standar Profesi Gizi.
4
BAB II
KETENTUAN UMUM PELAYANAN GIZI
A. Umum
Prosedur penyelenggaraan pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah
satu kegiatan yang terintegrasi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di
lingkungan Rumah sakit Tk IV.13.07.01.Wirabuana. Untuk itu dalam
pelaksanaannya harus sesuai dengan misi, tujuan, sasaran, prinsip-prinsip
pelaksanaan, ketentuan penyelenggaraan pelayanan gizi rumah sakit yang telah
ditetapkan.
B. Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan
kepuasan pasien.
b. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia.
C. Tujuan
Terciptanya sistem pelayanan gizi di rumah sakit dengan memperhatikan
berbagai aspek gizi dan penyakit serta merupakan bagian dari pelayanan
kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan
mutu pelayanan gizi di rumah sakit.
D. Sasaran.
1. Terselenggaranya penyediaan makanan bagi pasien sesuai kebutuhan
gizinya.
2. Terselenggaranya pelayanan gizi rawat inap.
3. Terselenggaranya pelayanan gizi rawat jalan serta penyuluhan dan
konsultasi gizi pada pasien dan keluarganya.
E. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan.
1. Profesional
Memiliki keahlian dan keterampilan dalam profesi gizi serta disiplin
ilmu lain yang berkaitan dengan ilmu gizi serta mampu menerapkan ilmu
dan seni di bidang gizi sesuai tugas dan tanggung jawab profesi
2. Komprehensif
Dapat memberikan pelayanan gizi yang menyeluruh (bio-psiko-
sosial-spiritual) secara terus menerus kepada pasien dan keluarga
5
3. Beretika
Pelayanan gizi rumah sakit mempertimbangkan etika pelayanan
gizi dan etika profesi.
5. Patient Safety
Pelayanan gizi rumah sakit mempertimbangkan aspek keamanaan
pasien dalam rangka memberikan pelayanan gizi yang aman sesuai
keadaan pasien.
6. Kebutuhan gizi
Pelayanan gizi rumah sakit mempertimbangkan aspek kebutuhan
gizi pasien dalam rangka memberikan pelayanan gizi yang tepat sesuai
kaidah-kaidah gizi.
7. Perubahan perilaku
Pendekatan pelayanan gizi kepada pasien dan keluarga
mempertimbangkan segala aspek ekonomi, pendidikan, sosial budaya
dalam rangka perubahan sikap dan perilaku yang mendukung perbaikan
status gizi pasien.
F. Ketentuan Penyelenggaraan
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan gizi rumah sakit perlu
adanya ketentuan penyelenggaraan pelayanan gizi, ketenagaan gizi,
sarana, peralatan dan perlengkapan, kesehatan dan keselamatan kerja,
anggaran, pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan, dengan
ketentuan penyelenggaraan sebagai berikut :
1. Ketentuan Penyelenggaraan Pelayanan Gizi.
a. Penyelenggaraan makanan.
1) Penyelenggaraan makanan untuk pasien dilakukan oleh rumah
sakit sendiri secara penuh (swakelola) yaitu mengolah bahan
makanan menjadi makanan siap konsumsi bagi pasien dan
pegawai.
6
2) Pengadaan bahan makanan dilakukan berdasarkan ketentuan
pengadaan barang di Rumah sakit Wirabuana yaitu oleh Panitia
Pengadaan Barang.
b. Pelayanan Gizi Rawat Inap dan rawat jalan yang diberikan kepada
pasien di bawah tanggung jawab ahli gizi.
G. Ketenagaan Gizi.
Jabatan fungsional gizi berdasarkan Keputusan Bersama Menteri
Kesehatan RI No. 894/Menkes/SKB/ VIII/2001 dan Kepala Badan Ketenagaan
Negara No. 35 Tahun 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Nutrisionis dan Angka Kreditnya.
J. Anggaran.
1. Penyelenggaraan makanan.
Anggaran untuk makan pasien non dinas berasal dari dana pasien
swasta dan BPJS.
2. Anggaran untuk sarana dan prasarana pelayanan gizi ruang rawat inap /
jalan, penyuluhan dan konsultasi gizi berasal dari Urusan Dalam
(URDAL).
7
BAB III
PENGORGANISASIAN
A. Umum
4. Pengorganisasian pelayanan gizi rumah sakit di sakit TK
IV.13.07.01.Wirabuana. dilaksanakan oleh Dapur Gizi.
8
3) Melaksanakan ree cek makanan di dapur sebelum didistribusikan
ke pasien.
4) Melaksanakan pencatatan tentang perubahan makanan.
5) Terselenggaranya kegiatan produksi makanan untuk pasien secara
optimal (efektif dan efisien) sehingga dihasilkan makanan yang
bermutu.
6) Terpenuhinya kualitas yang optimal pelayanan gizi dengan indikasi
pemahaman pasien dan keluarga tentang materi diet / gizi /
kesehatan yang disampaikan.
c. Kasi Konsultasi Gizi
1) Melaksanakan bimbingan gizi kepada pasien pada saat dirawat
inap, rawat jalan atau post perawatan.
2) Menyiapkan leaflet, booklet dan sarana-sarana lain untuk
mempermudah pemahaman pasien terhadap gizinya.
3) Menyiapkan food model, timbangan, alat pengukur tinggi badan dan
alat peraga yang lain.
4) Melaksanakan monitoring secara kontinue kepada pasien yang
mempunyai masalah khusus.
5) Mengerjakan laporan dan evaluasi kegiatan konsultasi.
6) Melaksanakan kolaborasi dengan petugas di ruang perawatan dan
petugas pengolahan makanan.
7) Terpenuhinya kualitas yang optimal pelayanan gizi dengan indikasi
pemahaman pasien dan keluarga tentang materi diet / gizi /
kesehatan yang disampaikan.
d. Staf Fungsonal
1) Nutrisionis
2. Pengaturan Jaga.
Bahwa dalam melaksanakan pelayanan gizi dibagi menjadi 2 shift,
dengan jumlah jam kerja sesuai ketentuan jam dinas. Shift jaga dibagi
dua yaitu shift pagi dan sore. Distribusi jumlah anggota jaga sesuai
beban kerja, dan setiap shift ditunjuk penanggung jawab shift.
9
1. Orientasi Pegawai Baru.
Tujuan orientasi pegawai baru adalah memperkenalkan dan memberi bekal
awal tentang situasi dan kondisi lingkungan kerja, tugas dan tanggung
jawab pekerjaan, serta sistem informasi dan komunikasi sehingga pegawai
baru segera dapat bekerja secara professional sesuai dengan bidang
tugasnya.
10
BAB IV
KEGIATAN PELAYANAN GIZI
A. Umum
Pelayanan gizi rumah sakit terdiri dari : penyelenggaraan makanan,
pelayanan gizi pasien rawat inap, penyuluhan dan konsultasi gizi pasien rawat
jalan dan rawat inap.
B. Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan
mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada
pasien, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian diet yang tepat. Tujuan untuk menyediakan makanan yang
berkualitas baik dan jumlah yang sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak
dan memadai bagi pasien yang membutuhkannya. Sasaran penyelenggaraan
makanan di Rumah Sakit Wirabuana adalah pasien dan anggota Rumah Sakit
Wirabuana sesuai kebijakan pimpinan. Dalam penyelenggaraan makanan
rumah sakit, standar masukan (input) meliputi tenaga, sarana dan prasarana,
metoda, peralatan; sedangkan standar proses meliputi penyusunan anggaran
belanja bahan makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan
makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan
makanan, persiapan bahan makanan, serta pengolahan makanan dan
pendistribusian makanan. Sedangkan standar keluaran (output) adalah mutu
makanan dan kepuasan konsumen. Kegiatan penyelenggaraan makanan,
meliputi:
11
2) Perencanaan Menu
Merupakan kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk
memenuhi selera konsumen/ dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi
prinsip gizi seimbang. Perencanaan menu dilaksanakan oleh Petugas
Gizi dan Koki.
a. Siklus Menu.
Siklus menu yang digunakan adalah siklus menu 10
(sepuluh) hari, ditambah menu ke 11 untuk tanggal 31. Pasien klas
I, II dan III menggunakan menu non pilihan, pasien VIP
menggunakan menu pilihan, serta untuk pasien anak disiapkan
menu khusus.
12
d. Langkah Penyusunan Menu
1) Mengumpulkan berbagai jenis hidangan, mengelompokkan
berdasarkan jenis makanan (lauk hewani, nabati, sayuran,
buah dan snack) sehingga memungkinkan variasi yang lebih
banyak.
2) Menyusun pola menu dan master menu yang memuat garis
besar frekuensi penggunaan bahan makanan harian dengan
siklus menu yang berlaku.
3) Memasukkan hidangan hewani yang serasi warna, komposisi,
konsistensi bentuk dan variasinya; kemudian disusul berturut-
turut untuk lauk nabati, sayur, buah dan snack.
4) Menyiapkan formulir penilaian yang meliputi pola menu
kombinasi warna, tekstur, konsistensi, rasa, aroma, ukuran,
bentuk potongan, temperatur makanan, pengulangan menu
penyajian dan sanitasi.
5) Menilai menu dengan beberapa cara penilaian.
6) Melakukan survey untuk mengetahui tanggapan pasien.
7) Membuat perbaikan menu dan selanjutnya menu siap untuk
dilaksanakan.
13
c. Langkah Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan.
1) Menentukan jumlah kekuatan pasien dengan mengacu data
masing-masing ruang rawat inap.
2) Menentukan standar porsi tiap bahan makanan dan menghitung
berat kotornya.
3) Menghitung frekuensi pemakaian bahan makanan setiap siklus
menu.
4) Rumus kebutuhan bahan makanan :
14
2) Prasyaratnya adalah adanya data rincian pesanan bahan makanan
harian, berupa macam dan jumlah bahan makanan yang akan
diterima. Dan adanya spesifikasi bahan makanan yang telah
ditetapkan.
15
5) Semua bahan yang akan dimasukkan ke lemari/ruang pendingin
sebaiknya dibungkus plastik atau kertas timah.
6) Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau keras, bersama
bahan makanan yang tidak berbau.
7) Untuk buah-buahan, ada yang tidak memerlukan pendingin,
8) perhatikan sifat buah tersebut sebelum dimasukkan ke dalam
ruang/lemari pendingin.
9) Pengeluaran bahan makanan yang disimpan menggunakan sistem
FIFO (First In First Out).
10) Pemasukan dan pengeluaran dicatat di buku pencatatan / kartu
stok.
16
kartu stok bahan makanan harus segera diisi tanpa ditunda,
diletakkan pada tempatnya, diperiksa dan diteliti secara kontinyu.
9) Pintu harus selalu terkunci pada saat tidak ada kegiatan serta
dibuka pada wakt-waktu yang ditentukan. Pegawai yang keluar
masuk gudang juga hanya pegawai yang ditentukan.
17
Langkah-langkah penyaluran bahan makanan :
1) Petugas Gizi menyalurkan bahan makanan ke petugas
pengolahan makanan sesuai kebutuhan bahan makanan yang
akan diolah untuk menu siang, sore dan pagi.
2) Pencatatan dan pelaporan bahan makanan yang telah disalurkan
perhari.
18
Macam proses pemasakan :
a. Pemasakan dengan menggunakan medium air, seperti :
1) Merebus yaitu memasak dengan banyak air. Pada dasarnya ada 3
cara dalam merebus, yaitu:
a) Api besar untuk mendidihkan cairan dengan cepat dan untuk
merebus sayuran.
b) Api sedang untuk memasak santan dan berbagai masakan
sayur.
c) Api kecil untuk membuat kaldu juga dipakai untuk masakan
yang memerlukan waktu lama.
2) Menyetup yaitu memasak dengan sedikit air
a) Mengetim : memasak dalam tempat yang dipanaskan dengan air
mendidih.
b) Mengukus : memasak dengan uap air mendidih. Air pengukus
tidak boleh mengenai bahan yang dikukus.
3) Pemasakan dengan menggunakan lemak, yaitu
a) Menggoreng : memasukkan bahan makanan dalam minyak
banyak atau dalam mentega/margarin sehingga bahan menjadi
kering dan dapat warna kuning kecoklatan.
4) Pemasakan langsung melalui dinding panci.
a) Menyangrai : menumis tanpa minyak, biasa dilakukan untuk
kacang, kedelai, dsb.
5) Pemasakan dengan kombinasi, seperti :
a) Menumis : memasak dengan sedikit minyak atau margarin untuk
membuat layu atau setengah masak dan ditambah air sedikit dan
ditutup.
8) Pendistribusian Makanan.
Pendistribusian makanan merupakan serangkaian kegiatan
penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan
pasien yang dilayani (makanan biasa maupun makanan diet), dengan
tujuan agar pasien mendapat makanan sesuai kebutuhan dietnya.
Prasyaratnya adalah tersedianya standar pemberian makanan
sesuai SPO, menyangkut standar penyediaan energi dan zat gizi lainnya
serta dietetika, standar porsi, peraturan pengambilan makanan, bon
permintaan makanan, sesuai ketentuan diet pasien, peralatan makan,
sarana pendistribusian makanan, tenaga pendistribusi dan jadwal
pendistribusian makanan.
19
Pendistribusian makanan menggunakan sistem yang dipusatkan
(sentralisasi), dimana semua makanan sudah diporsikan ke dalam alat
makan pasien di dapur Gizi.
Pendistribusian makanan pasien di ruang rawat inap dilaksanakan
oleh pramusaji ruang rawat inap dengan pengawasan nutrisionis dan
Kepala Ruangan.
Waktu distribusi makanan pasien di ruang rawat inap :
Makan Pagi : Pukul 06.00 – 07.00
Makan Snack Pagi : Pukul 09.00 – 09.30
Makan Siang : Pukul 11.00 – 12.00
Makan Sore : Pukul 16.30 – 17.30
Jam pengambilan alat makan pasien di ruangan rawat Rumah Sakit
Wirabuan, yaitu:
Makan Pagi :
Gambar 4.1Pukul 08.00 – 09.00
Pelayanan
Makan Siang Gizi bagi Pasien
: Rawat Inap13.00
Pukul dan Rawat Jalan
– 14.00
Makan Sore : Pukul 18.00 – 19.00
Diit
ST
OP
20
Sumber : Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (2006)
Gambar 4.2
ALUR PELAYANAN GIZI RAWAT INAP
Pasin Masuk
RS
Rawat Inap
21
Gambar 4.3
ALUR PELAYANAN GIZI RAWAT JALAN
Srining Gizi
Beresiko Malnutrisi
&
Kondisi Khusus
Selesai
22
A. Pelayanan gizi pada pasien yang tidak beresiko malnutrisi.
1) Pasien dipesankan makanan sesuai preskripsi dokter ke Dapur
Gizi oleh pramusaji dengan menggunakan buku dafta pasien.
2) Setelah makanan diolah, kemudian didistribusikan ke ruang
rawat inap sesuai daftar permintaan makanan, kemudian
disajikan ke pasien.
3) Selama dirawat, pasien / keluarga yang berminat dan terutama
yang akan membawa makanan dari luar rumah sakit diberi
konseling gizi oleh nutrisionis sesuai preskripsi diet dan
diberikan leaflet diet sesuai penyakitnya.
4) Skrining diulang 1 (satu) minggu setelah pasien dirawat dengan
metode SGA (Subjective Global Assessment) untuk mengetahui
apakah pasien mengalami resiko malnutrisi selama dirawat.
Hasil pengamatan didokumentasikan dalam rekam medis
pasien.
5) Bila tidak beresiko malnutrisi, pasien tetap memperoleh
makanan biasa sampai diperbolehkan pulang. Pelayanan gizi
berakhir pada waktu pasien pulang.
6) Bila ada resiko malnutrisi, proses pelayanan gizi diulang mulai
asesmen mendalam oleh nutrisionis.
23
6) Setelah makanan diolah, kemudian didistribusikan ke ruang
ruang rawat inap sesuai daftar permintaan makanan, kemudian
disajikan ke pasien.
7) Selama dirawat pasien dan keluarga memperoleh penyuluhan
atau konseling gizi oleh nutrisionis untuk memperoleh
pemahaman tentang dietnya, sehingga pasien dapat menerima
serta menjalankan diet.
8) Pasien diamati sesuai rencana monitoring dan evaluasi seperti
yang telah ditetapkan dalam rencana intervensi. Pasien dengan
hasil MST 2-3 akan dimonitor 3 hari sekali, dan pasien dengan
hasil MST 4-5 dan atau dengan kondisi khusus akan dipantau
setiap hari. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan
dalam rekam medis pasien dan dijadikan dasar pertimbangan
perlu atau tidaknya penyesuaian diet.
9) Bila perlu penyesuaian diet, pelayanan gizi diulang mulai
asesmen mendalam.
10) Bila pasien tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat akan
pulang pasien memperoleh penyuluhan / konseling gizi tentang
penerapan dietnya di rumah.
11) Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses
pelayanan gizi rawat jalan yang dilaksanakan di Poli Gizi dalam
pengawasan Kasi Konsultasi Gizi.
12) Bila tidak, pasien diperbolehkan pulang dan kegiatan pelayanan
gizi di rumah sakit berakhir.
24
ditandatangani oleh petugas yang menerima formulir permintaan
makanan sebagai bukti sudah menerima formulir tersebut.
25
Bila ditemukan masalah gizi, pasien akan memperoleh penyuluhan
/ konseling tentang diet/terapi yang sesuai dengan diagnosis masalah
gizi dan mengikuti prosedur Asuhan Gizi.
a. Asuhan Gizi
Asuhan gizi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
paripurna di rumah sakit, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi
pasien secara optimal baik berupa pemberian makanan maupun
konseling gizi. Asuhan gizi dapat diberikan pada pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
26
d) Memberikan saran kepada dokter berdasarkan hasil
pemantauan/ evaluasi terapi gizi.
e) Memantau masalah yang berkaitan dengan asuhan gizi
kepada pasien, bersama dengan perawat ruangan.
f) Memberikan penyuluhan, motivasi dan konseling gizi pada
pasien dan keluarganya.
g) Melakukan kunjungan keliling (visite) baik sendiri maupun
bersama dengan tenaga kesehatan terkait kepada pasien.
h) Mengevaluasi status gizi pasien secara berkala, asupan
makanan, dan bila perlu melakukan perubahan diet pasien
berdasarkan hasil diskusi dengan tenaga kesehatan terkait.
i) Mengkomunikasikan hasil terapi gizi kepada semua tenaga
kesehatan terkait.
j) Berpartispasi aktif dalam pertemuan/diskusi dengan dokter,
perawat, tenaga kesehatan terkait lain, pasien dan
keluarganya, dalam rangka evaluasi keberhasilan pelayanan
gizi.
k) Menentukan rencana diet awal/sementara bilamana belum
ada penentuan diet dari dokter.
l) Melakukan pemantauan interaksi obat dan makanan bersama
dengan tenaga kesehatan terkait lainnya.
3) Perawat.
a) Melakukan skrining awal untuk mendeteksi adanya resiko
malnutrisi.
b) Melakukan kerjasama dengan dokter dan nutrisionis dalam
memberikan pelayanan gizi kepada pasien.
c) Membantu pasien pada waktu makan bila diperlukan.
d) Melakukan pengukuran antropometri untuk menentukan
dan mengevaluasi status gizi pasien.
e) Bersama dengan nutrisionis memantau masalah-masalah
yang berkaitan dengan asuhan gizi kepada pasien.
f) Melakukan pemantauan, mencatat dan melaporkan
asupan makanan dan respon klinis pasien terhadap diet
yang diberikan.
4) Farmasis.
a) Melaksanakan permintaan obat dan cairan parenteral
berdasarkan resep dokter.
27
b) Mendiskusikan keadaan atau hal-hal yang dianggap perlu
dengan tim, termasuk interaksi obat dan kesehatan.
c) Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan
obat dan cairan parenteral oleh pasien bersama perawat.
d) Jika perlu, menggantikan bentuk obat dari jenis yang sama
sesuai dengan persetujuan dokter.
e) Bersama dengan nutrisionis melakukan pemantauan
interaksi obat dan makanan.
5) Tenaga kesehatan lainnya (misalnya rontgen dan
laboratorium).
a) Melakukan pemeriksaan rontgen dan laboratorium sesuai
permintaan dokter.
b) Bekerjasama dengan dokter dan perawat untuk
pemeriksaan rontgen dan laboratorium.
c) Bertanggung jawab pada hasil pemeriksaan rontgen dan
laboratorium.
28
(5) Suasana saat makan.
Pengumpulan data riwayat asupan gizi pasien dapat
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Anamnesis riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk
memperoleh gambaran kebiasaan makan / pola makan sehari
berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan.
Anamnesis secara kuantitatif dilakukan untuk
mendapatkan gambaran asupan zat gizi sehari, dengan cara
recall 24 jam, yang diukur dengan menggunakan food model.
Selanjutnya untuk mengetahui asupan zat gizinya dianalisis
dengan menggunakan Daftar Analisa Bahan Makanan atau
Daftar Penukar Bahan Makanan.
29
(2) Pemeriksaan ataupun prosedur medis yang berkaitan
dengan status gizi.
(3) Status metabolik
(4) Gambaran fungsi organ yang dapat berpengaruh
terhadap timbulnya masalah gizi (Contoh : nilai
elektrolit, glukosa, lemak, dan pengosongan lambung).
f) Data Antropometri.
(1) Pengukuran yang dilakukan antara lain tinggi badan
(TB), berat badan (BB), tinggi lutut, lingkar lengan atas
(LiLA), tebal lemak, lingkar pinggang, lingkar panggul
dan sebagainya.
(2) Kecepatan pertumbuhan dan kecepatan perubahan
berat badan.
30
(4) Data umum pasien, meliputi : umur, pekerjaan, peranan
dalam keluarga, dan tingkat pendidikan.
b. Diagnosis Gizi.
Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi
nama masalah gizi, dan atau berisiko menyebabkan masalah gizi,
yang merupakan tanggung jawab nutrisionis secara mandiri,
merupakan langkah kritis yang menjembatani antara pengkajian gizi
dan intervensi gizi. Diagnosa gizi diuraikan atas komponen masalah
gizi (Problem), penyebab masalah (Etiology) serta tanda dan gejala
adanya masalah (Signs & Symptoms) dan disingkat menjadi P-E-S.
Pengelompokan diagnosis gizi :
1) Domain Asupan.
2) Domain Klinis.
3) Domain Perilaku-Lingkungan.
c. Intervensi Gizi
Intervensi gizi adalah serangkaian aktivitas spesifik dan berkaitan
dengan penggunaan bahan untuk menanggulangi masalah. Komponen
intervensi gizi :
1) Perencanaan intervensi.
Perencanaan intervensi gizi dimulai dengan menetapkan
prioritas diagnosis gizi berdasarkan derajat kegawatan masalah,
keamanan, dan kebutuhan pasien, diikuti dengan memilih tindakan
yang berdampak pada masalah berdasarkan penyebabnya. Dalam
perencanaan intervensi gizi terdapat dua komponen yaitu :
penetapan tujuan dan preskripsi diet.
Tujuan intervensi. Penetapan tujuan harus dapat diukur,
dicapai dan ditentukan waktunya. Idealnya penetapan tujuan
dilakukan bersama dengan pasien, dan keluarganya. Bila tujuan
tidak tercapai, dapat dikatakan bahwa intervensi gizi tersebut tidak
berhasil. Menurut waktunya, tujuan dapat ditetapkan sebagai tujuan
jangka panjang (misalnya selama dirawat) dan jangka pendek
(misalnya pada kunjungan berikutnya).
Preskripsi diet. Preskripsi diet menggambarkan
rekomendasi mengenai kebutuhan energi dan zat gizi individual,
jenis diet, bentuk makanan, komposisi zat gizi, dan frekuensi
31
makan. Preskripsi diet dirancang berdasarkan data dari pengkajian
gizi, diagnosis gizi (komponen P-E-S), rujukan rekomendasi,
kebijakan dan prosedur, serta kesukaan dan nilai-nilai yang dianut
oleh pasien.
d. Implementasi
Merupakan bagian kegiatan intervensi gizi dimana nutrisionis
melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan gizi kepada
pasien dan tim asuhan gizi yang terkait.
Intervensi gizi dikelompokkan menjadi 4 (empat) domain yaitu
1) Pemberian makanan dan zat gizi.
2) Edukasi gizi, yaitu merupakan proses formal dalam melatih
keterampilan atau memberikan pengetahuan dalam mengelola atau
memodifikasi diet dan perilaku secara sukarela untuk menjaga atau
meningkatkan kesehatan.
3) Konseling gizi, yaitu kegiatan yang bersifat supportive process,
ditandai dengan hubungan kerja sama antara nutrisionis dengan
pasien dalam menentukan prioritas, tujuan, target, merancang
rencana kegiatan yang dipahami, dan membimbing kemandirian
dalam merawat diri sesuai kondisi dan menjaga kesehatan.
4) Koordinasi pelayanan gizi, yaitu kegiatan berkonsultasi, merujuk
atau koordinasi pemberian asuhan gizi dengan tenaga kesehatan
atau institusi lain yang dapat membantu dalam merawat atau
mengelola masalah yang berkaitan dengan gizi.
32
penilaian gizi ulang dilakukan, maka proses selanjutnya sesuai dengan
proses asuhan gizi terstandar. Hal ini terus berulang sampai pasien
tidak membutuhkannya lagi.
Komponen Monitoring dan Evaluasi Gizi.
1) Memonitor perkembangan kondisi pasien. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk melihat apakah hasil sesuai yang diharapkan oleh
pasien maupun tim. Kegiatan ini antara lain :
a) Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien.
b) Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana / preskripsi diet.
c) Menentukan apakah status gizi pasien tetap atau berubah.
d) Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif maupun negatif.
e) Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak
adanya perkembangan dari kondisi pasien.
2) Mengukur hasil intervensi / dampak. Indikator dampak ditentukan
oleh masalah gizi, etiologi dan gejala serta tandanya (P-E-S).
Kegiatan yang terkait dengan mengukur dampak adalah :
a) Memilih indikator dampak asuhan gizi untuk mengukur dampak
yang diinginkan.
b) Menggunakan indikator dampak asuhan gizi yang terstandar
untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas perubahan
pengukuran. Indikator dampak asuhan gizi meliputi : asupan
makanan dan zat gizi; komposisi tubuh dan pertumbuhan;
pengetahuan tentang makanan dan zat gizi; sikap dan perilaku;
akses makanan; nilai laboratorium; kemampuan fisik seperti
aktifitas fisik; dan persepsi pasien terhadap asuhan gizi dan
hasilnya.
3) Evaluasi Dampak
Evaluasi dampak merupakan kegiatan membandingkan hasil
antara data terbaru dengan data (status) sebelumnya, tujuan
intervensi dan atau rujukan standar yang ditetapkan secara
sistematis. Evaluasi dampak ini dapat dipakai untuk memutuskan
menghentikan atau melanjutkan asuhan gizi.
Pengelompokan Monitoring dan Evaluasi. Terdapat 4 (empat)
domain dalam monitoring dan evaluasi gizi, yaitu :
33
a) Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi, yaitu meliputi
tingkat pemahaman, perilaku, akses dan kemampuan yang
mungkin mempunyai pengaruh pada asupan makanan dan zat
gizi.
b) Dampak asupan makan dan zat gizi, yaitu meliputi asupan
makanan atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan,
minuman, suplemen dan melalui rute enteral maupun parenteral.
c) Dampak terhadap tanda dan gejala fisik terkait gizi, yaitu
pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia, dan
parameter pemeriksaan fisik.
d) Dampak terhadap pasien terkait gizi, yaitu pengukuran yang
terkait dengan persepsi pasien terhadap intervensi yang
diberikan dan dampaknya pada kualitas hidup.
Nutrisionis dalam memberikan asuhan gizi terdokumentasi
dalam rekam medis pasien.
BAB V
SARANA PERALATAN DAN PERLENGKAPAN
34
A. Umum.
Agar kegiatan PGRS dapat berjalan dengan optimal maka perlu
didukung dengan sarana, peralatan dan perlengkapan baik untuk rawat jalan,
rawat inap maupun ruang di unit pelayanan gizi lainnya.
35
Standar
No Peralatan Ketersediaan
Kebutuhan
1 Lemari Peraga √ -
2 Overhead projector + slide
√ -
projector
3 Food model atau contoh
√ √
makanan segar
4 Formulir :konsumsi makanan,
pola makan, asupan gizi,
√ √
konsultasi gizi, pencatatan dan
pelaporan
5 Leaflet diit & Daftar Padanan
√ √
BM
6 Audio visual √ -
7 Wireless √ -
8 Kaset diit √ -
9 Kardeks √ -
10 Standar diit √ √
11 Papan display √ -
12 Poster-poster √ √
13 Software konseling √ √
14 Buku-buku pedoman
√ √
tatalaksana masalah gizi.
36
4. Peralatan Antropometri.
Untuk mendapatkan data antropometri pasien, diperlukan peralatan seperti
yang tercantum dibawah ini
Tabel 5.3
Kebutuhan dan Ketersediaan Peralatan Antropometri di Ruang Poliklinik Gizi
Standar
No Peralatan Ketersediaan
Kebutuhan
1 Alat ukur tinggi badan dewasa √ -
2 Alat ukur berat badan dewasa √ √
3 Alat ukur panjang badan
√ -
bayi/anak
4 Timbangan bayi (beam
√ -
balance scale)
5 Alat ukur skinfold tickness
√ -
caliper
6 Alat ukur Lingkar Lengan Atas
√ √
(LLA)
7 Alat ukur Lingkar Kepala (LK) √ √
8 Alat ukur Tinggi Lutut √ -
9 Formulir skrining √ √
37
10 Lemari pendingin/kulkas,
microwave untuk ruang kelas I, √ √
I-utama, VIP)
11 Rak piring √ √
12 Blender √ √
13 Sarana kebersihan dan tempat
√ √
sampah tertutup
14 Papan tulis √ √
38
F. Ruang Perkantoran.
1. Ruang Kadapur Gizi dan Staf.
2. Ruang Administrasi Penyelenggaraan Makanan.
3. Ruang pramusaji.
39
BAB VI
SANITASI MAKANAN , KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
A. Sanitasi Makanan
Merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik beratkan pada
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan
minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak
kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses
pengolahan, penyiapan, distribusi sampai pada saat makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsi. Salah satu kegiatan dari sanitasi makanan
adalah penyehatan makanan dan minuman, merupakan upaya untuk
mengendalikan faktor-faktor (proses penanganan, lingkungan, dan orang)
yang mempengaruhi pertumbuhan kuman pada makanan dan minuman,
sehingga makanan dan minuman yang disajikan rumah sakit tidak menjadi
mata rantai penularan penyakit.
40
Tenaga penjamah makanan memenuhi syarat :
a. Mengikuti pemeriksaan kesehatan setiap satu tahun sekali dan bebas
dari penyakit menular.
b. Menjaga kebersihan diri, pakaian dan seluruh badan.
c. Menerapkan proses kerja pelayanan yang benar dan tepat.
d. Menerapkan hygiene dan sanitasi dengan tepat dalam
penyelenggaraan makanan.
e. Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan.
f. Perilaku, kebiasaan dan sikap bekerja penjamah makanan.
1) Menggunakan APD sesuai SPO.
2) Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah bekerja,
setelah BAB/BAK, dan sesudah menjamah bahan yang kotor.
3) Menutup mulut / hidung bila batuk atau bersin dengan sapu
tangan.
4) Pergunakan masker bila diperlukan
5) Bekerja mengolah makanan sesuai SPO.
6) Menggunakan sendok / garpu untuk mencicip makanan.
7) Makan di ruang makan yang disediakan.
8) Tidak merokok di dapur.
9) Menjaga kebersihan sarana dan prasarana dapur
3. Prosedur Kerja.
Kontaminasi makanan atau kontaminasi ulang dapat disebabkan
oleh perilaku si penjamah makanan selama bekerja. Hal ini disebabkan
karena pegawai tidak bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang ada.
Contoh bekerja sesuai prosedur, misalnya : sehabis bekerja,
pegawai harus mencuci alat (panci sebagaimana mestinya dan alat
tersebut langsung ditaruh dalam rak penyimpanan alat. Bila panci
tersebut akan dipakai lagi, pegawai harus yakin bahwa panci tersebut
bersih. Bila kotor dengan sendirinya pegawai akan mencuci dulu
sebelum digunakan)
4. Upaya Pengendalian
Upaya pengendalian pertumbuhan bakteri, virus, jamur, dan
parasit. Dilakukan dengan memantau titik-titik rawan pada jalur
penanganan makanan dan minuman yaitu pada :
1. Proses pembersihan bahan makanan. Tidak ada makanan dan
minuman yang membusuk setelah proses pembersihan bahan.
41
2. Proses persiapan bahan makanan. Tersedia air bersih yang cukup,
kran air dan saluran buangan ruang persiapan bahan makanan dalam
keadaan bersih, tempat penampungan sampah sementara yang kuat
dan mudah dibersihkan.
3. Proses penyimpanan bahan mentah dan bahan terolah terpisah,
suhunya sesuai dengan ketentuan higiene dan sanitasi makanan.
4. Proses pemasakan dan penghangatan makanan harus sesuai
dengan teknik pemasakan, sehingga tidak memungkinkan kuman
tumbuh dan berkembang biak.
5. Proses pembersihan ruang, alat dan peralatan masak. Pembersihan
ruang dilakukan segera setelah proses tugas selesai dan harus
sesuai dengan prosedurnya, pencucian alat masak dilakukan setiap
kali selesai masak.
6. Proses distribusi makanan ke ruangan. Alat distribusi makanan yang
dipakai dilengkapi dengan tutup, dan dibersihkan secara periodik.
7. Proses penyajian makanan di ruang rawat inap. Alat-alat makan yang
akan dipakai untuk menyajikan makanan pasien infeksius dan non
infeksius harus dipisahkan. Peralatan untuk pasien infeksius di
desinfektan. Terbebas dari serangga atau vektor. Makanan disajikan
ke pasien dalam keadaan tertutup.
42
2. Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur
dibuat dari bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat.
3. Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang
praktis dan dilengkapi dengan SPO alat tersebut.
4. Penerangan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat.
5. Tersedianya ruang istirahat untuk petugas.
6. Meletakkan alat dan peralatan secara ergonomis dan alur kerja.
7. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan
terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh petugas.
8. Tugas yang dibebankan sesuai dengan kemampuan perorangan.
9. Volume kerja yang dibagikan sesuai jam kerja yang telah ditetapkan.
10. Perawatan dan pemeliharaan alat dilakukan secara terus-menerus agar
siap dan layak pakai.
11. Adanya gladi / latihan tentang keselamatan kerja bagi petugas.
12. Adanya fasilitas APD dan peralatan pertolongan pertama yang cukup.
13. Petunjuk penggunaan / SPO alat keselamatan kerja
43
e. Konsentrasi penuh bila sedang membuka dan menutup, menyalakan
atau mematikan mesin, lampu, gas / listrik / uap.
f. Meletakkan alat menurut tempatnya dan diatur sesuai peruntukan.
g. Mengisi wadah sesuai peruntukkan dan volumenya.
44
BAB VII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
2. Pengendalian
Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan
pembetulan atau perbaikan pelaksanaan yang terjadi sesuai dengan arah
yang ditetapkan. Pengertian pengawasan dan pengendalian hampir
sama. Perbedaannya jika pengawasan mempunyai dasar hukum dan
tindakan administratif, sedangkan pengendalian tidak. Pengawasan dan
pengendalian bertujuan agar semua kegiatan-kegiatan dapat tercapai
secara berdayaguna dan berhasil guna, dilaksanakan sesuai dengan
rencana, pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
45
b. Kegiatan pencatatan dan pelaporan.
1) Pencatatan dan Pelaporan Pengadaan Makanan.
a) Formulir pemesanan bahan makanan harian.
b) Pencatatan bahan makanan yang diterima pada
hari itu.
c) Pencatatan sisa bahan makanan (harian/bulanan),
meliputi bahan makanan basah dan bahan
makanan kering
d) Pencatatan data pemesanan bahan makanan
berdasarkan bon pemesanan.
2) Pencatatan dan Pelaporan tentang Penyelenggaraan Makanan.
a) Buku laporan timbang terima antara pergantian shift
b) Formulir daftar kekuatan pasien dalam sehari.
c) Laporan jumlah kekuatan pasien pada setiap harinya.
3) Pencatatan dan Pelaporan tentang Perlengkapan Peralatan
a) Kartu inventaris peralatan masak.
b) Kartu inventaris peralatan makan.
c) Kartu inventaris peralatan kantor.
d) Formulir untuk pelaporan alat-alat masak.
4) Pencatatan dan Pelaporan Bahan Makanan.
a) Pencatatan tentang pemasukan dan pemakaian bahan
makanan harian.
b) Perhitungan tentang rencana kebutuhan bahan makanan
untuk yang akan datang selama triwulan/ tahunan.
c) Rekapitulasi tentang pemasukan dan pemakaian bahan
makanan.
5) Pencatatan dan Pelaporan di Ruang Penyuluhan dan Konsultasi
Gizi/Poli Gizi
a) Mencatat registrasi pasien yang baru datang.
b) Membuat/mengisi leaflet sesuai standar dan diagnosa
penyakitnya.
c) Formulir anamnesis
d) Formulir frekuensi makan.
e) Membuat rekap laporan penyuluhan / konsultasi gizi
46
6) Pengawasan.
a) Standar Porsi.
(1) Untuk bahan makanan (padat) pengawasan porsi
dilakukan dengan penimbangan.
(2) Untuk bahan makanan yang cair atau setengah cair
seperti susu dan bumbu dipakai gelas ukuran/liter, sendok
ukuran atau alat ukur lain yang sudah distandarisasi atau
bila perlu ditimbang.
(3) Untuk pemotongan bentuk bahan makanan yang sesuai
untuk jenis hidangan menggunakan alat pemotong yang
sesuai atau dipotong menurut petunjuk.
(4) Untuk memudahkan porsi sayuran dapat diukur dengan
panci yang standar dan bentuk sama.
7) Distribusi.
Nutrisionis terlibat langsung dalam pemorsian makanan diet dan
mengawasi pendistribusian makanan ke pasien.
8) Pengendalian biaya
Pengendalian biaya adalah suatu proses dimana pimpinan atau
pengelola mencoba mengatur biaya guna mencegah
pemborosan dari biaya yang dikeluarkan. Biaya yang dimaksud
disini yaitu biaya makan. Pengendalian harga bahan makanan
untuk pasien dilaksanakan oleh Tim Pengadaan RS TK III
03.06.01 Ciremai.
9) Pengendalian Ketenagaan, yaitu untuk memaksimalkan efisiensi
tenaga kerja secara berdaya guna sesuai dengan standar kualitas
dan pelayanan yang dilakukan. Faktor yang memengaruhi
ketenagaan adalah susunan menu, macam diet sesuai penyakit,
jenis pelayanan, jumlah hidangan yang disajikan, jumlah dan jenis
makanan yang diproduksi, peralatan yang tersedia, dan alokasi
jumlah tenaga kerja.
10) Indikator Mutu Pelayanan Gizi.
(a) Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien.
(b) Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien, dengan
metode Comstock.
(c) Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian diet.
47
BAB VIII
PENUTUP
A. Keberhasilan
Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan lainnya di rumah sakit dan secara menyeluruh
merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan bagi pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan di rumah sakit.
Keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS)
dalam memberikan pelayanan ditentukan oleh kesungguhan dan komitmen
tanaga gizi dari tingkat pelaksana sampai tingkat Pimpinan di lingkungan RS
TK III 03.06.01 Ciremai.
B. Penyempurnaan
Bilamana Buku Pedoman Pelayanan Gizi ini setelah dievaluasi dan
terdapat kekurangan dan atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan pelayanan gizi rumah sakit maka akan dilakukan
penyempurnaan semestinya.
48