Anda di halaman 1dari 10

REVIEW BUKU “POLITIK EKONOMI

MODERN” By: NORMAN FROHLICH &


JOE A. OPPENHEIMER (263 hal)
RINGKASAN BUKU
Buku ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian I (Bab 1-4) menyajikan asumsi-asumsi dasar
dengan prasuposisi metodologisnya. Bagian ini merupakan penerapan asumsi dua jenis gejala
politik: pengambilan keputusan secara kelompok (Bab 1), dan penyusunan organisasi (Bab 2
sampai 4). Analisanya diuraikan agar bersifat umum supaya hasil-hasilnya dapat dipakai dalam
berbagai system politik serta sub-kelompoknya seperti: totalitarisme, birokratisme, primitive
tradisional, demokrasi dan lain-lain. Pembahasan tentang kepemimpinan dalam bab 4 lebih
menjelaskan cara pemakaian ini. Bagian II (Bab 5-6) lebih terarah dalam arti bahwa apa yang
disajikan merupakan hasil-hasil teoritis yang langsung dapat digunakan dalam konteks-konteks
demokrasi. Oleh karena itu maka pusat perhatian Bagian II terletak pada cara-cara pemungutan
suara serta partisipasi dalam system-sistem demokrasi, pembinaan kualisi-kualisi demokrasi dan
penggalangan semangat. Argumentasinya dapat diikuti sejalan dengan urutan bab-babnya.
Tujuan akhir buku ini yaitu dapat menjadi pegangan untuk memahami pokok-pokok yang
paling mendasar di bidang ekonomi politik. Seperti cara-cara, asumsi-asumsi serta penemuan-
penemuan pokoknya, serta menumbuhkan suatu rasa ingin tahu yang menjurus ke penelitian lebih
lanjut. Buku ini juga bertujuan agar pembaca mengetahui perkembangan-perkembangan politik.
Bagian I: Pendahuluan
Teori merupakan sebuah alat penelitian politik serta pelaksanaan politik. Salah satu tujuan
penelitian politik adalah mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat untuk mencapai sasaran-
sasaran politik. Tugas kita adalah, menjelaskan fenomena-fenomena politik sebagai akibat pilihan-
pilihan politik. Dalam melakukan pilihan-pilihan politik, yang menjadi pokok adalah keputusan-
keputusan ataupun pilihan-pilihan yang menyangkut alternatif-alternatif atau langkah-langkah
tindakan yang berbeda, dimana seseorang dapat memilih dan memang melakukan pilihan. Dalam
menganalisa pilihan-pilihan politik, maka diperlukan suatu uraian mengenai alternative-alternatif
yang terbuka bagi orang yang akan melakukan pilihan.
Dalam politik, pemilihan tidak hanya merupakan suatu keyakinan saja, tetapi juga
menyangkut suatu proyeksi sebagai akibat-akibat dari alternatif-alternatif. Dalam memilih, berarti
kita juga memilih akibat-akibat yang diperkirakan akan timbul oleh langkah tindakan itu. Ada
kalanya akan muncul akibat-akibat yang tak terduga, namun akibat-akibat dari langkah-langkah
tindakan yang diambil turut berperan dalam menentukan pilihan. Timbulnya altrenatif-alternatif
serta akibat-akibatnya, maka nilai atau preferensi dari berbagai langkah tindakan juga ikut dalam
menentukan pilihan.
Karakteristik dan preferensi sangat berkaitan erat dengan masalah memilih. Karakteristik
dikaitkan dengan pemilihan yang menggunakan aturan-aturan pemilihan atau berupa pilihan.
Ketentuan-ketentuan tersebut menyatakan (meramalkan) pilihan-pilihan seseorang sebagai fungsi
langsung dari preferensi-preferensi tentang sebab akibat alternative yang dipilih.
Ada dua preferensi, yaitu preferensi deterministik dan preferensi probabilistic. Dalam
memilih preferensi deterministic, kita mengabaikan beberapa masalah yang dikemukakan para ahli
psikologi tentang preferensi-preferensi manusia, dimana orang-orang saling bertentangan dalam
memberikan pernyataan mengenai preferensi-preferensi mereka. Kondisi saling bertentangan
tersebut disebabkan karena perubahan-perubahan situasi dalam lingkungan pemilihannya.
Pendekatan probabilistik menghadapkan dua masalah. Pertama, pendekatan itu tidak tampak,
bagi kita, merupakan pencerminan yang lebih realistis dari preferensi yang sebenarnya. Kedua,
pendekatan itu akan sangat menyulitkan pembuatan analisa, dan dapat mengubah beberapa
kesimpulan pokok yang dicapai para penulis yang menggunakan preferensi deterministik dalam
penyusunan analisa-analisa mereka. Berdasarkan alas an-alasan ini, maka akan kita anggap bahwa
orang-orang mempunyai preferensi-preferensi deterministik.
Preferensi bersifat transitivitas, yaitu semua alternatifnya dapat diurutkan dengan baik apabila
terdapat lebih dari dua buah alternatif. Transitivitas memungkinkan diurutkannya semua
alternative dari yang paling disukai sampai ke yang paling tidak disukai.
Kenalaran dengan proses-proses kenalarannya serta efisiensinya dalam mencapai tujuan
seringkali dipandang sebagai sesuatu yang baik. Tetapi tidak semua perilaku yang bernalar itu
baik.
Nilai yang mendasari preferensi serta perilaku orang dapat sangat berbeda. Suatu rangkaian
nilai-nilai dapat menyebabkan seseorang yang bernalar menjadi tidak bernalar. Tapi dalam
ekonomi politik modern, semata-mata hanya menyangkut penjelasan atas serta peramalan
berdasarkan rangkaian-rangakaian nilai tertentu bagi orang-orang yang rasional.
Bab 1: Pilihan Kelompok
Situasi pilihan politik yang dihadapi seseorang berada dalam suatu konteks social. Keputusan-
keputusan tersebut tidak dibuat sendiri, melainkan orang lain pun ikut terlibat dan preferensi
mereka umumnya tidak sama. Lagi pula hasil-hasil dari pilihan seseorang sangat tergantung dari
bagaimana orang-orang lain melakukan pilihan mereka. Kedua factor ini sangat mempersulit
pembuatan analisa tentang keputusan-keputusan politik. Masalah yang bersangkutan dengan
penyatuan preferensi pribadi dan pilihan-pilihan yang saling bergantungan menjadi sebuah pilihan
kelompok merupakan inti dari analisa politik.
Politik tidak saja melibatkan individu, tetapi juga kelompok-kelompok. Jika asumsi tentang
pilihan rasional seseorang hendak dimanfaatkan dalam menjelaskan prose-proses politik serta
akibat-akibatnya, maka asumsi itu haruslah memungkinkan kita untuk memperkirakan akibat-
akibat dari tindakan kelompok. Jadi, suatu hubungan harus dicari untuk mengaitkan pilihan
perorangan dengan pilihan kelompok.
Pilihan kelompok dapat dengan mudah dikenali melalui kesamaan atau penyatuan
preferensinya dengan cara yang serupa asumsi-asumsi yang dipakai untuk perseorangan. Jika
kelompok-kelompok mempunyai preferensi yang bersifat transitif, maka kelompok itu dapatlah
diperlakukan sebagai pribadi-pribadi. Tetapi jika kelompok tersebut hendak diperlakukan sebagai
suatu kesatuan, maka salah satu syaratnya adalah pilihan-pilihan kelompok dapat dihubungkan
dengan preferensinya dengan cara yang rasional. Salah satu cara yang paling terkenal untuk
mendapatkan pilihan kelompok dari penjumlahan preferensi-preferensi masing-masing adalah
melalui pemungutan suara.
Sebaliknya, ada kemungkinan bahwa preferensi yang dianut mempunyai kesamaan
karakteristik sehingga preferensi pribadi mudah mdisatukan menjadi pilihan kelompok.
Kenneth J. Arrow mengunngkapkan ada ma tuntutan dari prosedur pilihan masyarakat atau
kelompok. Pertama, sesuatu prosedur tidaklah harus menghasilkan suatu urutan preferensi yang
lengkap bagi sebuah kelompok, melainkan cukup sekedar merincikan suatu rangkaian pilihan dari
alternative-a;ternatif yang akan dipertimbangkan.
Kedua, prosedur tidak menjabarkan preferensi-preferensi menjadi pilihan kelompok dengan
cara yang dipaksakan. Artinya, harus ada kaitan yang positif antara nilai-nilai perorangan dan
pilihan masyarakat.
Ketiga, adanya ketidak saling tergantungnya alternative-alternatif yang tidak relevan. Pilihan
alternative tidak tergantung pada alternative yang tidak termasuk dalam kemungkinan untuk
dipilih.
Keempat adalah syarat kedaulatan warga atau non-imposisi, yaitu menetapkan bahwa sesuatu
pola preferensi tertentu dari para anggota kelompok sudah mencukupi untuk diterimanya setiap
alternative. Setiap alternative merupakan suatu kemungkinan pilihan yang masuk akal bagi
kelompok itu, dan akan terpilih jika dalam kelompok itu berlaku pola preferensi yang
mendukungnya.
Kelima, tidak seorangpun dimungkinkan untuk menjadi diktator. Artinya, tidak boleh ada
seorangpun yang dapat menentukan cara pengurutan kelompok antara setiap pasangan alternative
tanpa memperhitungkan preferensi orang lain. Tidak seorangpun dapat memaksakan kehendaknya
dalam setiap keadaan.
Kesimpulannya, tidak mungkin ditemukan sebuah prosedur pengambilan keputusan yang
memenuhi kelima syarat ini dan dalam pada itu menjamin keputusan-keputusan kelompok yang
transitif.

Bab 2: Tindakan Kolektif dalam Kelompok-Kelompok yang Tidak Terorganisasi


Tujuan-tujuan tindakan politik mempunyai cirri umum yaitu seluruh barang-barang adalah
milik bersama dan tercapainya atau tidak tercapainya tujuan-tujuan itu harus dilakukan bersama-
sama oleh semua anggota dalam sebuah kelompok.
Tercapainya setiap tujuan bersama berarti bahwa suatu hal milik umum atau milik bersama
telah disediakan bagi kelompok yang bersangkutan. Artinya, milik bersama sebuah kelompok
berarti bahwa tidak seorangpun dalam kelompok itu dikecualikan dari perolehan manfaat atau
keuntungan sebagai akibat dari dicapainya tujuan atau maksud itu. Oleh karena itu, untuk
menganalisa pilihan-pilihan politik dari kelompok-kelompok, kita perlu meninjau bagaimana
kelompok-kelompok yang terdiri dari orang-orang rasional mendapatkan barang-barang milik
bersama.
Dalam perilaku perorangan dan optimalitas, yang menjadi perhatian kita adalah hasilnya bagi
kelompok-kelompok orang, yaitu konsekuensi dari pilihan-pilihan kelompok.
Untuk melihat bagaimana perilaku rasional seseorang berkaitan dengan perilaku kelompok,
maka kita gabungkan perilaku dari masing-masing orang dengan pengaruh timbal baliknya untuk
memenuhi suatu kepentingan bersama atau memperoleh suatu barang kolektif. Makin besar jumlah
orang-orang dalam sebuah kelompok yang tidak terorganisasi, makin optimal pula hasil-hasil yang
akan diterima dari barang kolektifnya. Pemenuhan setiap kepentingan bersama merupakan sebuah
barang kolektif.

Bab 3: Tindakan Kolektif Pemerataan Biaya Marginal dan Preferensi yang Tak Menentu
Kelompok-kelompok yang tak terorganisasi tak dapat menyediakan bagi diri mereka sendiri
jumlah-jumlah barang kolektif yang optimal. Optimalitas mengkehendaki bahwabiaya-biaya
dibagi serta dipikul bersama secara adil, sedangkan orang-orang yang secara politis tidak
terorganisasi tak mempunyai sarana-sarana yang secara nyata dapat mengkoordinasikan tindakan-
tindakan mereka untuk membagi biaya-biaya yang diperlukan untuk memperoleh suatu barang
kolektif.
Suatu bentuk organisasi di kalangan para penerima manfaat untuk membagi-bagikan biaya-
biaya barang yang bersangkutan diperlukan untuk memperoleh penyediaan yang optimal.
Masalahnya adalah bagaimana mengorganisasikan kelompok itu untuk membagi-bagikan biaya-
biaya barangnya di antara orang-orang yang akan menarik keuntungan dari barang itu.
Jika orang-orang diharapkan untuk menyumbang secara sukarela bagi barang-barang kolektif,
maka biaya marginalnya harus mereka pikul bersama. Maka, pengorganisasian secara politik
mensyaratkan untuk keberhasilannya bahwa biaya marginal untuk setiap tambahan satu unit
barang kolektif harus dipikul bersama.
Pemusatan perhatian pada peluang untuk menjadi factor penentu membuka kesempatan gbagi
kita untuk menganalisa masalah utama dalam mendapatkan partisipasi atau dukungan-dukungan
politik.
Suatu kesepakatan untuk membagi biaya-biaya marginal untuk sesuatu barang kolektif tidak
dengan sendirinya akan sudah memadai untuk mendorong orang-orang yang bersangkutan agar
berpegang teguh pada apa yang telah disepakati.
Mengatasi rintangan partisipasi yaitu dengan menyediakan perangsang-perangsang yang
terkecualikan untuk mengatasi rintangan kea rah tindakan politik yang efektif, dan setiap orang
dapat diuntungkan oleh perangsang-perangsang itu.

Bab 4: Pengorganisasian Politis dan Wiraswastaan Politik


Masalah politik merupakan masalah-masalah yang bersumber pada perhitungan-perhitungan
tentang orang-orang yang rasional serta menempatkan kepentingan diri sendiri dengan barang-
barang kolektif. Tapi, itu saja belum cukup menjadi dasar yang kuat untuk tindakan kolektif yang
efektif. Masih diperlukan perangsag-perangsang yang lain yang selektif atau berupa suatu dugaan
untuk memotivasi orang-orang.
Tetapi perangsang-perangsang ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Keuntungan-
keuntungan dari suatu usaha untuk bergeser menuju optimalitas mungkin cukup besar untuk
membuat semuanya merasa diuntungkan jika membayar untuk pengadaan suatu system
perangsang.
Kewiraswastaan sejak lama sudah dipelajari dalam ilmu ekonomi dan berbagai asumsi
mengenai motivasi-motivasi serta fungsi kewiraswastaan memegang peranan yang penting dalam
teori-teori ekonomi.
Seorang wiraswastawan politik adalah seseorang yang menginvestasikan waktu atau
sumebrdaya lain yang dimiliki untuk mengkoordinasikan serta mempersatukan factor-faktor
produksi lainnnya dalam rangka menyediakan barang-barang kolektif.
Wiraswastawan politik berbeda dengan wiraswastawan ekonomi dalam peralatan yang harus
mereka gunakan dalam manipulasi yang harus mereka lakukan. Keduanya melakukan tugas-tugas
yang mempunyai perbedaan penting. Perbedaannya terletak pada persaingan. Dalam persaingan
ekonomi, maka yang diperebutkan adalah bagian-bagian dari pasar. Sedangkan dalam politik,
orang berusaha mendesak ke luar lawannya. Seorang wiraswastawan politik menjalani karir
dimana lawan-lawan senantiasa berusaha untuk menggesernya serta imbalan-imbalan dari
jabatannya.
Dua faktor mempengaruhi apa yang oleh seorang wiraswastawan dapat diharapkan dari
kegiatannya yaitu sumber imbalan dalam jabatannya, dan resiko yang terkait dengan usaha
mendapatkan imbalan mengingat kemungkinan-kemungkinan oposisinya yang kuat.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang wirastwastawan dianggap bersikap rasional
jika ia mengadakan spesialisasi (tidak akan melakukan investasi untuk mengamankan
kedudukannya) adalah bahwa kedudukannya tidak dapat diganggu gugat atau bahwa ia tidak lagi
dapat merubah peluangnya untuk mempertahankan jabatannya.
Wiraswastawan politik jarang untuk berdiam diri dalam bertahan di jabatannya. Contohnya,
pemimpin sebuah system birokrasi. Seorang pemimpin yang rasional akan memusatkan usahanya
untuk memperbesar arus imbalan yang dinikmatinya sebagai akibat dari kedudukannya. Tetapi
karena arus imbalan seorang birokrat tidak selalu berkaitan langsung dengan besarnya anggaran
belanja bironya, maka rumusan-rumusan mengenai sikap laku pemimpin merupakan hasil usaha
wiraswastawan birokrat memperbesar belanja bironya telah diganti.
Peranan pemimpin politik ternyata belum cukup terperinci. Detail konteks dimana pemimpin
itu harus bekerja harus diisikan terlebih dahulu sebelum perilaku seorang wiraswastawan yang
rasional dapat dijelaskan atau diramalkan sekalipun nilai-nilai orang yang bersangkutan sudah
diketahui.
Machivelli dengan etika kepemimpinannya menetapkan usaha kolektif yang efektif sebagai
prasyarat yang logis bagi berdirinya serta terpeliharanya suatu masyarakat yang memungkinkan
orang-orang menjalankan kehidupan pribadi yang lebih bermoral.

Bagian II: Ekonomi Politik dalam Sistem Demokrasi


Suatu system demokrasi menghendaki sejumlah besar penilaian disatukan ke dalam sebuah
keputusan. Sistem ini menggabungkan penilaian perorangan untuk mencapai keputusan-
keputusan bersama. Sistem demokrasi adalah suatu gabungan tertentu dari aturan-aturan
pengambilan keputusan untuk mencapai berbagai keputusan kelompok tertentu.
Apabila ketentuan pengambilan keputusan itu tidak ditaati, maka biaya-biaya partisipasi
politik menjadi tinggi. Ketentuan pengambilan keputusan menetapkan suatu gabungan
sumberdaya yang tertentu mempunyai bobot dalam konteks-konteks politik, maka sumberdaya
tersebut nilainya akan naik karena penggunaan tambahan yang dapat dikenakan berdasarkan
ketentuan itu.

Bab 5: Pemungutan Suara


Pemungutan suara merupakan suatu aspek sentral dalam demokrasi. Teori tentang tindakan
rasional memberikan suara dapat mudah dikaitkan dengan argumentasi-argumentasi terdahulu
mengenai tindakan kolektif. Contohnya, politisi dalam usaha mendapatkan suara perlu
memberikan insentif pada orang agar member suara padanya.
Salah satu model pungutan suara adalah model Down. Voter Down dapat memilih untuk
memberikan suara atau abstain, tetapi dia tidak dapat menentukan alternatif atas dasar mana ia
harus memberikan suara. Pembahasan Down membicarakan faktor-faktor bahwa voter yang
rasional akan dipertimbangkan dalam membuat pilihan tersebut. Ia menganggap voter akan
membatasi kalkulasinya pada keuntungan-keuntungan dan biaya-biaya yang potensial untuk
voting yang jelas-jelas politik.
Voting tidak merupakan satu-satunya hasil kontes politik. Salah satu contributor lainnya
adalah uang. Uang dapat diharapkan menjadi semakin terinformasi secara politis disbanding rata-
rata voter. Selain itu contributor lainnya adalah tes tak langsung atau observasi untuk mengetahui
apakah sumbangan dilakukan untuk mendapatkan dukungan. Sementara itu, bentuk kontribusi-
kontribusi yang lain akan menimbulkan permasalahan sehubungan dengan efek distribusi sumber-
sumber selain suara pada hasil proses pemilihan.

Bab 6: Landasan Partai dalam Suatu Demokrasi


Platform adalah suatu statement tentang prinsip-prinsip dan kebijaksanaan untuk diikuti
sehubungan dengan sejumlah besar masalah-masalah umum, yang dipakai/diadopsi oleh konvensi
partai sebagai suatu dasar untuk appeal partai bagi dukungan public.
Dalam suatu pemilihan adalakanya terdapat kondisi single-peaked yang mengkehendaki
adanya beberapa pengaturan atas semua usulan agar masing-masing preferensi individu tercakup
dalam masing-masing arah sewaktu seseorang itu bergerak menjauh dari point yang paling
disukainya.

B. METODE (PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN PENULIS)


Penulis menggunakan pendekatan secara teoritis, terbukti dengan adanya sejumlah teori-teori
yang dikemukakan dalam buku ini baik yang dikembangkan penulis maupun dikembangkan oleh
ahli-ahli lain. Penulis juga mempergunakan asumsi-asumsi psikologis tentang tingkah laku
perorangan untuk menjelaskan tingkah-tingkah orang-orang sebagai kelompok di dalam buku ini.

C. TEORI DAN KONSEP


Teori yang dikembangkan oleh penulis menyinggung aneka ragam masalah politik. Teori
tersebut mengidentifikasikan strategi-strategi yang efisien untuk menyusun organisasi, memimpin
serta membentuk koalisi atas dasar politik. Selanjutnya, penulis menjelaskan tentang lika-liku
pemungutan suara, gejala-gejala birokrasi, penggalangan semangat serta dagang suara. Dan
akhirnya, penulis menyajikan pula analisa-analisa yang normatif mengenai demokrasi
konstitusional maupun system-sistem pemerintahan yang lain.
Penulis juga mempergunakan asumsi-asumsi psikologis tentang tingkah laku perorangan
untuk menjelaskan tingkah-tingkah orang-orang sebagai kelompok, serta pandangan-pandangan
yang serupa tentang bagaimana preferensi-preferensi individual berkaitan dengan rangkaian-
rangkaian tindakan yang meghasilkan perilaku politis tertentu pada kelompok-kelompok dan
analisa-analisa mereka mencakup berbagai macam segi politik.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


Kelebihan
Buku ini terdiri dari dua buah bab yang mempermudah pembaca untuk mengetahui korelasi
antar sub-sub bab. Buku ini dapat dijadikan pegangan untuk memahami pokok-pokok yang paling
mendasar di bidang Ekonomi Politik. Buku ini juga banyak sekali menyediakan contoh kasus
sebagai upaya mempermudah pembaca untuk memahami buku tersebut.
Kekurangan
Dikarenakan basis buku menggunakan bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris, dalam arti kata
buku ini adalah buku terjemahan ke Bahasa Indonesia, butuh waktu untuk mencerna dan
memahami terjemahan tersebut yang dapat dikatakan baku dan tidak dalam kaedah dan diksi
penulisan kalimat Bahasa Indonesia.
Jika dibandingkan dengan buku yang berjudul Ekonomi Politik karangan Hudiyanto yang
sama-sama ada membahas mengenai demokrasi, buku ini tergolong sangat berat. Ekonomi Politik
karangan Hudiyanto menjelaskannya dengan sangat lugas dan lebih mudah dimengerti. Ia
menjelaskan mengenai demokrasi dan efisiensi, baik itu konfrontasi di antara keduanya dan upaya
untuk menserasikan kedua hal ini. Pada satu sisi pemerintah diharapkan untuk menyediakan
barang privat dan publik bagi masyarakat. Mingkin pada komunitas kecil seperti keluarga,
keputusan dapat aklamasi, namun dalam komunitas besar seperti negara, maka keputusan itu harus
bisa dilakanakan secara adil dan di ikuti semua orang dalam pola pemilihan umum. dalam bahasa
sederhana nya, demokrasi selalu berbiaya mahal dan hasil nya kurang memuaskan.

E. PANDANGAN PRIBADI TERHADAP BUKU


Dalam ekonomi politik, pemilihan tidak hanya merupakan suatu keyakinan saja, tetapi juga
menyangkut suatu proyeksi sebagai akibat-akibat dari alternatif-alternatif. Dalam memilih, berarti
kita juga memilih akibat-akibat yang diperkirakan akan timbul oleh langkah tindakan itu. Ada
kalanya akan muncul akibat-akibat yang tak terduga, namun akibat-akibat dari langkah-langkah
tindakan yang diambil turut berperan dalam menentukan pilihan. Timbulnya altrenatif-alternatif
serta akibat-akibatnya, maka nilai atau preferensi dari berbagai langkah tindakan juga ikut dalam
menentukan pilihan.
Buku ini sangat bagus dalam memahami bagaimana cara-cara pemilihan dalam politik
ekonomi serta prosedur dan teori-teori apa yang dapat digunakan. Namun dari segi penyajian, buku
ini sangat sulit dipahami dan berbelit-belit, baik dari struktur bahasa dan kalimat dikarenakan buku
ini adalah buku terjemahan. Pemilihan contoh kasusnya pun sangat rumit untuk ukuran mahasiswa,
pasalnya, buku ini mengambil banyak kasus di dalam sebuah perusahaan yang sudah berbasiskan
professional. Buku ini banyak diisi dengan contoh kasus, dan sedikit teori.

F. RUJUKAN
Hudiyanto. 2005. Ekonomi Politik. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai