Anda di halaman 1dari 8

MODUL

TEKNIK PEMANTAUAN KADAR BAHAN ORGANIK DI LAPANGAN


SECARA MUDAH, MURAH DAN CEPAT

Syekhfani

TUJUAN:

 Mengetahui arti penting bahan organik bagi kesuburan tanah,

pertumbuhan, dan produksi tanaman.

 Mengetahui secara cepat kadar bahan organik tanah, dalam rangka evaluasi

status kesuburan tanah.

 Mengetahui teknis uji cepat menggunakan senyawa kimia yang murah,

mudah diperoleh dan sederhana.

 Kalibrasi dalam Kebutuhan Bahan Organik per hektar.

ISI MODUL:

 Penggunaan dan Penentuan Kebutuhan Bahan Organik di Lahan Pertanian.

 Evaluasi Status Bahan Organik Tanah.

1
I. PENGGUNAAN DAN PENENTUAN KEBUTUHAN BAHAN ORGANIK
DI LAHAN PERTANIAN

PENDAHULUAN

Bahan organik (BO) adalah “kunci” keberhasilan pertanian di daerah


tropika basah, mengapa? Karena BO bersifat multi fungsi: ia mampu
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat fisik tanah berkaitan
dengan sistem tata udara dan air tanah, sifat kimia bertanggung jawab terhadap tata
hara, dan sifat biologi mengontrol fungsi mekanik sifat fisik dan kimia tanah serta
menentukan dinamika kehidupan dalam tanah. Udara, air, hara, dan kehidupan
jazad penghuni tanah merupakan komponen kebutuhan tanaman yang harus
terjamin agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi seperti diharapkan.
Dalam praktek, bahan organik berfungsi memperbaiki ketiga sifat
kesuburan tanah (fisik, kimia, biologi) tersebut, tidak seperti bahan anorganik yang
hanya mampu memperbaiki sifat kimia tanah.
Oleh sebab itu, tanah-tanah yang mempunyai kandungan bahan organik
rendah, produktivitas tanaman pertanian tidak akan dapat ditingkatkan dengan
hanya melalui pemberian pupuk anorganik saja, tanpa diikuti pemberian bahan
organik.

SUMBER BAHAN ORGANIK TANAH

Sumber bahan organik tanah terutama berasal dari biomas sisa panen,
jazad penghuni tanah mati, dan masukan berupa pupuk organik (pupuk hijau,
pupuk kandang, kompos, humus, limbah rumah tangga/industri, dan lain-lain).
Dewasa ini, sisa panen tidak dikembalikan ke lahan dengan berbagai alasan
(dibakar, dijual, atau dibawa ke luar lahan). Pupuk kandang, pupuk hijau, kompos,
dan lain-lain semakin langka karena sumbernya tidak banyak dan bernilai
ekonomis tinggi sehingga tidak terjangkau oleh petani.

2
Rotasi Tanaman

Rotasi tanaman merupakan bagian dari perencanaan lahan yang


diperlukan dalam pengelolaan bahan organik tanah. Pembudidayaan secara terus-
menerus satu jenis tanaman pada lahan yang sama dapat mengakibatkan
penurunan status hara tertentu dan menjadi penyebab masalah hama dan penyakit.
Perencanaan rotasi meliputi:
 Pergantian tanaman polong dan tanaman lorong.
 Penggunaan tanaman penambat Nitrogen.
 Penggunaan pupuk hijau dan tanaman penutup tanah.
 Pencampuran tanaman berakar dalam/berakar dangkal.
 Pergantian tanaman rakus makanan dan tanaman tidak rakus.
 Penggunaan tanaman alelopati dan tanaman bersifat mengakumulasi unsur.
 Melakukan diversifikasi famili tanaman.
Prinsip dasar dalam rotasi tanaman, selain diversifikasi komoditi juga
adanya pengembalian semua sisa panen ke lahan sebagai sumber bahan organik
tanah.

Penggunaan Pupuk Kandang

Penambahan pupuk kandang dan kompos dikenal sebagai upaya terbaik


dalam perbaikan level bahan organik dan humus. Bila tidak dapat dilakukan,
maka rumput tahunan merupakan tanaman yang mampu melakukan regenerasi dan
meningkatkan kadar humus tanah. Dosis umum pupuk kandang adalah antara 10
hingga 30 ton/ha untuk kotoran padat dan 4 000 hingga 11 000 galon/ha untuk
kotoran berbentuk cair. Hasil sisa panen yang tinggi karena penggunaan pupuk
kandang adalah merupakan keuntungan tambahan.
Masalah yang dihadapi adalah unsur-unsur hara esensial makro yang terkandung
dalam pupuk kandang tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Sebagai contoh

3
klasik, kotoran ayam hanya mengandung 25 kg N dan P, dan sekitar 20 kg K per
ton, sehingga untuk rumput pakan ternak masih diperlukan pemberian pupuk 25 kg
N dan 15 – 20 kg P per hektar.
Sebagai tambahan, untuk menstabilkan unsur hara, mencegah pencucian
dan mempertahankan kesuburan tanah dalam jangka panjang, disarankan
melakukan pengomposan kotoran hewan sebab hal ini akan memacu perombakan
kontaminan yang mungkin ada seperti misalnya sisa antibiotik dan pestisida, dan
ini merupakan pengurangan populasi penyakit yang dapat menyebabkan tanaman,
hewan ataupun manusia menjadi sakit. Uji laboratorium setelah pengomposan
berakhir diperlukan untuk menjamin bahwa proses pengomposan terjadi dengan
sempurna dan semua kotoran telah terdekomposisi.
Tingkat penggunaan kotoran hewan, bahan baku terdekomposisi,
merupakan dasar rekomendasi uji tanah, secara ideal dikombinasikan dengan hasil
analisis kotoran ataupun kompos. Tanpa uji tanah, rata-rata kadar unsur hara
dalam kotoran atau kompos dan estimasi kebutuhan hara bagi tanaman, tidak
melebihi 20 ton/ha kotoran sapi, 5 ton/ha kotoran unggas, atau 40 ton/ha kompos
dalam satu musim.

Penggunaan Kompos
Pengomposan kotoran ternak dan bahan organik lain adalah merupakan
cara terbaik untuk stabilisasi unsur hara yang terkandung dalamnya. Unsur yang
terkandung dalam bahan mentah bersifat tidak stabil sehingga mudah hilang
melalui pencucian atau pun aliran permukaan saat kelebihan air. Kompos berasal
dari sisa panen atau sampah, sebagai sumber hara, tidak sebaik yang berasal dari
kotoran hewan. Akan tetapi, kompos mengandung lebih banyak humus
dibandingkan kotoran hewan. Jadi, penggunaan kompos lebih ditujukan pada
perbaikan sifat fisik tanah, sedang pupuk kandang (terutama ternak unggas) pada
sifat kimia tanah. Pengomposan mengurangi volume materi bahan organik
mentah, khususnya kotoran ternak yang kandungan airnya cukup tinggi.
Pengomposan di lahan jauh lebih murah dari pada membeli kompos jadi.

4
II. EVALUASI STATUS BAHAN ORGANIK TANAH

PENDAHULUAN

Pada dasarnya sisa-sisa organisme hidup (manusia, hewan, tumbuhan)


tersusun dari senyawa-senyawa organik, di mana tumbuhan merupakan sumber
utama makan/pakan manusia/hewan. Tumbuhan membentuk senyawa organik
melalui proses fotosintesis, yaitu persenyawaan CO2 (dari udara) dan H2O (dari air
tanah) dibantu cahaya matahari sebagai berikut:

CO2↑ + H2O → (CHO)n + Energi

Karbohidrat yang terbentuk merupakan kerangka utama penyusun


senyawa-senyawa organik kompleks seperti protein, lemak, selulose, pektin,
lignin, dan sebagainya yang merupakan penyusun tubuh tumbuhan mulai dari akar,
batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah. Bagian-bagian tanaman tersebut
ada yang merupakan sumber makanan/pakan manusia/hewan.
Penghancuran sisa-sisa bahan organik secara alami dilakukan oleh jazad-
jazad hidup makro maupun mikro seperti cacing, rayap, jamur aktinomiset,
bakteri, dan sebagainya. Penghancuran bahan organik secara kimia, pada
prinsipnya merupakan reaksi oksidasi menggunakan senyawa-senyawa oksidator
keras (di antaranya adalah peroksida, H2O2). Reaksi perombakan atau
penghancuran adalah sebagai berikut:

(CHO)n → CO ↑ + H O + energi
2 2

Reaksi Peroksida

Status BO tanah pertanian dapat dievaluasi melalui metode uji cepat, agar
dapat dilakukan secara praktis di lapangan. Metode ini dikembangkan
menggunakan senyawa kimia tertentu yang bereaksi dengan BO, antara lain

5
hidrogen peroksida (H2O2). Sebagai patokan, digunakan BO yang telah diketahui
kadarnya pada tingkat standar pada kategori: sangat rendah, rendah, sedang,
tinggi, dan sangat tinggi. Nilai baku kadar BO yang dapat diacu (LPT, 1983),
adalah sebagai berikut:
Sangat rendah : < 1.00 % C
Rendah : 1.00 – 2.00 % C
Sedang : 2.01 – 3.00 % C
Rendah : 3.01 – 5.00 % C
Rendah : > 5.00 % C

Reaksi H2O2 dengan BO pada tingkat kadar tersebut yang berbeda dapat
digunakan sebagai patokan dalam uji cepat:
1. Bahan organik bereaksi membuih dengan senyawa hidrogen peroksida.
Dalam hal ini, H2O2 akan mengoksidasi BO menjadi air (H2O) dan gas
karbon dioksida (CO2). Buih hilang berarti semua BO telah teroksidasi.
Jumlah H2O2 atau lama membuih dapat dijadikan sebagai parameter jumlah
BO yang mengalami oksidasi.
2. Nilai standar tersebut dapat diuji menggunakan parameter jumlah tetes
H2O2 atau lama waktu membuih sejumlah contoh tanah tertentu, misalnya 1
gram (1 cc).
Kategori Membuih Jumlah Tetes H2O2 Waktu
Sangat rendah <T1 <W1
Rendah T1 – T2 W1 – W2
Sedang T2 – T3 W2 – W3
Tinggi T3 – T4 W3 – W4
Sangat Tinggi >T4 >W4

Prosedur Uji Cepat


1. Jenis tanah berasal dari lapangan dianalisis kadar C-organiknya di
laboratorium, misalkan kadar C-organiknya 1.0 %. Kadar C ini dinyatakan
sebagai nilai awal yang akan dijadikan patokan untuk monitoring
selanjutnya.

6
2. Selanjutnya ditakar sebanyak 1 (satu) gram tanah kering udara yang telah
dihaluskan, setara dengan takaran khusus yang dibuat untuk penentuan uji
cepat. Ditetesi dengan H2O2, misalnya: diperoleh A1 tetes. Lalu dibuat
tingkat takaran tanah sebagai berikut, dan dilakukan uji cepat:
Takaran Tanah Jumlah Tetes H2O2 Kadar C (%)
¼ takaran Ax1 x1
½ takaran Ax2 x2

21takaran
takaran AAx31 1.0
x3
4 takaran Ax4 x4
3. Jumlah tetes H2O2, selanjutnya dapat dikonversikan ke kadar C-organik dan
selanjutnya kebutuhan bahan organik per hektar di lapangan.
4. Akurasi metode uji cepat ini dapat diuji secara kalibrasi dengan metode
analisis rutin di laboratorium, misalnya menggunakan metode Walkley dan
Black.

Catatan:
Hidrogen peroksida merupakan senyawa oksidator keras (eksplosif bila suhu
tinggi, dan korosif bila mengenai benda dan tubuh manusia). Oleh karena itu
perlu berhati-hati dalam penggunaannya. Untuk keperluan lapangan perlu
dikemas dalam botol tetes dan ditempatkan dalam kotak khusus, dan hindari
kontak dengan sumber panas.

PENUTUP

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan uji cepat
bahan organik di lapangan:
1. Kadar bahan organik tanah dapat digunakan sebagai parameter tingkat
kesuburan tanah suatu wilayah.
2. Evaluasi status kadar bahan organik tanah dapat dilakukan melalui uji cepat
menggunakan senyawa peroksida.

7
3. Perlu dilakukan uji pendahuluan kadar bahan organik contoh tanah dari
lapangan untuk memperoleh nilai standar baku, dibantu dengan analisis C-
organik di laboratorium.
4. Standar baku diperlukan untuk suatu wilayah dengan jenis dan kondisi tanah
tertentu. Untuk jenis dan kondisi tanah yang berbeda perlu dibuat standar baku
tersendiri.
5. Untuk akurasi hasil, maka dapat dilakukan uji kalibrasi menggunakan analisis
rutin di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
Agriculture, Food and Rural Revitalization: Organic farming (internet access).
Government of Saskatchewan, 30085 Albert Street, Saskatchewan, ©2000
Saskatchewan Agriculture and Food.

Agriculture Notes: Organic farming (internet access), Farm Diversification


Service (Bendigo) and Sue Titcumb (Ballarat). Notes Series No AG0688,
current@ January 2000, Expiry: January 2002.

Diver, S. Biodynamic farming and compost preparation (internet access).


Appropriate Technology Transfer for Rural Areas (ATTRA). PO Box
3667 Fayetteville, AR 72702. http://www.attra.org/attra-
pub/PDF/biodynam.pdf. February 1999.

Gaskell, M., Mitchell, J., Smith, R. dan Koike, S.T. Soil fertility management for
organic crops. University of California, Division of Agriculture and
Natural Resources, Publ. 7249. 2002, internet access:
www.sfc.ucdavis.edu.

Irish Agriculture and Food Development: Principles of successful organic farming


(internet access), Open Day, July 4th Johnstown Castle Research Centre,
Wexford. September, 2002.

Nations, Allan. 1999. Allan's Observations. Stockman Grass Farmer. January. p.


12-14.

NOFA Vermont: 2001 VOF Standards – Soil Management (internet access),


http://www.nofavt.org/sht02_stds1.cfm

Pimentel, D. et al. 1995. Environmental and economic costs of soil erosion and
conservation benefits. Science. Vol. 267, No. 24. p. 1117-1122.

Anda mungkin juga menyukai