Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
1. Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolic 90 mmHg. (Bruner dan Suddarth, 2002: 896).
2. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90
mmHg.(Smeltzer,2001).
3. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg (Kodim Nasrin, 2003 ).
4. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik>90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
5. Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection
(JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari
tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
6. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman
Sorensen,1996).
7. Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 –
104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan
114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg
atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik
karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom,
2006).
2. Etiologi

1
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output
atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi
seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik,
system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok
dan stress.
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

2
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
1. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
2. Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
3. Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
4. Kebiasaan hidup
5. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah :
1. Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
2. Kegemukan atau makan berlebihan
3. Stress
4. Merokok
5. Minum alcohol
6. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
3. Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
1. Ginjal
2. Glomerulonefritis
3. Pielonefritis
4. Nekrosis tubular akut
5. Tumor
6. Vascular
7. Aterosklerosis
8. Hiperplasia

3
9. Trombosis
10. Aneurisma
11. Emboli kolestrol
12. Vaskulitis
13. Kelainan endokrin
14. DM
15. Hipertiroidisme
16. Hipotiroidisme
17. Saraf
18. Stroke
19. Ensepalitis
20. SGB
21. Obat – obatan
22. Kontrasepsi oral
23. Kortikosteroid
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas,
kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran
menurun

4
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
2. Sakit kepala
3. Pusing / migraine
4. Rasa berat ditengkuk
5. Penyempitan pembuluh darah
6. Sukar tidur
7. Lemah dan lelah
8. Nokturia
9. Azotemia
10. Sulit bernafas saat beraktivitas
4. Komplikasi
Efek pada organ :
11. Otak
1. Pemekaran pembuluh darah
2. Perdarahan
3. Kematianselotak : stroke
2. Ginjal
1. Malam banyak kencing
2. Kerusakan sel ginjal
3. Gagal ginjal
3. Jantung
1. Membesar
2. Sesaknafas (dyspnoe)
3. Cepatlelah
4. Gagaljantung

5. Patofisiologi dan Pathway

5
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

6
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2010).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh
cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2009).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang
diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan
darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi
pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya
perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi
pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu
juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 2006 ).

7
Pathway

8
6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
1. Penatalaksanaan medis
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan
darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi
umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi (JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION,
EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE,
USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit
lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
1. Dosis obat pertama dinaikkan
2. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3. Ditambah obat ke–2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta
blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin,
vasodilator
c. Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
1. Obat ke-2 diganti
2. Ditambah obat ke-3 jenis lain

9
d. Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
1. Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2. Re-evaluasi dan konsultasi
3. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan
interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan
(perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
1. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran
tekanan darahnya
2. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai
tekanan darahnya
3. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh,
namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan
mortilitas
4. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan
tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan
darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat
tensimeter. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa
didiskusikan lebih dahulu Sedapat mungkin tindakan terapi
dimasukkan dalam cara hidup penderita Ikutsertakan keluarga
penderita dalam proses terapi
5. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau
keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
6. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1
x sehari atau 2 x sehari
7. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek
samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi

10
8. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau
mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan
efektifitas maksimal
9. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
10. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih
sering
11. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang
ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka
sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang
pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan
untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi
sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
1. Diet
2. Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a. Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3. Penurunan berat badan
4. Penurunan asupan etanol
5. Menghentikan merokok
6. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan
dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona

11
latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu
7. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh
yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara
melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam
tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.

12
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
b. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala :
1. Kelemahan
2. Letih
3. Napas pendek
4. Gaya hidup monoton
Tanda :
1. Frekuensi jantung meningkat
2. Perubahan irama jantung
3. Takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner / katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda :
1. Kenaikan TD
2. Nadi : denyutan jelas
3. Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
4. Bunyi jantung : murmur
5. Distensi vena jugularis
3. Ekstermitas
1. Perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
pengisian kapiler mungkin lambat
2. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan)
Tanda :
1. Letupan suasana hati

13
2. Gelisah
3. Penyempitan kontinue perhatian
4. Tangisan yang meledak
5. otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
6. Peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal )
5. Makanan / Cairan
Gejala :
1. Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
2. Mual
3. Muntah
4. Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
1. BB normal atau obesitas
2. Edema
3. Kongesti vena
4. Peningkatan JVP
5. glikosuria
6. Neurosensori
Gejala :
1. Keluhan pusing / pening, sakit kepala
2. Episode kebas
3. Kelemahan pada satu sisi tubuh
4. Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
5. Episode epistaksis
Tanda :
1. Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori ( ingatan )

14
2. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
3. Perubahan retinal optik
4. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
1. nyeri hilang timbul pada tungkai
2. sakit kepala oksipital berat
3. nyeri abdomen
7. Pernapasan
Gejala :
1. Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
2. Takipnea
3. Ortopnea
4. Dispnea nocturnal proksimal
5. Batuk dengan atau tanpa sputum
6. Riwayat merokok
Tanda :
1. Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
2. Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
3. Sianosis
8. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
9. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
1. Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
2. Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
3. Penggunaan obat / alkohol
2. Pemeriksaan Penunjang (Diagnosa/Laboratorium)
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :

15
1. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
2. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
3. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin
(meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
5. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
6. Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
7. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
8. Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
9. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
10. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi
11. Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

16
13. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada
area katup, pembesaran jantung.
3. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama ) :
1. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
2. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
4. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT
scan.
5. (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis
pasien
4. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler,
iskemiamiokard
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit

17
5. Perencanan keperawatan
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI
1. Gangguan pola tidur NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Anxietas reduction Sleep Enhancement
ketidak puasan tidur 2. Sleep : Extent and Pattern 1. Determinasi efek-efek
3. Vital Sign Status medikasi terhadap pola
Kriteria Hasil: tidur.
1. Jumlah jam tidur dalam batas 2. Jelaskan pentingnya
normal 6-8 jam/hari tidur yang adekuat.
2. Pola tidur, kualitas dalam 3. Fasilitas untuk
batas normal. mempertahankan
3. Perasaan segar sesudah tidur aktivitas sebelum tidur
atau istirahat. (membaca).
4. Mampu mengidentifikasi 4. Ciptakan lingkungan
hal-hal yang meningkatkan yang nyaman
tidur. 5. Kolaborasi pemberian
obat tidur
6. Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
tentang teknik tidur
pasien
7. Instruksikan untuk
memonitor tidur pasien
8. Monitor waktu makan
dan minum dengan
waktu tidur.
9. Monitor / catat
kebutuhan tidur pasien
setiap hari dan jam.

2. Gangguan rasa nyaman NOC : NIC :


berhubungan dengan  Ansiety Anxiety Reduction
ganguan pola tidur  Fear Leavel (penurunan kecemasan)
 Sleep Deprivation 1. Gunakan pendekatan
Kriteria hasil: yang menenangkan
1. Mampu mengontrol 2. Nyatakan dengan jelas
kecemasan harapan terhadap pelaku
2. Status lingkungan yang pasien
nyaman 3. Jelaskan semua prosedur
3. Mengontrol nyeri dan apa yang dirasakan
4. Kualitas tidur dan selama prosedur
istirahat adekuat 4. Paham prespektif pasien
5. Respon terhadap terhadap situasi stres

18
pengobatan 5. Temani pasien untuk
6. Status kenyamanan memberikan keamanan
meningkat dan mengurangi takut
7. Dapat mengontrol 6. Dorong keluarga untuk
ketakutan menemani anak
8. Support social 7. Dengarkan dengan penuh
9. Keinginan untuk hidup perhatian
8. Identifikasi tingkat
kecemasan
9. Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan kecemasan
10. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
12. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

4. Evaluasi
Langkah-langkah untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan :
1) Menentukan garis besar masalah kesehatan yang di hadapi
2) Menentukan bagaimana rumasan tujuan perawatan yang akan dicapai
3) Manantukan kriteria dan standar untuk evaluasi. Kriteria dapat
berhubungan dengan sumber-sumber proses atau hasil, tergantung
kepada dimensi evaluasi yang diinginkan
4) Menentukan metode atau tehnik evaluasi yang sesuai serta sumber-
sumber data yang diperlukan
5) Membandingkan keadaan yang nyata (sesudah perawatan) dengan
kriteria dan standar untuk evaluasi
6) Identivikasi penyebab atau alasan yang tidak optimal atau pelaksanaan
yang kurang memuaskan
7) Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai perlu ditentukan
alasan : mungkin tujuan tidak realistik, mungkin tindakan tidak tepat,
atau mungkin ada faktor lingkungan yang tidak diatasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2,
Jakarta, EGC,
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Goonasekera CDA, Dillon MJ. 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition.
Oxford: Oxford University Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika.
Soeparman, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Dalam edisi 2. Jakarta: FKUI.
Smeljer,s.c Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Imam, S., dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Keluarga. Malang: Buntara Media.

20

Anda mungkin juga menyukai