Anda di halaman 1dari 18

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas pasien :

Nama : Ny. Jazimah

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 63 tahun

Alamat : Potrobangsan, Magelang

Pendidikan : S1 Perguruan tinggi

Pekerjaan : Pensiunan Guru

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

Diperiksa tanggal 13 Januari 2014 pukul 10.15 WIB di Poliklinik Kulit dan Kelamin RST
dr.Soedjono Magelang.

Subjektif :

 KU :
Datang dengan keluhan terdapat gatal – gatal serta merah – merah di daerah lipatan paha
dan bagian atas kemaluan .
 RPS

Pasien mengeluh gatal – gatal serta kemerahanmuncul sejak kurang lebih 1 bulan yang
lalu. Pasien mengaku gatal bertambah apabila pasien berkeringat. Pasien juga merasa
gatal baik saat malam hari ,pagi, siang maupun sore. Pasien mengatakangatal terutama
didaerah lipat paha dan terdapat bintik- bintik yang berair dan sering digaruk. Selama ini
pasien sudah menjadi pensiun dari Guru, jarang berolahraga dan menyibukkan diri di
rumah dengan berwirausaha di rumah (Usaha Jamur Tiram).
KT :

o Nyeri (-), rasa panas terbakar (-)

 RPD :
o Riwayat alergi makanan (-)
o Riwayat alergi obat, cuaca (-)
o Riwayat Asma (+) 3 bulan yang lalu masih mengkonsumsi obat asma : Pirutex dan
salbutamol
o Riwayat Diabetes Mellitus (-)
o Riwayat Hipertensi (-)
o Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-)

 RPK :
o Riwayat keluhan yang sama pada keluarga di sangkal
o Riwayat alergi makanan, obat, cuaca (-)
o Riwayat Asma (+) pada ayah pasien
o Riwayat Rhinitis Alergika (-)
o Riwayat Diabetes Mellitus (-)
o Riwayat Hipertensi (-)

 RPO :
o Pasien sudah memberikan bedak talk pada daerah selangkangannya namun gatal tidak
berkurang dan pasien juga mengaku sudah berobat ke dokter (nama obat tidak ingat)
tetapi tidak ada perubahan dengan keluhan pasien .

Objektif :

Status Generalis :

Keadaan Umum : tampak sakit ringan

Vital Sign : - Tekanan darah : tidak dilakukan


- Nadi : 76 x/menit

- Pernafasan : 16 x/menit

- Suhu : tidak dilakukan

Status Dermatologis :

Lokasi : lipatan paha dan bagian atas kemaluan

UKK : makula hiperpigmentasi ,papul, erosi, likenifikasi , skuama


Diagnosis Banding:

- Tinea Kruris
- Kandidiasis
- Eritrasma
- Dermatitis Intertriginosa

Diagnosis Kerja :

Tinea Kruris

Usulan Pemeriksaan Penunjang :

- Kerokan kulit daerah lesi dengan KOH 10 %


- Biakan jamur dengan medium agar dekstrosa Saboraud
- Pemeriksaan Lampu wood

Terapi

Non Farmakologi :

1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering.

2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.

3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti
pakaian yang lembab.

4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun,
tidak ketat dan ganti setiap hari.

5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita
harus segera dicuci dan direndam air panas.

Farmakologi :

- Ketokonazol tab 200 mg 2x1


- Ketokonazol cream 2x1
- Cetirizine tab 1x1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN

I. DERMATOFITOSIS

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan golongan jamur
dermatofita . Sinonim dermatofitosis adalah tinea, ringworm, kurap, herpes sirsinata.

a. Etiologi

Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti,
yang terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichopyhton dan Epidermophyton.
Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies
Epidermophyton , 17 spesies Microsporum dan 21 spesies Trichophyton.

b. Klasifikasi

Dermatofitosis dibagi oleh beberapa penulis menjadi dermatomikosis, trikomikosis dan


onikomikosis berdasarkan bagian tubuh manusia yang terserang. Pembagian yang lebih
praktis dan dinut oleh para spesialis kulit adalah yang berdasarkan lokasi. Dengan
demikian dikenal bentuk-bentuk :

- Tinea Kapitis : Dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala


- Tinea Barbae : Dermatofitosis pada dagu dan jenggot
- Tinea Kruris : Dermatofitosis pada daerah genitikrural, sekitar anus, bokong dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah .
- Tinea Pedis et manum : Dermatofitosis pada kaki dan tangan
- Tinea Unguium : Dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
- Tinea Korporis : Dermatofitosis pada daerah badan ( bagian lain lain yang tidak
termasuk 5 tinea diatas ).

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu :
-Tinea Imbrikata : Dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan
disebabkan oleh Trichophyton concentricum

-Tinea Favosa atau favus : Dermatofitosis yang terutama disebabkan Trichophyton


schoenleini secara klinis antara lain terbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy
odor)

- Tinea fasialis, tinea aksilaris yang juga menunjukkan daerah kelainan.

Pada akhir- akhir ini dikenal nama Tinea inkognito, yang berarti dermatofitosis
dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.
II. TINEA CRURIS

1. Definisi

Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau
bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian
tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch,
ringworm of the groin, dhobie itch.

2. Etiologi

Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) danEpidermophython


fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%).

3. Epidemiologi

Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka
kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan.
Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada
orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan
lembab.

4. Patogenesis

Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung.Penularan langsung
dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang,
atau tanah.Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur,
pakaian debu.Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian,
handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea
manum.Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum.Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau
cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan.
Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit
dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula
yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:

a.Faktor virulensi dari dermatofita

Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal
afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton
rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang
liapt paha bagian dalam.

b.Faktor trauma

Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.

c.Faktor suhu dan kelembapan

Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi
atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering
terserang penyakit jamur terutama pada pasien dengan obesitas memiliki kelembapan yang
tinggi.

d.Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan.

Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada
golongan ekonomi yang baik.

e.Faktor umur dan jenis kelamin

Pada kasus, faktor predisposisinya berupa faktor keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
dengan lingkungan sekitar yang kotor dan lembap.

5. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis

Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas
ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus.Dapat pula meluas ke supra pubis dan
abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat.
Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada
pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan
orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus.Penyakit ini dapat menyerang
pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena
dermatophytosis.

b. Pemeriksaan Fisik

Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula
eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika
kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan
skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran
likenifikasi.
Pada kasus, manifestasi klinis pada pasien ditemukan adanya gatal pada daerah lipat paha dan
supra pubis. Selain itu dari pemeriksaan fisik didapatkan makula hiperpigmentasi , adanya
papula, pustul dan likenifikasi dengan batas tegas dan lebih aktif . Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik menunjukkan adanya manifestasi tinea cruris yang sudah kronis.

 Manifestasi tinea cruris :

1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan
proksimal dari abdomen bawah dan pubis.

2.Daerah bersisik

3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif

4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai
likenifikasi.

5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar
dan sedikit skuama.

6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena.

7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul


karena garukan.

8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit
eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler.
9.Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis.

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan
langsung sediaan basah dan biakan.Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan
jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan
dengan alkohol 70%.

a.Pemeriksaan dengan sediaan basah

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan
memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2
tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan
pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh
sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama
atau sudah diobati, dan miselium.
b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud
dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk
menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur
biasanya antara 3-6 minggu.

c.Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan
spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak
merah
muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau
hitam.

d.Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma


dimana akan tampak floresensi merah bata.

Pada kasus, pemeriksaan penunjang tidak dilakukan

7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat
gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang
telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 10-
20%, sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu
wood.
8. Diagnosis Banding

a.Kandidosis intertriginosa
Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida biasanya
oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai mulut, vagina,
kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur,
baik laki-laki maupun perempuan.
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun
eksogen.Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina,
kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit kronis
orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik).Faktor eksogen berupa iklim panas dan
kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki dalam air yang lama
menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita.
Dapat mengenai daerah lipatan kulitm terutama ketiak, bagian bawah payudara,
bagian pusat, lipat bokong, selangkangan dan sela antar jari, dapat juga mengenai daerah
belakang telinga, lipatan kulit perut dan glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan
biasanya antara jari keiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima.
Keluhan gatal yang hebat kadang- kadang disertai rasa panas seperti terbakar.
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas tegas,
bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting yang dapat
berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian
tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-
lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang
luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi utama.Kulit sela jari tampak
merah atau terkelupas, dan terjadi lecet.Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal
dan berwarna putih.
b. Eritrasma
Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus terutama
di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat.
Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini
rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi kadang di
daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada
pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat
vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan
tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan
terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah
membara (coral red).

c. Dermatitis Intertriginosa

Intertrigo merupakan istilah umum untuk kelainan kulit di daerah


lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun infeksi bakteri atau jamur.
Sebagai faktor predisposisi ialah keringat/kelembaban, kegemukan, gesekan antar
permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi superinfeksi
oleh Candida albicans, yang ditandai oleh eritema berwarna merah-gelap, dapat disertai
papulpapul eritematosa di sekitarnya (lesi satelit)

9. Penatalaksanaan

Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal
saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa
formulasi.Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang
ditemukan efek samping.Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4
minggu.Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-
kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh.Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat
kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal.Sebelum memilih obat
sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut.Diperlukan juga
monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.

Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam empat golongan
yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti
siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14
alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol),
dimana truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Golongan
Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang
mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel
dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut
mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan
benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan
golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam
bentuk pemberian topikal dan sistemik:

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:

1.Golongan Azol

a.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)

Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena
bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi
dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati.Pengobatan
dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis.
Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream
1%, solution, lotion.Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu.Tidakada kontraindikasi obat
ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan
infeksi yang luas dan hinari kontak mata.

b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)

Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat
biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak.
Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa.
Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan
mata.

c.Ketokonazole Cream 2 % (Nizoral)

Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum
akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 2-
4 minggu.Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari
kontak dengan mata.
d.Sulkonazole (Exeldetm)

Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu
menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel,
sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio.
Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan
pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).

2.Golongan alinamin

a.Naftifine (Naftin)

Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang
mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan
pertumbuhan sel amur terhambat.Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu
jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan
pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).

b.Terbinafin (Lamisil)

Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang
merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan
ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.Secara luas pada penelitian melaporkan
keefektifan penggunaan terbinafin.Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-
anak.Digunakan selama 1-4 minggu.

3.Golongan Benzilamin

a. Butenafine (mentax)

Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur
menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%,
diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan
sebanyak 4kali sehari.

4.Golongan lainnya

a. Siklopiroks (Loprox)

Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA
b.Haloprogin (halotex)

Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream.Digunakan selama 2-4minggu dan
dioleskan sebanyak 3kali sehari.

c.Tolnaftate

Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu.

Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan
pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea
cruris.

a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral
yangberspektrum luas.Kerja obat ini fungistatik.Pemberian 200mg/hari selama 2-4
minggu.

b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting
pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik
daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis
dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada
perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO
selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas,
dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia
jantung.

c. Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg
ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg
microsize /kg/hari.
d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu).

Edukasi kepada pasien di rumah :

1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering.

2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.

3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan
mengganti pakaian yang lembab.

4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti
katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.

5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan


penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.

10. Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi
jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.

11. Prognosis
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan kelembapan
dan kebersihan kulit selalu dijaga.
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Kuswadji. Kandidosis.Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, Jakarta,
2006. Pp:103-6

2. SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Atlas Penyakit Kulit
dan Kelamin.Airlangga University Press, 2007. Pp

3. James William,Berger Timothy, Elston Dirk.Tinea Cruris. Dalam : Andrew’s Disease of


The Skin Clinical Dermatology. Ed 10th. British. WB Saunders Company. 2000.Pp:308-9

4. Wolff, Klauss. Tinea Cruris . Dalam : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. Ed


7th. New york. McGraw Hill Company. 2007. p: 1822

5. Wolf K, Richard AJ, Dick S.Tinea Cruris .Dalam : Fitzpatrick. Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology. Ed 5th. New york. McGraw Hill Company. 2007.

6. Siregar, R.S. Atlas Berwana Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2.EGC. Jakarta. 2004. Pp: 279-
280.

Anda mungkin juga menyukai