PENDAHULUAN
terutama pada bagian ekstremitas bawah berwarna merah kehitaman dan berbau
busuk. Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan
infeksi. Angiopati perifer umumnya terjadi pada penderita diabetes mellitus yang
mengakibatkan peredaran darah kurang lancar karena darah terlalu kental dan
menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi
tanpa terasa (Ronald, 2017). Ulkus yang semula kecil bisa bertambah besar dan
pada daerah tubuh, terutama pada kaki, disebabkan dari neuropati yang
menganggu respon sensorik dan motorik. Jaringan luka tersebut bisa menjadi
Infeksi oleh kuman yang terjadi semakin berkembang akibat penurunan aliran
darah besar. Infeksi inilah yang akan menyertai timbulnya gangren kaki diabetik
(Singh, 2005 dalam Putri et al, 2012). Infeksi gangren pada pasien diabetes
mellitus apabila tidak dapat ditangani secara serius maka akan sulit untuk
disembuhkan.
1
Estimasi terbaru dari Federasi Diabetes Internasional tahun 2014 negara
dengan kasus diabetes tertinggi adalah China, yang diperkirakan akan mencapai
142,7 juta pada 2035 dari 98,4 juta pada saat ini. Namun prevalensi tertinggi ada
di Pasifik Barat, dengan lebih dari sepertiga orang dewasa di Tokelau, Mikronesia
2,5 kali lipat sebanyak 21.257.000 penberita pada tahun 2031 (WHO, dalam
Prihanningtya, 2013).
dunia yang menderita diabetes mellitus pada tahun 2030 diperkirakan akan
terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus dengan prevalensi 8,6% dari
Luka gangren diabetikum bisa teratasi secara optimal jika penanganan luka
dilakukan dengan tepat. Penanganan luka yang tidak tepat bisa berakibat proses
penyembuhan luka akan semakin lama dan sepsis akan menyebar ke bagian yang
lain bahkan bisa berujung pada tindakan amputasi. Angka kematian 1 tahun pasca
2
amputasi berkisar 14,8% dan akan meningkat pada 3 tahun pasca amputasi
sebesar 37% dengan rerata umur pasien hanya 23,8 bulan pos amputasi (Perkeni,
2009). Untuk dapat menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat ulkus dan
gangren diabetik, maka perlu disusun strategi yang tepat dalam penanganan
Perawatan luka yang tepat merupakan salah satu faktor yang mendukung
penyembuhan luka (Morison, 2004). Teknik perawatan luka terdiri dari 2 macam
yang dilakukan dengan menggunakan kasa steril sebagai bahan utama balutan dan
cairan antiseptik yang sama pada semua jenis luka. Hasil riset mengatakan tingkat
kejadian infeksi pada perawatan luka dengan cara konvensional lebih tinggi
balance ini dikenal sebagai metode modern dressing dan memakai alat ganti balut
lembab yang seimbang dengan permukaan luka, pemilihan dressing yang tepat
mengatakan bahwa penggunaan kassa baik dengan cara kering atau dilembabkan
memiiki beberapa kekurangan yaitu dapat menyebabkan rasa tidak nyaman saat
3
meningkatkan resiko infeksi dan kurang efektif serta efisien dalam hal
biasa diberikan dalam perawatan luka Diabetes Mellitus (Suriadi, 2004). Sifat
antibakteri dari madu membantu mengatasi infeksi pada perlukaan dan aksi anti
fisiologis (NaCl atau RL) lakukan debridement pada luka dan gunakan kasa steril
dengan minyak zaitun (Hammad, 2012), madu (Hammad, 2013) dan aloe vera
(Yunita Sari, 2015). Dari berbagai cara tersebut diatas peneliti memilih
zat gula fruktosa dan glukosa yang merupakan jenis gula monosakarida yang
mudah diserap oleh usus. Selain itu, madu mengandung vitamain, asam amino,
mineral, antibiotik dan bahan-bahan aroma terapi. Pada umumnya madu tersusun
atas 17,1 % air, 82,4 % karbohidrat total, 0,5% protein, asam amino, vitamin dan
4
mineral. Selain asam amino nonesensial ada jug asam ami-no esensial diantaranya
listin, hystadin, tritofan. Karbohidrat yang terkandung dalam madu termasuk tipe
dn 31% glukosa. Sisanya 12,9% karbohidrat yang tersusun dari maltose, sukrosa,
Umum Daerah Koja Jakarta Utara, peneliti menemukan bahwa di ruang bedah
Bedah RSUD Koja menggunakan madu dan kemudian dibalut dengan kassa steril
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas memberi dasar bagi peneliti
melalui Tenik Balutan secara Konvensional yang dilakukan di Ruang Bedah Rsud
5
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Balutan secara Konvensional yang dilakukan di Ruang Bedah Rsud Koja Jakarta
Utara.”
b. Tujuan Khusus
a. Bagi Peneliti
kesehatan
6
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
d. Bagi Perawat
gangrene diabetikum
keperawatanluka
Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara pada bulan April 2018
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Ulkus kaki diabetik adalah luka yang dialami oleh penderita diabetes
pada area kaki dengan kondisi luka mulai dari luka superficial, nekrosis
kulit, sampai luka dengan ketebalan penuh (full thickness), yang dapat
meluas kejaringan lain seperti tendon, tulang dan persendian, jika ulkus
kadar glukosa darah yang tinggi dan tidak terkontrol, neuropati perifer atau
penyakit arteri perifer. Ulkus kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi
utama yang paling merugikan dan paling serius dari diabetes melitus, 10%
sampai 25% dari pasien diabetes berkembang menjadi ulkus kaki diabetik
dalam hidup mereka (Fernando, et al., 2014; Frykberg, et al., 2006; Rowe,
2.1.2 Etiologi
seperti kadar glukosa darah yang tinggi dan tidak terkontrol, perubahan
mekanis dalam kelainan formasi tulang kaki, tekanan pada area kaki,
terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi pada penderita diabetes
8
yang berkonstribusi terhadap kejadian luka, luka yang terjadi pada pasien
diabetes berkaitan dengan adanya pengaruh saraf yang terdapat pada kaki
yang dikenal dengan nuropati perifer, selain itu pada pasien diabetes juga
gangguan pada saraf autonomi berpengaruh pada perubahan tonus otot yang
daerah tepi atau perifer. Efek ini mengakibatkan gangguan pada kulit yang
menjadi kering dan mudah rusak sehingga mudah untuk terjadi luka dan
2.1.3 Klasifikasi
lebih dalam tentang bagaimana gambaran dan kondisi luka yang terjadi.
9
Texas klasifikasi, klasifikasi PEDIS, dll. Tetapi tedapat dua sistem
klasifikasi yang paling sering digunakan, dianggap paling cocok dan mudah
Grade Deskripsi
Klasifikasi ini [Tabel 2.1] telah dikembangkan pada tahun 1970-an, dan telah
menjadi sistem penilaian yang paling banyak diterima secara universal dan
digunakan untuk ulkus kaki diabetik (James, 2008; Mark & Warren, 2007).
10
Tabel 2.2 Klasifikasi Ulkus Kaki Menurut University Of Texas
masing yang dimodifikasi oleh adanya infeksi (Stage B), iskemia (Stage C),
atau keduanya (Stage D). Sistem ini telah divalidasi dan digunakan pada
umumnya untuk mengetahui tahapan luka dan memprediksi hasil dari luka
yang bisa cepat sembuh atau luka yang berkembang kearah amputasi
(James, 2008).
11
sebuah jaringan karena adanya kerusakan. Dalam kondisi normal proses
tersebut dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu : (1) Fase Hemostasis (2) Fase
Inflamasi (3) Fase Proliferasi (4) Fase Remodeling (Sinno & Prakash, 2013;
Suriadi, 2015).
penyembuhan ulkus kaki diabetik memerlukan waktu yang lebih lama pada
kadar glukosa darah yang tinggi, infeksi pada luka dan luka yang sudah
inflamasi penyembuhan luka karena zat inflamasi dalam luka kronis lebih
setiap kejadian luka akan melibatkan kerusakan pembuluh darah yang harus
darah menyebabkan adanya gangguan pada dinding endotel kapiler, hal ini
basal endotel kapiler yang menebal pada penderita diabetes. Kadar glukosa
darah yang tinggi juga berpengaruh pada fungsi enzim aldose reduktase
yang berperan dalam konversi jumlah glukosa yang tinggi menjadi sorbitol
12
sehingga menumpuk pada sel yang menyebabkan tekanan osmotik
Syabariyah, 2015).
pada luka normal, pada luka normal fase proliferasi berakhir dengan
pembuluh darah yang baru menyediakan titik masuk ke luka pada sel-sel
seperti makrofag dan fibroblast. Epitelisasi akan menjadi fase awal dan
kontraksi pada luka. Pada fase proliferasi ulkus kaki diabetik mengalami
terlebih dahulu pada dasar luka, granulasi akan mengisi celah yang kosong
dan epitelisasi akan menjadi bagian terakhir pada fase ini. Hal ini juga
sebagai pemicu aktivitas dari makrofag. Epitelisasi pada luka ini juga
13
mengalami gangguan migrasi dari keratinosit yang nantinya akan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan ulkus, antara lain :
14
4 Obat-obatan yang a. Menyebabkan kerusakan sel-sel dan jaringan dalam perbaikan
mengandung luka.
antiseptik dan zat b. Bersifat toksik pada fibroblast, sel darah merah dan sel darah
pembersih. putih.
(iodine,
peroksida,alcohol,
dll)
15
Selain beberapa faktor diatas terdapat beberapa faktor- faktor lain yang
1) Vaskularisasi perifer
suplai nutrisi dan oksigen pada area luka serta dapat menghambat respon
Status gizi dan nutrisi yang buruk merupakan faktor utama dalam
16
dan albumin dalam darah dapat merepresentasikan status nutrisi
komposisi dari berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang.
dan Terapi Lactoferrin (Dinh, Elder & Veves, 2011; Suriadi, 2015;
Syabariyah, 2015).
17
2.1.7 Instrument Penyembuhan Luka
sejauh mana kondisi aktual dari luka yang dialami dan menilai sejauh mana
perbaikan yang terjadi dari terapi yang diberikan. Penilaian luka bertujuan
gambaran luka secara visual, dan menilai aspek-aspek lain yang ada pada
luka seperti
jaringan dasar luka, tepi luka, atribut luka dan tanda-tanda infeksi (Romanelli, et
Penilaian luka dapat dilakukan saat pertama kali kunjungan atau saat
pertama kali terjadi luka, yang kemudian dilakukan evaluasi setiap minggu
atau sesuai dengan keadaan luka (Baranoski & Ayello, 2008). Penilaian
ulkus kaki diabetik memerlukan suatu alat ukur yang dapat mewakili
kondisi yang memburuk dari luka disetiap waktu sehingga dapat menilai
yang dapat digunakan untuk ulkus kaki diabetik adalah Bates-Jensen Wound
Assessment Tool.
jumlah nekrotik, granulasi dan jaringan epitelisasi, jenis dan jumlah eksudat,
18
warna kulit sekitarnya, edema, dan indurasi luka. Instrument ini dinilai
untuk setiap karakteristik, semakin tinggi nilai dari BJWAT maka semakin
madu adalah thiamin (B1), ribovlafin (B12), asam askorbat (C), piridoksin (B6),
niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. sedangkan enzim
yang penting terkandung dalam madu adalah enzim diatase, invertase, glukosa
oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase adalah enzim yang mengubah
(monosakarida).
glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim oksidase adalah enzim yang membantu
tubuh. Asam utama yang terdapat dalam madu adalah glutamat. sementara itu,
asam organik yang terdapat dalam madu adalah asam asetat, asam butirat,
19
format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat. (Suranto,
2004).
dengan proses penyembuhan yang baik, dan rata-rata rawat 5-6 minggu. 3 orang
Beberapa penelitian telah dilakukan antara lain Molan (1998); Mattew &
Acton & Dunwoody (2008); Rooster, Declereq, & Bogaert (2008), madu
memiliki efektifitas yang baik pada penyembuhan luka ditandai dengan luka
nyeri cepat berkurang, bau berkurang, slough dan jaringan nekrotik berkurang,
skar/jaringan parut.
a. Antibakterial
b. Efek osmotik
Madu terdiri dari campuran 84% gula dengan kadar air 15-20 % sehingga
sangat tinggi kadar gulanya. Sedikitnya kandungan air dan interaksi air
dengan gula tersebut akan membuat bakteri tidak dapat hidup (Acton &
20
Dunwoody, 2008).. Tidak ada bakteri yang dapat hidup pada kadar air
Selain efek osmotik madu mengandung zat lain yang dapat membunuh bakteri
gkukosa oksidase yang akan beraksi dengan glukosa bila ada air dan
hidrogen peroksida seperti merusak jaringan akan diatasi madu dengan zat anti
Ciri khas madu bersifat asam dengan pH 3,2-4,5 cukup rendah untuk
7,4. sifat asam yang terkadung dalam madu (pH 3,9) membuat beberapa
e. Faktor Fitokimia
Beberapa jenis madu juga ditemukan zat antibiotik. Zat tersebut disebut
faktor non-peroksida. Madu yang selama ini telah diteliti memiliki faktor
Selandia Baru.
21
f. Aktivitas Fagositosis dan Meningkatkan Limfosit
fagosit, sedangkan limfosit adalah sel darah putih yang besar peranannya
darah putih tubuh. Selain itu madu juga meningkatkan produksi sel monosit
dan keasaman madu juga secara sinergis ikut membantu sel fagosit dalam
Survey pada madu Selandia Baru yang berasal dari 16 sumber nektar
yang rendah atau tidak terdeteksi. Penelitian lain pada 340 sampel madu
logam enzim katalase, dan juga ketahanan madu terhadap suhu dan
1. Debridemen/autolitik
22
Acton & Dunwoody, 2008).Cara kerjanya dengan mengaktivasi
2. Anti-inflamasi
pula bakteri dan benda asing yang di lisiskan, sehingga hal ini akan
3. Penyembuhan luka
nutrisi yang sampai ke area luka, tetapi juga leukosit akan akan
23
osmosis, saat balutan dengan madu dilepas tidak terjadi perlengketan
dan epitelisasi.
perawatan luka di mana teknik yang digunakan masih alami dan tradisional,
secara bertahap dan prosesnya lama tergantung luka yang di derita. Langkah
perawatan yang dilakuan adalah sebagai berikut : jelaskan prosedur kepada klien,
kantung plastik dan buat lipatan diatasnya. Selanjutnya tutup ruangan dengan tirai,
dibawah klien, gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester,
sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan (bila masih terdapat plester pada
kulit, dapat dibersihkan dengan aseton). Angkat balutan secara perlahan dengan
menggunakan forsep atau pinset, jika balutan lengket pada luka, jangan dibasahi,
24
Observasi karakteristikdan jumlah drainasepada balutan, buang balutan
kantung (Aswadi, 2008). Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam
keluar, membuka nampan balutan steril. Membuka larutan antiseptik lalu tuang ke
dalam kom steril atau kasa steril, pakai sarung tangan steril, inspeksi luka.
(palpasi bila perlu, dengan bagian tangan non dominan yang tidak akan
dengan menggunakan kasa yang basah tepat pada permukaan luka. Bila luka
dalam secara perlahan masukkan kasa ke dalam luka sehingga semua permukaan
luka kontak dengan kasa basah. Pasang kasa steril kering diatas kasa basah, tutup
dengan kasa, surgipad, dan pasang plester diatas balutan (Aswadi, 2008).
25