Anda di halaman 1dari 26

KARYA TULIS ILMIAH

KEPERAWATAN ANAK DENGAN


TB PARU

OLEH :
Nurul Achmad Fukhuluddin (1610019)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


D3 KEPERAWATAN
JL.Trunojoyo No.16, Panggungrejo, Kepanjen, Malang,Jawa Timur 65163
2016/2017
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan suatu penyakit infeksi yang


disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama
Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah
atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru (Naga, 2012).
Dalam Muttaqin, A (2008) semenjak tahun 2000, tuberkulosiss (TB) telah
dinyatakan oleh WHO sebagai remerging disease, karena angka kejadian TB yang
telah dinyatakan menurun pada tahun 1990-an kembali meningkat. Meskipun
demikian, untuk kasus di Indonesia, angka kejadian TB paru tidak pernah
menurun bahkan cenderung meningkat. Di Indonesia setiap menit muncul satu
penderita Tb paru. Setiap empat menit satu orang meninggal akibat Tb paru. Hasil
riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2007,
tuberkulosis penyebab kematian nomor 2 setelah stroke. Indonesia menempati
urutan ketiga setelah india dan China di antara 22 negara dengan masalah TB
terbesar di dunia. Infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Setelah Mycobacterium tuberculosis berada dalam ruang alveolus
biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau bagian atas lobus bawah. Basil
tuberkel ini akan menimbulkan reaksi peradangan pada saluran pernafasan dan
menyebabkan gangguan pernafasan pada kasus TB paru. Mekanisme gangguan
yang paling utama dirasakan oleh penderita kasus TB paru adalah pada gangguan
oksigensainya (Price dan Standridge, 2006). Gangguan oksigenasi meliputi:
bersihan jalan nafas yang tidak efektif ynag disebabkan karena penumpukan
sputum, ketidakefektifan pola pernafasan, risiko tinggi gangguan pertukaran gas.
Masalah keperawatan lain pada TB paru antara lain: perubahan nutrisi, kurangnya
asupan nutrisi dari kebutuhan tubuh, kecemasan, kurang informasi dan
pengetahuan, dan infeksi dan risiko tinggi penyebaran atau aktivasi ulang kuman
TB (Ardiansyah, 2012).
Dari hasil survey yang dilakukan oleh WHO didapatkan fakta bahwa
kematian wanita akibat TB lebih besar daripada kematian akibat kehamilan dan
persalinan Zain (2001 (dalam Muttaqin, A 2008 ). Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 1992, penyakit TB paru di Indonesia merupakan
penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit jantung. Sebagian besar
penderita TB paru berasal dari kelompok masyarakat usia produktif dan
berpenghasilan rendah. Adanya wabah HIV/AIDS di seluruh dunia juga turut
mempengaruhi jumlah penderita TB paru-termasuk Asia tenggara. Selain itu,
peningkatan jumlah TB paru juga dipengaruhi oleh industrialisasi, kemudahan
transportasi, serta perubahan ekosistem. Kasus Tb paru diperkirakan setiap tahun
ada 450.000 kasus dimana sekitar sepertiga penderita terdapat di puskesmas,
sepertiga ditemukan di pelayanan Rumah Sakit atau klinik pemerintah dan swasta
dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2002).
Penderita TBC di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 231.370 orang. Provinsi
dengan peringkat 5 tertinggi penderita TB paru adalah Jawa Barat, Jawa Timur,
Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Perkiraan kasus TB paru
BTA positif di Jawa Barat sebanyak 44.407, Jawa Timur sebanyak 39.896, Jawa
Tengah sebanyak 35.165, Sumatera Utara sebanyak 21.197, dan Sulawesi Selatan
sebanyak 16.608 (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Sedangkan jumlah kasus Tb
Paru di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya pada tahun 2013 ditemukan sebanyak
183 orang yang terkena Tb Paru.

Menurut Naga, S (2012), penyebaran kuman tuberculosis ini terjadi di


udara melalui dahak yang berupa droplet. Bagi penderita tuberculosis paru yang
memiliki banyak sekali kuman, dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada
pemeriksaan dahaknya. Hal ini tentunya sangat menular dan berbahaya bagi
lingkungan penderita. Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan
BTA positif yang berbentuk droplet sangat kecil akan betertebangan di udara.
Droplet yang sangat kecil ini kemudian mengering dengan cepat dan menjadi
droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Kuman ini dapat bertahan di udara
selama beberapa jam lamanya, sehingga cepat atau lambat droplet yang
mengandung unsure kuman tuberculosis akan terhirup oleh orang lain. Apabila
droplet ini telah terhirup dan bersarang di dalam paru-paru seseorang, maka
kuman ini akan mulai membelah diri atau berkembang biak sehingga dapat
menginfeksi dari satu penderita ke penderita yang lain. Penyakit tuberculosis paru
bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Menurut
Ardiansyah M (2012), komplikasi dini antara lain: pleuritis, efusi pleura empiema,
laringitis dan TB usus. Selain itu, juga dapat menimbulkan komplikasi yang lebih
lanjut seperti obstruksi jalan nafas, kor pulmonale dan amiloidosis.

Untuk mencegah komplikasi tersebut maka dibutuhkan peran dan fungsi


perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang benar meliputi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative yang dilakukan secara komprehensif dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan. Peran perawat dalam promotif dan
preventif yakni memberikan pendidikan kesehatan tentang TB paru dan
penularan TB paru terhadap keluarga maupun pasien itu sendiri. Dalam upaya
penanggulangan penyakit Tb paru, peran serta keluarga dalam kegiatan
pencegahan merupakan faktor yang sangat penting. Peran serta keluarga dalam
penanggulangan TB paru harus diimbangi dengan pengetahuan yang baik. Dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga dapat meningkatkan status kesehatan
klien, sehingga bila ada anggota keluarga yang sakit segera memeriksakan kondisi
secara dini, memberikan obat anti mikroba sesuai jangka waktu tertentu untuk
mengobati penyebab dasar dan dalam perawatan diri klien secara optimal. Peran
perawat kuratif yakni memberikan pengobatan TB paru menggunakan obat anti
tuberculosis (OAT) harus adekuat dan minimal 6 bulan, hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya resitensi basil TB terhadap obat. Pengobatan tuberkulosis
paru menggunakan obat anti tuberkulosiis (OAT) dengan metode directly
observed treatment shortcouse (DOTS). Selain dalam hal pengobatan kuratif juga
memberikan dukungan psikis pada penderita TB paru. Dalam hal rehabilitative
peran dapat mengajari latihan fisik seperti latihan nafas dalam.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis berniat membuat karya


tulis ilmiah tentang asuhan keperawatan pasien dengan TB Paru, untuk itu penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut” Bagaimanakah pelaksanaan asuhan
keperawatan pasien dengan TB Paru di ruang paru pada anak/bayi.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui secara mendalam proses asuhan keperawatan pada pasien


dengan TB Paru di ruang paru pada anak/bayi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengkajian pada pasien dengan TB Paru di ruang paru pada


anak/bayi

2. Mengidentifikasi analisa masalah, prioritas masalah dan menegakkan diagnose


keperawatan pada pasien dengan di ruang paru pada anak/bayi

3. Mengidentifikasi pengkajian pada pasien dengan TB Paru di ruang paru pada


anak/bayi

4. Mengidentifikasi rencana asuhan keperawatan pada masing-masing diagnose


keperawatan pasien dengan TB Paru di ruang paru pada anak/bayi

5. Mengidentifikasi evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru di


ruang paru pada anak/bayi

1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan umum maupun tujuan khusus maka karya tulis ilmiah
ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik bagi kepentingan pengembangan
program maupun bagi kepentingan ilmu pengetahuan, adapun manfaat-manfaat
dari karya tulis ilmiah secara teoritis maupun praktis seperti tersebut di bawah ini:
1.4.1 Secara Teoritis

Dengan pemberian asuhan keperawatan secara cepat, tepat dan efisien


akan menghasilakan keluaran klinis yang baik, menurunkan angka kejadian
disability dan mortalitas pada pasien dengan Tb Paru pada anak

1.4.2 Secara Praktis

1. Bagi institusi Rumah Sakit

Dapat sebagai masukan untuk menyusun kebijakan atau pedoamn


pelaksanaan pasien dengan TB Paru sehingga penatalaksanaan dini bisa dilakukan
dan dapat menghasilkan keluaran klinis yang baik bagi pasien yang mendapatkan
asuhan keperawatan di institusi rumah sakit yang bersangkutan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi


serta meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien TB Paru serta
meningkatkan pengembangan profesi keperawatan

3. Bagi Keluarga dan Klien

Sebagai bahan penyuluhan kepada keluarga tentang penyakit TB Paru


sehingga keluarga mampu menggunakan pelayanan medis gawat darurat. Selain
itu agar keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang
sakit.

4. Bagi Penulis Selanjutnya

Bahan penulisan ini bisa dipergunakan sebagai perbandingan atau


gambaran tentang asuhan keperawatn pasien dengan TB Paru sehingga penulis
selanjutnya mampu mengembangkan ilmu pengethuan dan tehnologi yang baru.
1.5 Metode Penulisan

1.5.1 Metoda

Studi kasus yaitu metoda yang memusatkan perhatian pada satu obyek
tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam
sehingga mampu membongkar realitas dibalik fenomena

1.5.2 Tehnik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Data diambil atau diperoleh melalui percakapan baik dengan pasien, keluarga,
maupun tim kesehatan lain.

2. Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan secara langsung terhadap keadaan, reaksi,
sikap dan perilaku pasien yang dapat diamati

3. Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya


yang dapat menegakkan diagnose dan penanganan selanjutnya.

1.5.3 Sumber Data

1. Data Primer, adalah data yang diperoleh dari pasien

2. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang terdekat
dengan pasien, catatan medic perawat, hasil-hasil pemeriksaan dan tim kesehatan
lain.

3. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan


judul karya tulis dan masalah yang dibahas.
BAB II
PENDAHULUAN

I. DEFINISI

Penyakit tuberculosis pada bayi dan anak disebut juga tuberculosis primer
dan merupakan suatu penyakit sistemik. Tuberculosis primer biasanya mulai
secara perlahan-lahan sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama.
Kadang terdapat keluhan demam yang tidak diketahui sebabnya dan sering
disertai tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas. Penyakit ini bila tidak
diobati sedini mungkin dan setepat-tepatnya dapat tmbul komplikasi yang berat
dan reinfeksi pada usia dewasa.

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh


mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis (jaringan
oleh mycobacterium avium). Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi mati di dalam cairan yang bersuhu
60⁰ selama 15-20 menit. Fraksi protein basil tyberkulosis menyebabkan nekrosis
jaringan, sendang lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan factor
penyebab untuk terjadinya fibrosis serta terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.
Basil tuberculosis tidak membentuk toksin.

Penularan tuberkolosis umumnya melalui udara hingga sebagaian besar


fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara penularan
dapat peroral jika meminum susu yang mengandung basil tuberculosis bovis. Ada
mikrobakterium lain yakni mycobacterium atipic yang dapat menyebabkan
penyakit menyerupai tuberculosis.

Penyakit tuberculosis pada bayi dan anak disebut juga tuberculosis primer
dan merupakan suatu penyakit sistemik. Tuberculosis primer biasanya mulai
secara perlahan-lahan sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama.
Kadang terdapat keluhan demam yang tidak diketahui sebabnya dan sering
disertai tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas. Penyakit ini bila tidak
diobati sedini mungkin dan setepat-tepatnya dapat tmbul komplikasi yang berat
dan reinfeksi pada usia dewasa.

Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


mikrobakterium tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya(Depkes RI,
2002).

Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri


Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru
dan sebagianlagi dapat menyerang di luar paru - paru, seperti kelenjar getah
bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan
sebagianya(Laban, 2008).

II. ETIOLOGI

Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain
melalui percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan. Jadi kalau Cuma bersin
atau tukar-menukar piring atau gelas minum tidak akan terjadi penularan
(Aditama, 2000).

1. Merokok pasif

Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga


meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel,
misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan
kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters Health, 2007).

2. Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)

a. Resiko infeksi TBC


Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif,
daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan
yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko
timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika
pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat
luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk
produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama
sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada
anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius,
hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret
endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang
menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab
hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.

b. Resiko Penyakit TBC

Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi


menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang
sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap
seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan
menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit
hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun
memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan
dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir,
malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan
silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan
hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.

III. PATOFISIOLOGI

Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular.
Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada
di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di
paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat
batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh
anak-anak, lalu masuk ke paru-paru (Wirjodiardjo, 2008).

Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung,


seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini
diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan tuberculosis post
primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat dimulai dari
proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang
mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta
diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada
kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke
dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada
pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
(Hidayat, 2008).

Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui


terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari
seseorang yang terinfeksi. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag
dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini
melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan
limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan
yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami
konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak
terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel
(Price dan Wilson, 2006).

Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening


regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis
gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan fibroblas
dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul
yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus ghon, dan
kombinasi antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut
kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam
pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat (Price dan Wilson,
2006).

Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan


demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat
malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya mungkin
nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum
mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi
atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental,
demam , anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan
lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).

Menurut Admin (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :

1. Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan
peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar
limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer predileksinya
disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami
penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang


masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman
TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)

TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

IV. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta


muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya
demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru.
Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak
napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada
pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek.
Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang
benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau
anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan
berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi,
melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh
waktu lama untuk penyembuhannya.

Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC


adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi
bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan
pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media.
Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada
dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar,
sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini
mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat
penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau
ini ada, agak yakin anak positif TBC (Wirjodiardjo, 2008).

Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):

1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi
BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG.
Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.

2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan
setiap bulan berkurang.

3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun
ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.

4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi.
Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga
kemungkinan anak terkena TBC.

5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai


sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya
pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan
sebagainya.

6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan
yang khas.

7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin


(Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika
hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada
TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap MT.

Menurut Supriyatno (2009) skrining tuberkulosis pada anak antara lain


: Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak
yang masih sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan
adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan
aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Caranya? Yang
paling mudah adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak
sulit dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang
masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan
alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.

Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak


spesifik (khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB,
padahal sebenarnya tidak. Atauunderdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah
sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang
tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes
saja, melainkan harus komprehensif. Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak
sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh
kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya
menunjukkan apakah seseorang terinfeksiMycobacterium tuberculosis atau tidak,
dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab,
tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB.

Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu
setelah terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi. Ketika
pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati
dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi
adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali
tidak menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan
orang tersebut menjadi sakit TB.

Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml)
kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan
dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga
medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur adalah indurasi (tonjolan
keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya
(erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter. Bahkan bila
ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.

Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter
indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan
anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila
indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini dikarenakan pengaruh vaksin
BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat. Pengecualian lainnya
adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap
positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.

Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu
(anergi), artinya hasil negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman
TB. Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk
(gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun tubuhnya sedang sangat
menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi dengan
virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata
laksana tes Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka
tes harus diulang.
V. PATWAY

Udara tercemar

Mycrobacterium Di hirup individu rentan Kurang informasi

tuberculosis
Masuk paru-paru
Kurang pengetahuan

Menempel alveoli

Reaksi inflamasi/peradangan Hipertermia

Penumpukan eksudat dalam alveoli

Tuberkel Produksii secret berlebih

Meluas Mengalami perkejuan Secret sukar di keluarkan Di batukkan/bersin

Penyebaran klasifikasi Tidak efektif Penyebaran infeksi


Hematogen
Pembersihan jalan nafas Pada diri sendiri
menganggu perfusi
limfogen
& difusi O2

peritoneum
Kerusakan

Asam lambung Pertukaran gas

Mual, anoreksia Penyebaran infeksi

Pada diri sendiri

Perubahan nutrisi kurang

Dari kebutuhan
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TB PARU

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

Tanggal / Jam MRS : 9 MARET 2018 (09.00)

Pengkajian : (15.00)

Tanggal : 9 maret 2018

Jam : (15.00)

Tempat : Ruang Anak

A. Pengkajian
I. Identitas Pasien
Nama/Nama panggilan : An.S
Tempat tgl lahir/usia : Malang, 03 Januari 2013/5 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Nama Ayah/Ibu : Tn. R / Ny. S
Usia Ayah/Ibu : 27 thn / 25 thn
Pekerjaan Ayah : Buruh
Pendidikan Ayah : SD
Pekerjaan Ibu : buruh (pabrik rokok)
Pendidikan Ibu : SMP
Alamat : JL.Anggrek no.15, kepanjen, malang
Suku : Jawa
Agama : Islam
Diagnosa Medis : TB paru
II. Keluhan Utama
Sering batuk mengeluarkan sputum (sudah lebih dari 3 minggu),
terserang influenza, mual muntah, penurunan BB, kurang nafsu makan,
cepat lelah ketika beraktifitas sejak 2 minggu yang lalu.

III. Keadaan umum


RR : 30x/menit
Nadi : 100x/menit
TD : 110/80mmhg
Suhu : 38℃
BB :

IV. Pemeriksaan diagnostic


Pemeriksaan rongent terlihat adanya penumpukan secret berlebih pada
paru

V. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : sakit ringan
2. Kesadaran : CM
3. TTV – demam subfebril
4. Inspeksi :
-tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakan
terlihat bentuk kiposis
-aligment tulang
5. Palpasi
-bibbus pada area tulang yang mengalami infeksi
-abses paravertebra
-abses terbentuk di anterior rongga dada atau abdomen
6. Perkusi
-nyeri ketok pada tempat infeksi
7. Auskultasi
-pada infiltrat paru akan terdengar sebagai ronkhi dengan
predileksi di apeks paru

VI. Riwayat Masa Lampau


pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher

B. ANALISA DATA

No Data Penyebab Masalah


1 DS : Adanya penumpukan Bersihan jalan nafas
 Anak mengeluh secresi yang kental atau tidak efektif
kesulitan secresi yang berlebihan
bernafas
DO :
 Anak usia 5
tahun
 Sering batuk
mengeluarkan
sputum
 Terserang
influenza
2 DS : Penurunan keinginan Perubahan nutrisi
 Ibu mengatakan untuk makan kurang dari
anaknya kurang kebutuhan
nafsu makan
DO :
 Anak usia 5
tahun sering
mual dan
muntah,
penurunan BB
3 DS : Ketidakadekuatan Intoleransi aktifitas
 Anak lebih cepat sumber energi
merasakan lelah
jika melakukan
aktivitas
DO :
 Anak usia 5
tahun malas
beraktivitas
 Nadi 100x/menit
 RR 28x/menit

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa tujuan Rencana intervensi rasional


keperawatan
1 Bersihan Setelah dilakukan  Hisap sekresi dari  Mencegah
jalan nafas tindakan asuhan jalan nafas sesuai obstruksi/aspirasi
tidak efektif keperawatan kebutuhan, misalnya : . Penghisapan
berhubungan diharapkan pada o Bersihkan sekret dapat diperlukan
dengan anak tercapai dari mulut dan bila anak tak
sekresi yang bersihan jalan trakea, suction mampu
kental atau nafas normal, sesuai dengan mengeluarkan
sekresi yang dengan kriteria indikasi sekret
berlebihan hasil : o Lakukan fisio  Dapat dilakukan
1. Tidak terapi dada atau jika anak tidak
mengalam postural drainase mampu
i aspirasi  Posisi untuk mengeluarkan
2. Menunjuk mencegah aspirasi. sekret sendiri
kan batuk Bantu anak dalam  Posisi membantu
yang posisi semi atau memaksimalkan
efektif fowler tinggi ekspansi paru
dan  Berikan lingkungan dan menurunkan
peningkat yang lembab upaya pernafasan
an  Mencegah
pertukara pengeringan
n udara membrane
dalam mukosa,
paru-paru membantu
pengenceran
secret
2 Perubahan Setelah dilakukan Mandiri  Berguna dalam
nutrisi kurang tindakan asuhan  Ukur BB tiap hari mendefinisikan
dari keperawatan di  Pastikan pola diet derajat/luasnya
kebutuhan harapkan anak anak, makanan yg masalah dan
tubuh menunjukkan disukai/tidak disukai. pilihan
berhubungan pola nutrisi yang Modifiksi pemberian intervensi,
dengan adekuat dengan makanan pada anak berguna dalam
penurunan kriteria hasil : misalnya dengan : mengukur
keinginaan  BB normal  Menghias keefektifan
untuk makan  IMT normal makanan nutrisi dan
sekunder intake  Menggunakan dukungan cairan
akibat dengan piring atau gelas  Membantu
anoreksia output yang menarik mengidentifikasi
seimbang  Berikan perawatan kebutuhan
mulut sebelum dan khusus
sesudah tindakan pertimbangan
pernafasan keinginan
 Dorong makanan individu dapat
sedikit dan sering memperbaiki
dengan makanan masukan diet
tinggi protein dan  Menurunkan
karbohidrat rasa tidak enak
karena sisa
Kolaborasi sputum atau
 Rujuk ahli gizi obat untuk
untuk menentukan pengobatan
komposisi diet respirasi
merangsang
pusat muntah
 Memaksimalkan
masukan nutrisi
tanpa kelemahan
yang tak
perlu/kebutuhan
energi dari
makan makanan
banyak dan
menurunkan
iritasi gaster
 Memberikan
bantuan dalam
perencanaan diet
dengan nutrisi
adekuat untuk
kebutuhan
metabolik dan
diet
3 Intoleransi  Mengidentifi  Berikan permainan  Meningkatkan
aktivitas kasi faktor- dan aktivitas sesuai antusiasme anak
berhubungan faktor yang usia yang tenang dan dalam
dengan menurunkan menantang : melakukan
ketidak toleran  Petualangan aktivitas
adekuatan aktivitas sensori (seperti  Menetapak
sumber  Memperlihat apa bau, bunyi, kemampuan/keb
energi akibat kan atau utuhan anak dan
malnutrisi kemajuan pemandanganrua memudahkan
(khususnya h sakit) pilihan
tingkat yang  Menceritakan intervensi
lebih tinggi dan menulis  Meningkatkan
dari cerita, membuat istirahat
mobilitas susunan benda ,  Pembatasan
yang bermain dengan aktivitas
mungkin) boneka, bermain ditentukan
 Melaporkan dengan drama dengan respon
penurunan  Evaluasi respon anak anak terhadap
gejala-gejala terhadap aktifitas aktivitas dan
intoleran  Berikan lingkungan perbaikan
aktivitas tenang kegagalan
 Jelaskan pentingnya pernafasan
istirahat pada orang  Anak mungkin
tua dalm rencana nyaman dengan
pengobatan dan kepala tinggi
perlunya atau menunduk
keseimbangan ke bantal
aktivitas dan istirahat  Meminimalkan
 Bantu anak pada kelelahan dan
posisi yang nyaman membantu
untuk istirahat keseimbangan
dan/atau tidur suplai dan
 Anjurkan orang tua kebutuhan
untuk bantu aktivitas oksigen
perawatan diri yang
di perlukan. Berikan
aktivitas kemajuan
peningkatan aktivitas
selama masa
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Naga S. Sholeh 2014, Paduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit Diva
Press, yogyakarta

Andra F.S & Yessie M.P 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Nuha
Medika, Yogyakarta

Muttaqin Arif 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

A. Price Sylvia, M. Lorainne Wilson 2012, Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit, edisi ke 6, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Aru Sudoyono W, Dkk 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke 5, Penerbit
Buku Kedokteran, Internal Publishing, Jakarta.

Dr.Widyono, 2011. Penyakit Tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &


Pemberantasannya, edisi ke 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.

A. Alimul Aziz Hidayat, 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Penerbit


Salemba Madika, Jakarta.

Syaifuddin, 2011. Fisiologi Tubuh Manusia, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

C. Evelyn Pearce, 2011. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Paramedis,


Penerbit Internal, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai