Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada
junjungan kami Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan
tak lupa kepada kita semua selaku umatnya. Ucapan terimakasih tak lupa kami
sampaikan kepada pihak yang telah mendukung penyelesaian makalah ini. Tujuan
pembuatan makalah ini sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Inklusi. Kami mengharapkan tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua
sebagai wujud penambahan wawasan di bidang ilmu pendidikan. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam melakukan
penelaahan dan perbaikan di waktu mendatang.

Banjarmasin, September 2017

1
Daftar Isi
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1

Daftar Isi........................................................................................................................ 2

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3

A. Latar Belakang ................................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 3

C. Tujuan ................................................................................................................ 4

BAB II ........................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5

A. Latar Belakang / Paradigma Pendidikan Inklusi ................................................ 5

B. Konsep Pendidikan Inklusi ................................................................................ 6

1. Pengertian ....................................................................................................... 6

2. Prinsip-Prinsip .............................................................................................. 11

C. Kelebihan Pendidikan Inklusif ......................................................................... 12

D. Sasaran Pendidikan Inklusif ............................................................................. 12

BAB III ....................................................................................................................... 17

PENUTUP ................................................................................................................... 17

Kesimpulan .............................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 19

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha
mentransformasi sistem pendidikan dengan meninggalkan hambatan-hambatan
yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam
pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status
sosial, kemiskinan, dll. Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam
memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Sekolah dan layanan
pendidikan lainnya harus fleksibel dalam memenuhi keberagaman kebutuhan
siswa untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Pendidikan inklusi ini memegang tugas dan tanggung jawab yang penting,
karena pada dasarnya pendidikan untuk semua kalangan tanpa membedakan
apapun merupakan kebutuhan dasar untuk menjamin keberlangsungan hidup agar
lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan
pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali
termasuk mereka yang memiliki perbedaan.

Pemahaman mengenai pendidikan inklusi juga merupakan suatu hal yang


sangat penting bagi seorang guru. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan
dibahas mengenai latar belakang Pendidikan Inklusi, konsep Pendidikan Inklusi,
kelebihan pendidikan inklusi, dan sejarah pendidikan inklusi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang Pendidikan Inklusi?
2. Apa konsep dari pendidikan inklusi?
3. Apa saja kelebihan dari pendidikan inklusi?
4. Apa saja sasaran pendidikan inklusi ?

3
C. Tujuan
1. Mahasiswa calon guru dapat memahami latar belakang pendidikan inklusi.
2. Mahasiswa calon guru dapat memahami konsep pendidikan inklusi.
3. Mahasiswa calon guru dapat mengetahui manfaat pendidikan inklusi.
4. Mahasiswa calon guru dapat mengetahui sasaran dari pendidikan inklusi.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang / Paradigma Pendidikan Inklusi


Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan
khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu (UUD 1945 pasal 31
ayat 1 dan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dengan
adanya Undang-Undang tersebut berarti anak berkebutuhan khusus juga memiliki
hak yang sama dengan anak normal lainnya dalam memperoleh layanan
pendidikan yang layak dan bermutu.

Sejauh ini di Indonesia disediakan tiga lembaga layanan pendidikan anak


berkebutuhan khusus, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) / Sekolah Khusus, Sekolah
Dasar luar Biasa (SDLB), dan Sekolah Umum. SDLB adalah SLB yang
menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus untuk usia SD, dan
Sekolah Umum adalah sekolah reguler yang juga menampung anak berkebutuhan
khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar
mengajar yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Ternyata di Indonesia masih banyak ABK yang belum mendapatkan hak


dasar pendidikan, khususnya bagi para ABK yang tinggal di daerah pedesaan dan
terpencil. Selain itu, sebagian besar orang tua para ABK termasuk dalam
golongan yang lemah ekonomi. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah
menyediakan program pelayanan yang mudah diakses oleh para ABK dimanapun
mereka berada. Solusinya yaitu, setiap satuan pendidikan reguler (pendidikan
dasar maupun menengah umum dan kejuruan) didorong untuk dapat menerima
ABK dari lingkungan sekitar yang akan menyelesaikan pendidikannya pada
satuan pendidikan tertentu sesuai tingkat perkembangannya.

5
Di dalam Permendiknas tentang pendidikan inklusif pasal 2 ayat (1) secara
jelas dinyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik dari
berbagai kondisi dan latar belakang untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Serta dalam ayat (2) yaitu
menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak
diskriminatif bagi semua peserta didik.

Mengingat bahwa pendidikan inklusif termasuk hal baru, maka perlu


segera dibuat pedoman umum penyelenggaraan pendidikan inklusif. Hal ini
sangat perlu karena ABK juga berhak mendapat kesempatan dan akses yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, serta sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya, sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

B. Konsep Pendidikan Inklusi

1. Pengertian
Hambatan utama anak berkelainan untuk maju termasuk dalam
mengakses pendidikan setinggi mungkin bukan pada kecacatannya, tetapi pada
penerimaan sosial masyarakat. Selama ada alat dan penanganan khusus, maka
mereka dapat mengatasi hambatan kelainan itu. Justru yang sulit dihadapi
adalah hambatan sosial. Bahkan, hambatan dalam diri anak yang berkelainan
itupun umumnya juga disebabkan pandangan sosial yang negatif terhadap
dirinya. Untuk itulah, pendidikan yang terselenggara hendaknya memberikan
jaminan bahwa setiap anak akan mendapatkan pelayanan untuk
mengembangkan potensinya secara individual.

Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang


Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh

6
pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula
memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam
pendidikan.

Pendidikan inklusif dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi isu
yang sangat menarik dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan,
pendidikan inklusif memberikan perhatian pada pengaturan para siswa yang
memiliki kelainan atau kebutuhan khusus untuk bisa mendapatkan pendidikan
pada sekolah-sekolah umum atau regular sebagai kelas pendidikan khusus part
time, pendidikan khusus full time, atau sekolah luar biasa (segregasi). D.K.
Lipsky dan A.D. gartner (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 85)
mengatakan: Inclusive education as: providing to all students, inclualing those
with significant disabilities, equitable opportunities to receive effective
educational services, with the needed suplementaland support service, in age-
appropriate classes in their neighborhood schools, in order to prepare students
for productive lives as full members of society.

Inklusi adalah suatu sistem ideologi dimana secara bersama-sama


setiap warga sekolah yaitu masyarakat, kepala sekolah, guru, pengurus yayasan,
petugas administrasi sekolah, para siswa dan orang tua menyadari tanggung
jawab bersama dalam mendidik semua siswa sedemikian sehingga mereka
berkembang secara optimal sesuai potensi mereka. Walaupun dalam
pendidikan inklusif berarti menempatkan siswa berkelainan secara fisik dalam
kelas atau sekolah regular, inklusi bukanlah sekedar memasukkan anak
berkelainan sebanyak mungkin dalam lingkungan belajar siswa normal. Inklusi
merupakan suatu sistem yang hanya dapat diterapkan ketika semua warga
sekolah memahami dan mengadopsinya.

Inklusi menyangkut juga hal-hal bagaimana orang dewasa dan teman


sekelas yang normal menyambut semua siswa dalam kelas dan mngenali
bahwa keanekaragaman siswa tidak mengharuskan penggunaan pendekatan

7
tunggal untuk seluruh siswa. Dalam perkembangannya, inklusi juga termasuk
para siswa yang dikaruniai keberbakatan, mereka yang hidup terpinggirkan,
memiliki kecacatan, dan kemampuan belajarnya berada di bawah rata-rata
kelompoknya.

Melalui pendidikan inklusif, anak berkelaian di didik bersama-sama


anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini
dilandasi oleh kenyataan bahwa di masyarakat terdapat anak normal dan anak
berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang
sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di
sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat itu perlu dipersiapkan
segala sesuatunya.

Bergabungnya anak-anak berkelainan dalam lingkungan belajar


bersama anak-anak normal dapat dilakukan dengan 3 model, yaitu: mainstream,
integrative, dan inklusi. Mainstream adalah suatu sistem pendidikan yang
menempatkan anak-anak cacat di sekolah-sekolah umum, mengikuti kurikulum
akademis yang berlaku, dan guru juga tidak harus melakukan adaptasi
kurikulum. Mainstream kebanyakan diselenggarakan untuk anak-anak yang
sakit yang tidak berdampak pada kemampuan kognitif, seperti epilepsy, asma
dan anak-anak dengan kecacatan sensori (dengan fasilitas peralatan, seperti
alat bantu dan buku-buku Braille) dan anak tunadaksa.

Integrasi berarti menempatkan siswa yang berkelainan dalam kelas


anak-anak normal dimana anak-anak berkelainan hanya mengikuti pelajaran-
pelajaran yang dapat mereka ikuti dari gurunya. Sedangkan untuk mata
pelajaran akademis lainnya, anak-anak berkelainan menerima pelajaran
pengganti di kelas berbeda yang terpisah dari teman-teman mereka.
Penempatan terintegrasi tidak sama dengan integrasi pengajaran dan integrasi

8
sosial, karena integrasi bergantung pada dukungan yang diberikan sekolah dan
dalam komunitas yang lebih luas.

Sedangkan inklusi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback


(Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87) mengemukakan bahwa sekolah
inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.
sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Lebih dari itu, sekolah
inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari
kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya,
maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.
Selanjutnya, Staub dan Peck (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87)
mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak
berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas regular. Hal
ini menunjukkan bahwa bahwa kelas regular merupakan tempat belajar yang
relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainnya dan bagaimanapun
gradasinya.

Sementara itu, Sapon-Shevin (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009,


87) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan
yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di seolah-
sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya. Oleh karena
itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas
yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya
dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para
siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan di didik bersama-sama


anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
(Freiberg (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87)). Hal ini dilandasi oleh

9
kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak
berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.

Menurut Permendiknas No. 70 tahun 2009 pendidikan inklusif


didefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusif bertujuan untuk


memberikan kesempatan yang seluas-luasnya dan mewujudkan
penyelenggaran pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak
diskriminatif kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat
istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai kebutuhan dan
kemampuannya.

Dengan demikian, inklusi adalah sebuah filosofi pendidikan dan sosial.


Dalam inklusi, semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan
apapun perbedaan mereka. Dalam pendidikan ini berarti bahwa semua anak,
terlepas dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, latar belakang
sosial-ekonomi, suku, latar belakang budaya atau bahasa, agama atau jenis
kelamin, menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Pendidikan inklusif
berkenaan dengan aktivitas memberikan respon yang sesuai kepada adanya
perbedaan dari kebutuhan belajar baik. Ia merupakan pendekatan yang
memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem pendidikan sehingga
mampu merespon keragaman siswa dan memungkinkan guru dan siswa untuk
merasa nyaman dengan keragaman dan melihatnya lebih sebagai suatu
tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar daripada suatu problem.

10
Lebih lanjut, inklusi adalah cara berpikir dan bertindak yang
memungkinkan setiap individu merasakan diterima dan dihargai. Prinsip
inklusi mendorong setiap unsur yang terlibat di dalam proses pembelajaran
mengusahakan lingkungan belajar dimana semua siswa dapat belajar secara
efektif bersama-sama. Dengan demikian, tidak ada siswa yang akan ditolak
atau dikeluarkan dari sekolahnya sebab tidak mampu memenuhi standar
akademis yang ditetapkan. Walaupun, pada sisi yang lain beberapa orang tua
merasa khawatir kalau anak-anak mereka yang memiliki kecacatan tersebut
akan menjadi bahan ejekan atau digoda orang-orang di sekitarnya.

2. Prinsip-Prinsip
Secara umum prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif di
Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu

Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyusun strategi


upaya pemerataan kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan
peningkatan mutu. Pendidikan inklusif merupakan salah satu strategi
upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, karena lembaga
pendidikan inklusi dapat menampung semua anak yang belum terjangkau
oleh layanan pendidi kan lainnya. Pendidikan inklusif juga
merupakan strategi peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif
menggunakan metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh
pada semua anak dan menghargai perbedaan.

b. Prinsip kebutuhan individual

Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda,


oleh karena itu pendidikan harus diusahakan untuk disesuaikan dengan
kondisi anak. Prinsip kebermaknaan pendidikan inklusif harus

11
menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima
keanekaragaman dan menghargai perbedaan.

c. Prinsip berkelanjutan

Pendidikan inklusif diselenggarakan secara berkelanjutan pada


semua jenjang pendidikan.

d. Prinsip keterlibatan

Penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh


komponen pendidikan terkait.

C. Kelebihan Pendidikan Inklusif


1. Membangun kesadaran dan konsensus pentingnya Pendidikan Inklusif
sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif

2. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi


pendidikan lokal dan mengumpulkan informasi

3. Semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alas an mengapa mereka
tidak sekolah

4. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan


masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran

5. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu


pendidikan bagi semua anak

D. Sasaran Pendidikan Inklusif


Dalam Alfian (2013) hak atas Pendidikan Inklusif yang paling jelas telah
dinyatakan dalam Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi yang menekankan
bahwa sekolah membutuhkan perubahan dan penyesuaian. Pendidikan inklusif
12
merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkelainan
yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada
Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan pada bulan Juni 1994 bahwa
“prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah selama memungkinkan, semua
anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun
perbedaan yang mungkin ada pada mereka”. Sekolah harus mengakomodasi
semua anak, tanpa kecuali ada perbedaaan secara fisik, intelektual, sosial,
emosional, bahasa, atau kondisi lain, termasuk anak penyandang cacat dan anak
berbakat, anak jalanan, anak yang bekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa,
minoritas dan kelompok anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan.
Inilah yang dimaksud dengan oneschool for all.
Menurut prinsip diatas bahwa sasaran pendidikan inklusif adalah tidak
hanya anak berkebutuhan khusus tetapi juga anak normal. Jenis anak yang
berkebutuhan khusus yang menjadi sasaran pendidikan inklusif ini diantaranya:
1) Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya,
berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi
pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
2) Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara
verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar
masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
3) Tunalaras/Anak yang Mengalami Gangguan Emosi dan Perilaku
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan betingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam
lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga
merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan
pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.
13
4) Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
5) Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami
hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-
rata(IQ dibawah 70) sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan
pendidikan khusus. Hambatan ini terjadi sebelum umur 18 tahun.
6) Cerebral palsy
Gangguan / hambatan karena kerusakan otak (brain injury) sehingga
mempengaruhi pengendalian fungsi motorik
7) Gifted (anak berbakat)
Adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreatifitas, da
tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) diatas anak-anak seusianya
(anak normal)
8) Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan
dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
9) Asperger
Secara umum performa anak Asperger Disorder hampir sama dengan anak
autisme, yaitu memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi, interaksi
sosial dan tingkah lakunya.
10) Rett‟s Disorder
Rett‟s Disorder adalah jenis gangguan perkembangan yang masuk kategori
ASD. Aspek perkembangan pada anak Rett‟s Disorder mengalami kemuduran
sejak menginjak usia 18 bulan yang ditandai hilangnya kemampuan bahasa
bicara secara tiba-tiba.
14
11) Attention deficit disorder with hyperactive (ADHD)
ADHD terkadang lebih dikenal dengan istilah anak hiperaktif, oleh karena
mereka selalu bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Tidak dapat
duduk diam di satu tempat selama ± 5-10 menit untuk melakukan suatu
kegiatan yang diberikan kepadanya. Rentang konsentrasinya sangat pendek,
mudah bingung dan pikirannya selalu kacau, sering mengabaikan perintah
atau arahan, sering tidak berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah.
Sering mengalami kesulitan mengeja atau menirukan ejaan huruf.
12) Lamban belajar (slow learner) :
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam
beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon
rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan
yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh
waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-
tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
13) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal
kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga
disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena
factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal),
sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan
belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan
belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia),
sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang
signifikan (berarti).

15
Kesimpulannya sasaran pendidikan inklusif secara umum adalah
semua peserta didik yang ada di sekolah reguler. Tidak hanya mereka yang
sering disebut sebagai anak berkebutuhan khusus, tetapi juga mereka yang
termasuk anak „normal‟. Mereka secara keseluruhan harus memahami dan
menerima keanekaragaman dan perbedaan individual. Secara khusus, sasaran
pendidikan inklusif adalah anak berkebutuhan khusus, baik yang sudah
terdaftar di sekolah reguler, maupun yang belum dan berada di lingkungan
sekolah reguler.

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pendidikan inklusif yang kini sedang marak dibicarakan, mencoba membantu


memberikan hak dasar pendidikan yang sama bagi Anak Berkebutuhan Khusus
dengan anak normal lainnya untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkelaian dididik bersama-sama anak lainnya
(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Bergabungnya anak-anak
berkelainan dalam lingkungan belajar bersama anak-anak normal dapat dilakukan
dengan 3 model, yaitu: mainstream, integrative, dan inklusi.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan


kesempatan yang seluas-luasnya dan mewujudkan penyelenggaran pendidikan yang
menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi
kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
sesuai kebutuhan dan kemmpuannya.

Prinsip inklusi mendorong setiap unsur yang terlibat di dalam proses


pembelajaran mengusahakan lingkungan belajar dimana semua siswa dapat belajar
secara efektif bersama-sama. Secara umum prinsip penyelenggaraan pendidikan
inklusif di Indonesia antara lain: (a) prinsip pemerataan dan peningkatan mutu, (b)
prinsip kebutuhan individual, (c) prinsip kebermaknaan, (d) prinsip keberlanjutan,
dan (e) prinsip keterlibatan.

Sasaran pendidikan inklusif secara umum adalah semua peserta didik yang
ada di sekolah reguler. Secara khusus, sasaran pendidikan inklusif adalah anak

17
berkebutuhan khusus, baik yang sudah terdaftar di sekolah reguler, maupun yang
belum dan berada di lingkungan sekolah reguler.

18
DAFTAR PUSTAKA

Choiri, Abdul Salim. Dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus secara
Inklusif.

Bamper. 2011. http://bamperxii.blogspot.com/2008/12/pendidikan-iklusif.html


diakses pada tanggal 2 Maret 2012

Ifdlali. 2010. http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40-artikel/115-


pendidikan inklusi-pendidikan-terhadap-anak-berkebutuhan-khusus di akses pada
tanggal 3 Maret 2012

Kamalfuadi.2011. http: //fuadinotkamal.wordpress.com/2011/04/12/pendidikan-


inklusif/ diakses pada tanggal 3 Maret 2012

Tarmansyah.2009.http://pendidikankhusus.blogspot.com/2009/05/konsep-pendidikan
inklusi_17.html diakses pada tanggal 3 Maret 2012

19

Anda mungkin juga menyukai