Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Banyak daerah-daerah di Indonesia yang memiliki potensi pariwisata yang dapat


diolah dan dikembangkan untuk dikenalkan kepada wisatawan mancanegara bahwa
Indonesia kaya akan objek wisata yang menarik selain di pulau Bali. Setiap daerah memiliki
keunggulan objek wisata yang sesuai dengan karakteristik daerahnya masing-masing.
Sebagai contoh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali
memiliki potensi wisata budaya karena daerah-daerah tersebut memiliki sejarah, adat-istiadat,
budaya yang dapat dikembangkan untuk memajukan daerah-daerah tersebut. Sedangkan
kota Pontianak (Kalimantan Barat), Bunaken (Sulawesi Utara) memiliki potensi wisata bahari
atau tirta karena memiliki keadaan alam berupa pulau atau perairan yang dapat
dikembangkan untuk pariwisata bahari atau tirta.

Kota Pontianak memiliki potensi yang besar dalam wisata bahari atau tirta karena kota
Pontianak memiliki kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil, selain
itu kota Pontianak juga merupakan kota yang tumbuh dan berkembang di tepian sungai
Kapuas. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama
untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau
sebagian besar kecamatan. Itulah sebabnya kota Pontianak juga disebut sebagai waterfront
city atau kota tepian air.

Selain itu, kota Pontianak juga disebut kota Khatulistiwa karena garis lintang nol
derajat berada tepat diatas kota Pontianak. Selain itu, letak wilayah Kalimantan Barat yang
berbatasan langsung dengan Malaysia Timur (serawak) menyebabkan kota Pontianak
memiliki potensi yang besar untuk mendatangkan wisatawan mancanegara. Kota Pontianak
merupakan kota yang cukup padat penduduknya, dengan pertambahan jumlah penduduk
yang meningkat 0,18% setiap tahunnya, dengan laju pertumbuhan penduduk antara tahun
2000-2005 mencapai 4.052.345 jiwa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Literature

Kemajuan perekonomian dan peningkatan jumlah penduduk menjadi permasalahan


yang banyak terjadi di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) yang semakin berkurang dikarenakan oleh proses pembangunan yang dilakukan tanpa
memperhatikan keadaan lingkungan sekitar. Dampak dari aktivitas pembangunan itu sendiri
akan mempengaruhi kualitas lingkungan, karena itu harus selalu diperhitungkan, baik dampak
positif maupun dampak negatif yang harus selalu dikendalikan.

RTH diwilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kawasan perkotaan
yang memiliki manfaat kehidupan yang sangat tinggi, tidak saja dapat menjaga dan
mempertahankan kualitas lingkungan tapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan identitas kota.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 (Panero, 2007) tentang penataan Ruang, menyatakan
bahwa penataan ruang perkotaan diselenggarakan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional
yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dengan:

1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan

2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan
dengan memperhatikan sumber daya manusia dan

3. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap


lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Kota Pontianak merupakan Ibu Kota dari Provinsi Kalimantan Barat dengan luas
wilayahnya mencapai 10.782 ha yang terdiri dari enam kecamatan, yakni Kecamatan
Pontianak Selatan, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kecamatan Pontianak Timur,
Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota, dan Kecamatan Pontianak Utara.
Pola penggunaan lahan di suatu daerah dapat menggambarkan kehidupan ekonomi dari
daerah yang bersangkutan. BPS Kota Pontianak, (Budi, 2015)

Pontianak adalah kota yang sedang berkembang baik dari segi pembangunan,
perekonomian maupun kebudayaan. Aktifitas pembangunan sejauh ini banyak terlihat
penggunaan ruang yang semakin besar sehingga penurunan kualitas RTH terlihat jelas dari
peningkatan aktifitas pembangunan di Kota Pontianak, dimana perubahan itu semakin
mengarah kepada penurunan kualitas dan kuantitas RTH dan berdampak buruk pada kualitas
lingkungan Kota Pontianak, sehingga jika hal seperti ini terus meningkat maka bisa dipastikan
Kota Pontianak semakin lama semakin buruk keadaannya baik dari segi lingkungan maupun
estetikanya. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP)
di Kota Pontianak dan mengetahui perkembangan RTHP dari tahun 2011 sampai dengan
tahun 2016. Dengan penurunan luas RTHP, maka sudah seharusnya pemerintah kota
Pontianak memperhatikan dan mengelola RTHP agar terwujud hubungan yang baik antara
alam dan manusia dan meningkatkan kembali kualitas lingkungan perkotaan. Undang-
undang No.26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa luas ideal Ruang Terbuka Hijau kawasan
perkotaan (RTHKP) minimal 30% dari luas kawasan kota. Evaluasi ini diharapkan membantu
pemerintah kota dalam pengembangan, pengelolaan serta pemanfaatan RTHP agar
kedepannya bertindak sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Adanya berbagai permasalahan perkotaan tersebut dan sesuai dengan amanah dan
tujuan UU No 27 tahun 2007 tentang pembangunan yang
berkelanjutan serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan, maka Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mencegah
berbagai dampak yang akan ditimbulkan baik oleh masalah-masalah perkotaan maupun
akibat permanasan global dan perubahan iklim. Salah satu upaya pemerintah yaitu
dibentuknya Program Pengembangan Kota Hijau(P2KH).

P2KH adalah program yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan


Umum untuk mewujudkan kota hijau yang merupakan
konsep pengembangan perkotaan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Terdapat 8 bebera
pa atribut atau komponen dalam pengembangan kota hijau (lihat gambar1.1) yaitu, green
planning and design, green community, green open space, greenwaste, green water, green
transportation, green energy, dan green building. Atribut-atribut kota hijau sangat penting
dimiliki oleh sebuah kota karena atribut-atribut tersebut merupakan komponen-komponen
sebuah kota hijau yang merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung dalam
menciptakan kota hijau.

Gambar 1.1 Kota Hijau

II.2 Kebijakan dalam Pembangunan RTH Kota

Kebijakan pembangunan harus diterapkan melalui peraturan pengelolaan yang


konsisten, mengacu pada tata ruang rasional, aplikatif, dan operasional dengan pengendalian
peruntukan tanah sesuai dengan daya dukung lingkungan melalui tertib administrasi
pertanahan, mengurangi kesenjangan kesejahteraan (poverty alleviation), konflik sosial, dan
kriminalitas. Adanya sarana transportasi multi-moda yang terpadu, termasuk ruang untuk para
pejalan kaki dan sepeda, dan peningkatan jenis dan kualitas angkutan publik secara massal.

RTH kota merupakan sub-ordinat ruang terbuka yang ada dalam konstelasi
perencanaan ruang kota secara keseluruhan. Ditinjau dari sudut manusia, maka konsepsi
pengelolaan LH menjadi kompleks. Di satu pihak, dengan berbagai pandangan dan latar
belakang, manusia itu berbudaya (cultural contemplation), berperilaku sosial (social
behaviour), pertimbangan ekonomi (economic considerations), dan bersikap politik (political
attitudes), semua terpadu sebagai salah satu komponen pendukung pengembangan
lingkungan hidup (Haeruman,2015).

Taman kota merupakan salah satu atribut dari kota hijau. Konsep kota hijau di
Indonesia dirumuskan dalam Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) (Haeruman, 2015).
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2011), Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH)
merupakan salah satu langkah pemerintah pusat bersama dengan pemerintah provinsi dan
pemerintah kota/kabupaten dalam memenuhi ketetapan Undang-undang Penataan Ruang
terkait pemenuhan luas RTH perkotaan. P2KH merumuskan delapan atribut kota hijau yaitu
green planning dan green design, green community, green open space, green building, green
energy, green transportation, green water, dan green waste. Salah satu yang akan dibahas
dalam laporan ini adalah atribut green open space dalam perkembangan taman kota. Green
open space memiliki peningkatan mutu kualitas maupun kuantitas ruang terbuka hijau (RTH)
perkotaan sesuai dengan karakter Kota atau Kabupaten dengan proporsi minimal RTH kota
adalah 30% dari luas kawasan.

Ruang terbuka (Open Space) adalah salah satu atribut terpenting dalam
konsep Green City . Ruang terbuka dapat didefinisikan sebagai ruang atau lahan yang belum
dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan yang mempunyai nilai
untuk keperluan taman dan rekreasi; konservasi lahan dan sumber daya alam lainnya atau
keperluan sejarah dan keindahan (Hakim, 2003). Ruang terbuka hijau memberikan manfaat
mengisi vegetasi berupa tumbuhan dan tanaman di kawasan perkotaan dan pemanfaatannya
bagi masyarakat baik dari segi ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Menurut Ditjen Penataan Ruang, RTH mengandung tiga unsur dengan fungsi pokok
yaitu fisik-ekologis, ekonomi dan sosial. Fungsi pertama fisik-ekologis, termasuk perkayaan
jenis dan plasma nutfah atau tanamannya. Vegetasi yang ada di ruang terbuka hijau dapat
menghasilkan udara segar dan menyaring debu serta mengatur sirkulasi udara sehingga
dapat melindungi warga kota dari gangguan polusi udara. Fungsi yang ke dua, ekonomis,
yaitu nilai produktif/finansial dan penyeimbang untuk kesehatan lingkungan. Fungsi ketiga
adalah sosial- budaya, termasuk pendidikan, dan nilai budaya dan psikologisnya. Fungsi
sosial RTH menjadi tempat masyarakat untuk menjalin komunikasi berupa fasilitas untuk
umum dengan fungsi rekreasi, pendidikan, dan olah raga. Menurut Dinas Tata Kota, ada
beberapa poin yang membahas macam-macam RTH kota meliputi:
1. RTH Makro, seperti kawasan pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota
dan landasan pengamanan bandar udara.

2. RTH Medium, seperti kawasan area pertamanan ( c it y p a r k ), sarana


olahraga, pemakaman umum.

3. RTH Mikro, yaitu lahan terbuka yaitu ruang terbuka di kawasan permukiman.
Contoh RTH mikro adalah taman bermain.

Jika dilihat dari jenis aktivitas atau kegiatannya, ruang terbuka terbagi menjadi dua
yaitu ruang terbuka aktif dan ruang terbuka pasif:
1. Ruang terbuka aktif, mempunyai unsur kegiatan didalamnya seperti bermain,
berolahraga, jalan-jalan. Ruang ini dapat berupa Plaza, lapangan olahraga,
tempat bermain anak dan remaja, penghijauan tepi sungai sebagai tempat
rekreasi.

2. Ruang terbuka pasif, ruang terbuka yang tidak digunakan untuk kegiatan, lebih
berfungsi sebagai ekologis dan pengindah visual, seperti penghijauan tepi
jalan, penghijauan bantaran kereta api, sungai dan daerah alami.

Ruang Terbuka Hijau menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
menyatakan bahwa setiap provinsi, kabupaten dan kota yang dalam proses penyusunan
RTRW diwajibkan untuk memiliki proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada setiap
wilayahnya sebesar 30%, atau untuk wilayah kota paling sedikit 20%.

II.3 Pedoman Pembangunan RTH Kota

Pedoman yang dapat digunakan yaitu dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kota Pontianak sebagai berikut:

VISI

Visi Bidang Pertamanan dengan Tupoksi Bidang Pertamanan adalah : Pontianak Kota
Teduh, Berbunga, dan Asri.

MISI

Adanya komitmen dan konsistensi pelaksanaan dan penataan lingkungan termasuk


pengendalian, pengawasan, dan pemeliharaan, peningkatan dan Pengembangan kualitas
SDM melalui peningkatan kinerja dan kesejahteraan, mengefektifkan sanksi dan peraturan
dalam upaya mewujudkan terpeliharanya kuantitas dan kualitas Taman dan RTH Kota
Pontianak, dan transparansi

STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN SKPD

Strategi dan arah kebijakan SKPD Bidang Pertamanan adalah :

 Peningkatan peran serta masyarakat


 Peningkatan kualitas pelayanan masyarakat yang berorientasi pada lingkungan
 Peningkatan pembangunan dan pengelolaan Taman dan RTH melalui kemitraan
 Peningkatan SDM Aparatur dalam hal perencanaan , pengelolaan dan perawatan
Pertamanan dan RTH.
 Peningkatan dan pengembangan wawasan SDM bidang pertamanan dan RTH
dengan mengadakan kunjungan kerja dan studi

PRIORITAS SKPD

Prioritas SKPD Bidang Pertamanan adalah:

 Pemeliharaan Jalur Hijau dan Taman Kota yang menjadi tanggung jawab bidang
pertamanan dengan melaksanakan kegiatan penebasan bahu dan median jalan dan
pemeliharaan taman kota.
 Melaksanakan kegiatan pembibitan tanaman peneduh dan tanaman hias.
 Pemeliharaan pohon-pohon pelindung jalan yang sudah kering/mati dengan
melaksanakan kegiatan kontrol vegetasi
 Melaksanakan kegiatan registrasi pohon pelindung yang merupakan milik Pemerintah
Kota Pontianak
 Melaksanakan kegiatan penghijauan di wilayah Kota Pontianak
 Melaksanakan kegiatan penataan taman-taman kota.
 Melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga/stakeholder dalam hal penataan dan
pemeliharaan taman-taman kota di wilayah Kota Pontianak.
 Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pengawasan terhadap kegiatan penataan
pengendalian/pemeliharaan taman kota dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
 Melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat di bidang penataan dan pemeliharaan
taman kota dan RTH.
 Memfasilitasi perizinan yang berkaitan dengan pertamanan dan melakukan
penindakan terhadap pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan pengrusakan
tanaman pada taman-taman kota dan pohon pelindung milik Pemerintah Kota
Pontianak.
BAB III

DATA DAN ANALISIS

III.1 LOKASI

Kota Pontianak terletak di wilayah Kalimantan Barat dan merupakan ibukota Propinsi
Kalimantan Barat. Lokasi Kota Pontianak dibilang cukup strategis, dilihat dari segi
perekonomian, keamanan. Luas wilayah Kota Pontianak mencapai 107,82 km2 yang terdiri
dari 6 Kecamatan dan 29 kelurahan. Kota Pontianak dilintasi oleh garis Khatulistiwa, yaitu
terletak pada 0o 02’ 24” Lintang Utara sampai dengan 0o 05’ 37” Lintang Selatan, dan 109o
16’ 25” Bujur Timur sampai dengan 109o 23’ 01” Bujur Timur. Ketinggian Kota Pontianak
berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan.

Kecamatan di Kota Pontianak yang mempunyai wilayah terluas adalah Kecamatan


Pontianak Utara (34,52%), diikuti oleh Kecamatan Pontianak Barat (15,25 persen),
Kecamatan Pontianak Kota (14,39 persen), Kecamatan Pontianak Tenggara (13,75 persen),
Kecamatan Pontianak Selatan (13,49 persen) dan Kecamatan Pontianak Timur (8,14 persen).

III.2 Fasilitas Umum

a. Fasilitas Kesehatan

Di Kota Pontianak fasilitas kesehatan dapat dikatakan cukup lengkap karena hampir
di setiap masing – masing kecamatan memiliki rumah sakit umum dan beberapa puskesmas
di setiap kecamatannya.

Tabel. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan di Kota Pontianak, 2015

Kecamatan RS RS Puskesmas Posyandu Klinik


Umum Bersalin
Pontianak 2 1 2 32 7
Selatan
Pontianak 2 2 2 18 9
Tenggara
Pontianak 1 0 6 54 2
Timur
Pontianak 1 0 4 50 3
Barat
Pontianak 3 0 4 44 7
Kota
Pontianak 0 0 5 75 3
Utara
Sumber: Kota Pontianak dalam Angka

b. Fasilitas Pendidikan

Di Kota Pontianak fasilitas pendidikan dapat dikatakan cukup lengkap karena hampir
di setiap masing – masing kecamatan memiliki fasilitas pendidikan seperti SD,SMP,SMA dan
SMK.

Tabel. Jumlah Fasilitas Pendidikan Menurut Kecamatan di Kota Pontianak, 2015

Kecamatan TK SD SMP SMA SMK


Pontianak Selatan 20 28 15 11 7
Pontianak Timur 11 24 8 4 3
Pontianak Barat 19 22 14 7 6
Pontianak Utara 12 37 15 6 6
Pontianak Kota 32 31 16 9 5
Pontianak tenggara 17 19 8 7 2
Sumber: Kota Pontianak dalam Angka

III.3 ANALISA DAMPAK PEMBANGUNAN TAMAN KOTA

Banyak permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia, tidak


terkecuali dengan Pontianak. Masalah infrastruktur menjadi masalah utama di Pontianak.
Seperti misalnya akses jalan yang kurang baik di daerah pinggiran kota dan perumahan,
ketersediaan sarana transportasi yang layak dan memadai, banjir, sampah, pemukiman
kumuh, dan penyediaan air bersih yang mutlak untuk warga. Selain itu masalah pendidikan
anak – anak masih belum terpenuhi di Kota Pontianak, masih banyak anak yang putus
sekolah di umur sekolah.

Pembangunan taman kota juga memiliki dampak positif maupun dampak negatif,
berikut ini adalah dampak-dampak yang ada saat pembangunan taman kota.
Dampak positif pembangunan taman kota selain berfungsi untuk estetika dan
menciptakan lingkungan yang sehat, juga mempunyai fungsi social seperti untuk melakukan
kegiatan wisata, baik wisata hiburan, wisata hijau, wisata pendidikan, bahkan dapat
meningkatkan pendapatan daerah maupun masyarakat.
Dampak negatif pembangunan taman kota, meliputi munculnya perilaku-perilaku
negatif seperti perusakan fasilitas taman, kurangnya kesadaran untuk turut
menjaga kebersihan taman, hingga alih fungsi taman sebagai tempat sasaran untuk
aktivitas orang berpacaran sehingga seringkali menimbulkan beberapa pandangan
pandangan negatif terhadap keberadaan taman kota itu sendiri.
Pembangunan taman kota sebagai ruang terbuka hijau seyogyanya di dukung oleh
peran serta masyarakat, artinya, masyarakat tetap memanfaatkan fasilitas taman kota. Akan
tetapi juga harus merasa ikut memiliki, sehingga timbul kesadaran untuk tidak merusak dan
bahkan membuang sampah sembarangan.
Untuk ruang terbuka hijau yang sudah ada, perlu perbaikan dan penambahan fasilitas demi
pengembangan taman kota yang lebih baik. Selain itu perlu juga peningkatan pengamanan di
masing-masing taman kota demi kenyamanan bersama, sehingga meminimalisir alih fungsi
taman kota sebagai ajang untuk melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Pembangunan
apapun termasuk pembangunan taman kota, seyogyanya dapat memberdayakan masyarakat
sekitar lokasi sehingga tidak hanya memberikan keuntungan pada salah satu pihak.
BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah perancangan taman kota perlu


menyelaraskan antara kebutuhan pengguna, keistimewaan lokasi perancanan dan peraturan
terkait. Ruang terbuka yang dibutuhkan tidak hanya menampung fungsi ekologi dan sosial
tetapi juga memenuhi fungsi lainnya seperti rekreasi, estetika, komersil dan edukasi.
Pendekatan konsep perancangan yang diambil adalah “Taman Tepian Sungai”. Aspek-aspek
tersebut diterapkan pada perletakan zoning, ruang komunal, area interaksi dengan badan air
dan vegetasi kawasan. Pembagian dan pencapaian zona pada kawasan disesuaikan dengan
usia pengunjung. Secara singkat pengunjung taman dibagi dalam 4 kelompok usia, yaitu
anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Peletakan zona untuk lansia diletakkan pada area
yang mudah dicapai dari luar kawasan dan mudah mencapai zona lain dalam taman. Zona
anak-anak diletakkan dekat dengan zona komunal, zona servis dan tidak memiliki interaksi
langsung dengan badan air. Zona remaja dan dewasa merupakan zona netral yang berfungsi
sebagai pengendali sosial dan penghubung antar zona taman. Perancangan taman yang
berada pada tepian sungai perlu memperhatikan keselamatan pengunjung terutama pada
area yang berhubungan langsung dengan badan air.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Santoso, R. H. (2012). Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan

Perkampungan Plemburan Tegal, Ngaglik Sleman. INERSIA , Vol. VIII No. 1.

Panero, Julius; Martin Zelnik. 2006. Dimensi Manusia Dan Ruang Interior Buku Panduan
Untuk Pedoman Perancangan. Erlangga. Jakarta

Haeruman, 2015. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pontianak. Rencana


Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tahun 2013 – 2033. BAPPEDA Kota
Pontianak.

Hakim, Rustam; Hardi Utomo. 2003. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. PT. Bumi
Aksara. Jakarta

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Pontianak

Anda mungkin juga menyukai