Pada kesempatan kali ini saya akan memberikan resume diskusi kelompok 3, dimana
kelompok kami merupakan yang pertama maju memulai diskusi pada hari Senin, tanggal 19
Maret 2018 dengan suasana cukup kondusif dan terkendali. Baik audience maupun peserta
disuksi dapat terlihat cukup jelas pandangannya.
Kegiatan diskusi dibuka oleh moderator. Diskusi dimulai oleh pendapat masing-masing
peserta diskusi. Peserta diskusi diantaranya berposisi sebagai Aparat, Pelaksana, dan
Pengawas telah menyampaikan pendapatnya.
Kesimpulan dan penyebab material fasad bergantung pada hasil penyelidikan aparat.
Pada akhirnya diketahui bahwa terjadi penyimpangan atau penurunan spesifikasi material
fasad bangunan yang ditengarai oleh inflasi sehingga terjadi perubahan nilai material
bangunan fasad tersebut yang berakibat Pelaksana merugi. Selanjutnya Pelaksana maupun
owner bersepakat bahwa material fasad diganti dengan spesifikasi dibawahnya namun tidak
terlalu jauh dengan spesifikasi yang tercantum dalam RKS.
Pada diskusi ini, Arsitek A maupun Arsitek B ditanya oleh dosen pengampu, apakah
para Arsitek turut turun mengawasi dan mengecek pada saat proyek sedang berjalan
mendampingi Pelaksana maupun Pengawas di lapangan. Arsitek A maupun Arsitek B
mengungkap bahwa para Arsitek tidak melakukan turun lapangan mengecek dan mengawasi
jalannya proyek.
Selanjutnya, pada diskusi kali ini seharusnya Pengawas dan Pelaksana melakukan
upaya damai dengan melakukan negosiasi kepada Aparat agar permasalahan kasus runtuhnya
fasad bangunan cepat selesai. Arsitek B juga turut diajak dalam upaya damai tersebut, apakah
turut menyanggupi penawaran tersebut atau tidak.
Pada akhirnya Arsitek B menyanggupi untuk turut berdamai dengan Pelaksana dan
Pengawas. Adapun alasan Arsitek B bersedia untuk turut berdamai kepada aparat bahwa,
“apabila cara ini dianggap dapat menyelesaikan kasus ini, saya bersedia,”.
“Saya merasa bila ikut bernegosiasi dengan Aparat pada kasus ini, saya yakin masalah
akan cepat selesai. Dan dengan bersedia ikut dalam upaya damai ini, saya berpeluang untuk
tidak menjadi sasaran Aparat dalam mencari siapa yang harus bertanggungjawab dan
bersalah dalam kasus ini. Karena saya tahu bahwa, hukum itu tajam di bawah namun tumpul
di atas,” tambah pernyataan Arsitek B.
Kemudian, seharusnya dalam diskusi Arsitek B turut mengajak rekannya yakni Arsitek
A untuk turut melakukan upaya damai dengan aparat. “Kita semua paham, bahwa kasus
runtuhnya material fasad bangunan ini sudah ditangani oleh pihak aparat. Dan hingga kini
belum diketahui siapa pihak yang bertanggungjawab. Disimi saya ingin mengajak saudara
Arsitek A untuk ikut bersama kami melakukan pendekatan damai dengan Aparat, gitu lho. Ini
demi selesainya kasus ini,” ajak Arsitek B kepada Arsitek A.
Pada diskusi, semestinya Arsitek A menolak mengikuti tawaran saya Arsitek B sebagai
rekannya untuk ikut berdamai. Adapun karena Arsitek A sangat idealis dan sangat berpegang
teguh dan patuh serta menaati peraturan hukum undang-undang dan kode etik keprorfesian
arsitek. Disini dalam diskusi ini, Arsitek A dan saya Arsitek B berdebat mengenai masalah
Undang-Undang tentang keprofesian arsitek maupun kode etik keprofesian arsitek.
Adapun yang dimaksud undang-undang dan kode etik keprofesian tersebut adalah :
dan
Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek dari IAI edisi tahun 2007.
Arsitek A dan Arsitek B berdebat mengklaim bahwa UU dan Kode Etik Arsitek harus
dan wajib untuk ditaati. Apabila dilanggar berpotensi mendapat sanksi dari Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI) maupun sanksi hukum, menurut Arsitek A. Sementara itu saya sebagai Arsitek
B mengklaim telah mengetahui hal tersebut dan sangat paham mengenai materi dan isi
daripada Undang-Undang maupun Kode Etik Arsitek bahkan sampai hafal isi setiap butir-butir
dan pasal-pasal didalamnya. Dan Arsitek B menambahkan pula bahwa, “apabila tidak turut
ikut pendekatan damai, kita berpotensi untuk menjadi sasaran Aparat dan berpotensi
ditetapkan sebagai Tersangka, karena Aparat pasti mencari pihak yang bisa disalahkan bila
tidak ikut bekerja sama,”.
Adapun Arsitek A dan saya sebagai Arsitek B saling berdebat dan berargumentasi
mengenai materi UU No. 6 Tentang Arsitek maupun Kode Etik Arsitek dengan keadaan yang
terjadi di lapangan. Debat antara Arsitek A dan Arsitek B disela oleh Moderator agar kondusif
dan diskusi berjalan dengan baik.
Poin-poin yang dibahas saat beradu argumen antara Arsitek A dan Arsitek B yaitu :
Kemudian beberapa Poin dalam UU No.6 Tahun 2017 Tentang Arsitek yaitu :
Dan juga sabagai sumber bahasan debat yakni UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi sebagai pengganti daripada UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Debat setelah disela oleh Moderator, maka diskusi dilanjutkan kembali kepada pihak
Perencana, Pengawas, maupun Aparat serta para Arsitek.
Pada akhirnya saat debat menemui jalan buntu, dan Moderator sudah tidak dapat
mengendalikan diskusi, maka dosen pengampu mata kuliah menyela diskusi dan menjelaskan
apa yang ingin disampaikan oleh beliau.
Sikap dan posisi kami sebagai Arsitek di diskusi kali ini, disampaikan sekaligus diwakili
oleh saya sebagai Arsitek B, antara lain sebagai berikut.
Demikian yang dapat disampaikan dari Resume saya dalam diskusi sebagai Arsitek B.