Anda di halaman 1dari 25

LABORATORIUM FARMASEUTIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM

EMULSIFIKASI

OLEH :

NAMA : DIANA SYAM MULIADI

NIM : 150 2012 0131

KELOMPOK : I (SATU)

KELAS : 34

ASISTEN : JAFIS ADHA RIDHA MAHAYUSMAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2013
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak

stabil, terdiri dari paling sedikit dua fase sebagai globul-globul dalam

fase cair yang lainnya. System ini biasanya distabilkan dengan

menggunakan emulgator. Apabila menggunakan surfaktan sebagai

suatu emulgtor dapat pula terjadi emulsi dengan system kompleks.

System ini merupakan jenis emulsi minya-air-minyak atau sebaliknya.

Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan

pembuatan suatu suspensi far masi yang baik. Di samping khasiat

teraeutik, stabilitas kimia dari komponen-komponen formulasi,

kelanggenan sediaan dan bentuk estetik dari sediaan—sifat-sifat yang

diinginkan dalam semua sediaan farmasi—dan sifat-sifat yang lain

yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi. Ciri-ciri utama dari

suspensi ini, yang tergantng pada sifat fase terdispers, medium

disperse dan bahan pembantu farmasi.

Dalam pembuatan suatu emulsi, pemiilihan emulgator

merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan

estabilan emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan.

Bila dihubungkan dengan bidang farmasi, ternyata banyak sediaan

obat di pasaran dalam bentuk emulsi. Untuk itu kiranya perlu adanya

pengetahuan yang mendasar mengenai emulsi tersebut.


B. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :

1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang

digunakan dalam pembuatan emulsi.

2. Membuat emulsi dengan menggunakan suatu zat emulgator

golongan surfaktan.

3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi

4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam

pembuatan emulsi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Partikel dari fase disperse biasanya bahan padat yang tidak

larut dalam medium disperse. Dalam hal suatu emulsi, fase

terdispersi adlah bahan cair yang tidak larut maupun bercampur

dengan cairan dari fase pendispersi. Proses emulsifikasi

menghasilkan disperse obat cair sehalus tetesan-tetesan pada fase

pendispersi (Ansel, 1989).

Partikel dari fase terdispersi ukurannya sangat bebeeda-beda,

dari partikel besdar yang dapat dilihat dengan mata telanjang sampai

ke partikel dari ukuran koloid; jatuh antara 1 milimikron dan kira-kira

500 milimikron atau 0,5 mikron. Disperse yang berisi partikel-partikel

kasar, biasanya dengan ukuran 1-100 mikron, disebut juga sebagai

disperse kasar dan mencakup suspensi serta emulsi. Disperse yang

mengandung partikel dengan ukuran kecil disebut disperse halus dan

bila partikel-partikel yang ada dalam batas koloid disebuit didpersi

koloid. Magma dan gel adalah disperse halus seperti itu

(Ansel,1989).

Suatu suspensi dalam bidang farmasi adalah suatu disperse

kasar di mana partikel zat padat yang tidak larut terdispersi dalam

suatu medium cair. Partikel-partikel tersebut kebanyakan mempunyai


diameter lebih besar dari 0,1 mikrometer, dan beberapa partikel

terebut bila diselidiki di bawah mikroskop menunjukkan adanya

gerakan Brown jika disperse mempunyai viskositas rendah (Martin,

Alfred, 1993).

Dalam suspensi zat yang terdispersi harus halus dan tidak

boleh cepat mengendap. Jika dikocok-kocok perlahan-lahan,

endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat mengandung zat

tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi

tidak boleh terlalu tinggi agfar sdiaan mudah dikocok dan dituang (FI

III, 1979).

Seringkali partikel-partikel dari suatu suspensi mengendap

terlalu cepat sehingga tidak konsisten dengan batasan sebagai suatu

preparat yang baik secara farmasetik. Pengendapan yang cepat

tesebut merintangi pengukuran dosis yang tepat dan dari segi estetis

menghasilkan suatu lapisan supernatant yang tidak sedap

dipandang. Dalam banyak suspesi yang beredar di perdagangan, zat

pensuspensi ditambahkan ke medium disperse untuk menghasilkan

struktur yang membantu terdispersinya fase dalam suspensi.

Karboksimetilselulosa, metilselulosa,dan bentonit merupakan

beberapa diantara zat pensuspensi yang digunakan untuk

mengentalkan medium disperse dan membantu tedispersinya

suspensoid. Bila zat polimer dan kolida hidrofilik digunakan sebagai

zat pensuspensi, harus dilakukan tes yang tepat untuk membuktikan


bahwa zat tersebut tidak mengganggu avaibilitas dari zat aktif obat

dalam suspensi tersebut. Bahan-bahan ini ternyata mengikat zat obat

tertentu, merintanginya sehingga tidak terdapat dalam sirkulasi dan

atau memperlambat jalannya obat tersebut sehingga fungsi

terapeutisnya pun diperlambat. Juga jumlah atau banyaknya zat

pensuspensi tidak boleh menyebabkan suspensi tersebut terlalu

kental dan tidak bisa dikocok (untuk mendistribusikan suspensoid)

atau untuk menuang (Ansel, 1989).

Emulsi kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan teknik

pemrosesan khusus. Untuk menjamin karya tipe ini dan untuk

membuatnya sebagai bentuk sediaan yang berguna, emulsi harus

memiliki sifat yang diinginkan dan menimbulkan sedikit mungkin

masalah-masalah yang berhubungan. Sekarang emulsi masih terus

digunakan dalam berbagai penggunaan farmasi dan kosmetik.

Penggunaannya di dalam bidang farmasi lebih lanjut digolongkan

berdasarkan cara pemberian, yakni topical, oral, atau secara

parental. Pada dasarnya penggunaan kosmetik dan penggunaan

farmasi topical adalah serupa dan bersama-sama membuat atau

meb\mbentuk salah satu kelompok emulsi yang paling penting.

(Lachman, 1994).

Disperse halus dari minyak dan air memerlukan daerah kontak

antarmuka yang luas, dan untuk memperoleh/memproduksi hal ini

memerlukan sejumlah dan beberapa kerja yang sama dengan hasil


kali tegangan permukaan dan perubahan luas. Berbicara secara

termodinamik, kerja ini adalah energi bebas antarmuka yang

dimaksudkan ke system tersebut. Suatu energi bebeas antarmuka

yang tinggi cendeerung untuk mengurangi daerah antarmuka,

pertama dengan menyebabkan tetesan-tetesan tersebut bergabung.

Ini adalah suatu alas an untuk memasukkan kata-kata “tidak stabil

secara termodinamik” dalam definisi klasik dari emusli buram

(Lachman, 1994).

Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli

farmasi dapat membuat suatu peparat yang stabil dan rata dari

campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Dalam hal ini

obat diberikan dalam bentuk bola-bola kecil bukan dalam bulk. Untuk

emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air

memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut

mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang sebenarnya

diberikan minyak yang rasanya tidak enak, dengan menambahkan

pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudaj

dimakan dan ditelan sampai ke lambung (Ansel, 1989).

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair

atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan

dengan pengemulsi atau surfaktan yang cocok (Anief, 1997, hal :

34).
Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu

sama lainnya, dimana yang satu menunjukkan karakter hidrofil,

yang lain lipofil. Fase hidrofil (lipofob) umumya adalah air atau

suatu cairan yang dapat bercampur dengan air, sedangkan sebagai

fase lipofil (hidrofob) adalah minyak mineral atau minyak tumbuhan

atau lemak-lemak (minyak lemak paraffin, vaselin, lemak coklat,

malam bulu domba) atau juga bahan pelarut hidrofil seperti

kloroform, benzene dan sebagainya (R. Voight, 1994).

Dalam pembuatan suatu emulsi pemilihan emulgator

merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan

kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang

digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih

dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah

menurunkan tegangan permukaan antara air dan minyak serta

membantu lapisan film pada permukaan globul-globul fase

terdispersinya (Kosman Rachmat, 2005).

Dalam suatu sistem HLB, harga HLB juga ditetapkan untuk

minyak-minyak dari zat-zat seperti minyak. Dengan menggunakan

dasar HLB dalam penyiapan suatu emulsi seseorang dapat memilih

zat pengemulsi yang mempunyai harga HLB sama atau hamper

sama sebagai fase minyak yang dimaksud (Arief, 1998).

Griffin telah mengemukakan suatu skala ukuran HLB suatu

surfaktan, dari skala tersebut dapat disusun dimana daerah


efisiensi HLB optimum bagi tiap-tiap golongan surfaktan. Makin

tinggi harga HLB dari surfatan atau campuran surfaktan yang

digunakan maka zat itu akan bersifat polar. Disamping itu juga perlu

diketahui harga HLB butuh yang digunakan menurut grafik harga

HLB butuh adalah setar. Dengan harga HLB dari surfaktan atau

campuran surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak

dengan air sehingga terbentuk suatu emulsi yang stabil (Anonim,

2007).

B. Uraian Bahan

1. Air Suling (Dirjen POM, 1979, hal : 96)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling

RM/BM : H2O / 18.02

Rumus struktur :H-O-H

Pemerian : Caiaran jernih, tidak berwarna, tidak berbau

dan tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Parafin cair (Dirjen POM, 1979, hal : 213)

Nama resmi : Paraffinum Liquidum

Nama lain : Parafin cair


Pemerian :Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi,

tidak berwarna, hampir tidak berbau, hamper

tidak mempunyai rasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dan etanol (95%)

P, larut dalam kloroform P dan eter P.

HLB : 10 (POM), 9 O/W (RPS), dan 12 (Lachman).

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya.

Kegunaan : Sebagai sampel

3. Span-80 (Dirjen POM, 1979, hal : 495)

Nama resmi : Sorbitan monooleat

Nama lain : Span-80

RM/BM : C24H44O6 / 424,68

Pemerian : Cairan berwarna kuning dengan viskosotas

sekitar 1000 cps.

Kelarutan : Larut dalam minyak mineral atau minyak

tumbuhan, sedikit larut dalam eter, terdispersi

dalam aiar dan tidak larut dalam aseton.

HLB : 4,3

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaaan : Sebagai emulgator

4. Polisorbat 80 (Dirtjen POM, 1979: 509)

Nama resmi : Polysorbatum 80


Nama lain : Polisorbat 80, tween

Pemerian :Cairan kental, transparan, tidak berwarna,

hampir tidak mempunyai rasa.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P,

dalam etil asetat P dan dalam methanol

P,sukar larut dalam parafin cair P dan dalam

biji kapas P

Kegunaan : Sebagai emulgator fase cair.

C. Prosedur Kerja (Anonim 2013 )

a. Penentuan HLB butuh minyak dengaan jarak HLB lebar

R/ Minyak 20%

Emulgator 3%

Air ad 100%

Buatlah seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing

5,6,7,8,9,10,11 dan 12.

1. Hitung jumlah tween dan span yang diperlukan untuk setiap nilai

HLB butuh.

2. Timbang masing-masing bahan yang diperlukan

3. Campurkan minyak dengan span, campurkan air dengan tween,

panaskan keduanya diatas tangan air bersuhu 60 0 C.


4. Tambahkan campuran minyak ke dalam campuran air dan

segera diaduk menggunakan pengaduk elektrik selama lima

menit.

5. Masukkan emulsi dalam tabung sedimentasi dna beri tanda

sesuai nilai HLB masing-masing

6. Tinggi emulsi dalam tabung diusahakan sama dan catat waktu

mulai memasukkan emulsi kedalam tabung

7. Amati jenis ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 6 hari.

Bila terjadi kriming, ukur tinggi emulsi yang membnetuk cream

8. Tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling

stabil.

b. Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB Sempit

Dari hasil percobaan diatas diperoleh nilai HLB butuh berdasarkan

atas emulsi yang tampak relayive paling stabil, misalnya nilai HLB

butuhnya 9. Untuk memperoleh nilai HLB butuh yang lebih akurat,

perlu dibuat satu seri emulsi lagi dengan nilai HLB 8 sampai 10

dengan jarak HLB masing-masing 0,25. Prosedur kerjanya sama

dengan percobaan diatas.


BAB III

METODE KERJA

A.Alat dan Bahan

a. Alat yang digunakan

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu

Batang pengaduk, Cawan porselin, Deck glas, Gelas kimia, Gelas

ukur, Mixer, Penangas air, Termometer dan Pipet tetes.

b. Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu

Aquadest , Aluminium foil, Span-80 (parafin cair), dan Tween-80.

B. Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dicampurkan tween-80 dengan air, dan span-80 dengan parapin

cair dengan wadah yang berbeda.

3. Dipanaskan kedua sampel yang telah dicampurkan tadi diatas

penangas air.
4. Diukur kenaikan air dengan suhu 750C, dan kenaikan fase minyak

(parafin cair) dengan suhu 700C dengan menggunakan

thermometer.

5. Dicampur kedua sampel antara fase minyak dan fase air

6. Dibiarkan hingga dingin

7. Dimasukkan sampel kedalam gelas piala, kemudian dikocok

dengan menggunakan mikser.

8. Dilihat hasilnya, apakah emulsi yang dibuat antara minyak dan air

pecah.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. Data Pengamatan

HLB butuh 7 39 ml

HLB butuh 8 38 ml

HLB butuh 9 32 ml

HLB butuh 10 Tercampur sempurna

HLB butuh 11 Tercampur sempurna

HLB butuh 12 Tercampur sempurna

HLB butuh 13 26 ml

HLB butuh 14 50 ml (skala 500 ml)

Perhitungan:

Diketahui: Tween 80 = HLB 15

Span 80 = HLB 4,3

Jumlah emulgator yang dibutuhkan

3% x 100g = 3 gram
Ditanyakan: jumlah tween dan span yang dibutuhkan untuk setiap
HLB butuh?

a. Untuk HLB Butuh 7


(𝑎 𝑥 15) + [(3 − 𝑎) 𝑥 4,3] = 3 𝑥 7

15𝑎 + 12,9 − 4,3𝑎 = 21 − 12,9


8,1
10,7𝑎 = 10,7

𝑎 = 0,76 gram

Span 80 = 3 – a

= 3 – 0,76

= 2,24 gram

b. Untuk HLB Butuh 8


(𝑎 𝑥 15) + [(3 − 𝑎) 𝑥 4,3] = 3 𝑥 8

15𝑎 + 12,9 − 4,3𝑎 = 24 − 12,9


11,1
10,7𝑎 = 10,7

𝑎 = 1,04 gram

Span 80 = 3 – a

= 3 – 1,04

= 1,96 gram

c. Untuk HLB Butuh 9


(𝑎 𝑥 15) + [(3 − 𝑎) 𝑥 4,3] = 3 𝑥 9

15𝑎 + 12,9 − 4,3𝑎 = 27 − 12,9

14,1
10,7𝑎 =
10,7
𝑎 = 1,32 gram

Span 80 = 3 – a

= 3 – 1,32

= 1,68 gram

d. Untuk HLB Butuh 10

(𝑎 𝑥 15) + [(3 − 𝑎) 𝑥 4,3] = 3 𝑥 10

15𝑎 + 12,9 − 4,3𝑎 = 30 − 12,9


17,1
10,7𝑎 = 10,7

𝑎 = 1,59
Span 80 = 3 – a

= 3 – 1,59

= 2,41 gram

e. Untuk HLB Butuh 11

(𝑎 𝑥 15) + [(3 − 𝑎) 𝑥 4,3] = 3 𝑥 11

15𝑎 + 12,9 − 4,3𝑎 = 33 − 12,9


20,1
10,7𝑎 = 10,7

𝑎 = 1,88
Span 80 = 3 – a

= 3 – 1,88

= 1,12 gram

f. Untuk HLB Butuh 12


(𝑎 𝑥 15) + [(3 − 𝑎) 𝑥 4,3] = 3 𝑥 12

15𝑎 + 12,9 − 4,3𝑎 = 36 − 12,9


23,1
10,7𝑎 = 10,7

𝑎 = 2,16

Span 80 = 3 – a

= 3 – 2,16

= 0,84 gram

g. Untuk HLB Butuh 13

(𝑎 𝑥 15) + [(3 − 𝑎) 𝑥 4,3] = 3 𝑥 13

15𝑎 + 12,9 − 4,3𝑎 = 39 − 12,9


26,1
10,7𝑎 = 10,7

𝑎 = 2,44
Span 80 = 3 – a

= 3 – 2,44

= 0,56 gram

h. Untuk HLB Butuh 14

(𝑎 𝑥 15) + [(3 − 𝑎) 𝑥 4,3] = 3 𝑥 14

15𝑎 + 12,9 − 4,3𝑎 = 42 − 12,9


29,1
0,7𝑎 = 10,7

𝑎 = 2,72
Span 80 = 3 – a
= 3 – 2,72

= 0,28 gram

B. Pembahasan

Emulsi adalah suatu zat dispersi dimana fase terdiri dari bulatan-

bulatan kecil zat cair yang distribusikan keseluruh pembawa yang tidak

saling bercampur, atau dengan kata lain emulsi adalah suatu sistem

yang secara termodinamika tidak stabil terdiri dari paling sedikit dua

fase sebagai globul-globul dalam fase cair yang lainnya, sistem ini

dapat distabilkan dengan menggunakan emulgator.

Berdasarkan fase terdispersinya dikenal dua macam emusli,

yaituEmulsi minyak dalam air dan juga emulsi air dalam minyak.

Dimana emulsi minyak dalam air yaitu bila fasa minyak terdispersi di

dalam fase air.Emulsi air dalam minyak sedangkan emulsi air dalam

yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.

Mekanisme kerja emulgator surfaktanyaitumembentuk lapisan

monomolekulersurfaktan yang dapat menstabilkan emulsi bekerja

dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi molekul

atau ion pada permukaan antara minyak/air. Menurut hukum Gibbs

kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi tegangan

permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena


pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah

fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren

yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.

Dalam suatu pembuatan emulsi, pemilihan emulgator adalah hal

yang paling penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan

suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan.

Salah satu emulgator yang aktif dipermukaan adalah menurunkan

tegangan permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film

pada permukaan globul-globul fase terdispersinya.

Aplikasi percobaan kestabilan emulsi ini dalam bidang farmasi

yaitu emulsi yang digunakan sebagai obat yang dapat digunakan

sebagai oral, topical, atau pariental. Emulsi yang bias digunakan

sebagai oral biasanya emulsi yang bertipe air dalam minyak (A/M).

Emulsi semi solid biasa digunakan secara topical dan emulsi yang

biasanya digunakan secara pariental adalah loho-loho krim, salep dan

sebagainya.

Alasan kenapa digunakan tween dan span, karena tween

mempunyai gugus polar yang lebih besar dari pada gugus non polar

sehingga tween ini lebih mengarah ke air. Sedangkan span

mempunyai gugus non polar lebih besar dari pada gugus polarnya

sehingga itu span lebih cenderung ke minyak.

Cara kerja percobaan ini pertama, dicampurkan tween-80

dengan air 80 mL (fase air), dan span-80 dengan parapin cair (fase
minyak) dengan wadah yang berbeda, Dipanaskan kedua sampel

yang telah dicampurkan tadi diatas penangas air, Diukur kenaikan

fase air dengan suhu 700C, dan kenaikan fase minyak (parafin cair)

dengan suhu 750C dengan menggunakan thermometer, Dicampur

kedua sampel antara fase minyak dan fase air, Dibiarkan hingga

dingin kemudian didiamkan selama 5 menit lalu dikocok

kembali.Dilihat hasilnya, apakah emulsi yang dibuat antara minyak

dan air pecah.

Pada HLB 10 hingga 12 tidak terjadi pemisahan fasa pada hari

pertama, begitu juga hari kedua. Hal ini membuktikan bahwa pada

HLB tersebut, terjadi kesetabilan antara dua fase. Sedangkan untuk

HLB butuh 7, 8, 9, 13, dan 14, masing-masing terbentuk creaming

dengan volume yang berbeda-beda.

Dikenal beberapa ketidak stabilan emulsi yaitu flokulasi,

creaming, koalefen, dan demulsifikasi. Flokulasi adalah terjadinya

kelompok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan dalam suatu

emulsi, creaming adalah terbentuknya lapisan-lapisan yang berbeda

konsentrasi dalam suatu emulsi. Koalesen adalah terbentuknya

globul-globul besar dan globul-globul kecil, dan demulsifikasi adalah

proses lanjutan dari koalegen dimana kedua fase terpisah menjadi

dua cairan yang tidak bercampur.

Didalam suatu percobaan biasanya dikenal yang namanya

kesalahan, adapun faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi


dalam percobaan kestabilan emulsi yaitu kesalahan dalam

menghitung jumlah tween-80 dan span-80 dengan HLB butuhnya.

Kesalahan dalam penimbangan bahan, kesalahan dalam

pencampuran bahan, kesalahan dalam memanaskan ataupun

kesalahan dalam mengaduk campuran.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa HLB butuh 10,11

dan 12 emulsi yang paling stabil adalah emulsi dengan HLB 7,8,9, 13,

dan 14 tidak stabil.

B.Saran

Saran saya sebagai praktikan agar dalam melaksanakan

kegiatan yang berhubungan dengan praktikum Farmasi Fisika ini,

supaya para asisten selalu memberikan dukungan kepada kami

sehingga kami dapat mengetahui apa yang seharusnya kami

lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2013 .’’Penuntun Praktikum Farmasi Fisika’’.Makassar :


Universitas Muslim Indonesia.
Ansel C. Howard, 1989, “Penuntun Bentuk Sediaan Farmasi”, Edisi
Empat,UI-press, Jakarta.
Ditjen. POM. 1995. “Farmakope Indonesia Edisi IV”. Departemen
Kesehatan RI : Jakarta

DirJen POM, 1979, “Farmakope IndonesiaEdisi III”, DepKes RI,


Jakarta.
Lachman, 1989., “Teori dan Praktek Farmasi Industri”.UI Press.,
Jakarta
Martin Alfred dkk, 1993, “Farmasi Fisika Edisi II”, UI-press, Jakarta.

Moechtar. 1990. Farmasi Fisika. UGM Press. Yogyakarta

Tim Penyusun, 2005, “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”, Fak.


Farmasi UMI, Makassar.

Hardjadi, 19s93, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia Pestaka,

Jakarta

Sukardjo, 1997, Kimia Fisika I, Universitas Indonesia, Jakarta


Kurva Tween 80 %
45
40
35
30
25
20 Kurva Tween 80 %
15
10
5
0
0 0.5 1 1.5

Kurva Paraffin
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4 Kurva Paraffin
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15

Anda mungkin juga menyukai