fisMatKel5 Deret
fisMatKel5 Deret
DALAM FISIKA
Oleh :
Kelompok V
1. Normadina (8186175008)
2. Shabrina Dzahroh (8186175003)
A. Bilangan Kompleks
Bilangan kompleks didefinisikan sebagai kombinasi linier antara bilangan riil dengan
bilangan imajiner sebagai berikut:
z = a + ib
dengan a merupakan bagian riil dari bilangan kompleks z dan b adalah bagian imajinernya.
Untuk menuliskan masing-masing bagian dinotasikan sebagai:
a = Re(z) , b = Im(z)
dengan z = bilangan kompleks
a = Re(z) = bagian real z
b = Im(z) = bagian imajiner z
Berbeda dengan sistem bilangan riil yang memiliki konsep urutan dimana satu bilangan
dapat lebih besar atau lebih kecil, maka dalam sistem bilangan kompleks konsep tersebut tidak
dikenal.
(Eidi Sihombing)
Bilangan kompleks didefinisikan sebagai kombinasi linier antara bilangan riil dengan bilangan
imajiner sebagai berikut:
z = a + ib
dengan a merupakan bagian riil dari bilangan kompleks z dan b adalah bagian imajinernya.
Untuk menuliskan masing-masing bagian dinotasikan sebagai:
a = Re(z) , b = Im(z)
Berbeda dengan sistem bilangan riil yang memiliki konsep urutan dimana satu bilangan dapat
lebih besar atau lebih kecil, maka dalam sistem bilangan kompleks konsep tersebut tidak dikenal.
(Alatas, 17)
1. Pendahuluan
Anda mungkin akan ingat menggunakan angka imajiner dan kompleks dalam aljabar.
Solusi umum dari persamaan kuadrat.
azn +bz + c (1.1)
untuk z diketahui, diberikan oleh rumus kuadrat
−𝑏±√𝑏 2 −4𝑐
𝑧= (1.2)
2𝑎
Jika diskriminan d = - adalah negatif (b2 4ac), kita harus mengambil akar kuadrat dari angka
negatif untuk menemukan z. Karena hanya nomor non-negatif memiliki akar kuadrat nyata, tidak
mungkin untuk menggunakan (1,2) saat d <0 kecuali kami memperkenalkan jenis baru nomor,
disebut angka imajiner. Kami menggunakan simbol i = √-1 dengan pengertian bahwa I2 = -1.
Kemudian
√−16 = 4i, √−3 = i√3, i3 = −i
adalah nomor imajiner, tapi
i2 = −1, √−2√−8 = i√2 · i√8 = −4, i4n = 1
adalah nyata. Dalam (1.2) kita juga perlu kombinasi bilangan real dan imajiner.
Contoh
Solusi dari 𝑧 2 − 2𝑧 + 2 = 0 adalah
2 ± √4 − 8 2 ± √−4
𝑧= = = 1±𝑖
2 2
Kami menggunakan bilangan kompleks jangka berarti salah satu dari seluruh rangkaian angka,
nyata, khayalan, atau kombinasi dari kedua seperti 1 ± i. Dengan demikian, i + 5, 17i, 4, 3 + i√5
merupakan contoh dari bilangan kompleks.
Setelah jenis baru nomor mengakui ke sistem nomor, kemungkinan menarik terbuka.
Dapat kami lampirkan makna apapun untuk tanda seperti sin i, eiπ, ln (1 + i)? Kami akan lihat
nanti bahwa kita dapat dan bahwa, pada kenyataannya, ekspresi tersebut dapat muncul di
masalah dalam fisika, kimia, dan rekayasa, serta matematika.
Ketika orang pertama kali dianggap mengambil akar kuadrat dari angka negatif, mereka
merasa sangat bingung. Mereka berpikir bahwa angka tersebut tidak bisa memiliki makna atau
hubungan dengan realitas (maka istilah "imajiner"). Mereka pasti tidak akan percaya bahwa
angka-angka baru bisa dari setiap penggunaan praktis. Namun bilangan kompleks yang sangat
penting dalam berbagai bidang terapan; misalnya, insinyur listrik akan, untuk sedikitnya,
menjadi sangat cacat tanpa mereka. Notasi kompleks sering menyederhanakan pengaturan dan
pemecahan masalah getaran dalam sistem baik dinamis atau listrik, dan berguna dalam
memecahkan banyak persamaan diferensial yang timbul dari masalah dalam berbagai cabang
fisika. (Lihat Bab 7 dan 8.) Selain itu, ada bidang yang sangat maju matematika berurusan
dengan fungsi yang kompleks variabel (lihat Bab 14) yang menghasilkan banyak metode yang
berguna untuk memecahkan masalah tentang aliran fluida, elastisitas, mekanika kuantum, dan
lainnya masalah terapan. Hampir setiap bidang baik matematika murni atau diterapkan membuat
beberapa penggunaan bilangan kompleks
(Boas, 46-47)
Tiap-tiap persamaan dengan : azn +bz + c dinamakan persamaan kuadrat, yang akar-akarnya
persamaan adalah:
−𝑏±√𝑏 2 −4𝑐
𝑧= 2𝑎
Jika diskriminan D = (b2 – 4ac)< 0, maka tak ada akar yang real (dua buah akar gabungan
kompleks) dan untuk melukiskan aar-akar ini, maka dinyatakan dengan bilangan khayal
(imajiner) ai dengan a bilangan riel dan i satuan khayal. Dengan nilai bilangan imajiner yaitu
𝑖 = √−1 dan 𝑖 2 = −1.
Contoh;
1. Dengan 𝑖 = √−1 maka;√−16 = 4𝑖, √−3 = 𝑖√3, 𝑖 3 = −𝑖
2. Dengan 𝑖 2 = −1 maka; √−2√−8 = −4
3. Menggunakan rumus persamaan kuadrat maka dapat diselesaikan soal
2±√4−8 2±√−4
𝑧 2 − 2𝑧 + 2 = 0 menjadi 𝑧 = = =1±𝑖
2 2
Contoh;
Jika 𝑐1 = 2 − 3𝑖dan 𝑐2 = −5 + 𝑖, hitunglah:
𝑐
a. 𝑐1 + 𝑐2 b. 𝑐1 − 𝑐2 c. 𝑐1 ∙ 𝑐2 d.𝑐1
2
Penyelesaian;
a. 𝑐1 + 𝑐2 = (2 − 3𝑖) + (−5 + 𝑖) = −3 − 2𝑖
b. 𝑐1 − 𝑐2 = (2 − 3𝑖) − (−5 + 𝑖) = 7 − 4𝑖
c. 𝑐1 ∙ 𝑐2 = (2 − 3𝑖)(−5 + 𝑖) = −7 + 17𝑖
𝑐 (2−3𝑖) −(1+𝑖)
d. 𝑐1 = =
2 −5+𝑖 2
Gambar 3.1
Ketika sejumlah kompleks ditulis dalam bentuk x + iy, kita mengatakan bahwa itu adalah dalam
bentuk persegi panjang karena x dan y adalah koordinat persegi panjang dari titik mewakili
jumlah dalam bidang kompleks. Dalam geometri analitik, kita dapat menemukan titik dengan
memberikan koordinat kutub (r, θ) bukan koordinat persegi panjang (x, y). Ada cara yang sesuai
untuk menulis sejumlah kompleks. Pada Gambar 3.2,
𝑥 = 𝑟𝑐𝑜𝑠𝜃
(3.1)
𝑦 = 𝑟𝑠𝑖𝑛𝜃
Kemudian kita mempunyai
Gambar 3.2
𝑥 + 𝑖𝑦 = 𝑟𝑐𝑜𝑠𝜃 + 𝑖𝑟𝑠𝑖𝑛𝜃 = 𝑟(𝑐𝑜𝑠𝜃 + 𝑖𝑠𝑖𝑛𝜃) (3.2)
Ekspresi terakhir ini disebut bentuk polar dari bilangan kompleks. Seperti yang akan kita lihat
(Bagian 9 sampai 16), ekspresi (cos θ + i sin θ) dapat ditulis sebagai eiθ, sehingga cara mudah
untuk menulis bentuk polar dari sejumlah kompleks
𝑥 + 𝑖𝑦 = 𝑟(𝑐𝑜𝑠𝜃 + 𝑖𝑠𝑖𝑛𝜃) = 𝑟𝑒 𝑖𝜃 (3.3)
Bentuk reiθ polar dari nomor yang kompleks sering sederhana untuk digunakan dibandingkan
bentuk persegi panjang
Contoh
Dalam Gambar 3.3 titik A bisa diberi label sebagai (1, √3) atau
sebagai 1 + i√3. Demikian pula, dengan menggunakan
koordinat polar, titik A dapat diberi label dengan nya (r, θ) nilai
sebagai (2, π/3). Perhatikan bahwa r selalu diambil positif.
𝜋
Menggunakan (3.3) kita memiliki 1 + 𝑖√3 = 2 (𝑐𝑜𝑠 2 +
𝜋
𝑖𝑠𝑖𝑛 3 ) = 2𝑒 𝑖𝜋/3 . Hal ini memberikan dua cara untuk label titik
x,y
x
0
C(−1,−1) B(1,−1)
Untuk menentukan representasinya dalam bentuk polar, maka terlebih dahulu kita cari modulus
masing-masing titik serta argumennya. Berdasarkan persamaan diperoleh untuk bilangan A = 1+
1 𝜋
i misalnya, |𝐴| = √12 + 12 = √2 dan arg 𝐴 = 𝑎𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 1 = ,sehingga dengan demikian
4
𝜋
representasinya dalam bentuk polar diberikan oleh 𝐴(√2, 4 ). Dengan cara yang sama diperoleh
𝜋 𝜋 3𝜋
untuk bilangan yang lainnya 𝐵√2, 7 4 , 𝐶(√2, 5 4 dan 𝐷(√2, ).
4
(Edi Sihombing)
Contoh
Menulis z = -1-i dalam bentuk polar. Di sini kita memiliki x = -1, y = -1, r
= √2 (Gambar 4.1). Ada jumlah tak terbatas nilai θ,
5𝜋
𝜃= + 2𝑛𝜋 (4.3)
4
mereka negatif satu sama lain. Jika kita menulis z = r (cos θ + i sin θ), maka
𝑧̅ = 𝑟[𝑐𝑜𝑠(−𝜃) + 𝑖𝑠𝑖𝑛(−𝜃)] = 𝑟(𝑐𝑜𝑠𝜃 − 𝑠𝑖𝑛𝜃) = 𝑟𝑒 −𝑖𝜃 (4.4)
Modulus
Jika z = x + yi adalah bilangan kompleks, maka modulus z yang dikembangkan dengan
|𝑐| = √𝑐𝑐 ∗ (4.6)
|𝑐| = √(𝑎 + 𝑖𝑏)(𝑎 − 𝑖𝑏) = √𝑎2 + 𝑏 2 (4.7)
(Eidi Sihombing)
5. Aljabar Kompleks
A. Menyederhanakan ke bentuk x + iy
Setiap nomor yang kompleks dapat ditulis dalam bentuk persegi panjang x + iy. Untuk
menambah, mengurangi, dan kalikan bilangan kompleks, ingat bahwa mereka mengikuti aturan
biasa aljabar dan i2 yang = -1
Contoh 1.
(1 + 𝑖)𝟐 = 1 + 2𝑖 + 𝑖 2 = 1 + 2𝑖 − 1 = 2𝑖
Untuk membagi satu nomor yang kompleks dengan yang lain, pertama menulis quotient sebagai
pecahan. Kemudian mengurangi fraksi untuk bentuk persegi panjang dengan mengalikan
pembilang dan penyebut dengan konjugat dari penyebut; ini membuat denominator nyata.
Contoh 2.
2 + 𝑖 2 + 𝑖 3 + 𝑖 6 + 5𝑖 + 𝑖 2 5 + 5𝑖 1 1
= ∙ = = = + 𝑖.
3−𝑖 3−𝑖 3+𝑖 9 − 𝑖2 10 2 2
Ada kalanya lebih mudah untuk mengalikan atau membagi bilangan kompleks dalam bentuk
polar.
Contoh 3.
Untuk menemukan (1 + i) 2 dalam bentuk polar, pertama kita sketsa (atau gambar mental) titik
eiπ / 4
(1, 1). Dari Gambar 5.1, kita melihat bahwa r = √2, dan θ = π / 4, jadi (1 + i) = √2 .
Kemudian dari Gambar 5.2 kita menemukan hasil yang sama seperti pada Contoh 1.
2
(1 + 𝑖)2 = (√2𝑒 𝑖𝜋/4 ) = 2𝑒 𝑖𝜋/2 = 2𝑖
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Contoh 4.
Menulis 1/[2 (cos20◦ + i sin20◦] dalam ln x + iy. Sejak 20◦ = π / 9 radian,
1 1 1
= = = 0.5𝑒 −𝑖𝜋/9
2(𝑐𝑜𝑠200 + 𝑖𝑠𝑖𝑛200 ) 2(𝑐𝑜𝑠𝜋/9 + 𝑖𝑠𝑖𝑛𝜋/9) 2𝑒 𝑖𝜋/9
= 0.5(𝑐𝑜𝑠𝜋/9 − 𝑖𝑠𝑖𝑛𝜋/9) = 0.47 − 0.17𝑖
oleh kalkulator dalam mode radian. Kami memperoleh hasil yang sama meninggalkan sudut
dalam derajat dan menggunakan kalkulator dalam mode : 0.5 (cos20◦ - i sin20◦) = 0,47 - 0.17i.
(Boas, 51-52)
B. Kompleks Conjugate dari Expression kompleks
Sangat mudah untuk melihat bahwa konjugat dari jumlah dari dua bilangan kompleks adalah
jumlah dari konjugat dari nomor. Jika
Contoh
2−3𝑖 2+3𝑖
Jika 𝑧 = , 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑧̅ = −𝑖+4
𝑖+4
Tetapi jika z = f + ig, dimana f dan g itu sendiri kompleks, maka konjugat kompleks z adalah
𝑧̅ = 𝑓 ̅ − 𝑖𝑔̅ (tidak f - ig).
D. Persamaan kompleks
Dalam bekerja dengan persamaan yang melibatkan jumlah yang kompleks, kita harus
selalu ingat bahwa sejumlah kompleks sebenarnya sepasang bilangan real. Dua bilangan
kompleks adalah sama jika dan hanya jika bagian riil mereka adalah sama dan bagian imajiner
mereka adalah sama. Misalnya, x + iy = 2 + 3i berarti x = 2 dan y = 3. Dengan kata lain, setiap
persamaan yang melibatkan bilangan kompleks adalah benar-benar dua persamaan yang
melibatkan bilangan real.
Contoh
Menemukan x dan y jika
(𝑥 + 𝑖𝑦)2 = 2𝑖 (5.2)
Karena (x + iy)2 = x2 + 2ixy - y2, (5.2) adalah setara dengan dua persamaan nyata
x2 − y2 = 0,
2xy = 2.
Dari y2 persamaan pertama = x2, kita menemukan y = x atau y = -x. Mengganti ini ke persamaan
kedua memberikan
2x2 = 2 atau − 2x2 = 2.
Karena x adalah nyata, x2 tidak bisa negatif. Jadi kita hanya menemukan
x2 = 1 dan y = x,
dengan x = y = 1 dan x = y = −1.
(Boas, 51-54)
Contoh 1.
Cari pemecahan persamaan kompleks z2= 1 dengan z = x + iy .Nyatakan persamaan tersebut
dalam variabel riil x dan y sebagai berikut: (x + iy)2= 1.
Selanjutnya dijabarkan persamaan tersebut menjadi: x2+ 2ixy − y2= 1, sehingga di peroleh
persamaan untuk bagian riil dan imajinernya masing-masing (i) x2− y2= 1 dan (ii) 2xy = 0 . Dari
persamaan (ii) jika x = 0 maka dari persamaan (i) diperoleh y2= −1 dan karena y seharusnya
merupakan bilangan riil, maka hasil ini bukan pemecahanpersamaan yang ditinjau. Jika y = 0 ,
maka diperoleh x2= 1 yang memberikan nilai riil bagi variabel x . Dengan demikian pemecahan
persamaan tersebut adalah {x = ±1, y = 0} atau z = ±1.
Jika sebuah persamaan kompleks yang memberikan hanya satu persamaan riil atau f (z) =
C dimana z = x + iy , dengan f (z) dan C masing-masing berharga riil, maka sistem persamaan
tersebut akan memberikan pemecahan dalam variabel x dan y yang saling tergantung, sehingga
menggambarkan suatu kurva dalam bidang x − y tersebut.
Contoh 2.
Tentukan kurva yang terkait dengan persamaan z 3 1 . Ungkapan persamaan tersebut dalam
persamaan lingkaran (x − 3)2+ y2= 1 dengan titik pusat di (3, 0) dan berjari-jari 1.
(Edi Sihombing)
E. Grafik
Menggunakan representasi grafis dari jumlah z kompleks sebagai titik (x, y) di bidang, kita bisa
memberi arti geometris untuk persamaan dan pertidaksamaan melibatkan z.
Contoh 1.
Apa kurva terdiri dari titik-titik pada bidang (x, y) yang memenuhi persamaan | z | = 3?
Karena |𝑧| = √𝑥 2 + 𝑦 2 = 3 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 2 + 𝑦 2 = 9
Jadi | z | = 3 adalah persamaan lingkaran dengan jari-jari 3 dengan pusat pada titik asal. Seperti
persamaan mungkin menggambarkan, misalnya, jalan elektron atau dari satelit. (Lihat Bagian F
di bawah.)
Contoh 2.
(A) | z - 1 | = 2. Ini adalah lingkaran (x - 1)2 + y2 = 4.
(B) | z - 1 | ≤ 2. Ini adalah disk yang batas adalah lingkaran dalam (a).
Perhatikan bahwa kita menggunakan "lingkaran" berarti kurva dan "disk" berarti suatu daerah.
Interior disk diberikan oleh | z - 1 | <2.
Contoh 3.
(Sudut z) = π / 4. Ini adalah y setengah-line = x dengan x> 0; mungkin ini jalan dari sinar cahaya
mulai dari asal.
Contoh 4.
Re z> 1 2. ini adalah setengah-bidang x> 1 2.
F. Aplikasi Fisika
Masalah dalam fisika serta geometri mungkin sering disederhanakan dengan menggunakan satu
persamaan yang kompleks, bukan dua persamaan yang nyata. Lihat contoh berikut dan juga
Bagian 16.
Contoh
Sebuah partikel bergerak di (x, y) bidang sehingga posisinya (x, y) sebagai fungsi waktu t
diberikan oleh
𝑖 + 2𝑡
𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 =
𝑡−𝑖
Cari besaran kecepatan dan percepatan sebagai fungsi dari t.
Kita bisa menulis z dalam bentuk iy x + dan menemukan x dan y sebagai fungsi dari t.
Hal ini lebih mudah untuk melakukan masalah sebagai berikut. Kami mendefinisikan kecepatan
kompleks dan percepatan kompleks dengan
𝑑𝑧 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑2 𝑧 𝑑2𝑥 𝑑2𝑦
= +𝑖 𝑑𝑎𝑛 2 = 2 + 𝑖 2 .
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
Maka besarnya v dari kecepatan adalah 𝑣 = √(𝑑𝑥/𝑑𝑡)2 + (𝑑𝑦/𝑑𝑡)2 = |𝑑𝑧/𝑑𝑡| dan juga
besarnya sebuah akselerasi adalah 𝑎 = |𝑑 2 𝑧/𝑑𝑡 2 |. Dengan demikian kita memiliki
𝑑𝑧 2(𝑡 − 𝑖) − (𝑖 + 2𝑡) −3𝑖
= 2
=
𝑑𝑡 (𝑡 − 𝑖) (𝑡 − 𝑖)2
𝑑𝑧 −3𝑖 +3𝑖 3
𝑣=| |=√ 2
∙ 2
=
𝑑𝑡 (𝑡 − 𝑖) (𝑡 + 𝑖) (𝑡 + 𝑖)2
𝑑2 𝑧 (−3𝑖)(−2) 6𝑖
= =
𝑑𝑡 2 (𝑡 − 𝑖)3 (𝑡 − 𝑖)3
𝑑2𝑧 6𝑖
𝑎=| 2
|=
𝑑𝑡 (𝑡 − 𝑖)3/2
Perhatikan dengan seksama bahwa semua kuantitas fisik (x, y, v, dan a) adalah nyata; ekspresi
kompleks digunakan hanya untuk kenyamanan dalam perhitungan.
(Boas, 54 – 56)
Contoh 2.
Tes untuk konvergensi ∑∞ 𝑛
1 𝑖 /√𝑛. . Berikut tes rasio memberikan 1 jadi kami harus mencoba tes
Pastikan bahwa kedua deret ini memenuhi tes bolak deret untuk konvergensi. Dengan demikian,
deret asli converges.and bagian imajiner dari deret adalah
(Boas, 56 – 57)
Mari kita menggunakan tes rasio untuk menemukan untuk apa z deret ini benar-benar konvergen.
Untuk (7.2ah), kita memiliki
𝑧∙𝑛
𝜌 = lim | | = |𝑧|
𝑛→∞ 𝑛 + 1
deret tersebut konvergen jika ρ <1, yaitu, jika | z | <1, atau √𝑥 2 + 𝑦 2 . ini
adalah interior disk dari radius 1 dengan pusat di asal dalam bidang kompleks.
Disk ini disebut disk konvergensi dari seri terbatas dan jari-jari disk disebut
radius konvergensi. Disk konvergensi menggantikan interval konvergensi
yang telah kami untuk seri nyata. Bahkan (lihat Gambar 7.1), interval Gambar 7.1
konvergensi untuk deret ∑(−𝑥)𝑛 /𝑛 hanya interval (-1,1) pada sumbu x terkandung dalam disk
konvergensi ∑(−𝑧)𝑛 /𝑛, karena itu harus karena x adalah nilai z ketika y = 0. Untuk alasan ini
kadang-kadang kita berbicara tentang radius konvergensi dari deret pangkat meskipun kita
sedang mempertimbangkan hanya nilai-nilai nyata z. (Juga lihat Bab 14, Persamaan (2.5) dan
(2.6) dan Gambar 2.4.)
Berikutnya pertimbangkan deret (7.2b); di sini kita memiliki
(𝑖𝑧)𝑛+1 (𝑖𝑧)𝑛 𝑖𝑧
𝜌 = lim | ÷ | = lim | |=0
𝑛→∞ (𝑛 + 1)! 𝑛! 𝑛→∞ 𝑛 + 1
Ini adalah contoh dari serangkaian yang konvergen untuk semua nilai z.
Untuk deret (7.2c), kita memiliki
(𝑧 + 1 − 𝑖) 𝑛2 𝑧+1−𝑖
𝜌 = lim | ÷ 2
|=| |
𝑛→∞ 3 (𝑛 + 1) 3
Kemudian, deret konvergen dari Gambar 7.2
Contoh
Menemukan disk konvergensi dari seri Maclaurin untuk (sin z) / [z (1 + z2)].
Kita akan segera melihat bahwa seri untuk sin z memiliki bentuk yang sama seperti seri nyata
untuk sin x di Bab 1. Menggunakan fakta ini kita menemukan (Soal 17)
𝑠𝑖𝑛 𝑧 7𝑧 2 47𝑧 4 5923𝑧 6
= 1 − + − +⋯
𝑧(1 + 𝑧 2 ) 6 40 5040
Dari (7.3) kita tidak dapat menemukan radius konvergensi, tapi mari kita gunakan teorema di
atas. Biarkan seri pembilang menjadi (sin z) / z. Dengan uji rasio, seri untuk (dosa z) / z
konvergen untuk semua z (jika Anda suka, r1 = ∞). Tidak ada r2 karena penyebut bukan
merupakan seri terbatas. Denominator 1 + z2 adalah nol ketika z = ± i, sehingga s = 1. Kemudian
seri (7.3) konvergen dalam disk dari radius 1 dengan pusat pada titik asal.
(Boas, 58 – 59)
Contoh
𝑧 2 +1
Jika 𝑓(𝑧) = , kita menemukan 𝑓(𝑖 − 𝑧) dengan mengganti z = i – 2
𝑧−3
(𝑖 − 2)2 + 1 −4𝑖 + 4 −𝑖 − 5 8𝑖 − 12
𝑓 (𝑖 − 2) = = ∙ =
𝑖−2−3 𝑖 − 5 −𝑖 − 5 13
Selanjutnya kita ingin menyelidiki arti yang mungkin dari fungsi lain dari bilangan kompleks.
Kita harus ingin mendefinisikan ekspresi seperti ez atau Sinz sehingga mereka akan mematuhi
hukum yang akrab kita tahu ekspresi nyata yang sesuai [misalnya, sin 2x = 2 sinx cos x, atau (d /
dx) ex = ex]. Kita harus, untuk konsistensi, menentukan fungsi dari bilangan kompleks sehingga
setiap persamaan yang melibatkan mereka mengurangi untuk memperbaiki persamaan nyata
ketika z = x + iy menjadi z = x, yaitu ketika y = 0 persyaratan ini akan terpenuhi jika kita
mendefinisikan ez dengan deret pangkat
𝑧𝑛 𝑧2 𝑧3
𝑒 𝑥 = ∑∞
0 𝑛! = 1 + 𝑧 + + +⋯ (8.1)
2! 3!
Deret ini konvergen untuk semua nilai bilangan kompleks z (Soal 7.1) dan oleh karena itu
memberi kita nilai ez untuk z apapun. Jika kita menempatkan z = x (x nyata), kita mendapatkan
deret akrab untuk ez. Sangat mudah untuk menunjukkan, dengan mengalikan seri (Soal 1), yang
𝑒 𝑧1 . 𝑒 𝑧2 = 𝑒 𝑧1 +𝑧2 (8.2)
Dalam Bab 14 kita akan membahas secara detail makna derivatif sehubungan dengan z
kompleks. Namun, bernilai sementara bagi Anda untuk mengetahui bahwa (d / dz) zn = nzn-1, dan
bahwa, pada kenyataannya, yang lain diferensiasi dan integrasi formula yang Anda kenal dari
kalkulus dasar tahan juga dengan x diganti dengan z. Anda dapat memverifikasi bahwa (d/dz) ez
= ez ketika ez didefinisikan oleh (8.1) dengan membedakan (8.1) jangka dengan istilah (Soal 2).
Hal ini dapat menunjukkan bahwa (8.1) adalah satu-satunya definisi ez yang mempertahankan
formula ini akrab. Kita sekarang ingin mempertimbangkan konsekuensi dari definisi ini.
(Boas, 60 - 61)
9. Formula Euler’s
Untuk θ nyata, kita tahu dari Bab 1deret daya untuk sin θ dan cos θ:
𝜃3 𝜃5
𝑠𝑖𝑛𝜃 = 𝜃 − + −⋯,
3! 5!
𝜃2 𝜃4
(9.1)
cos 𝜃 = 1 − + −⋯,
2! 4!
Dari definisi kita (8.1), kita dapat menulis deret untuk e berkuasa apapun, nyata atau imajiner.
Kami menulis deret untuk eiθ, di mana θ adalah nyata:
(𝑖𝜃)2 (𝑖𝜃)3 (𝑖𝜃)4 (𝑖𝜃)5
𝑒 𝑖𝜃 = 1 + 𝑖𝜃 + + + + +⋯
2! 3! 4! 5!
𝜃2 𝜃3 𝜃4 (𝑖𝜃)5
= 1 + 𝑖𝜃 − −𝑖 + + +⋯
2! 3! 4! 5!
𝜃2 𝜃4 𝜃3 𝜃5
(9.2)
=1− + + ⋯ + 𝑖 (𝜃 − + ⋯)
2! 4! 3! 5!
(The penataan istilah dibenarkan karena deret ini benar-benar konvergen.) Sekarang bandingkan
(9.1) dan (9.2); baris terakhir di (9,2) hanya cos θ + i sin θ. Kami kemudian memiliki hasil yang
sangat berguna kami diperkenalkan dalam Bagian 3, yang dikenal sebagai rumus Euler:
𝑒 𝑖𝜃 = 𝑐𝑜𝑠𝜃 + 𝑖𝑠𝑖𝑛𝜃 (9.3)
Dengan demikian kita telah dibenarkan menulis sejumlah kompleks seperti yang kita lakukan di
(4,1), yaitu
𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 = 𝑟(𝑐𝑜𝑠𝜃 + 𝑖𝑠𝑖𝑛𝜃) = 𝑟𝑒 𝑖𝜃 (9.4)
Berikut adalah beberapa contoh penggunaan (9,3) dan (9,4). Masalah-masalah ini dapat
dilakukan dengan sangat cepat grafis atau hanya dengan membayangkan mereka dalam pikiran
Anda.
Contoh
Evaluasi (1 + i)2 / (1 - i). Dari Gambar 5.1 kita memiliki 1 + i = √2 eiπ / 4.
Kita plot 1 - i pada Gambar 9.5 dan menemukan r = √2, θ = -π / 4 (atau +
7π / 4), jadi 1 - i = √2 e-iπ / 4. Kemudian
𝑖𝜋 𝑖𝜋
(1 + 𝑖)2 (√2𝑒 4 )2 (2𝑒 2 )
= 𝑖𝜋
= 𝑖𝜋
= √2𝑒 3𝑖𝜋/4
1−𝑖 − − Gambar 9.5
√2𝑒 4 √2𝑒 4
Dari Gambar 9.6, kita menemukan x = -1, y = 1, so
(1 + 𝑖)2
= 𝑥 + 𝑖𝑦 = −1 + 𝑖
1−𝑖
Kita bisa menggunakan derajat dalam masalah ini. Dengan (9.6), kita
Gambar 9.6
menemukan bahwa sudut (1 + i) 2 / (1 - i) adalah 2 (45◦) - (- 45◦) = 135◦ seperti pada Gambar
9.6.
(Boas, 61 – 63)
Menggunakan atuan (9.6) untuk perkalian dan pembagian bilangan kompleks, kita
peroleh:
z n re i r n e in
n
(10.1)
Untuk setiap integral n. Dalam arti, untuk mendapatkan pangkat n dari bilangan kompleks, kita
mengambil pangkat n dari modulus dan kalikan sudut oleh n. Kasus r = 1 adalah kepentingan
tertentu. Kemudian (10.1) menjadi teorema DeMoivre ini:
e cos i sin
i n n
cos n in sin (10.2)
Kalian dapat menggunakan rumus ini untuk mencari penyelesaian untuk sin 2 , cos 2 , sin 3 ,
dan lain-lain. Akar n dari z, z 1 n , berarti sejumlah kompleks yang pangkat n adalah z. Dari (10.1)
Anda dapat melihat bahwa ini adalah.
z
1
n
re i
1
n
1
r n e i
1
n
n r cos i sin (10.3)
n n
Contoh:
25
i 25 i
Dimana w=cos z, untuk setiap bilangan kompleks z, persamaan (12.1) memberikan bilangan
kompleks w. Dimana yang diketahui invers cos adalah arcos
z = arcos w jika w=cos z (12.2)
berhubungan dengan bilangan riil, bahwa sin x tidak pernah lebih besar. Tetapi tidak untuk sin z
dan cos z dengan z bilangan kompleks.
Dimana w=cos z, untuk setiap bilangan kompleks z, persamaan (15.1) memberikan bilangan
kompleks w. Dimana yang diketahui invers cos adalah arcos
z = arcos w jika w=cos z (15.2)
berhubungan dengan bilangan riil, bahwa sin x tidak pernah lebih besar. Tetapi tidak untuk sin z
dan cos z dengan z bilangan kompleks.
dz dz dz 3i 3i 3
v
dt dt dt t i t i
2 2
t 1
2
Sedangkan
d 2z 6i
dt 2
t i 3
d 2z 6
Sehingga a
dt 2
t2 1
32
Melalui perumusan Euler, yakni dengan memanfaatkan kenyataan bahwa fungsi sinusoidal sin
nδ adalah bagian imajiner dari eksponensial kompleks einδ , maka deret pada persamaan diatas
N
tidak lain merupakan bagian imajiner dari deret: e in . Deret ini tidak lain merupakan deret
n 1
N
geometri bx
n 1
n
yaitu dengan b = 1 dan x = eiδ . Telah diketahui pula jumlah yang konvergen
1 e i
Ungkapan 1−eiNδdapat disederhanakan dengan menuliskan 1 e iN e iN 2 e iN 2 e iN 2
N
, kemudian diperoleh 1 e i 2ie iN 2 sin Dengan cara yang persis sama juga diperoleh
2
1 e i 2ie i 2 sin Substitusikan kedua hubungan dan diperoleh:
2
e iN 2 sin N 2 sin N 2
e i N 1 2
e i 2 sin 2 sin 2
Karena yang kita cari adalah bagian imajiner, maka hasil diperoleh adalah:
N
N 1 sin N 2
sin n sin sin 2
n 1 2
Untuk memplotkan solusi tersebut dalam sistem bilangan riil,dapat mengambil bagian
riilnya atau bagian imajinernya saja, karena keduanya secara prinsip menggambarkan keadaan
yang sama.
Jika bahan yang kita tinjau merupakan bahan yang dapat menyerap gelombang tersebut
sehingga terjadi atenuasi (pelemahan) atau bahan yang absorptif, maka kita dapat melakukan
modifikasi pada persamaan Helmholtz dengan memasukkan indeks bias bahan dalam bentuk
kompleks sebagai berikut:
n = n0+ ina
dengannaadalah bagian imajiner indeks bias yang terkait dengan atenuasi gelombang.
Berdasarkan model ini, akan didapatkan bahwa :
E x E 0 e k a x e ik0 x
Terlihat bahwa suku e−kax, dengan ka na c , adalah bagian yang bertanggung jawab atas
peristiwa atenuasi tersebut. Untuk menggambarkannya dalam system bilangan riil seperti
ditunjukkan pada gambar dibawah, kita dapat mengambil, misal, bagian riilnya saja:
Re E x E0 e ka x cos k 0 x
k
0
m
Tetapan 0 adalah frekuensi sudut alamiah osilator yang tak teredam. Untuk menyelesaikan
persamaan di atas, dilakukan substitusi
x e t
sehingga diperoleh persamaan kuadrat dalam :
2 2 0 2 0
Penyelesaian persamaan di atas adalah
1 2 0 2
Dan
2 2 0 2
Jika 2 0
2
, diperoleh dua penyelesaian yang saling bebas. Penyelesaian umumnya
berbentuk
x c1e1t c2 e2t 2 0 2
Penyelesaian ini dinamakan teredam lewat (overdamped). Penyelesaian di atas akan
unik jika koordinat dan kecepatan partikel pada suatu t tertentu diketahui, yang dapat
diambil untuk t = 0. Jadi tetapan c1 dan c2 dapat ditentukan melalui persamaan-persamaan
x0 c1 c2
Dan
v0 1c1 2 c2
Jika
2 0 2 maka
x c1 c2 t exp t
Penyelesaian di atas dinamakan dengan teredam kritis (critical damped).
Adapun untuk redaman yang kecil, sehingga 2 0 , bentuk didalam akar menjadi
2
1 0 2 2
Penyelesaian umum untuk kasus ini adalah
x exp t c1 exp i1t c2 exp i1t
Bentuk di atas dapat diolah menjadi
x exp t a1 sin 1t a2 cos1t
Dengan
a1 ic1 c2 dan a2 c1 c2
Karena x real, c1 dan c2 adalah bilangan kompleks yang dihubungkan melalui persamaan
c 2 c1
Tetapan a1 dan a2 bernilai real. Bentuk lain penyelesaian di atas adalah
x A exp t cos1t
a1
A a1 a2 dan tan
2 2
a2
Optika
Dalam optik, orang sering menggabungkan sejumlah gelombang cahaya (yang dapat
diwakili oleh fungsi sinus) Misalkan terdapat n gelombang yang dapat dituliskan sebagai
sin t , sin t , sin t 2 ,......, sin t n 1
Jika orang ingin menjumlahkan seluruh gelombang tersebut,langkah termudah adalah
dengan menyatakan fungsi sinus tersebut sebagai bagian imaginer dari suatu bilngan
kompleks, sehingga n gelombang tersebut dapat dinyatakan sebagai bagian imaginer dari
deret bilangan kompleks berikut :
e it e it e it 2 ..... e it n 1
Deret di atas adalah deret geometri dengan suku pertama e it dan rasio e i . Dengan
menggunakan rumus jumlah untuk n suku pertama deret geometri :
Sn
a 1 rn
1 r
denganadan r berturut-turut suku pertama dan rasio deret, deret bilangan kompleks di atas
dapat dinyatakan sebagai
e it 1 e in
1 e i
Dengan menggunakan bentuk
i e in e in 2 e in 2 e ini 2 2ie in 2 sin n 2
Dan
1 e i e i 2 e i 2 e i 2
2ie i 2
sin 2
maka jumlah deret di atas dapat dituliskan
sin n 2
e i t n 1 2
sin 2
Akhirnya dengan mengambil bagian imaginer hasil di atas, diperoleh jumlah deret sinus
sebagai
n
n 1
sin
sin t 2
sin
2
2
Gelombang Harmonik
Misalkan kita ingin mengetahui jumlah dari sekelompok gelombang.
S sin x0 sin x x0 sin 2 x x0 sin 3x x0 ...... sin Nx x0
Sulit untuk memperoleh bentuk terdekatnya karena ada banyak hubungan satu tidak bisa
menggabungkan hubungan tanpa menggunakan identitas trigonometri. Bagaimana jika
menulis S Im S1 dimana
S1 e ix0 e i x x0 e i 2 x x0 ..... e i Nx x0
S 1 e ix0 1 z z 2 z 3 ..... z N
Dimana z e ix . Hubungan pada kurung persegi merupakan deret geometri, dengan jumlah
1 z 1 z Jadi diperoleh bentuk pernyataan yang mendekati, yaitu:
N 1
ix0 1 e iNx
S Im e
1 e ix
Z R 2 X L X C
2
Dengan
X L L
1
Dan X C
C
berturut-turut adalah reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif. Nilai Z akan minimum jika
X L X C
Yang berarti
1
LC
Keadaan ini disebut dengan keadaan resonansi.Pada keadaan ini bentuk Z tidak
mengandung bagian kompleks.
DERET
Deret merupakan suatu bilangan yang tersusun di dalam bentuk penjumlahan dari banyak
bilangan (tak hingga). Ada deret yang mempunyai nilai terbatas dan ada juga yang mempunyai
nilai tak hingga. Bilangan penyusun deret dapat berupa rumus tertentu juga ada berupa bilangan
yang tidak dapat dirumuskan.
Contoh
1 1 1
1+2+ + + ….
3 4
Dalam banyak bentuk, deret dapat dirumuskan ke dalam suatu bentuk perulangan
(looping) yang bergantung pada suatu nilai variabel yang membesar ketika berulang. Seperti
contoh diatas, dapat dilihat penyebut dari bilangan penyyusunannya membesar dengan beda satu,
artinya setiap perulangan bilangan penyusunannya (penyebutnya) ditambah satu. Untuk
merumuskan deret di atas dapat digunakan variabel n yang membesar dengan beda satu,
digunakan sebagai penyebut bilangan penyusun deret, dan operasi penjumlahan digunakan
dengan notasi ∑∞
n=1 atau sigma yang artinya perulangan n dimulai dari satu sampai tak hingga.
Tinjaulah sebuah bola yang dilepaskan jatuh menumbuk sebuah lantai datar tegar. Bila
ketinggian bola cukup tinggi. Ia akan terpantul berulang kali dari lantai keudara dengan
ketinggian yang semakin rendah hingga pada akhirnya berhenti dilantai. Andaikan bola
dijatuhkan dari ketinggian 1m, dan ketinggian yang dicapainya setelah terpantul adalah 2⁄3 kali
ketinggian sebelumnya. Maka ketinggian pencapaiannya berturut-turut adalah :
2 4 8
1, , ,
3 9 27
Jadi, jarak total yang ditempuh bola adalah jumlah tinggi awal kelereng 1 m, ditambah 2 kali
jumlah semua tinggi berikutnya (karena kelereng menempuh lintasan bolak-balik yang sama
panjang), yaitu :
2 4 8 2 4 8
1 2 2 2 ..... = 1 2 ....
3 8 27 3 8 27
Menghitung jumlah bilangan tak terhingga banyaknya ini secara pasti tidaklah mudah, tetapi
intuisi dan pengalaman menyatakan bahwa jumlahnya menuju suatu nilai berhingga.
Pernyataan jumlah bilangan yang dimulai dari suku kedua pers. (1.2) yakni :
2 4 8
........
3 8 27
Memperlihatkan suatu pola yang teratur dalam mana suku-sukunya, mulai dari suku kedua,
besarnya adalah 2⁄3 kali suku sebelumnya. Jumlah bilangan seperti pada pers. (1.3) diatas
adalah contoh pernyataan matematik yang disebut deret tak hingga. (penambahan kata tak
hingga bertujuan menekankan bahwa bilangan-bilangan yang dijumlahkan itu tak berhingga
banyaknya).
1.2 Deret ukur/Geometri
Deret Geometri disebut deret ukur dengan a suku awal dan r pembanding.
𝑎 + 𝑎𝑟 + 𝑎𝑟 2 + 𝑎𝑟 𝑛−1 + … = lim 𝑎𝑟 𝑛−1 , r > 0
𝑛→1
Penyelesaian:
3 3 3 3 3
0,3333 … … … … = + + + + + … ..
10 100 1000 10000 100000
3 3
3 1 10 10 3 10 1
𝑎 = 10 dan 𝑟 = 10 maka Sn = 1 = 9 = . =
(1− ) ( ) 10 9 3
10 10
Contoh 2
Tuliskan bilangan desimal 0.785714285714..... ini dalam bentuk pecahan dan hitung jumlah
𝑎
deret geometri dengan rumus : 𝑆𝑛 = (1−𝑟)
Penyelesaian:
1 1 1 1 1 n+1
-1/2 Sn = - [2 + + + 16 … + (2) + …] +
4 8
1 n+1
½ Sn = 1 - (2)
S = lim Sn = 2
n→∞
Oleh karena nilai S dapat dihitung dan bernilai batas maka deret tersebut dinamakan deret
konvergen. Jika S tidak dapat dihitung atau bernilai tak hingga maka deretnya dinamakan deret
divergen. Suatu barisan (Sn) dikatakan konvergen ke suatu bilangan hingga s jika berlaku
lim Sn = s. Artinya : untuk sembarang bilangan positif ϵ kecil, ada bilangan bulat positif m,
n→∞
sedemikian sehingga untuk n > m, maka |s − sn| < ∈ Sn mempunyai limit disebut barisan
konvergen, tapi jika baris tak mempunyai limit maka barisan disebut divergen.Suatu barisan (Sn)
dikatakan divergen ke ∞ atau lim Sn = ∞ jika untuk sembarang bilangan positif m bagaimana
n→∞
besarnya, selalu ada bilangan positif m, sedemikian sehingga untuk n > maka |Sn| > m atau jika
Sn > m, lim Sn = + ∞ dan lim Sn = − ∞
n→+∞ n→−∞
Sifat 2: Jika suku ke-n dari deret tidak menuju 0 maka deret itu divergen
Bukti :
Jika ∑ 𝑎𝑛 konvergen lim 𝑆𝑛 = 0
𝑛→∞
0). Hal ini bertentangan dengan pengandaian bahwa lim 𝑆𝑛 ≠ 0 jadi pengandaian salah.
𝑛→∞
Sifat 3: Mengalikan semua suku-suku suatu deret dengan suatu bilangan konstanta yang tidak
sama dengan nol, tidak akan mengubah konvergensi.
Suatu deret dapat dikatakan konvergen bila telah diujji dengan beberapa jenis uji yang dapat
memberikan kepastian tentang sifat konvergen. Ada beberapa jennis uji konvergensi bagi deret,
diantaranya:
a. Uji Awal (Preliminary Test)
Uji ini dilakukan pertama kali sebagai uji apakah deret bisa bersifat konvergen atau
bahkan divergen. Melalui uji ini, suatu deret dapat langsung dinyatakan bersifat divergen, atau
deret masih memiliki kemungkinan bersifat konvergen dari deret tersebut.
lim an = 0, ada kemungkinan deret konvergen
n→∞
Dalil Jika ∑∞
n=1 a n konvergen, maka lim a n = 0
n→∞
Dalil ini tidak bisa dibalik, jadi jika diperoleh lim an = 0 belum dapat dikatakan bahwa deret
n→∞
∑∞
n=1 a n konveregen (lanjutkan ke uji yang lain)
Contoh
∞
1 1 1 1
∑ = 1 + + + + ……
2 2 3 4
n=1
lim an = 0 , deret belum pasti divergen tetapi memberikan kemungkinan deret konvergen
n→∞
(walaupun akhirnya deret divergen). Harus dilakukan uji lain yang dapat memastikan deret
konvergen.
jika ∑∞ ∞ ∞
n=1 a n > ∑n=1 bn , digunakan uji lain untuk menentukan ∑n=1 a n konvergen atau divergen.
Contoh :
1 1
Uji deret ∑∞ ∞
n=1 n! dengan uji banding, gunakan sebagai deret pembanding ∑n=1 2n yang
1 1
< untuk n ≥ 4
n! 2n
1
Maka deret ∑∞
n=1 n! konveregen
c. Uji Integral
∞ ∞ ∞ ∞ ∞
∫N an dn → ∫N f(n)dn → ∫N f(x)dx ↔ ∫N f(x)dn = ∫ f(x)dx
∞
Ketentuan jika ∫ f(x)dx
1. Nilainya berhingga maka deret ∑∞
n=1 a n konvergen
Untuk lebih memudahkan, batas integral bisa ditinjau batas atasnya saja
Contoh
k
Selidiki kekonvergenan deret ∑∞
k=1 2
ek
Penyelesaian
∞ b
k −1 2 −1 1 1 1
∫ ak dk = lim ∫ k2
dk = lim e−k | b1= lim ( b2 − ) =
1 b→∞ 1 a 2 b→∞ 2 b→∞ e e 2e
1 k 1
Karena integral tak wajar di atas kekonvergen maka deret ∑∞
k=1 2 konvergen ke dan
2e ek 2e
k 1
∑∞
k=1 2 =
ek 2e
Jawab
1 ak+1 1
Misal ak = maka lim = lim k+1 = 0
k! k→∞ ak k→∞
1
Jadi deret ∑∞
k=1 k! konvergen
Maka
1. Bila a < 1 maka deret ∑∞
k=1 a k konvergen
3. Bila a = 1 maka tes gagal melakukan kesimpulan (dilakukan dengan tes lain)
Contoh
3k+2 k
Tentukan kekonvergenan deret ∑∞
k=1 (2k−1)
Jawab :
3k+2 k 3k+2 3
Misal ak = (2k−1) maka lim k√ak = lim 2k−1 =
k→∞ k→∞ 2
3k+2 k
Jadi deret ∑∞
k=1 (2k−1) konvergen
Jawab
1 1 1 a k2 −1
Pandang deret – p, ∑∞
k=2 k2 konvergen. Misal a k = k2 dan bk = maka lim bk = lim =1
k2 −1 k→∞ k k→∞ k2
1
Jadi deret ∑∞
k=2 k2 −1 konvergen
C
n 0
n ( x a) n co c1 ( x a ) c 2 ( x a) 2 c 3 ( x a) a ...
Perhatikan bahwa dalam notasi deret pangkat telah sengaja memilih indeks nol untuk
menyatakan suku pertama deret, c0 yang selanjutnya disebut suku ke-nol .Hal ini digunakan
untuk memudahkan penulisan ,terutama ketika membahasa pernyataan suatu fungsi dalam deret
pangkat .
Beberapa contoh deret pangkat :
x x2 x3 ( x) n
(a) 1 ..... .....
2 4 8 2n
x2 x3 x4 (1) n 1 x n
(b) x ..... .....
2 3 4 n
x3 x5 x7 (1) n1 x 2 n1
(c) x ..... .....
3! 5! 7! (2n 1)!
( x 2) ( x 2) 2 ( x 2) n
(d) 1 ..... .....
2 3 n 1
1.5.2 TEOREMA DERET PANGKAT
Konsep Dasar
Deret pangkat merupakan suatu bentuk deret tak hingga
a
m 0
m ( x x0 ) m a0 a1 ( x x0 ) a 2 ( x x0 ) 2 a3 ( x x0 ) 3 .....
Diasumsikan x, x0 , dan koefisien a i merupakan bilangan real. Jumlah parsial untuk n suku
s n ( x) a0 a1 ( x x0 ) a 2 ( x x0 ) 2 ......a n ( x x0 ) n
Rn ( x) a01 ( x x0 ) n 1 a n 2 ( x x0 ) n 2 ......
1.5.3 Konvergensi
Jika diambil suatu nilai x = x1 maka deret pangkat (1) dinyatakan konvergen jika
Sebaliknya deret pangkat itu akan divergen jika lim s n ( x1 ) s( x1 ) tidak hadir sebagai suatu
n→∞
bilangan real.jika deret (1) adalah konvergen pada x x1 ,dan jumlah deret tersebut untuk x x1
dapat dituliskan sebagai
s( x1 ) a m ( x1 x0 ) m
m 0
Secara geometris ini berarti bahwa semua s n ( x1 ) dengan n>N ,terletak antara s( x1 ) dengan n>N
,terletak antara s( x1 ) dan s( x1 ) .Untuk deret yang konvergen ,kita dapat menentukan
nilai pendekatan dari s (x ) untuk x x1 dengan mengambil harga n yang cukup besar .
a m 1
lim x x0 (6)
m a
m
1
x x0 (7)
R
Dimana
1 a am
lim m1 x x0 atau R lim (8)
R m am m a
m 1
Jika limit ada ,maka deret adalah konvergen ,dan konvergensi menyatakan 1 ,sehingga
x xo R (9)
Contoh 1
Selidikilah konvergensi dari deret berikut :
m! x
m0
m
1 x 2 x 2 6 x 3 .....
Penyelesaian :
Dari deret di atas ,diperoleh a m m! ,dengan demikian
am
R lim
m a
ma
m!
R lim
m (m 1)!
1
R lim
m m 1
R0
Menurut tes rasio ,kenvergensinya menyatakan bahwa
1 1
x x0 x 1
R R
Deret ini divergen untuk x 0 dengan demikian deret ini konvergen hanya ketika x=0
Contoh 2
Selidikilah konvergensi deret geometri berikut :
1
x m 1 x x 2 ...... ( x 1)
1 x m 0
Penyelesaian :
Dari deret geometri di atas diperoleh a m 1 untuk setiap m ,sehingga
am
R lim
m x a
m 1
R 1
Menurut tes rasio ,konvergensinya menyatakan bahwa
1
x x0 x 1
R
Dari tes rasio didapatkan bahwa deret geometri ini konvergen untuk x 1
Mempunyai radius konvergensi R > 0 ,maka hasil turunan dan integrasi dari deret pangkat
tersebut pada selang x x 0 R diberikan oleh
y ' x ma m ( x x 0 ) m 1
m 1 (12)
y ' ' x mm 1a m ( x x 0 ) m 2
m 1 (13)
x x 0 m 1
yx dx a m 0
m
m 1 (14)
Penjumlahan
Dua deret pangkat dapat dijumlahkan,misalkan
f x a m x x 0
m
(15)
m0
g x bm x x 0
m
(16)
m 0
Memiliki radius konvergensi positif (R>0) dan jumlah dari f(x) dan g(x) dapat dituliskan sebagai
berikut
a
m0
m bm x x 0
m
(17)
Konvergensi dari fungsi hasil penjumlahan ini terletak di dalam interval konvergensi dari tiap-
tiap fungsi asal .
Perkalian
Dua deret pangkat f(x) dan g(x) yang dinyatakan pada persamaan (15) dan (16) dapat
diperlakukan operasi perkalian ,dengan hasil berikut
a b
m 0
0 m a1 bm 1 .....a m b0 x x 0 (18)
Konvergensi dari fungsi hasil perkalian ini terletak di dalam interval konvergensi dari tiap-tiap
fungsi asal.
Dengan
Teorema Taylor
Untuk fungsi f(x) yang diferensiabel dititik c, maka hanya akan terdapat 1 fungsi yang
memenuhi kondisi berikut.
F(x) = a0 + a1(x-c)+a2(x − c)2 + ⋯
Conto soal :
Diketahui f(x) = x3 + 3x2 + 2x + 1 , dengan c=1 , berapakah nilai daro a0,a1,a2,a3,dst,, yang
memenuhi persamaan berikut ?
F(x) = a0+a1(x-c)+a2(x − c)2 +a3(x − c)2 +...
Jawab :
Fungsi di atas merupakan polinomial yang berderajat 3. Oleh karena itu , kita tidak perlu
memperhatikan derajat yang lebih besar dari 3 , seperti (x − c)4 , (x − c)5. Artinya , nilai yang
perlu dicari adalah nilai a0,a1,a2,dan a3 saja. (sisanya bernilai nol).
Soal ini dapat dikerjakan dengan penjabaran biasa(yang sesungguhnya, akan lebih efektif
menggunakan formula Deret Taylor).
x3 + 3x2+2x+1 = a0+a1(x-1)+a2(x − c)2 +a3(x − 1)3
x3 + 3x2+2x+1 =a0+a1(x-1)+a2(x2 − 2x + 1) +a3(x3 − 3x2 + 3x − 1)
Setelah dikalikan dan dijumlahkan menjadi sbb:
3 2
x3 + 3x2 + 2x + 1 = (a3)x + (a2 − 3a3)x + (a1 − 2a2 + 3a3 )x + (a0 − a1 + a2 − a3)
Dengan menghubung-hubungkan koefisien ruas kiri dan kanan , kita akan menemukan jawaban :
A0 = 7 , a1=11,a2=6,dan a3=1.
Bukti Deret Taylor
Dari Teorema Taylor , didapat fungsi yang didefinisikan sbb:
F(x)=a0+a1(x-c)+a2(x-c)2+a3(x-c)3+.....+an(x-c)n+...
Bagaimana jika fungsi tersebut kita turunkan 1 kali, 2 kali,dan seterusnya ? Hasilnya ditunjukkan
dibawah
F’(x)=a1+2a2(x-c)+3a3(x-c)2+.....
F’’(x)= 2a2+33.2..a3(x-c)+4.3a4(x-c)2+...
F’’’(x)=3.2.a3+4.3.2.a4(x-c)+.....
Fn(x)= n!(an)+(n+1)!an+1(x-c)+(n+2)!an+2(x-c)2+....(dst)
Kemudian, pada fungsi awal dan fungsi-fungsi turunan tersebut , jika kita bmenetapkan x=c,
maka :
F(c)=a0
F’(c)=a1
f’’(c)=2!.a2
f’’’(c)=n!.an
dengan memasukkan harga a0, a1, a2, a3, dst, maka Deret Taylor pun terbukti
f′ (c) f′′ (c) f′′′ (c)
f(x)=f(c)+ (x − c) + (x − c)2 + (x − c)3 + ⋯ dst
1! 2! 3!
ml
2
1 2 d
2
d
Selesaikan untuk , maka kita peroleh:
dt
d
1
2g
2
cos cos m 1
2
dt l
1
m 1
2g 2g
2 t 2
cos cos m 0 l t
12
d
l
sin sin m sin
2 2
12
1
l 2
m 2
2
g 0 2
1
l 1
2
9
T 4 1 sin 2 m sin 4 m ......
g 4 2 64 2
DAFTAR PUSTAKA
2005.