Anda di halaman 1dari 35

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tumor parotis adalah tumor jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel

kelenjar parotis.1

B. Epidemiologi

Secara epidemiologi tumor kelenjar parotis 1: 100.000,1 -3% dari

tumor kepala dan leher dan menyumbang 80% dari semua neoplasma

kelenjar saliva, 20% diantaranya adalah ganas. Insiden tumor parotis

meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2% mengenai penderita usia <16

tahun.1,2,3

C. Anatomi Parotis

Kelenjar parotis berkembang sebagai penebalan epitel di pipi dari

rongga mulut. Penebalan ini meluas ke belakang ke arah telinga dalam

bidang superfisal membentuk nervus fasialis. Bagian dalam kelenjar parotis,

pada bulan ketiga kehamilan berkembang menjadi lobus profunda. Setelah

enam bulan kehamilan, kelenjar parotis terbentuk sempurna.4

Kelenjar parotis memiliki dua lobus yaitu lobus superfisial yang

berukuran dan lobus profunda berukuran 20%. Kedua lobus ini dihubungkan

oleh ismus. Di antara kedua lobus ini juga terdapat cabang-cabang nervus

fasialis yang harus dicari pada saat operasi kelenjar parotis.4

Kelenjar parotis adalah kelenjar air liur mayor yang terbesar. Terletak

di ruang antara batas posterior ramus mandibula dan prosesus mastoidalis

tulang temporal. Kanalis akustikus eksternus dan fossa glenoidalis terletak di

atas prosesus zygomatikus. Bagian dalamnya terdapat prosesus styloidalis,


ke arah inferior parotis sering tumpang tindih dengan angulus mandibula,

permukaan yang dalamnya dekat dengan prosesus transversus vertebra

servikal pertama.4

Bentuk kelenjar parotis bervariasi, seringkali berbentuk segitiga dengan

puncak mengarah ke inferior. Namun bisa juga berbentuk kubus atau juga

segitiga dengan puncak di superior. Rata-rata panjangnya adalah 6 cm dengan

lebar maksimal 3,3 cm. Pada 20% populasi terdapat lobus tambahan kecil

yang muncul dari perbatasan atas dari duktus parotis sekitar 6 mm di

depan kelenjar utama. jar ini dikelilingi oleh kapsul fibrosa sebelumnya

dianggap terbentuk dari lapisan fasia leher dalam.4

Gambar 2.1 Kelenjar parotis dan struktur-struktur di sekitarnya

Cabang perifer n. fasialis dan duktus kelenjar parotis berada di dalam

lapisan sel longgar antara dua lembar fasia. Pengamatan ini penting saat

operasi parotis. Batas superior kelenjar parotis, terletak di antara kanalis


akustikus eksternus dan sendi temporomandibular. Batas inferior adalah

angulus mandibula dan sering meluas sampai ke segitiga digastrik, dimana

letaknya dekat dengan kutub posterior kelenjar submandibula. Batas

anteriornya tumpang tindih dengan batas superior otot masseter dan batas

posteriornya tumpang tindih dengan batas anterior otot

sternokleidomasitoidalis.4

Gambar 2.2 Kelenjar Parotis dan Nervus Fasialis

Permukaan superfisial kelenjar ditutupi oleh kulit dan otot platisma.

Beberapa cabang terminal n. aurikularis mayor juga terletak di


superfisial kelenjar. Di perbatasan superior dari parotis terdapat pembuluh

darah temporal superficial dengan arteri di depan venanya.4

Kelenjar parotis mendapat perdarahan mayoritas dari a. karotis externa,

yang bercabang menjadi dua yaitu a. maksilaris dan a. temporalis superfisial

setinggi kondilus mandibula. Arteri fasialis transverses, cabang dari a.

temporalis superfisial memperdarahi kelenjar parotis, duktus Stensen, dan m.

masseter. Arteri ini ditemani oleh vena fasiais transverses dan berjalan di

anteriornya di anatara arkus zigoma dan duktus parotis.4

Kelenjar parotis adalah satu-satunya kelenjar liur memiliki dua lapisan

nodul limfatikus. Lapisan superfisial terdiri dari 3-20 nodul, berada di antara

kelenjar dan kapsulnya. Nodul ini menerima drainase limfatik dari

kelenjar parotis, kanalis akustikus eksternus, pinna, kulit kepala kelopak mata

dan kelnjar lakrimalis.Lapisan kedua berada di dalam kelenjar parotis dan

mendrainase limfatik dari kelenjar parotis, kanalis akustikus ekstenus, telinga

tengah, nasofaring, dan palatum mole. Dua lapisan nodus limfatikus ini

mengalirkan cairan limfatikus ke sistem limfe di deepcervica

D. Etiologi

Etiologi terjadinya tumor kelejar parotis masih belum jelas karena

angka kejadinnya yang masih jarang. Paparan rokok dan konsumsi alkohol

tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan tumor parotis. Sejauh ini,

paparan radiasi ion sudah ditetapkan sebagai fakotr risiko terjadinya tumor

parotis. Seseorang yang pernah mengalami terapi radiasi dan terapi uv pada

kepala dan leher meningkatkan faktor risiko. Penelitian terakhir mengatakan


bahwa terjadi peningkatan angka kejadian tumor parotis, terutama di israel

dan inggris . terdapat hipotesis bahwa peningkatan angka kejadian tumor

parotis ini ada hubungannya dengan meningkatnya penggunaan telpon

genggam, namun dari penelitian shu, dkk. Didapatkan hasil bahwa tidak ada

hubungan antara peningkatan penggunaan telepon genggam dengan

peningkatan angka kejadian tumor parotis. Fakor risiko lain yang

mempengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar air liur adalah pekerjaan, nutrisi

dan genetik. 5

E. Klasifikasi Tumo Parotis

WHO tahun 2005 mengklasifikasikan tumor kelenjar saliva menjadi

jinak dan ganas. Berdasarkan histopatologinya dibagi menjadi epitelial dan

non epitelial. Jenis epitelial sangat jarang terjadi, sekitar 2-5% dari kasus

tumor kelenjar saliva.5

Tabel 1. Klasifikasi histopatologi WHO/AJCC


Benign Malignant
Warhin’s tumor Mucoepidermoid carcinoma
Lymphoepithelial Lesion Adenoic cystic carcinoma
Oncocytoma Adenocarcinoma
Monomorphic adenoma Acicic cell carcinoma
Benign cysts Epidermoid carcinoma
Pleomorphic adenoma (mixed Other anaplastic carcinoma
benign tumor)
Malignant mixed tumor

1. Tumor Jinak

a. Pleomorphic adenoma atau mixed tumor


Pleomorfik adenoma adalah tumor jinak kelenjar liur yang paling

sering, sekitar 65% dari seluruh tumor kelenjar liur. Lokasi paling

sering adalah di kelenjar parotis dengan sekitar persentase 85%.,


2
10% di kelenjar liur minor dan 5% di kelenjar submandibula.

Insidensinya 2,4 – 3 % per 100.000 populasi per tahunnya, dengan

usia rata-rata 46 tahun dan sedikit lebih banyak pada wanita.6

Secara klinis, tumor ini berupa benjolan yang tidak nyeri dan

lama membesar. Tumor yang kecil tampak lunak, berbatas tegas, dan

mobile. Tumor yang besar akan menipiskan kulit dan mukosa di

atasnya. Tumor yang multiple atau rekuren akan membentuk tumor

yang terfiksir. Nyeri atau parese n. fasialis jarang dikeluhkan, ukuran

tumor biasanya antara 2-5 cm.6

Pleomorfik tumor biasanya soliter, namun bisa sinkronous atau

muncul bersamaan dengan tumor Warthin dan di kelenjar liur yang

berbeda. Tumor ini mengandung sel mesenkim dan sel epitel. Secara

makroskopis, terlihat memiliki kapsul, tetapi bila dilihat secara

mikroskopis, pleimorfik adenoma, memiliki ekstensi pseudopod ke

jaringan di sekitarnya. Karena karakteristik ini, tumor ini memiliki

rekurensi local sebesar 30% bila masih tersisa kapsul pada saat

operasi. 4
Di kelenjar parotis, pleimorfik adenoma lebih sering mengenai

lobus superfisial. Operasi parotidektomi superfisial selama bertahun-

tahun menjadi operasi yang dipilih untuk tumor kelenjar parotis, tetapi

sebagian besar dokter ahli bedah menyadari operasi parotidektomi

yang adekuat bergantung pada ukuran dan lokasinya, serta

mengidentifikasi dan menyelamatkan n. fasialis.4

Gambar 3.2. Pleomorfik adenoma

Perubahan genetik yang berhubungan dengan pleomorfik

adenoma telahdikenali. DNA tumor memiliki kelainan kromosom pada

kromosom 8q12.4

Walau pun termasuk tumor jinak, pleomorfik adenoma


menimbulkan permasalahan dalam penatalaksanaannya, karena

kecenderungan untuk rekurensi dan risiko untuk menjadi tumor ganas.

Diagnosis tumor kelenjar parotis berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB). Pada

sebagian besar kasus, pada anamnesis didapatkan adanya benjolan

yang bertambah besar dengan lambat yang dirasakan pasien selama

berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dan awalnya diketahui pada

saat pasien bercukur, membasuh muka atau memakai kosmetik. Pada

beberapa kasus lain, pasien merasakan adanya benjolan yang

membesar dengan cepat, tapi ini tidak selalu menandakan tumor

ganas. Nyeri pada tumor parotis selalu meandakan adanya parese n.

fasialis.4

Gambar 3.3. Tumor pada lobus superfisial kelenjar parotis 1

Rekurensi pada kelenjar liur minor jarang terjadi, tetapi pada


kelenjar parotis, angka rekurensi sebesar 3,4% setelah lima tahun dan

6,8% setelah sepuluh tahun. Rekurensi cenderung lebih tinggi pada

pasien usia muda.

b. Warthin tumor

Tumor Warthin adalah tumor jinak kelenjar liur terbanyak

kedua dengan persentase 6 sampai 10% dari seluruh tumor kelenjar

liur, dan tersering terjadi di kelenjar parotis. Biasanya melibatkan

pool bawah kelenjar parotis dan pada 10% kasus terjadi bilateral.

Tumor ini lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut, tetapi ada

kecenderungan peningkatan insidensinya pada wanita karena adanya

peningkatan jumlah perokok wanita.7

Secara klinis, tumor Warthin tampak sebagai benjolan yang

tidak nyeri pada ekor kelenjar parotis dengan ukuran rata-rata 2-4

cm. Lama gejala rata-rata ulan, tetapi pada 41 % kasus kurang

dari 6 bulan. Banyak pasien mengeluhkan benjolan yang

berfluktuasi besarnya terutama saat makan. Nyeri dikeluhkan oleh 9%

paseien, dan parese n. fasialis sangat jarang terjadi, muncul bila ada

infeksi sekunder dan fibrosis.7


Gambar. Tumor warthin kelenjar parotis 1

Secara histopatologi, tumor Warthin berbatas tegas dan

memiliki kapsul yang tipis, dengan daerah kistik dan daerah solid dan

terdiri dari komponen epitel dan komponen limfoid.

Gambar 3.5. Gambaran histopatolgi tumor Warthin

Teori tentang etiologi tumor Warthin adalah tumor berasal dari

nodus limfatikus di dalam kelenjar parotis. Karena kelenjar parotis

relatif lebih lambat pembentukan kapsulnya, sehingga kelejar parotis

adalah satu-satunya kelenjar liur dengan jaringan limfoid di

dalamnya.4

Terapi terpilih untuk tumor Warthin adalah operasi parotidetomi

superfisial dengan angka rekurensi yang rendah. Pada tumor Warthin


yang mengenai lobus profunda parotis perlu dilakukan parotidektomi

total.

2. Tumor Ganas 4

a. Karcinoma mukoepidermoid

Karsinoma mukoepidermoid adalah tumor ganas kelenjar liur

terbanyak. Tumor ini sering terjadi di kelenjar parotis. Sesuai namanya

tumor ini terdiri dari sel mukoid dan sel epidermoid.

Grading histologinya menentukan prognosis penyakit. Prognosis

tumor dengan high grade lebiih buruk daripada tumor low grade.

Untuk tumor high grade rekurensi local dan metastase jauh lebih

banyak terjadi. Rekurensi lokal pascaoperasi sekitar 60%, metastase ke

kelenjar getah bening terjadi pada 40-70% kasus, dan 30% metastase

jauh.

Tingkat baharapan hidup 5 tahun adalah 30-50% untuk tumor

high grade, sebaliknya karsinoma mukopeidermoid low grade memiki

tingkat harapan hidup 5 tahun 80-95%, dan lebih sedikit untuk tejadi

metastase ke KGB dan metastase jauh.

Gejala klinisnya adalah benjolan yang tidak nyeri di lokasi

primernya. Nyeri dan parese wajah dan adanya massa di leher juga

bisa dikeluhkan pasien, dan biasanya berhubungan dengan karsinoma

mukepidermoid yang high grade.


Gambar 3.8 Gambaran histopatologi karsinoma
mukoepidermoid. A. intermediate grade B. dan
C. High grade 5

Terapi bedahnya juga berdasarkan grading histologinya.

Untuk tumor yang low grade, tindakan bedahnya adalah eksisi luas dan

radioterapi bila ada metastase jauh. Untuk tumor yang high grade,

dilakukan operasi eksisi luas dengan diseksi leher dan radioterapi.

Preservasi nervus fasialis tidak dilakukan bila telah terjadi invasi

tumor ke nervus fasialis.

b. Adenoid cistic carcinoma

Karsinoma kistik adenoid adalah tumor ganas kelenjar liur yang

kedua paling sering. Lebih sering terjadi di kelenjar submandibula dan

kelenjar liur minor. Gejala klinisnya benjolan tanpa nyeri. Parestesi dan

parese lebih sering terjadi dibanding pada tumor ganas kelenjar liur

yang lain. Invasi perinural merupakan pertanda tumor ganas ini.

Ada tiga pola histopatologinya, yaitu tubular, kribriformis,

dan solid. Tumor low grade memiliki gambaran tubular dan

kribriformis, sedang gambaran solid menunjukkan tumor high grade.


Berdasarkan grading histologinya, maka tumor low grade memiliki

prognosis yang lebih baik dibanding dengan tumor high grade.

F. Gambaran Klinis

Umumnya tumor kelenjar parotis muncul sebagai masa noduler kenyal

di pre-aurikula dekat sudut mandibula. Tumor ini tumbuh lambat, bertahun-

tahun tanpa keluhan kecuali kosmetik. Sekitar 10% tumor tumbuh di bawah

plane n.fasialis dalam lobus profunda, selebihnya adalah di lobus

superfisialis. Neoplasma parotis yang kecil sulit dibedakan antara yang jinak

atau ganas. Namun diagnosis ganas semakin jelas bila terdapat

parese/paralisis n.fasialis, pembesaran kelenjar getah bening atau infilrasi ke

kulit.7

Secara klinis kita dapat membedakan neoplasma ganas dan neoplasma

jinak berdasarkan beberapa keaaan sebagai berikut :8

1. Pertumbuhan tuor ganas relatif lebih cepat dari yang jinak.

2. Rasa nyeri ditemukan pada sebagian neoplasma ganas namun dapat juga

pada lesi benigna.

3. Neoplasma ganas umumnya terfiksir karena ada infiltrai ke jaringan

sekitarnya.

4. Kelumpuhan nervus VII ditemukan pada sebagian tumor ganas akibat

infiltrasi tumor ke nervus, pada tumor jinak tidak ditemukan kelumpuhan

saraf.
5. Konsistensi padat keras pada yang ganas sedangkan pada yang jinak kenyal

dan kadang kistik.

6. Dapat ditemukan metastatic regional atau metastasis jauh pada yang ganas,

jinak tidak ditemukan metastatis.

7. Tumor parotis jinak lebih berbatas tegas disbanding tumor ganas.

G. Diagnosis 9

1. Anamnesis

Anamnesa dengan cara menanyakan pada penderita atau keluarganya

a.) Keluhan

1) Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di

pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibular (tumor

submandibular), atau intraoral (tumor kelenjar air liur minor)

2) Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau

submandibular)

3) Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)

4) Disfagia, sakit tenggorok,gangguan pendengaran (lobus profundus

parotis terlibat)

5) Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asoserius, hipoglosus, pleksus,

simpatikus (pada karsimona parotis lanjut)

6) Pembesaran kelenjar betah gening leher (metastase)

b.) Perjalanan penyakit (progresivitas penyakit)

c.) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos radiasi)

d.) Pengobatan yang telah di berikan serta bagaimana hasil pengobatannya


2. Pemeriksaan fisik

a.) Status general

Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan:

1) Penampilan (karnofski / WHO)

2) Keadaan umum : adakah anemia, icterus, periksa tekanan darah, nadi,

pernapasan, suhu, kepala, toraks, abdomen, ekstremitas, vertebra,

pelvis.

3) Apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru, tulang

tengkorak, dll)

b.) Status local

1) Inspeksi (termasuk intraoral, adakah pedesakan tonsi/unvula)

2) Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,

permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)

3) Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII karena lintasan nervus-

nervus tersebut dekat dengan kelenjar parotis.

c.) status regional

Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher

ipsilateral dan kontralaeral. Bias ada pembesaran tentukan lokasinya,

jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya.

H. Pemeriksaan Penunjang

Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang di lakukan

untukpenegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan histopatologik

dan pemeriksaan radiologic (foto polos, sialografi, CT-Scan, dan MRI)10


1. Pemeriksaan Histopatologik

a. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiraration Biopsy)

Biopsi aspirasi jarum halus merupakan alat yang sederhana untuk

diagnostik. Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan yaitu tingkat

keakuratan yang cukup tinggi dengan sensitivitas 88-98% dan spesifitas

94% pada tumor jinak. Biopsi aspirasi jarum halus jugasensitif dalam

mendeteksi keganasan sebesar 58-98% dengan spesifitas 71-88%.

Suatu penelitian didapatkan diagnosis sitologi tumor jinak negatif palsu

sebanyak 4 dari 27 pasien (14.8%). Kesalahan diagnosis ini bias

disebabkan oleh bias sampel (sampelnya terlalu sedikit / tidak adekuat),

dan bias juga karna kesalahan interpretasi (salah baca). Tehnik ini

sederhana, dapat ditoleransi dengan komplikasi yang minimal. Selain

untuk menegakkan diagnosis definitif, pemeriksaan ini juga bermanfaat

untuk menentukan tindakan tepat selanjutnya dan untuk evaluasi

preoperative.4,9,10

b. Bedah Diagnostik

Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional dan

enukleasi massa parotis berhubungn dengan peningkatan rekurensi

tumor, terutama pada adenoma pleiomorfik. Penanganan bedah yang

baik untuk tumor parotisadalah reseksi bedah komplit melalui

parotidektomidengan identifikasi dan preservasi nervus fasialis.

Identifikasi nervus fasialis ditujukan agar dapat dilakukan eksisi tumor

yang adekuat dan mencegah cedera nervus vasialis. Cara ini


memastikan jaringan sehat yang adekuat di sekeliling tumor, sehingga

pada kebanyakan kasus tidak hanya bersifat diagnostik, tetapi juga

kuratif. Plameriksaan ini jarang di lakukan dan biasanya dilakukan

hanya pada pasien dengan keganasan yang tidak dapat dioprasi pada

kasus seperti ini, biopsi dengan insisi terbuka berguna dalam diagnostic

histopatologi dan terapi radiasi paliatif atau kemoterapi.

2. Pemeriksaan Radiologi 8

1. Sialografi

Teknik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam

air atau minyak langsung ke duktus, tekanan yang lembut dilakukan

pada kelenjar, dan muara duktus yang kecil diidentifikasi oleh adanya

aliran air liur. Muara duktus dilebarkan dengan menggunakan sonde

lakrimal. Kateter ukuran 18, mirip dengan jenis yang digunakan untuk

pemberian cairan intravena, atau pipa polietilen secara lembut

dimasukkan sekitar 2 cm kedalam duktus. Kateter dipastikan pada

sudut mulut. Teknik ini sama untuk kelenjar parotis dan submandibula.

Bagaimanapun kanulasi duktus kelenjar submandibula, membutuhkan

kesabaran dari pada pelebaran duktus parotis. Film biasa sinar X

diperoleh untuk menyakinkan bahwa tidak terdapat subtansi radioopak,

seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras

disuntikan secara lebut tetapi tidak melewati titik ketika penderita

mengeluh nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral oblik, dan

anteroposterior. Ketika kateter diangkat penderita dapat diberikan


sedikat sari buah lemon. Dalam 5 sampai 10 menit pengambilan foto

ulang. Normal jika seluruh media kontras dikeluarkan dalam waktu itu.

Persistensi media kontras dalam kelenjar 24 jam setelah tes ini pasti

abnormal.

Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang dapat

larut dalam air dan lemak. Sekarang ini pantopaque dan lipidol

merupakan bahan kontras yang paling pupular.

Sialografi lebih berguna pada gangguan-gangguan kronis kelenjar

parotis seperti sialadenitis rekuren, sindrom Sjogren, atau obstruksi

duktus seperti striktur. Sialografi tidak berguna untuk membedakan

massa jinak dari massa keganasan. Sialografi merupakan kontraindikasi

terdapatnya peradangan akut kelenjar yang baru terjadi.

2. CT-Scan

Pemeriksaan CT scan dengan kontras yang dapat mengetahui

letak tumor berada di lobus superfisial atau lobus profunda. Gambaran

klasifikasi dalam massa biasanya ditemukan pada adenoma pleomorfik.

Nervus fasialis dan ductus stensen sulit dilihan dengan menggunakan

CT scan.

MRI lebih unggul daripada CT scan dalam memvisualisasikan

tepi tumor. Nervus fasialis dan duktus stensen dengan jelas dapat

terlihat. Bias digunakan untuk mengetahui letak tumor parotis berbeda

dengan lotus superfisial atau profunda. Selain itu juga untuk

mebedakan tumor jinak atau ganas. Lesi jinak biasanya tepinya halus,
dengan garis terang atau kapsul; tapi bagaimanapun juga, banyak

keganasan grade rendah yang memiliki pseudokapsul dan gambaran

seperti tumor jinak. Keganasan grade tinggi akan menunjukkan

gambaran tepi yang menginfiltrasi. CT-Scan dan MRI digunakan untuk

menemukan tumor dan menggambarkan luasnya. Sedangkan biopsi

untuk menegaskan jenis sel.

I. Penatalaksanaan 11

Pengobatan tumor parotis adalah multidisipliner termasuk bedah,

neurologi, radiologi diagnostik dan intervensional, onkologi dan patologi.

Faktor tumor, tingkat morbiditas serta availabilitas tenaga ahli dalam bedah,

radioterapi dan khemoterapi.

a. Tumor operable

1) Terapi utama

Terapi utama pada tumor parotis yang operable adalah

pembedahan, dapat berupa :

a) Parotidektomi superfisial, dilakukan pada tumor jinak parotis lobus

superfisialis.

b) Parotidektomi total, dilakukan pada :

i. Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim dan

n.VII

ii. Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus

c) Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada tumor ganas parotis

yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII


d) Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan bila terdapat metastase

kelenjar getah bening leher yang masih operable.

2) Terapi tambahan

Terapi tambahan berupa radioterapi pasca bedah dan diberikan

pada tumor ganas dengan kriteria :

i. High grade malignancy

ii. Masih ada residu makroskopis atau mikroskopis

iii. Tumor menempel pada syaraf (n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus,

n.asesoris )

iv. Karsinoma residif

v. Karsinoma parotis lobus profundus

Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan

untuk memberikan penyembuhan luka operasi yang adekuat, terutama

bila telah dikerjakan alih tandur syaraf.

- Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas

insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.

- Radioterapi ragional /leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau high

grade malignancy.

b. Tumor inoperable

1) Terapi utama

Radioterapi : 65-70 Gy dalam 7-8 minggu

2) Terapi tambahan

Kemoterapi :
a) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,

adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)

 Adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1

 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 Diulang


t
 Cisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 i
a
b) Untuk jenis karsinoma sel sqamous (squamous cell carcinoma, p
3 minggu
mucoepidermoid carcinoma)

 Methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7


Diulang
t
 Cisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
i
a
p
3 minggu
a. Metastase Kelenjar Getah Bening (N)

1) Terapi utama

a) Operabel : deseksi leherradikal (RND)

b) Inoperable : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperative,

Kemudian dievaluasi

- Menjadi operabel → RND

Tetap inoperabel →radioterapi dilanjutkan sampai 70 Gy

2) Terapi tambahan

Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy

b. Metastase Jauh (M)

Terapi paliatif : khemoterapi

1) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma,

malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)


 Adriamisin 50 mg/m2 iv pada hari 1
Diulang
 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari ke 1 t
i
 Cisplatin100mg/m2 iv pada hari ke 2 a
p
3 minggu
2) Untuk jenis karsinoma sel squamous (squamous cell carcinoma,

mucoepidermoid carcinoma)

 Methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 Diulang


t
 Cisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 i
a
J. Teknik Operasi 4 p
3 minggu
1. Parotidektomi Superfisial

Operasi kelenjar parotis di lateral dari n. fasialis. Indikasinya adalah

tumor jinak kelenjar parotis dan tumor ganas parotis low grade.

Kontraindikasinya adalah tumor parotis moderate atau high grade,

tumor jinak parotis di bagian paling inferior kelenjar parotis dengan

hubungan antar kelenjar yang sempit.

Perhatian khususnya antara lain pemeriksaan radiologi preoperasi bila

tumor tidak mobile, atau bila bagian dalam tumor tidak bisa

dipalpasi. Pemeriksaan biopsy jarum halus dapat membantu, histology

tumor penting diketahu, dan kesediaan pemeriksaan frozen section untuk

diagnosis sangatlah membantu.

Selama operasi, posisi pasien Trendelenberg 30o terbalik dengan

ekspose telinga, leher, parotis, sudut mulut dan sudut mata. Teknik operasi:

a. Posisi pasien Trendelenberg dengan anestesi umum, dilakukan insisi

modifikasi Blair dengan pisau no. 10, dimulai dari belakang angulus
mandibula dan dilanjutkan ke depan dua jari di bawah batas bawah

mandibula.

Gambar 4.1 Insisi modifikasi Blair


b. Flap kulit dielevasi dengan pisau kemudian dilanjutkan dengan gunting

Jones pada flap parotis di atas kapsul parotis. Nervus fasialis melewati

kelenjar parotis di bagian perifernya, tidak masuk ke dalam kulit di atas

kelenjar parotis. Diseksi dilanjutkan sampai pars anterior parotis hingga

fasia di atas m. masseter teridentifikasi

c. Flap kulit posterior dielevasi, memisahkan kulit dari kelenjar parotis,

kelenjar parotis dielevasi dari m. sternokleidomastoid, dan n. aurikularis

mayor dipreservasi bila memungkinkan.

Gambar 4.2 Parotidektomi superfisial 8

d. Jaringan kelenjar parotis dipisahkan dari kartilago kanalis akustikus

eksternus menggunakan gunting dengan dua klem kocher ditempatkan

bagian kelenjar parotis yang berlawanan arah dengan kartilago tragus.

Pembuluh darah vena yang ada diligasi atau dikauter.

e. Venter posterior m. digastrik diidentifikasi, dan kelenjar parotis dipisahkan


dari otot ini.

f. Tiga landmark digunakan untuk menentukan letak n. fasialis, yaitu: Tragal

pointer, bagian paling superior dari venter posterior m. digastrik, dan tip

mastoid.

g. Dengan klem mosquito dan diseksi di depan tiga landmark di atas,

jaringan parotis dipisahkan dari tip mastoid, kartilago CAE, dan venter

posterior m. digastrik.

h. Diseksi dilanjutkan dari arah inferior ke superior, dan kelenjar parotis

traksi dengan arah berlawanan, lalu dari arah posterior ke anterior. Asisten

operasi melihat apakah ada kontraksi otot di wajah.

i. Trunkus utama n. fasialis akan langsung terlihat warna keputihan dengan

diameter 2 mm, cabang arteri aurikularis posterior biasanya di atas n.

fasialis .

j. Diseksi dengan klem mosquito dilanjutkan di atas nervus sampai terlihat

pes anserinus.

k. Tergantung dari letak tumornya, pengangkatan kelenjar parotis dilakukan

dari arah superior ke inferior atau inferior ke superior, klem mosquito

dipakai untuk memisahkan kelenjar parotis dari nervus fasialis.

l. Bekerja di depan cabang n. fasialis mengikuti cabang n. fasialis ke bagian

perifer kelenjar parotis

m. Duktus parotis dipisahkan pada bagian perifer dari jaringan parotis yang

diangkat.

n. Luka operasi diirigasi dengan NaCL 0,9%, perdarahan dirawat dengan


kauter bipolar atau dilakukann ligasi selektif pada cabang profunda sistem

vena.

o. Drain dipasang, dan luka operasi ditutup dengan kromik dan kulit dijahit

dengan benang 6.0.

Komplikasi pascaoperasinya antara lain parese n. fasialis,

perdarahan, hematom, nekrosis flap kulit. Perawatan pascaoperasinya

drain dilepas dua hari pascaoperasi, luka operasi diinspeksi,

dilanjutkan dengan balutan dengan tekanan untuk satu hari

2. Parotidektomi Total Dengan Preservasi Nervus Fasialis

Parotidektomi total dengan preservasi n. fasialis adalah operasi eksisi

seluruh kelenjar parotis dengan menyelamatkan n. fasialis.

Indikasi operasi ini adalah antara lain a) tumor jinak parotis yang besar,

b) ke kelenjar parotis dan nodus limfatikusnya. Hal-hal yang perlu

diperhatikan adalah ektensi tumor, jarak tumor ke nervus fasialis,

rekurensi multiple pleomorfik adenoma atau tumor ganas.

Teknik operasi:

a. Setelah dilakukan parotidektomi superfisial seperti telah

dibahas sebelumnya, cabang-cabang n. fasialis akan terlihat, lalu

dibebaskan dari jaringan parotis yang tersisa.


Gambar 4.3. Cabang-cabang n. fasialis terlihat setelah

parotidektomi superfisial 8

b. Diseksi dilakukan dengan kombinasi diseksi tajam dan tumpul

dengan perlahan pada cabang-cabang n. fasialis.

c. Bagian kelenjar parotis yang tersisa di antara batas superior mandibula

dan mastoid dapat dibebaskan dengan diseksi tajam dan tumpul

d. Perhatikan cabang-cabang a. karotis eksterna

e. Setelah itu akan tersisa jaringan kelenjar parotis di antara

trunkus servikofasial dan trunkus temperofasial di atas m. masseter

f. Vena fasialis posterior dijepit atau dipisahkan dan diligasi

Gambar 4.4. Ligasi vena fasialis posterior8


g. Bila tumor ekstensi sampai ke lobus profunda bagian medial,

perlu dipikirkan untuk melakukan mandibulotomi dengan cara transeksi di

sepanjang angulus mandibula, dimana sebelumnya disiapkan terlebih

dahulu plat untuk rekontruksi.

Gambar 4.5. Mandibulotomi 8

h. Dipasang drain, lalu luka insisi ditutup lapis demi lapis.

Komplikasi pascaoperasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan dan

cedera pada n. fasialis bila ekspose kurang luas dan diseksi tidak dilakukan

dengan teliti.

Perawatan pascaoperasinya adalah drain dilepas 24 jam pascaoperasi,

dan dilakukan balut tekan selama 24 jam. Tanda-tanda parese n. fasialis

dimonitor dengan ketat.

1. Parotidektomi Total dengan Reseksi Nervus Fasialis dan Graft

Operasi ini adalah eksisi total kelenjar parotis dan n. fasialis, dan dibuat

graft saraf. Indikasi operasi ini adalah a) tumor ganas parotis yang

mengenai n. fasialis, b) rekurensi multiple pleomorfik adenoma setelah


operasi sebelumnya gagal, namun ini jarang sekali dilakukan.

Hal yang perlu diperhatikan adalah apabila tumor mengenai n.

fasialis yang ekstensinya sampai ke n. fasialis intratemporal.

Teknik operasi

a. Pada saat parotidektomi, nervus fasialis direseksi bersamaan

dengan kelenjar parotis secara en bloc, dengan trunkus utama ditranseksi

di proksimal dari pes anserinus, dan bagian distalnya ditranseksi di tempat

cabangnya keluar dari kelenjar parotis.

b. Donor untuk graft diambil dari n. aurikularis mayor ipsilateral, n.

suralis, dan nervus femoralis kutaneus lateral.

Gambar 4.6. Pengambilan graft n. aurikularis mayor8

c. Untuk donor dari n. suralis, dilakukan insisi vertikal sepanjang 2-3 cm

di antara maleolus lateral dan tendon achiles. Bagian distal n. suralis

berada di dalam jaringan lemak subkutan dekat dengan vena safena

magna. Vena safena magna harus diretraksi ke lateral, dan nervus diambil

sesuai kebutuhan panjangnya.


Gambar 4.7. Graft dari n. suralis 8

d. Graft ketiga diambil dari n. femoralis kutaneus lateral, untuk cabang


distal.
e. Nervus ini berada di femur anterior sekitar 10 cm inferior dari spina
iliaka anterosuperior.
f. Ujung saraf resipien dan donor dipotong dengan skalpel
tajam.
g. Aproksimasi saraf dilakukan di bawah mikroskop dengan jahitan
epineural menggunakan benang nilon 7.0 sampai 10.0.

Gambar. Aproksimasi saraf dari donor dan resepien


3. Komplikasi 4

Telah dilakukan penelitian selama 10 tahun antara 1996 januari sampai

2006 januari pada pasien dengan tumor parotis yang telah menjalani terapi

bedah di Univercity of Rome “La Sapienza”, department of Maxillo-Facial

surgery. Didapatkan 123 pasien laki-laki dan 147 pasien perempuan dengan

usia 10 sampai 85 tahun dan pasien usia terbanyak adalah 49 tahun. Dari total

282 pasien, setelah dilakukan follow up ±60 bulan didapatkan 26 pasien

mengalami komplikasi post operasi sebagai berikut :

Komplikasi yang terjadi setelah parotidektomi yaitu terbagi atas dua

1. Akut atau segera

a. Kelumpuhan nervus fasialis. Kelumpuhan ini dapat sementara

(neuropraksia) atau menetap. Gejalanya berupa gangguan motorik

dari otot wajah yang dsarafi, misalnya kelopak mata tidak dapat

menutup sempurna (akibat cedera cabang zigomatik) atau tidak

dapat bersiul karena kelumpuhan otot orbicularis oris dan otot pipi.

Kelumpuhan sementara umumnya sembuh dalam waktu 1-6 bulan.

Kelumpuhan menetap terjadi bila n.facialis sebagian cabangnya atau

trungkusnya dipotong karena infiltrasi oleh tumor ganas.

b. Kelumpuhan n.fasialis cabang mandibularis, n. hipoglosus dan

n.lingualis akibat operasi pada kelenjar liur submandibula

c. Perdarahan atau hematom, infeksi dan seroma, ini jarang terjadi bila

operasi dikerjakan dengan teliti dan asepsis


d. Sialocele adalah sisa kelenjar liur yang bocor dan menumpuk

dibawah flap. Keadaan tersebut dikoreksi dengan aspirasi dan balut

tekan.

Nervus fasialis adalah nervus yang melintasi kelenjar parotisdan

membaginya menjadi lobus superfisialis dan profunda. Sekitar 15-20%

kasus (15-20 dalam 100 pasien ) nervus fasialisnya mengalami trauma

sehingga terjadi kelemahan pada otot-otot fasialis. Ini biasanya sembuh

dalam 14 hari sampai 3 bulan setelah operasi dan penyembuhan bisa lebih

cepat dngan latihan terapi bicara dan bahasa. Sebanyak 1% kasus terjadi

kelemahan permanen dari nerfus fasialis. Beberapa pasien mengalami

kelemahan nervus fasialis cabang-cabang tertentu saja.

2. Kronik

a. Frey’s syndrome

Nama lain frey’s syndrome adalah Baillarger’s syndrome,

Dupuy’s syndrome, auriculotemporal syndrome, atau frey-

Baillarger syndrome merupakan komplikasi tersering pada pasien

pasca operasi parotidektomi yaitu sebanyak 6 orang dari 26 pasien.

Frey’s syndrome adalah manifestasi klinik berupa kemerahan dan

berkeringat pada hemifasial setelah stimulus kelenjar saliva dan

mengunyah. Frey’s syndrome ini biasanya terjadi setelah cedera

traumatik regio parotis seperti parotidektomi, fraktur kondilar, trauma

tumpul, insisi dan drainase abses. Sindrom ini bisa muncul setelah

beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah trauma. Pemeriksaan


dilakukan dengan cara es pati-iodine. Ladine cair dioleskan di atas

kulit area preauricular, tunggu sampai kering, kemudian setelah itu

ditaburkan pati jagung di atasnya. Minta pasien untuk mengunyah

makanan selama 5 menit untuk merangsang gustatori. Akan tampak

gambaran bercak biru kehitaman yang berarti hasilnya positif, karena

adanya kompleks iodine-pati yang terdilusi oleh keringat.

Patofisiologi Frey’s syndrome adalah karena regenerasi saraf

atonom yang salah arah setelah cedera area parotis. Setelah

cedera, serat saraf parasimpantis sekretomotor post ganglionik

yang seharusnya berinervasi dengan kelenjar parotis, menjadi

bergabung dengan reseptor simpatis, dan berinervasi dengan

kelenjar keringat sehingga menyebabkan berkeringatnya gustatory.

Dengan demikian, seharusnya makanan merangsang kelenjar saliva,

menjadi merangsang kelenjar keringat. Meskipun Frey’s syndrome

tidak menyebabkan gangguan fisiologis yang berbahaya, namun

gejala kemerahan dan keringat berlebihan menyebabkan stress

psikologis dan sosial.

b. Kekambuhan tumor (rekurensi) akibat oprasi yang tidak adekuat.

Tindakan enuleasi saja pada tumor jinak akan mengakibatkan rekurensi

48% oleh karena itu tindakan minimal pada tumor jinak parotis adalah

paratiroidektomi supervisial. Rekuerensi sangat tergantung pada jenis

histopatologi tumor, grading tumor, ekstensi tumor dan tehnik operasi


c. Rasa baal daun telinga, ini selalu terjadi pada setiap paratiroidektomi

oleh karena n. aurikularis magnus yang terpotong. Sensasi dari daun

telinga ini akan kembali berangsur-angsur

d. Fistula, terjadi karena cedera saluran kelenjar liur (stenson) pada

sebagian kasus pasca paratiroidektomi superfisial ataupun karena

infeksi yang menghambat penyembuhan luka.

e. Xerostomia terutama terjadi bila diberikan adjuvan radiasi eksterna

f. Jaringan parut atau keloid, cekungan pada daerah operasi dan neuroma.

g. Hematoma

Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histologi,

perluasan lokal, besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher.

Jika sebelum penanganan lebih buruk. Untuk tumor maligna,

pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat

kesembuhan sekitar 50%, bahkan pada keganasan dengan derajat

tertinggi. Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira 5%, namun hal ini masih

tetap tergantung kepada histologi

Anda mungkin juga menyukai