Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PENYAKIT


2.1.1 Definisi
Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps
tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas.
Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses
difusi dan kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal. ( Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson 2006)
Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang umum terjadi, mencakup
kolaps jaringan paru atau unit fungsional paru. Atelektasis merupakan masalah
umum klien pasca-operasi. ( Harrison, 1995)
Atelektasis adalah pengembangan tak sempurna atau kempisnya (kolaps)
bagian paru yang seharusnya mengandung udara. (staf pengajar ilmu kes anak
FKUI, 1985)
Ateletaksis adalah ekspansi yang tidak sempurna paru saat lahir
(ateletaksis neokatorum) atau kolaps sebelum alveoli berkembang sempurna, yang
biasanya terdapat pada dewasa yaitu ateletaksis didapat (acovired aeletacsis).
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami
hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkembang atau
sama sekali tidak terisi udara.
Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah pengurangan
volume bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat
kurangnya aerasi sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi)
dengan penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik
ke atas dan sela iga menyempit.

3
Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu
enfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi
herniasi hemithorak yang sehat kearah hemethorak yang atelektasis.

2.1.2 Anatomi Fisiologi Saluran Napas


Saluran pernapasan udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkhiolus. Saluran dari bronkus sampai
bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Udara mengalir dari
faring menuju laring atau kotak suara, laring merupakan rangkaian cincin tulang
rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Trakea
disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang
panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan sebagai
suatu pohon dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Bronkus terdiri
dari bronkus kiri dan kanan yang tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan
lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea, cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis, percabangan ini
berjalan menuju terus menjadi bronkus yang ukurannya sangat kecil sampai
akhirnya menjadi bronkus terminalis yaitu saluran udara yang mengandung
alveoli, setelah bronkus terminalis terdapat asinus yaitu tempat pertukaran gas.
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, yang terletak
dalam rongga dada atau thorak. Kedua paru-paru saling berpisah oleh
mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar.
Setiap paru-paru mempunyai apek dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan
bronchial, saraf dan pembuluh darah limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian
hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-
paru kiri. Paru-paru kanan dibagi tiga lobus oleh fisura interlobaris, paru-paru kiri
dibagi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen
sesuai dengan segmen bronkusnya. Suatu lapisan yang kontinu mengandung
kolagen dan jaringan elastis dikenal sebagai pleura yang melapisi rongga dada
(pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura vesiralis).

4
Peredaran darah paru-paru berasal dari arteri bronkilais dan arteri
pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi
sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.
Arteri bronchial berasal dari aortatorakalis dan berjalan sepanjang dinding
posterior bronkus. Vena bronkialis yang besarmengalirkan darahnya ke dalam
sistem azigos, yang kemudian bermuara pada vena cava superior dan
mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan
mengalirkan darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronchial tidak berperan
pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2
sampai 3% curah jantung. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan
mengalirkan darah vena campuaran keparu-paru di mana darah tersebut
mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus
mengitari dan menutupi alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk
proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi
kemudian dikembalikan melalui vena pulmonaliske ventrikel kiri, yang
selanjutnya membagikan kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.

Gambar 2.1 Sistem respirasi manusia (sumber: 1001kiat.blogspot.com)

5
2.1.3 Klasifikasi Atelektasis
A. Berdasarkan faktor yang menimbulkan Atelektasis
1. Atelektasis Neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak
tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus termasuk
komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non
crepitant, lembek dan alastis. Yang khas paru ini tidak mampu mengembang di
dalam air. Secara histologis, alveoli mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli
kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa yang tebal yang tampak kisut. Epitel
kubis yang prominem melaposi rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein
granular bercampur dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasi
neonatorum pada sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya.
2. Atelektasis Acquired atau Didapat
Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang
menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang. Jadi
terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi dan bercak. Istilah ini banya
menyangkut mechanisme dasar yang menyebabkan paru kolaps atau pada
distribusi dari perubahan tersebut.
 Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali
tersumbat sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim.
Udara yang telah tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah,
disertai dengan kolapsnya alveoli. Tergantung dari tingkat obstruksi
saluran udara, seluruh paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak
segmen dapat terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah
abstruksi bronchus oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi pasca
operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut serta kronis,
dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis. Dapat pula
menyebabkan obstruksi akut serta kronis, dapat pula menyebabkan
obstruksi karena sumbatan bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi
disebabkan oleh aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada

6
anak atau selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat
juga tersumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik dengan
pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada tuberculosis, contohnya)
dan oleh aneurisma pembuluh darah.
 Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan
cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis
menyebabkan kolaps paru di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering
pada efusi pleura dari penyebab apa pun, namun mungkin yang paling
sering dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti.
Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis kompresi pada
penderita dengan tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal
menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi.
 Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura
yang menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi.
 Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti
terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi atau eksudat
pada kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi. Pada sebagian
kecil kasus, atelektasis terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai
jelas pada dinding dada.
Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul
karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena
mendadak timbul sesak napas. Memang peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam
setelah satu prosedur pembedahan, hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis.
Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi reekspensi yang
tepat dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit peka terhadap
infeksi yang menunggagi. Atelektasis persisten segmen paru mungkin merupakan
bagian penting untuk terjadinya karsinoma bronkogenik yang diam-diam.
B. Berdasarkan luasnya Atelektasis
1. Massive atelectase, mengenai satu paru
2. Satu lobus, percabangan main bronchus

7
Gambaran khas yaitu inverted S sign → tumor ganas bronkus dengan
atelectase lobus superior paru.
1. Satu segmen → segmental atelectase
2. Platelike atelectase, berbentuk garis
Misal : Fleischner line → oleh tumor paru
Bisa juga terjadi pada basal paru → post operatif
C. Berdasarkan lokasi Atelektasis
1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka
akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA
hamya memperlihatkan diafragma letak tinggi.
2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan
peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang
membesar.
3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas
tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke
arah atelektasis.
4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA,
maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue),
yang memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure
interlobularis.
5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan
terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi
bayangan horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering
sulit dibedakan dengan proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru
terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.
Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi
bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan dengan
fisura minor bagian superior dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto
lateral, fisura mayor bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga
mengalamai pergeseran ke arah superior.

8
Klasifikasi atelektasis berdasarkan penyebabnya menurut Elizabeth J.
Corwin, 2009, ialah :
1. Atelektasis Kompresi
Atelektasis kompresi terjadi ketika sumber dari luar alveolus menimpa kan
gaya yang cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal ini terjadi jika
dinding dada tertusuk atau terbuka, karena tekanan atmosfir lebih besar daripada
tekanan yang menahan paru mengembang ( tekanan pleura ) dan dengan pajanan
tekanan atmosfir paru akan kolaps. Atelekasis kompresi juga dapat terjadi jika
terdapat tekanan yang bekerja pada paru atau alveoli akibat pertumbuhan tumor.
Distensi abdomen, atau edema, dan pembengkakan ruang interstitial yang
mengelilingi alveolus.
2. Atelektasis Absorpsi.
Atelektasis absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam alveolus,
apabila aliran masuk udara ke dalam alveolus dihambat, udara yang sedang berada
di dalam alveolus akhirnya berdifusi keluar dan alveolus akan kolaps.
Penyumbatan aliran udara biasanya terjadi akibat penimbunan mukus dan
obstruksi aliran udara bronkus yang mengaliri suatu kelompok alveolus tertentu,
setiap keadaan menyebabkan akumulasi mukus, seperti fibrosis kistik, pneumonia,
atau bronkitis kronik, meningkatkan resiko atelektasis absorbsi. Atelektasis juga
absorpsi juga dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang menurunkan
pembentukan atau konsentrasi surfaktan tanpa surfaktan, tegangan permukaan
alveolus sangat tinggi. Meningkatkan kemungkinan kolapsnya alveolus.

2.1.4 Etiologi
Etiologi terbanyak dari atelektasis adalah terbagi dua yaitu intrinsik dan
ekstrinsik.
A. Etiologi intrinsik atelektasis adalah sebagai berikut :
 Obstruktif :
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus.
Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda

9
asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu
yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.
Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam
aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang
mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan
mengalami infeksi.
 Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus
seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan
penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor
sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.
 Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang
berupa mukus.
 Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah,
cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga
thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinum.
 Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan
perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus
poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang
terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan
ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan
memperberat keadaan atelektasis.
 Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang
menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret
bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis
B. Etiologi ekstrinsik atelektasis:
 Pneumothoraks
 Tumor
 Pembesaran kelenjar getah bening.
 Pembiusan (anestesia)/pembedahan
 Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi

10
 Pernafasan dangkal
 Penyakit paru-paru

2.1.5 Patofisiologi
Pada atelektasis absorpsi, obstruksi saluran napas menghambat masuknya
udara ke dalam alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan. Udara yang sudah
terdapat dalam alveolus tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran
darah dan alveolus kolaps. Untuk mengembangkan alveolus yang kolaps total
diperlukan tekanan udara yang lebih besar, seperti halnya seseorang harus meniup
balon lebih keras pada waktu mulai mengembangkan balon.
Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik atau
ekstrinsik. Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh secret atau
eksudat yang tertahan. Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh
neoplasma, pembesaran kelenjar getah benih, aneurisma atau jaringan parut.
Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas
saluran nafas bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi
terjadinya obstruksi. Mekanisme-mekanisme yang beperan adalah kerja gabungan
dari “tangga berjalan silia” yang dibantu oleh batuk untuk memindahkan partikel-
partikel dan bakteri yang berbahaya ke dalam faring posterior, tempat partikel dan
bakteri tersebut ditelan atau dikeluarkan.
Mekanisme lain yang bertujuan mencegah atelektasis adalah ventilasi
kolateral. Hanya inspirasi dalam saja yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn
dan menimbulkan ventilasi kolateral ke dalam alveolus disebelahnya yang
mengalami penyumbatan. Dengan demikian kolaps akibat absorpsi gas-gas dalam
alveolus yang tersumbat dapat dicegah (dalam keadaan normal absorpsi gas ke
dalam darah lebih mudah karena tekanan parsial total gas-gas darah sedikit lebih
rendah daripada tekanan atmosfer akibat lebih banyaknya O2 yang diabsorpsi ke
dalam jaringan daripada CO2yang diekskresikan).
Selama ekspirasi, pori-pori Kohn menutup, akibatnya tekanan di dalam
alveolus yang tersumbat meningkat, sehingga membantu pengeluaran sumbat
mucus. Bahkan dapat dihasilkan gaya ekspirasi yang lebih besar, yaitu sesudah

11
bernafas dalam, glotis tertutup dan kemudian terbuka tiba-tiba seperti pada proses
batuk normal. Sebaliknya pori-pori Kohn tetap tertutup sewaktu inspirasi dangkal;
sehingga tidak ada ventilasi kolateral menuju alveolus yang tersumbat; dan
tekanan yang memadai untuk mengeluarkan sumbat mucus tidak akan tercapai.
Absorpsi gas-gas alveolus ke dalam aliran darah berlangsung terus, dan
mengakibatkan kolaps alveolus. Dengan keluarnya gas dari alveolus, maka tempat
yang kosong itu sedikit demi sedikit akan terisi cairan edema.
Atelektasis pada dasar paru sering kali muncul pada mereka yang
pernapasannya dangkal karena nyeri, lemah atau peregangan abdominal. Sekret
yang tertahan dapat mengakibatkan pneumonia dan atelektasis yang lebih luas.
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantina jaringan paru
yang terserang dengan jaringan fibrosis. Untuk dapat melakukan tindakan
pencegahan yang memadai diperlukan pengenalan terhadap faktor-faktor yang
mengganggu mekanisme pertahanan paru normal.
Atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua bagian
paru atau bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan mengakibatkan
kolaps. Sebab-sebab yang paling sering adalah efusi pleura, pneumothoraks, atau
peregangan abdominal yang mendorong diafragma ke atas. Atelektasis tekanan
lebih jarang terjadi dibandingkan dengan atelektasis absorpsi.
Hilangnya surfaktan dari rongga udara terminal menyebabkan kegagalan
paru untuk mengembang secara menyeluruh dan disebut sebagai mikroatelektasis.
Hilangnya surfaktan merupakan keadaan yang penting baik pada sindrom distress
pernapasan akut (ARDS) dewasa maupun bayi.
Atelektasis dapat terjadi pada satu tempat yang terlokalisir di paru, pada
seluruh lobus atau pada seluruh paru. Penyebab yang palig sering adalah:
Atelektasis biasanya merupakan akibat dari sumbatan bronki kecil oleh
mucus atau sumbatan bronkus besar oleh gumpalan mucus yang besar atau benda
padat seperti kanker. Udara yang terperangkap di belakang sumbatan diserap
dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam. Oleh darah yang mengalir
dalam kapiler paru. Jika jaringan paru cukup lentur (pliable), alveoli akan menjadi
kolaps.

12
Tetapi, jika paru bersikap kaku akibat jaringan fibrotik dan tidak dapat
kolaps, maka absorpsi udara dari alveoli menimbulkan tekanan negatif yang hebat
dalam alveoli dan mendorong cairan keluar dari kapiler paru masuk ke dalam
alveoli, dengan demikian menyebabkan alveoli terisi penuh dengan cairan edema.
Ini merupakan efek yang paling sering terjadi bila seluruh paru mengalami
atelektasis, suatu keadaan yang disebut kolaps masif dari paru, karena kepadatan
dinding dada dan mediastinum memungkinkan ukuran paru berkurang hanya kira-
kira separuh dari normal, dan tidak mengalami kolaps sempurna.
Efek terhadap fungsi paru seluruhnya disebabkan oleh kolaps masif
(atelektasis) pada suatu paru dilukiskan pada gambar dibawah ini. Kolaps jaringan
paru tidak hanya menyumbat alveoli tapi hampir selalu juga meningkatkan
tahanan aliran darah yang melalui pembuluh darah paru. Meningkatan tahanan ini
sebagian tejadi karena kolaps itu sendiri, yang menekan dan melipat pembuluh
darah sehingga volume paru berkurang. Selain itu, hipoksia pada alveoli yang
kolaps menyebabkan vasokonstriksi bertambah.
Akibat vasokonstriksi pembuluh darah, maka aliran darah yang melalui
paru atelektasis menjadi sedikit kebanyakan darah mengalir melalui paru yang
terventilasi sehingga tejadi aerasi dengan baik. Pada keadaan diatas lima per enam
darah mengalir melalui paru yang teraerasi dan hanya satu per-enam melalui paru
yang tidak teraerasi. Sebagai akibatnya, rasio ventilasi/perkusi seluruhnya hanya
sedang saja, sehingga darah aorta hanya mempunyai sedikit oksigen yang tidak
tersaturasi walaupun terjadi kehilangan ventilasi total pada satu paru.
Sekresi dan fungsi surfaktan dihasilkan oleh sel-sel epitel alveolus spesifik
ke dalam cairan yang melapisi alveoli. Zat ini menurunkan tegangan permukaan
pada alveoli 2 sampai 10 kali lipat, yang memegang peranan penting dalam
mencegah kolapsnya alveolus.
Tetapi, pada berbagai keadaan, seperti penyakit membrane hialine (juga
disebut sindrom gawat napas), yang sering terjadi pada bayi-bayi premature yang
baru lahir, jumlah surfaktan yang disekresikan oleh alveoli sangat kurang.
akibatnya tegangan permukaan cairan alveolus meningkat sangat tinggi sehingga
menyebabkan paru bayi cenderung mengempis, atau menjadi terisi cairan,

13
kebanyakan bayi ini mati lemas karena bagian paru yang atelektasis menjadi
semakin luas.
Pada atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua
bagian paru atau bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolpas. Sebab-sebab yang paling sering adalah efusi pleura,
pneumotoraks, atau peregangan abdominal yang mendorong diapragma keatas.
Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi di bandingkan dengan atelektasis absorbsi.
Berbeda dengan atelektasis absorpsi, pada atelektasis kompresi (tekanan)
terjadi akibat adanya tekanan ekstrinsik pada bagian paru, sehingga mendorong
udara keluar dan menyebabkan bagian tersebut kolaps. Tekanan ini biasa terjadi
akibat efusi pleura, pneumotoraks atau peregangan abdominal yang mendorong
diafragma ke atas.

2.1.6 Menifestasi Klinis


Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak
nafas yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami
gejala sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek.
A. Gejalanya bisa berupa:
 gangguan pernafasan
 nyeri dada
 batuk
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung,
kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya
atelektasis. Pada umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis,
limfoma, neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan infeksi misalnya
bronchitis, bronkopmeumonia, dan pain-lain jarang menimbulkan gejala klinis
yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama. Jika daerah atelektsis
itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan yang
cepat dan dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika
berlanjut akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup

14
dan mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelektasis yang
luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising nafas akan melemah
atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak
dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung
dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi.

2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan
kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
 Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena
kembali bisa mengembang
 Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur
lainnya
 Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
 Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
 Postural drainase
 Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
 Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
 Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang,
menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-
paru yang terkena mungkin perlu diangkat.
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru
yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan
jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
1. Medis
 Pemeriksaan bronkoskopi
 Pemberian oksigenasi
 Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan
kortikosteroid)

15
 Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)
 Pemeriksaan bakteriologis
2. Keperawatan
 Teknik batuk efektif
 Pegaturan posisi secara teratur
 Melakukan postural drainase dan perkusi dada
 Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur

2.1.8 Komplikasi
Pada pasien yang mengalami atelektasis maka akan terjadi :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura di mana
masukan udara ke dalam rongga pleura, dapat dibedakan menjadi pneumothorak
spontan, udara lingkungan keluar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka
tusuk, misalnya udara melalui mediastinum yang disebabkan oleh trauma.
2. Efusi pleura
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis dapat
menyebabkan pirau (jalan pengalihan) intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila
meluas, dapat menyebabkan hipoksemia.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan diagnostik
a. Radiologi Konvensial
Pemeriksaan rontgen thoraks adakalanya dapat memberikan petunjuk
untuk mendiagnosis atelektasis. Bentuk-bentuk kolaps pada atelektasis secara
klinis dan radiologi, sebagai berikut:
 Kolaps paru menyeluruh
 Opasifikasi hemithoraks
 Pergeseran mediastinum ke sisi yang terkena
 Diafragma terangkat

16
Gambar 2.2 Radiologi kolaps paru (Sumber: google.co.id)

 Kolaps lobus kanan atas


 Fisura horizontal normal terletak pada anterior kanan iga ke empat
 Pada kolaps yang parah, lobus menjadi datar berlawanan dengan
mediastinum posterior
 Kolaps lobus tengah kanan
 Sumbatan pada perbatasan jantung kanan sering tampak
 Proyeksi Lordotik AP memperlihatkan pergeseran fisura.
 Kolaps lobus bawah
 Opasitas terlihat pada proyeksi frontal
 Gambaran wedge-shaped shadows
 Hilus tertekan dan terputar ke medial.
 Kolaps lingula

17
 Gambaran radiologi mirip dengan gambaran kolaps lobus tengah
kanan
 Proyeksi frontal perbatasan jantung kiri menjadi kabur.
 Kolaps lobus kiri atas
 Terlihat jelas pada proyeksi frontal
 Pergeseran anterior di seluruh celah obliq, hampir sejajar pada dinding
dada anterior
 Opasitas kabur terlihat di bagian atas, tengah dan kadang-kadang pada
daerah bawah
 Opasitas yang paling padat di dekat hilus
 Elevasi hilus
 Trakea sering menyimpang ke kiri
b. Computed Tomography Scan (CT-SCAN)
 Kolaps lobus bawah
Adanya campuran densitas pada paru yang mengalami kolaps diakibatkan
bronkus berisi cair.
 Kolaps lobus kiri atas
 Opasitas kabur terlihat dibagian atas, tengah dan kadang-kadang pada
daerah bawah
 Opasitas yang paling padat di dekat hilus
 Kadang seperti nodus limfatik yang mengalami klasifika
 Kolaps paru menyeluruh
 Opasifikasi hemithoraks
 Adanya herniasi di kedua paru retrosternal dan refleksi azygo-
esofagus. Esophagus berisi sedikit udara

18
2.
3.
4.
Gambar 2.3 Pola Kolaps pada atelektasis (Sumber:
imadewijaya20.blogspot.com)

2. Pemeriksaan laboratorium
 Analisa Gas darah : Po2 : 35 mmHg
Pco2 : 49 mmHg
 Leukosit banyak di dalam sputum
 Pemeriksaan Sputum : BTA ( + )

2.2 KONSEP ASKEP


2.2.1 Pengkajian
A. Indentitas
 Nama:

19
 Umur: terjadi pada bayi yang baru lahir, anak-anak atau pada usia tua
 Jenis kelamin: bisa terjadi pada pria dan wanita
 Pekerjaan: biasanya terjadi pada orang yang bekerja pada daerah dengan
polusi tinggi
B. Keluhan utama
Pada atelektasis keluhan utama yang dirasakan adalah :
 Sesak nafas
 Nyeri dada
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan sesak nafas, setelah beraktivitas dan merasakan nyeri
dada pada bagian yang terkena atelektasis.
D. Riwayat penyakit keluarga
Pasien tidak mempunyai penyakit menurun.
E. Riwayat penyakit dahulu
Pada saat lahir pasien pernah mengalami kelainan yaitu setelah lahir belum
sempat terjadi tangis yang pertama.
F. Riwayat psiko social
 Pasien merasakan cemas karena mengalami nyeri
 Pasien jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar
G. Pola aktivitas sehari-hari
 Mobilisasi berkurang karena pasien sesak nafas jika pasien banyak
melakukan aktivitas
 Pola istirahat, tidur pasien menjadi berkurang atau tidak teratur
 Pemasukan nutrisi dan cairan berkurang
H. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan thoraks yang cermat, yang mencakup inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi, sering kali menunjukkan diagnosis kelainan paru yang
terjadi. Hasil pemeriksaan fisik pada atelektasis (obstruksi lobaris) yang sering
ditemukan adalah :
 Tanda-tanda vital
 TD : hipertensi

20
 S : hipertermi >39°C
 RR : dipsnea 30x/mnt
 N : takikardi 130x/mnt
 Inspeksi → berkurangnya gerakan pada sisi yang sakit,
adanya sianosis pada bibir dan ujung jari
pasien terlihat pucat
 Palpasi → fremitus berkurang, trakea dan jantung bergeser
 Perkusi → batas jantung dan mediastinumm akan bergeser, letak
diagfragma meninggi
 Auskultasi → suara nafas melemah,dan terdengar ronki

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tak efektif b/d perubahan tekanan paru
2. Bersihan jalan nafas inefektif b/d akumulasi mukus pada bronkus
3. Gangguan pertukaran gas b/d ventilasi dan perfusi tidak seimbang
4. Nyeri b/d proses inflamasi paru
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan napsu makan
6. Intoleran aktivitas b/d penurunan suplai oksigen
7. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit

2.2.3 Intervensi
1. Pola napas inefektif b/d perubahan tekanan paru
 Tujuan : Pola nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan
 Kriteria hasil:
 Tidak terjadi hipoksia atau hipoksemia
 Tidak sesak
 RR normal (16-20 × / menit)
 Tidak terdapat kontraksi otot bantu nafas
 Tidak terdapat sianosis

21
INTERVENSI RASIONAL
 Berikan informasi pada pasien  Informasi yang adekuat dapat
tentang penyakitnya
membawa pasien lebih kooperatif
dalam memberikan terapi
 Atur posisi semi fowler  Jalan nafas yang longgar dan tidak
ada sumbatan proses respirasi dapat
berjalan dengan lancar.
 Sianosis merupakan salah satu
 Observasi tanda dan gejala sianosis
tanda manifestasi ketidakadekuatan
suply O2 pada jaringan tubuh
perifer
 Pemberian oksigen secara adequat
 Berikan terapi oksigenasi dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga
mencegah terjadinya hipoksia.
 Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai
 Observasi tanda-tanda vital
dengan kerja jantung yang menurun
timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.
 Ketidakmampuan tubuh dalam
proses respirasi diperlukan
 Observasi timbulnya gagal nafas. intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation).
 Pengobatan yang diberikan berdasar
indikasi sangat membantu dalam
 Kolaborasi dengan tim medis dalam proses terapi keperawatan
memberikan pengobatan

2. Bersihan jalan napas inefektif b/d akumulasi mukus pada bronkus

22
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien
menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan nafas.
 Kriteria hasil: Klien dapat mempertahankan jalan nafas secara
efektif

INTERVENSI RASIONAL
 Auskultasi bunyi nafas.catat adanya  Beberapa derajat spasme
bunyi nafas, misal: mengi ,ronki. bronkus terjadi dengan obtruksi
jalan nafas dan terdapat nafas
adventisius.
 Pernafasan dangkal dan gerakan
 Kaji frekwensi kedalaman pernafasan dada tidak simetris sering
dan gerakan dada, dan ajarkan teknik terjadi karena
batuk efektif ketidaknyamanan gerakan
dinding dada/cairan paru.
 Cairan (khususnya air
hangat)memobilisasi
 Sianosis kuku menunjukan
 Observasi warna kulit,membran
adanya vasokontruksi,sianosis
mukosa, dan kuku
 Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari, membram mukosa dan kulit

kecuali kontra indikasi,tawarkan air sekitar mulut menunjukan

hangat. hipoksemia sistemik

3. Gangguan pertukaran gas b/d ketidak seimbangan ventilasi dan


perfusi
 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
 Kriteria hasil: Pertukaran gas dapat dipertahankan

INTERVENSI RASIONAL
 kaji frekuensi kedalaman  Untuk mengevaluasi derajat
pernafasan. distres pernafasan pernafasan
atau proses penyakit .

23
 Tinggikan kepala tempat tidur bantu  Pengiriman oksigen dapat di
pasien memilih posisi yang mudah perbaiki dengan posisi duduk
untuk bernafas. Dorong pasien tinggi dan latihan nafas untuk
untuk penafasan dalam atau nafas menurunkan kolaps jalan nafas.
bibir.
 Bunyi nafas mungkin redup
 Auskultasi bunyi nafas,cacat area
karena penurunan aliran
penurunan aliran udara /bunyi
udara,adanya mengi
tambahan, (ronki,mengi,redup).
mengindikasikan spasme
bronkus.
 Penurunan getaran fibrasi
 Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
diduga ada pengumpulan cairan.
 Selama distres pernafasan
 Palpasi fremitus (getaran vibrasi
berat/akut ,pasien secara total
pada saat palpasi).
tidak mampu melakukan
aktivitas sehari – hari
 Takikardia dan perubahan
 Awasi tanda – tanda vital dan irama tekanan darah yang dapat
jantung. menunjukan adanya hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
 Kolaborasi

 Awasi /gambaran seri GDA dan  PaCO2 biasanya meningkat


nadi. (bronchitis,emfisema)dan
 Berika oksigen tambahan sesuai
PaCO2 secara umum
degan indikasi hasil GDA dan
menurun ,sehingga terjadi
toleransi pasien.
hipoksia .
 Bantu intubasi ,berikan /pertahankan  Memperbaiki atau mencegah

ventilasi mekanik memburuknya hipoksia.


Terjadinya kegagalan nafas
yang akan datang memerlukan
upaya penyelamatan hidup.

4. Nyeri b/d proses inflamasi paru

24
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien
menunjukan nyeri hilang/terkontrol
 Kriteria hasil :
 Menunjukan pasien dapat rileks
 Pasien dapat beristirahat dengan baik dengan nyeri yang
terkontrol
 Menunjukan peningkatan aktivitas dengan tepat.

INTERVENSI RASIONAL
 Tentukan karakteristik nyeri  Nyeri dada, biasanya ada dalam
beberapa derajat pada penyakit pada
sistem respirasi
 Perubahan frekuensi jantung atau
 Pantau TTV
TD menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila
alasan lain untuk perubahan tanda
vital telah terlihat
 Tindakan non-analgetik diberikan
 Berikan tindakan nyaman, seperti
dengan sentuhan lembut dapat
relaksasi
menghilangkan ketidaknyamanan
dan memperbesar efek terapi
analgesik
 Pernapasan mulut dan terapo
 Tawarkan pembersihan mulut oksigen dapat mengiritasi dan
dengan sering mengerikan membran mukosa,
potensial ketidaknyamanan umum.
 Obat ini dapat digunakan untuk
menekan batuk non-produktif/
 Kolaborasi : berikan analgetik dan
paroksismal atau menurunkan
antitusif sesuai indikasi
mukosa berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/ istirahat umum.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan napsu makan

25
 Tujuan : Setalah diberikan tindakan keperawatan, pasien menunjukan
peningkatan napsu makan
 Kriteria hasil :
 Mempertahankan/meningkatkan berat badan
 Nutrisi pasien tercukupi dan seimbang

INTERVENSI RASIONAL
 Identifikasi faktor yang  Pilihan intervensi tergantung pada
menimbulkan anoreksia, mual/ penyebab masalah
muntah. Misal: sputum banyak,
dipsnea berat, nyeri.
 Berikan wadah tertutup untuk
 Menghilangkan tanda bahaya, rasa,
sputum dan buang sesering
bau dari lingkungan pasien dan
mungkin. Berikan/ bantu kebersihan
dapat menurunkan mual.
mulut setelah muntah.
 Jadwalkan pengobatan pernapasan
 Menurunkan efek mual yang
sedikitnya 1 jam sebelum makan
 Auskultasi bunyi usus. Observasi/ berhubungan dengan pengobatan ini
 Bunyi usus mungkin menurunkan/
palpasi distensi abdomen.
tak ada bila proses infeksi berat/
memanjang. Distensi abdomen
terjadi sebagai akibat menelan
udara atau menunjukan pengruh
toksin bakteri pada saluran GI.
 Berikan makan porsi kecil dan
 Tindakan ini dapat meningkatkan
sering termasuk makanan kering
masukan meskipun napsu makan
(roti panggang, krekers) dan/ atau
mungkin lambat untuk kembali.
makanan yang menarik untuk
pasien
 Evaluasi status nutrisi umum, ukur
 Adanya kondisi kronis (seperti
berat badan dasar.
PPOM atau alkhosolisme) atau
keterbatasan keuangan dapat
menimbulkan malnutrisi, rendahnya

26
tahanan terhadap infeksi, dan/ atau
lambatnya respons terhadap terapi.

6. Intoleransi aktivitas b/d penurunan suplasi oksigen


 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu
berktivitas.
 Kriteria hasil: Klien dapat mempertahankan aktivitas

INTERVENSI RASIONAL
 Evaluasi respon pasien terhadap  Menetapkan kemampuan atau
aktivitas catat laporan dipsnea, kebutuhan pasien dan
peningkatan kelemahan atau kelelahan memudahkan pilihan intervensi.
dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
 Berikan lingkungan yang tenang dan
 Menurunkan distres dan
batasi pengunjung selama fase akut
rangsangan yang berlebihan
sesuai indikasi.
atau meningkatkan istrahat.
 Bantu pasien memilih posisi yang
 Membuat pasien nyaman apa
nyaman untuk istirahat dan tidur.
bila kepala ditinggikan, tidur
dikursi atau menunduk ke depan
meja atau bantal.

7. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit


dan pengobatan
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menyatakan
pemahaman proses penyakit dan proses pengobatan/ keperawatan
 Kriteria hasil :
 Pasien dapat mengetahui tentang proses penyakit
 Dapat menjalani aktivitas tanpa ada kecemasan karena ketidak
tahuan tentang proses penyaki

27
 Dapat melakukan perubahan pola hidup dan berpatisifasi dalam
program pengobatan

INTERVENSI RASIAONAL
 Kaji fungsi normal paru, patologi  Meningkatkan pemahaman situasi
kondisi. yang ada dan penting
menghubungkannya dengan
program pengobatan
 Iformasi dapat meningkatkan
 Diskusikan aspek ketidakmampuan
koping dan membantu menurunkan
dari penyakit, lamanya
ansietas.
penyembuhan, dan harapan
kesembuhan. Indentifikasi perawtan
diri dan kebutuhan/ sumber
pemeliharaan rumah.
 Berikan informasi dalam betunk  Kelemahan dan depresi dapat
tertulis dan verbal mempengaruhi kemampuan unutk
mengasilimasi informasi/ mengikuti
program medik
 Selama awal 6-8 minggu setelah
 Tekankan pentingnya melanjutkan
pulang, pasien beresiko masih
bantuk efektif/ latihan pernapasan
untuk kambuh

2.2.4 Implementasi
1. Pola nafas tak efektif b/d perubahan tekanan paru
 Merikan informasi pada pasien tentang penyakitnya
 Mengatur posisi semi fowler
 Mengobservasi tanda dan gejala sianosis
 Memberikan terapi oksigenasi
 Mengobservasi tanda-tanda vital
 Mengobservasi timbulnya gagal nafas.
 Berkolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan

2. Bersihan jalan nafas inefektif b/d akumulasi mukus pada bronkus

28
 Mengauskultasi bunyi nafas.catat adanya bunyi nafas, misal: mengi
,ronki.
 Mengkaji frekwensi kedalaman pernafasan dan gerakan dada, kemudian
ajarkan teknik batuk efektif.
 Mengobservasi warna kulit,membran mukosa, dan kuku
 Memberikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari, kecuali kontra
indikasi,tawarkan air hangat.

3. Gangguan pertukaran gas b/d ventilasi dan perfusi tidak seimbang


 Mengkaji frekuensi kedalaman pernafasan.
 Meninggikan kepala tempat tidur bantu pasien memilih posisi yang
mudah untuk bernafas. Dorong pasien untuk penafasan dalam atau
nafas bibir.
 Mengauskultasi bunyi nafas,cacat area penurunan aliran udara /bunyi
tambahan, (ronki,mengi,redup).
 Mengevaluasi tingkat toleransi aktivitas.
 Mempalpasi fremitus (getaran vibrasi pada saat palpasi).
 Mengawasi tanda – tanda vital dan irama jantung.
 Mengawasi seri GDA dan nadi.
 Memberikan oksigen tambahan sesuai degan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.
 Membantu intubasi ,berikan /pertahankan ventilasi mekanik

4. Nyeri b/d proses inflamasi paru


 Menentukan karakteristik nyeri
 Memantau TTV
 memberikan tindakan nyaman, seperti relaksasi
 menawarkan pembersihan mulut dengan sering
 Kolaborasi : berikan analgetik dan antitusif sesuai indikasi

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan napsu makan


 Mengidentifikasi faktor yang menimbulkan anoreksia, mual/ muntah.
Misal: sputum banyak, dipsnea berat, nyeri.
 Memberikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Berikan/ bantu kebersihan mulut setelah muntah.
 Menjadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
 Mengauskultasi bunyi usus. Observasi/ palpasi distensi abdomen.
 Memberikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering

29
(roti panggang, krekers) dan/ atau makanan yang menarik untuk pasien
 Mengevaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

6. Intoleran aktivitas b/d penurunan suplai oksigen


 Mengevaluasi respon pasien terhadap aktivitas catat laporan dipsnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas.
 Memberikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi.
 Membantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur

7. Anxietas b/d hospitalisasi (ICU)


 Mengkaji fungsi normal paru, patologi kondisi.
 Mendiskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya
penyembuhan, dan harapan kesembuhan. Indentifikasi perawtan diri dan
kebutuhan/ sumber pemeliharaan rumah.
 Memberikan informasi dalam betunk tertulis dan verbal
 Menekankan pentingnya melanjutkan bantuk efektif/ latihan pernapasan

2.2.5 Evaluasi
1. Dx 1: pola napas pasien dapat teratasi/ kembali menjadi efektif.
2. Dx 2: bersihan jalan napas pasien teratasi/ kembali menjadi efektif
3. Dx 3: kerusakan pertukaran gas teratasi, dan adanya perbaikan ventilasi dan
oksigenisasi jaringan.
4. Dx 4: nyeri yang diderita pasien hilang, teratasi dan terkontrol
5. Dx 5: pasien menunjukan napsu makannya membaik dan berat badan
meningkat.
6. Dx 6: pasien menunjukan peningkatan aktivitas
7. Dx 7: pasien lebih tenang dan memahami proses penyakit

30
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.

31
Diagnosa atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil
pemeriksaan fisis. Secara radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang
homogen dengan tanda pengempisan lobus
Etiologi atelektasis merupakan akibat suatu kelainan paru yang dapat
disebabkan bronkus yang tersumbat, tekanan ekstra pulmonary, paralisis,
hambatan gerak pernafasan oleh efusi pleura. Pada umumnya atelektasis yang
terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma, neoplasma, asma dan penyakit yang
disebabkan infeksi misalnya bronchitis, bronkopmeumonia, dan lain-lain jarang
menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus
utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi dispnea
dengan pola pernapasan yang cepat dan dangkal, takikardi dan sering sianosis,
temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut akan menyebabkan penurunan
kesadaran atau syok.

3.2 SARAN
Atelektasis merupakan penyakit yang harus ditangani dengan cepat dan
tepat karena sebagian angka mortalitas dari penyakit gangguan pola nafas adalah
penyakit atelektasis. Penanganan yang baik dan pendiagnosaan yang tepat akan
memberiakan ketepatan dalam pencegahan penyakit ini.
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan
tentangatelektasis dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita
memberikan informasi atau health education mengenai atelektasis kepada
para orangtua terhadap anak yang utama.
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu
terjadinyaatelektasis dan meningkatkan pencegahaan.

32

Anda mungkin juga menyukai