disusun oleh:
DESSY DASWAR
G1A217059
Pembimbing:
Pleura merupakan sutau membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura
viseralis dan pleura parietalis dengan cavum pleura diantaranya, dimana keduanya
akan bersatu didaerah hillus dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama
bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Kedua
lapisan pleura terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan
pembuluh getah bening. Berbagai proses patogenesis dapat terjadi pada rongga
pleura seperti terjadinya penumpukan cairan ataupun udara. Proses patogenesis
yang sering terjadi adalah efusi cairan, dimana terjadinya akumulasi cairan di
cavum pleura melebihi batas normal (10-20 ml). Penumpukan cairan tersebut
salah satunya dapat disebabkan karena adanya reaksi peradangan yang dapat
menimbulkan efusi eksudat, paling sering penyebabnya adalah karena infeksi
mikobakterium tuberkulosis.1,2.3
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia produktif, sekitar 15-50 tahun
diperkirakan penderita TB dewasa kehilangan waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal ini
juga akan memberikan dampak ekonomi yang cukup besar, terutama untuk
kelurga. Diperkirakan akan mengalami penurunan pendapatan eluarga sekitar 20-
30%. Selaiin memberikan dampak buruk secara ekonomis, TB juga akan
memberikan dampak buruk secara sosial, seperti pandangan negatif masyarakat
kepada penderita.1.3
1.2 Anamnesis
1. Keluhan utama
Sesak napas yang semakin memberat sejak ± 2 hari SMRS.
2. Riwayat perjalanan penyakit sekarang
Os datang dengan keluhan sesak napas sejak ± 2 hari SMRS yang dirasakan
semakin hari semakin memberat. Sesak napas pertama kali dirasakan sejak ± 2
minggu SMRS. Os kemudian berobat ke puskesmas, setelah itu sesak napas
awalnya dirasakan berkurang tetapi kemudian timbul kembali. Os tidak
mengetahui persis obat yang diberikan. Os sering terbangun dimalam hari karena
sesak napas hingga sulit untuk tidur. Sesak napas berkurang jika os tidur
menggunakan 2-3 bantal yang ditumpuk dan napas lebih terasa ringan jika dalam
posisi duduk. Sesak napas yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin,
debu ataupun emosi.
Os juga mengeluh batuk sejak ± 1 bulan SMRS. Batuk awalnya berupa batuk
kering selama beberapa hari kemudan mulai berdahak hingga os masuk rumah
sakit. Warna dahak kekuningan, kental dan tidak disertai bercak darah. Os
mengaku batuk hanya sesekali dalam sehari namun dalam 2 minggu terakhir batuk
dirasakan semakin sering dan memperberat sesak napas yang dialami.
Os juga mengeluhkan demam sejak ± 1 bulan SMRS. Demam dirasakan
timbul sepanjang hari, baik siang hari maupun malam hari. Demam timbul secara
mendadak dan dirasakan demam tidak terlalu tinggi serta tdak disertai menggigil.
Demam turun jika os minum obat parasetamol yang dibeli di warung dan jika
meminum obat yang diberikan di puskesmas, namun setelah itu os merasa demam
kembali muncul. Demam terkadang disertai keringat pada malam hari, tetapi os
mengaku jika keringat pada malam hari tersebut hanya muncul sesekali saja.
Os mengeluh nyeri disekitar pinggang sebelah kiri yang pertama kali
dirasakan sejak ± 1.5 tahun yang lalu. Nyeri terkadang juga dirasakan hilang
timbul pada punggung, dada dan bahu, namun nyeri dirasakan lebih berat pada
daerah pangkal paha kiri. Jika os berjalan maka nyeri di pangkal paha kiri akan
semakin dirasakan memberat hingga ke pinggang kiri, sehingga akhirnya os tidak
sanggup untuk berjalan. Oleh karena itu, sehari-hari os lebih banyak berbaring
ditempat tidur dan mengandalkan anggota keluarga untuk berpindah tempat.
Os mengeluh BAB tidak lancar. BAB terakhir ± 2 minggu yang lalu dengan
konsistensi lembek, berwarna kuning kecoklatan, tidak berbau amis, tidak disertai
nyeri dan darah. Sebelumnya os memang sering jarang BAB seperti ini. BAK
normal, tidak ada nyeri saat BAK, warna kekuningan dan tidak berpasir. Os
mengeluh badan terasa lemas dan sering pusing diikuti pandangan berkunang-
kunang yang semakin berat jika os beraktivitas sehingga os sehari-hari hanya
berisitrahat di rumah. Os merasa nafsu makan semakin berkurang dan badan
semakin kurus. Dalam sehari, os hanya meminum segelas susu dan terkadang nasi
lembek 2 kali sehari sekitar 3-5 sendok tiap makannya.
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat minum OAT selama 6 bulan sekitar 1 tahun yang lalu. OAT diminum
tuntas dan teratur hingga os dinyatakan sembuh.
b. Riwayat hipertensi (+)
c. Riwayat penyakit jantung membesar (+)
d. Riwayat DM (-)
e. Riwayat penyakit hati (-)
Kelenjar :
Pembesaran kelenjar submandibula (-), submental (-), jugularis superior(-),
jugularis interna (-)
Kepala :
Normochepal, ekspresi muka normal, simetris, nyeri tekan syaraf (-),
deformitas (-)
Mata :
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil
kanan & kiri isokor, sekret (-), pandangan kabur (+), lapangan pandang
(dbn)
Telinga :
Tidak ada serumen, fungsi pendengaran berkurang, tidak ada sekret, nyeri
tekan tragus (-)
Hidung :
Deviasi septum (-), perdarahan (-), rinore (-), pembesaran konka (-),
sumbatan (-)
Mulut dan faring :
Sariawan (-), tonsil T1-T1, gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil(-),
bau pernapasan khas (-), disfagia (-), odinofagia (-)
Leher :
Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),kaku kuduk (-),
deviasi trakea ke arah dekstra, JVP 5+4 cmH2O,
Paru-paru
- Inspeksi: simetris pada keadaan statis dan dinamis, tidak ada gerakan
paru yang tertinggal, spider nevi (-), pelebaran sela iga (-), hipertrofi
otot pernafasan (-)
- Palpasi: nyeri tekan (-), fremitus taktil dekstra meningkat dibagian basal
- Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari ICS VII linea axillaris anterior
sinistra, kuat angkat (+), thrill (-).
- Perkusi :
Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICSVII linea axillaris anterior sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternalis Sinistra
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (+), murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar, simetris, sikatrik (-), striae (-)
- Palpasi : kontur lunak, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hati limpa
ginjal : tidak teraba.
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas
- Superior : deformitas (-), sianosis (-), edem (-), palmar eritem (-),
ujung jari pucat (-), CRT < 2 detik, kekuatan (5/5), reflex fisiologis
normal, reflex patologis tidak ada.
- Inferior : deformitas (-), sianosis (-), pucat (-), nyeri di pangkal
paha sinistra, pitting edema pada pedis (+/+), kekuatan (5/2), reflex
fisiologis normal, reflex patologis tidak ada.
1. Foto Toraks
Rontgen foto thoraks AP dengan hasil: thoraks kesan kardiomegali, efusi pleura
dekstra, lesi atau cavitas paru (+).
2. Darah rutin
WBC : 6,41 109/L (4-10)
RBC : 4,42 1012/L (3,5 - 5,55)
HGB : 12,8 g/dL % (11-16)
HCT : 41,9 % (35-50)
MCV : 94,9 fL (80-100)
MCH : 29 pg (27-34)
MCHC : 30,5 g/dL (32-36)
PLT: 218 109/L (100-300)
GDS : 98 mg/dL
3. Elektrolit
Na : 149,95 mmol/L (135-148)
K : 3,93 mmol/L (3,5-5,3)
Cl : 93,64 mmol/L (98-110)
Ca : 1,29 mmol/L (1,19-1,23)
4. Faal renal
Ureum : 30 mg/dl (15-39)
Kreatinin : 0,6 mg/dl (P 0,6-1,1)
- Sindrom geriatri
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x 25 mg/ml
Sucralfat syr 3 x 1 C
Amlodipin 1 x 10 mg
Natrim diclofenac 2 x 50 mg
Paracetamol 3 x 500 mg p.o
2.8 Anjuran Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan BTA
- Faal hati
2.9 Prognosis
2.10 Follow Up
Tanggal Perkembangan Terapi/Planing
Rabu, S: sesak napas (+), nyeri pinggang (+), demam IVFD RL 20 tpm
16 Agustus (+), lemas (+), batuk (+), tidak nafsu makan Inj. Ranitidin
2017 O: 2x25mg/ml
- Keadaan umum = sakit sedang Sucralfat syr 3 x 1 C
- Kesadaran = komposmentis Amlodipin 1 x 10 mg
- Vital sign: Na diclofenac 2x50 mg
TD = 160/100 mmHG
Paracetamol 3x 500 mg
N = 100 x/mnt
RR = 30 x/mnt
Anjuran:
T = 37,4°C
- Cek sputum BTA
- Elektrolit:
K : 3,93 mmol/L - Foto rontgen hip joint
Na: 149,95 mmol/L sinistra
Cl : 93,64 mmol/L - Faal hati
Ca: 1,29 mmol/L
- Pemeriksaan fisik
Kepala dan leher:
Konjungtiva anemis (-), JVP 5+4 cmH2O
Paru:
• Inspeksi: Simetris,
• Palpasi: fremitus taktil dekstra meningkat
dibagian basal
• Perkusi: redup dibagian thoraks dekstra
mulai dari ICS IV hingaga basal
• Auskultasi: vesikuler melemah dibagian
thoraks dekstra, mulai dari ICS IV hingga
basal
Abdomen:
Nyeri tekan (-), hepar lien ginjal tidak teraba
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan keputusan Kemenkes tahun 2009 tentang pedoman
penanggulangan tuberkulosis, maka penentuan klasifikasi penyakit didasarkan
atas empat hal yaitu:6
a. Berdasarkan organ tubuh yang terinfeksi
2. Tuberkulosis paru, yaitu infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis pada
parenkim paru
3. Tuberkulosis ekstra paru, yaitu infeksi TB yang mengenai organ lain
selain paru seperti:
Pleura dengan manifestasi adanya efusi pleura, yaitu akumulasi
caian yang berlebihan pada cavum pleura.
Penyebab: komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang
robek atau melalui aliran getah bening, maupun karena robeknya
perkijuan ke aliran saluran getah bening yang menuju rongga pelura.
Hal ini selanjutnya akan menimbulkan peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura yang pada akhirya akan menimbulkan
efusi eksudat.2,5
Gejala: Efusi biasanya unilateral, batuk (70%) biasanya nonproduktif,
nyeri dada pleuritik yang dirasakan mendahului batuk (70%), dan hanya
15% pasien yang tidak disertai demam. Pada perkusi ditemukan redup
dan pada auskultasi dapat ditemukan suara napas yang melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang terdat cairan. 2
Kelenjar getah bening
Abdomen
Traktus genitourinarius
Kulit
Sendi dan tulang
Meningen.
3.1.6 Patogenesis6
d. Pemeriksaan radiologis6,7
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto thoraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto thoraks pelru dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
1. Hanya 1 dari 3 spesimen sputum SPS hasilnya BTA positif.
2. Ketiga spesimen sputum hasilnya tetap negatif steelah 3 spesimen sputum
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak napas berat yang
memerlukan penanganan khusus seperti penumotoras, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis, atau efusi pleura, dan pasien yang mengalami
hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah sebagai
berikut:6
1. Banyangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
2. Kavitas, terutama jika lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
3.1.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengbatan TB adalah sebagai berikut:6,7
1. Mengobati penyakit TB itu sendiri
2. Mencegah kematian dari TB aktif atau komplikasi TB
3. Mencegah TB relaps
4. Mencegah resistensi obat karena pemakaian kombinasi obat
5. Mengurangi penularan TB terhadap orang lain
Prinsip pengobatan TB terdiri dari 2 tahap yaitu:6
a. Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal pasien mendapatkan obat setiap hari .Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya sebagian besar
pasien BTA positif akan menjadi negatif dalam 2 bulan.
b. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapatkan jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
Berikut adalah panduan OAT pada dewasa menurut program nasional
penanggulangan TB di Indonesia:7
a. Kategori 1: 2(RHZE)/4(RH)3
Tabel 3.1 Panduan OAT KDT kategori 1
b. Kategori 2: 2 (RHZE)S/RHZE/5(RH)3E3
Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif.7
Tabel 3.3 Panduan OAT KDT Kategori 2
Hipertensi pulmonal
Kor pulmonal
3. Pemeriksaan penunjang11
Pemeriksaan penunjang laboratorium awal meliputi urinalisis, darah rutin,
faal ginjal, gula darah puasa, pemeriksaan elektrolit, profil lipid, dan EKG.
Indikasi ekokardiografi pada pasien hipertensi yaitu:
a. Konfirmasi gangguan jantung atau murmur
b. Hipertensi dengan kelainan katup
c. Hipertensi pada anak atau remaja
d. Hipertensi saat aktifitas, tetapi normal saat istirahat
e. Hipertensi yang disertai sesak napas yang belum jelas penyebabnya
3.3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum hipertensi mengacu pada tuntunan umum yaitu JNC
VIII. Bila sudah dalam tahap gagal jantung hipertensi, maka prinsip
pengobatannya sama dengan pengobatan gagal jantung yang lain yaitu diuretik,
ACE atau ARB bloker, penghambat beta dan penghambat aldosteron. Berikut
adalah algoritme penatalaksanaan hipertensi JNC VIII.12
Berikut adalah obat antihipertensi yang direkomendasikan dalam JNC 8:12
3.4 Low Back Pain
Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri yang dirasakan didaerah
punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai kemungkinan seperti gangguan
pada saraf, otot, ataupun tulang. Nyeri pada LBP dirasakan setinggi antara costae
ke 12 dan lipatan gluteal, dengan atau tanpa nyeri tungkai.13
Nyeri pada LBP sangat beragam tergantung pada penyebab yang mendasari,
dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang belakang, otot,
discus intervertebralis, sendi maupun struktur lain yang menyokong tulang
belakang. Diantara penyebabnya antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:14
1. Viscerogenik LBP, yaitu berkaitan dengan adanya gangguan penyakit
dalam seperti ginjal atau tumor di daerah retroperitoneal.
2. Neurogenik LBP, yaitu bekaitan dengan adanya gangguan saraf seperti
pada hernia nucleus pulposus
3. Vascular LBP, yaitu berkaitan dengan adnaya gangguan pembuluh darah
seperti aneurisma
4. Psychogenic LBP, yaitu nyeri yang berkaitan dengan faktor pikiran dan
emosi
5. Spondylogenic LBP yaitu nyeri berkaitan dengan struktur tulang belakang
dan struktur penyokongnya seperti pada osteoporosis atau kelainan postur
tubuh.
Penatalaksaan pada LBP didasarkan pada penyakit yang mendasari timbulnya
nyeri tersebut. Sementara pencarian terhadap penyakit yang mendasari, tujuan
utama pengelolaan pada LBP adalah kontrol terhadap nyeri, mempertahankan
fungsi, dan mencega eksaserbasi. Pengelolaan nyeri pada LBP dapat
menggunakan NSAID seperti derivat asam propionic (ibuprofen, ketoprofen,
naproxen), derivat asam enolic (piroxicam, meloxicam) atau dari golongan
lainnya. Tindakan operasi diperlukan sesuai dengan kondisi yang mendasari
seperti hernia nucleus pulposus dan penyempitan canalis spinalis.13
1. Immobility
Imobilitas didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak atau tirah baring
selama 3 hari atau lebih, dnegan gerak anatomi tubuh menghilang akibat
perubahan fungsi fisiologis. Pada usia lanjut, penyebab utama imobilisasi adalah
rasa nyeri, lemah, kekauan otot, ketidak seimbangan, dan masalah psikologis.
2. Instability
Pada usia lanjut, berbagai faktor dapat berperan untuk terjadinya instabilitas
dan jatuh, baik itu faktor instrinsik (faktor pada pasien itu sendiri seperti riwayat
penyakit yang diderita) maupun faktor ekstrinsik (faktor yang ada pada
lingkungan sekitar seperti pencahayaan atau lantai yang licin).
3. Incontinance (urinary dan alvi)
Inkontinensia urin yaitu keluarnya urin yang tidak dikehendaki dalam jumla
dan frekuensi tertentu dan merupakan salah satu sindroom geriatri yang banyak
dijumpai. Sementara itu, inkontinensia alvi merupakan spontanitas atau
ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui anus.
4. Intelectual impairement
Pada usia lanjut, sering terjadi gangguan intelektual seperti delirium, dimana
terjadi penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi,
termasuk halusinasi dan ilusi, dan juga pada lansia dapat terjadi demensia adalah
gangguan fungsi inetelektual dan memori didapat, yang tidak berhubungan
dengan gangguan tingkat kesadaran.
5. Infection
Pada usia lanjut, keadaan infeksi sering menjadi penyebab kesakitan dan
kematian. Sulitya untuk mendeteksi secara dini infeksi yang terjadi pada usia
lanjut, dikarenakan gejala sering tidak khas, seperti tidak dijumpai adanya
peningkatan suhu tubuh, ditambah dengan kondisi yang delirium, adanya
penurunan nafsu makan yang tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya
perubahan tingkah laku sering terjadi pada keadaan infeksi usia lanjut.
6. Impairment of hearing, vision and smell
Gangguan pendengaran sangat umum terjadi pada usia lanjut sehingga
terkadang sulit unruk berkomunikasi. Selain itu penurunan fungsi penglihatan dan
penciuman sering terjadi pada usia lanjut.
7. Impaction
Masalah konstipasi pada usia lanjut meliputi dua mekanisme penting yaitu
dismotilitas dan disfungsi dasar pelvis. Usia tua yang menderita penyakit kronis
dan mengalami konstipasi memiliki pemanjangan waktu transit saluran cerna total
4-9 hari (normal <3 hari), dimana evakuasi tertunda saat melewati bagian
terbawah usus besar dan rektum. Pada usia lanjut juga mengalami penurunan
tekanan sfingter anal internal dan kekuatan oto pelvis, begitu juga perubahan
sensitivitas rektum dan fungsi anal. Pada wanita, lebih cendrung mengalami
penurunan tekanan pemerasan feses terutama setelah menopause dan akibat
cedera persalinan per vaginam. Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko
ataupun potensi terjadinya konstipasi.
8. Isolation
Isolasi (depresi) pada usia lanjut sering terjadi dengan penyebab utama adalah
kehilangan seseorang yang disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan binatang
peliharaan. Kecendrungan untuk menarik diri dari lingkungan memperberat
keadaan depresi, demikian juga kurangnya dukungan keluarga dan beberapa orang
dapat mencapai tahap akhir masa depresi yaitu dengan usaha bunuh diri.
9. Inanition
Pada usia lanjut sering terjadi malnutrisi yang mengakibatkan kehilangan
berat badan yang tidak diinginkan. Kekurangan nutrisi ini dapat terjadi karena
anoreksia yang merupakan penurunan fisiologis nafsu makan, atau karena
gangguan menelan ataupun kemiskinan.
10. Impecunity
Kemiskinan (impecunity) sering terjadi pada lanjut usia karena proses menua
menyebabkan seseorang menjadi kurang produktif akibat penurunan kemampuan
fisik untuk beraktivitas.
11. Iatrogenesis
Iatrogenesis merupakan suatu keadaan dimana pasien geriatri berada dalam
kondisi multipatologik sehingga menyebabkan pasien tersebut perlu
mengkonsumsi obat dalam jumlah banya (polifarmasi). Hal ini tentu akan
semakin menambah penurunan faal hati maupun ginjal serta sering timbul efek
samping obat.
12. Insomnia
Insomnia yang terjadi pada lanjut usia sering karena masalah-masalah dalam
hidup yang menjadi penyebab depresi, atau dapat juga terjadi karena beberapa
penyakit seperti diabetes melitus atau hiperaktivitas kelenjar tiroid.
13. Immuno-defficiency
Banyak hal yang mempengaruhhi sistem kekebalan pada usia lanjut seperti
kulit danmukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin yang melemah, respon
imun terhadap antigen yang menurun dengan jumlah antibodi yang menurun,
sehingga usia lanjut menjadi rentan terhada agen-agen infeksi.
14. Impotence
Impotensi merupakan hal yang sering terjadi pad ausia lanjut dimana adanya
ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual, antara lain dapat disebabkan oleh
gangguan organik seperti gangguan hormon, sistem saraf, dan pembuluh darah.
BAB IV
ANALISIS KASUS