Anda di halaman 1dari 10

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan potensi dan penerus untuk

mewujudkan kualitas dan keberlangsungan bangsa. Sebagai

manusia, anak berhak untuk mendapatkan pemenuhan,

perlindungan dan penghargaan akan hak asasinya. Sebagai

generasi penerus bangsa, anak harus dipersiapkan sejak

dini dengan upaya yang tepat, terencana, intensif dan

berkesinambungan agar tercapai kualitas tumbuh kembang

fisik, mental, sosial, dan spiritual tertinggi. Salah satu

upaya mendasar untuk menjamin pencapaian tertinggi

kualitas tumbuh kembangnya sekaligus memenuhi hak anak

adalah pemberian makan yang terbaik sejak lahir hingga usia

dua tahun (Maya, 2008).

Pola pemberian makan mendukung pertumbuhan optimal

bagi anak. Anak usia 0- 6 tahun terjadi pertumbuhan otak

hingga mencapai sekitar 75%, masa ini disebut periode emas

atau golden period. Pemberian makan yang optimal pada usia 0-

2 tahun memberikan kontribusi bermakna pada pertumbuhan

otak anak. Pemberian ASI saja sejak bayi lahir hingga usia 6

bulan (ASI eksklusif enam bulan) dapat memenuhi seluruh

kebutuhan gizi bayi, serta melindungi bayi dari berbagai


2

penyakit saluran pencernaan yang merupakan penyebab

utama kematian balita di Indonesia (Kementerian Kesehatan

RI, 2010).

Global Strategy for Infant and Young Child Feeding,

WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang

harus dilakukan untuk tumbuh kembang anak Pertama

memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30

menit setelah bayi lahir Kedua memberikan hanya air susu ibu

(ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir

sampai bayi berusia 6 bulan Ketiga memberikan makanan

tambahan sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan dan

Keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24

bulan atau lebih (Depkes RI, 2006).

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi yang

nilainya tidak bisa digantikan oleh apapun juga. Pemberian

ASI ikut memegang peranan dalam menghasilkan manusia

yang berkualitas. Bertambahnya usia bayi, bertambah pula

kebutuhan akan zat-zat gizi. Bayi umur 6 bulan perlu diberi

makanan lain selain ASI, makanan ini disebut makanan

tambahan (Hindah, 2008).

Menurut Sulastri (2004) pemberian makanan tambahan

pada bayi merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan

gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh kembang yang

optimal. Pemberian makanan tambahan pada bayi adalah


3

pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat gizi

pada bayi atau anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan

gizi setelah pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2007).

Pemberian makanan tambahan pada bayi harus dilakukan

secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan bayi

menguyah, menelan, dan mampu menerima bermacam-macam

bentuk makanan yaitu dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur

kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek,

dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2003).

Menurut Afriana (2004) makanan tambahan diberikan

seharusnya pada bayi yang berumur lebih dari 6 bulan. Hal ini

dikarenakan kebutuhan bayi akan zat gizi semakin bertambah

sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi,

sedangkan produksi ASI mulai menurun. Anak usia enam bulan

ke atas, bayi tidak cukup hanya diberi ASI dan susu formula

saja. Tetapi masih banyak bayi yang tidak diberi makanan

tambahan yang memadai karena daya beli orang tuanya

yang rendah. Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan

(Permenkes) No. 450/2004, bayi harus diberi ASI saja hingga

usia enam bulan, bukan empat bulan. Pemberian makanan

tambahan pada usia dini terutama makanan padat justru

menyebabkan banyak infeksi, kenaikan berat badan, alergi pada

salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan. Pemberian

cairan tambahan meningkatkan resiko terkena penyakit karena


4

pemberian cairan dan makanan padat menjadi sarana masuknya

bakteri pathogen (Fika, 2009). Hasil penelitian sesuai dengan

pendapat dari Depkes RI yang mengatakan bahwa, makanan

tambahan terlalu dini merupakan faktor risiko dan dapat

meningkatkan morbiditas pada bayi (Wiwoho, 2005).

Fenomena yang terjadi dimasyarakat bahwa ibu yang tidak

memberikan ASI eksklusif lebih memilih memberikan makanan

tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Sebagian ibu

menganggap bahwa dengan memberikan makanan tambahan

pada bayi usia kurang dari enam bulan akan memenuhi

kebutuhan nutrisi bayi dan bayi tidak akan merasa kelaparan. Di

samping itu, masih banyak ibu yang belum mengetahui manfaat

pemberian ASI eksklusif. Hal ini berbahaya dilihat dari sistem

pencernaan bayi belum sanggup mencerna atau menghancurkan

makanan secara sempurna (Budiharjo, 2004).

Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di

Indonesia berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan

menurun. Hal ini menggambarkan meningkatnya pemberian

MP-ASI dini dari 71,4% pada tahun 2010 menjadi 75,7% pada

tahun 2011 (Depkes, 2012). Salah satu dampak akibat

diberikannya makanan tambahan terlalu dini adalah gangguan

pada pencernaan seperti diare, muntah, perut kembung

(flatulensi) dan sulit buang air besar (konstipasi) karena

kemungkinan adanya malabsorsi pada bayi karena intoleransi


5

laktosa, terkontaminasinya makanan dengan serangga dan

bakteri, memakan atau meminum makanan basi, ketidak

mampuan sistem pencernaan untuk mencerna makanan pada

bayi umur bawah 6 bulan. Bayi umur bawah 6 bulan sistem

pencernaaan makanan belum siap untuk mencerna atau

menerima makanan tambahan (Keyla, 2008). Menurut WHO

(2008) menyatakan bahwa setiap tahun 1,5 juta anak balita

meninggal dunia akibat penyakit diare. Hal ini menyebabkan

diare sebagai penyebab kematian terbesar kedua pada anak

balita. Pada penyakit konstipasi yang berat (obstipasi) dapat

menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi balita

(Soebagyo, 2008).

Pemberian makanan bayi di Indonesia masih banyak yang

belum sesuai dengan umurnya. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa masyarakat di Indonesia pada umumnya memberikan

pisang (57,3%) kepada bayinya sebelum usia 4 bulan

(Litbangkes, 2003). Berdasarkan Hasil Survey Ekonomi Nasional

(Susenas) tahun 2002, terdapat banyak ibu yang memberikan

makanan terlalu dini kepada bayinya, kemudian sebanyak 32%

ibu yang memberikan makanan tambahan kepada bayi berumur

2-3 bulan seperti bubur nasi, pisang, dan 69% terhadap bayi

yang berumur 4-5 bulan (Susenas, 2002).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis

pada tanggal 15 Desember 2014 di Ruang Poli Anak Rumah


6

Sakit TNI-AU Abdulrahman Saleh Malang dari wawancara 7 ibu

yang mempunyai bayi umur kurang dari 6 bulan, 3 bayi

diberikan ASI esklusif dan 4 bayi diberikan ASI serta makanan

tambahan berupa bubur atau pisang. Sebanyak 4 bayi yang

diberikan ASI serta makanan tambahan mengalami diare atau

konstipasi, sedangkan 1 bayi lainnya tidak mengalami diare atau

konstipasi. Berdasarkan data yang diambil di Ruang Poli Anak

pada bulan Desember 2014 ada sekitar 8 anak terserang diare,

12 anak muntah serta perut kembung dan 5 anak konstipasi.

Fenomena mengenai pemberian makanan tambahan yang

terlalu dini pada bayi yang terus terjadi hingga saat ini telah

mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang

hubungan pemberian makanan tambahan dengan gangguan

saluran pencernaan pada bayi usia 0-5 bulan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas,

maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimana hubungan pemberian makanan tambahan dengan

gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0-5 bulan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


7

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

hubungan pemberian makanan tambahan dengan gangguan

saluran pencernaan pada bayi usia 0-5 bulan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi jenis pemberian makanan tambahan

pada bayi usia 0-5 bulan.

2. Mengidentifikasi frekuensi pemberian makanan tambahan

pada bayi usia 0-5 bulan.

3. Mengidentifikasi masalah yang timbul antara gangguan

saluran pencernaan dengan pemberian makanan

tambahan pada bayi usia 0-5 bulan.

4. Mengidentifikasi hubungan pemberian makanan tambahan

dengan gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0-5

bulan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat dan Orang Tua


Hasil penelitian ini dapat meningkatkan perhatian terhadap

pentingnya hubungan pemberian makanan tambahan dengan

gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0-5 bulan

sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayi dapat berjalan

secara optimal.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit
8

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada

institusi kesehatan (Rumah Sakit), tentang hubungan pemberian

makanan tambahan dengan gangguan saluran pencernaan pada

bayi usia 0-5 bulan di Wilayah Kerja Rumah Sakit TNI-AU

Abdulrahman Saleh Malang.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi perkembangan

ilmu di bidang keperawatan anak mengenai hubungan

pemberian makanan tambahan dengan gangguan saluran

pencernaan pada bayi usia 0-5 bulan serta untuk menambah

kepustakaan jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

1.4.4 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini untuk menambah pengalaman dan

memperdalam kajian tentang pemberian makanan tmbahan

dengan gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0-5

bulan.

1.4.5 Bagi profesi Perawat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan penelitian

selanjutnya dengan mengganti salah satu variable peneletian,

sehingga dapat terjadi penelitan berkesinambungan dan

berkelanjutan demi kemajuan dalam proses keperawatan

1.4.6 Bagi Mahasiswa Keperawatan


9

Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan yang luas

serta mahasiswa dapat memberikan edukasi pada ibu-ibu

tentang pemberian makanan tambahan dengan gangguan

saluran pencernaan pada bayi usia 0-5 bulan.

1.5 Keaslian Penelitian

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Asmaini

(2013) dengan judul “Faktor-Faktor yang berhubungan dengan

pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian

diare di wilayah kerja Puskesmas Kopelma Banda Aceh”.

Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu faktor-

faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI pada bayi

sebagai variabel independen dan kejadian diare sebagai variabel

dependen.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Asmaini (2013)

adalah sama-sama meneliti tentang pemberian makanan

tambahan pada bayi. Sedangkan perbedaan antara penelitian ini

adalah variabel, tempat dan waktu penelitian. Variabel dalam

penelitian ini adalah pemberian makanan tambahan pada bayi

sebagai variabel independen dan gangguan saluran pencenaan

sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan rancangan penelitian case control. Tempat dan

waktu penelitian ini adalah di Ruang Poli Anak Rumah Sakit

TNI-AU Abdulrahman Saleh Malang.


10

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Nitasari (2014)

dengan judul “Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI) Dini dengan Kejadian Konstipasi pada Bayi dibawah

Umur 6 Bulan”. Variabel yang digunakan dalam penelitian

tersebut yaitu pemberian makanan pendamping ASI dini pada

bayi sebagai variabel independen dan kejadian konstipasi

sebagai variabel dependen. Pada penelitian tersebut, peneliti

menggunakan rancangan penelitian survay analitik dengan

pendekatan cross sectional.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nitasari

(2014) adalah sama-sama meneliti tentang pemberian makanan

tambahan pada bayi usia kurang dari 6 bulan. Sedangkan

perbedaan antara penelitian ini adalah variabel, tempat dan

waktu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah

pemberian makanan tambahan pada bayi sebagai variabel

independen dan gangguan saluran pencernaan sebagai variabel

dependen. Tempat dan waktu penelitian ini adalah di Ruang

Poli Anak Rumah Sakit TNI-AU Abdulrahman Saleh Malang.

Anda mungkin juga menyukai