Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PEPTIC ULCER

OLEH :
FITRIA DEWI
JUMRIATI
LATHIFATUS SHALIHAH
BOBBY SUGARA

MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmat kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa pula shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW,sebagai suri tauladan bagi umat manusia.
Dalam penyusunan makalah ini,kami selaku penulis merasa masih banyak
kekurangan yang terdapat di dalamnya,sehingga kami mengharapkan kerjasama
dari pembaca untuk senantiasa memberikan kritik dan saran dalam penyusunan
makalah kami ini.

Makassar, Desember 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Rumusan Masalah
I.3 Tujuan Penulisan
I.4 Manfaat Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan Fisiologi
II.2 Patofisiologi Peptic Ulcer
II.3 Etiologi/ Faktor Resiko
II.4 Screening/ Diagnosa
II.5 Penatalaksanaan
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem pencernaan dalam merupakan salah satu bagian penting di dalam


tubuh manusia. Sistem pencernaan mengolah makanan atau asupan yang
masuk untuk diubah menjadi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Sistem
pencernaan dari bagian atas hingga bawah terdiri dari organ-organ vital,
misalnya esofagus, lambung, dan saluran intestinal. Oleh karena itu, system
pencernaan yang terdiri dari organ-organ tersebut harus selalu terjaga agar
tetap dapat menjalankan fungsinya secara optimal.
Walaupun sistem pencernaan harus selalu dipertahankan dalam kondisi
baik tetapi terkadang muncul berbagai gangguan yang muncul pada sistem ini
misalnya Peptic Ulcer.
Sebagai mahasiswa farmasi yang mempelajari mengenai hal ini,maka
kita harus mengetahui anatomi dan fisiologi,etiologi,patofisiologi dan
penatalaksanaan dari penyakit Peptic Ulcer itu sendiri.Oleh karena itu,kami
menyusun makalah ini guna mempermudah dalam mengetahui penyakit
Peptic Ulcer lebih lanjutnya sekaligus sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti ujian semester.
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diambil dalam makalah ini antara lain:
1.1.1 Apakah pengertian Peptic ulcer ?
1.1.2 Bagaimana proses patofisiologi Peptic ulcer ?
1.1.3 Apa saja faktor yang dapat menyebabkan Peptic Ulcer?
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1.3.1 Memaparkan apa itu Peptic ulcer dan proses patofisiologinya.
1.3.2 Memaparkan penatalaksanaan Peptic ulcer.
1.3.3 Memaparkan etilogi dan screening Peptic ulcer

I.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Dapat mengetahui mengenai Peptic ulcer lebih lanjut.

1.4.2 Dapat mengetahui cara penyembuhan Pepric ulcer.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi


Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas
tepat di bawah diafragma.Dalam keadaan kosong lambung menyerupai
tabung bentuk-J dan bila penuh berbentuk seperti buah pir raksasa.Kapasitas
normal lambung adalah 1 sampai 2 L. Secara anatomis lambung terbagi atas
fundus,korpus,dan antrum pilorikum atau pilorus.Sebelah kanan atas lambung
terdapat cekungan kurvatura minor,dan bagian kiri bawah lambung terdapat
kurvatur mayor. Sfinter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran
dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus
bawah,mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks
isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan
sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter
pilorikum terminal berelaksasi,makanan masuk ke dalam duodenum,dan
ketika berkontriksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus
ke dalam lambung.

Lambung tersusun atas empat lapisan.Tunika serosa atau lapisan luar


merupakan bagian dari peritoneum viseralis.Dua lapisan peritoneum viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus
memanjang ke hati,membentuk omentum minus.Lipatan peritoneum yang
keluar dari satu organ ke organ lain disebut sebagai ligamenteum.Jadi
omentum minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau
hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai
ke hati.Pada kurvatura mayor,peritoneum terus ke bawah membentuk
omentum majus,yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron
besar.

Bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan bukan dua lapis otot
polos:lapisan longitudinal di bagian luar,lapisan sirkular di tengah,dan lapisan
oblik di bagian dalam.Susunan serabut otot ini memungkinkan berbagai
macam kombinasi kontraksi yang di perlukan untuk memecah makanan
menjadi partikel-partikel yang kecil,mengaduk dan mencampur makanan
tersebut dengan cairan lambung,dan mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan
lapisan mukosa dan lapisan muskularis.Jaringan ini memungkinkan mukosa
bergerak dengan gerakan peristaltik.Lapisan ini juga mengandung pleksus
saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.

Mukosa,lapisan dalam lambung,tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal


disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi
makanan.Terdapat beberapa tipe kalenjar pada lapisan ini dan dikategorikan
menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya.Kelenjar Kardia berada
di dekat orifisium kardia dan menyekresikan mukus.Kelenjar fundus atau
gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung.Kelenjar
gastrik memiliki tiga tipe utama sel.Sel-sel zimogenik (chief cell)
menyekresikan pepsinogen.Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana
asam.Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor
intrinsik.Faktor intrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus
halus.Sel-sel mukus di temukan di leher kalenjar fundus dan menyekresikan
mukus.Hormon gastrin di produksi oleh sel G yang terletak pada daerah
pilorus lambung.4

Peptic ulcer adalah luka terbuka yang terdapat dibagian dalam lapisan
perut, bagian atas usus kecil, atau esofagus, merupakan satu penyakit yang
biasa dialami oleh kebanyakan orang, tetapi kini penemuan baru
membuktikan bahwa puncak kebanyakan peptic ulcer di perut dan di bagian
atas usus kecil (duodenum) adalah jangkitan kuman atau obat-obatan dan
bukannya stres atau diet.

II.2 Patofisiologi Peptic Ulcer


Pada kondisi normal (fisiologis) lambung memiliki sistem proteksi yang
melindungi bagian lambung dari sekret yang dihasilkannya (HCl dan pepsin)
yang bersifat korosif. Keseimbangan dari sistem ini akan menjaga lambung
tetap bekerja sebagaimana mestinya. Sebaliknya, gangguan pada sistem
tersebut akan menimbulkan berbagai dampak yang buruk pada lambung,
salah satu contohnya adalah timbulnya ulkus peptikum. Jadi, ulkus peptikum
terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (pepsin dan asam
lambung) dengan factor protektif.
1. Faktor Agresif
Merupakan faktor penyebab terjadi kerusakan pada saluran cerna dan
menimbulkan penyakit.
2. Asam Lambung dan Pepsin
Stress dan makanan dapat memicu pelepasan asetilkolin, gastrin dan
histamine yang akan berikatan dengan resptornya, sehingga dapat
mengaktifkan pompa H+/K+ ATPase dan akan mensekresikan Asam (H+) ke
lumen lambung, kemudian H+ akan berikatan dengan Cl- sehingga
membentuk asam lambung (HCl). Sekresi asam dibawah pengaturan basal
atau dalam kondisi puasa. Basal Acid Output (BAO) mengikuti ritme
sirkadian yaitu terjadi peningkatan sekresi asam lambung pada malam hari
dan menurun pada pagi hari, Maximal Acid Output (MAO) dan adanya
stimulasi dari makanan. Ketiga faktor tersebut berbeda tiap individu dalam
mempengaruhi sekresi asam tergantung status 8 psikologis, umur, jenis
kelamin dan status kesehatan. Peningkatan rasio antara BAO:MAO
hipersekretory basal pada pasien ZES.2
Pepsinogen merupakan bentuk inaktif dari pepsin yang di sekresikan oleh
sel chief di bagian fundus pada lambung. Pengubahan menjadi bentuk aktif
yaitu pepsin pada pH asam (optimal pH 1,8-3,5) dan dikembali menjadi tidak
aktif pada pH 4 kemudian akan rusak pada pH 7. Pepsin berperan dalam
aktivitas proteolitik bentuk ulkus.2
3. Infeksi Helicobacter pylori
Beberapa faktor resiko yang berperan terhadap timbulnya ulkus peptikum
yaitu infeksi Helicobacter Pylori, penggunaan NSAID (Non Steroid Anti
Inflamatory Drugs) terutama dalam jangka waktu lama dan faktor-faktor lain
sperti stress, kebiasaan merokok, diet, sindrom Zollinger-Ellison, dll.

Gambar 1. Pie chart tentang faktor risiko dari ulkus peptikum.

Dari grafik tersebut terlihat bahwa ada 2 faktor resiko terbesar yang
menimbulkan ulkus peptikum yaitu akibat dari infeksi Helicobacter pylori
dan penggunaan NSAID. Helicobacter pylori adalah bakteri yang berbentuk
helic, spiral-shaped, termasuk golongan bakteri gram negatif, memiliki
flagela dan biasanya hidup diantara lapisan mukus dan apisan epitel dari
mukosa.3

A B

Gambar 2.(A) Helicobacter pylori yang diambil dengan mikroskop (yang berwarna biru).
(B) Gambaran umum dari Helicobacter pylori.
Timbulnya ulkus peptikum akibat infeksi dari helicobacter pylori terkait
erat dengan kemampuan helicobacter pylori bertahan pada kondisi asam serta
melewati lapisan mukus yang berada pada permukaan mukosa lambung.
Setidaknya ada 2 mekanisme yang mendasari timbulnya ulkus peptikum oleh
infeksi Helicobacter pylori yaitu 3:
a) Produksi enzim urease dan alfa-karbonil anhidrase (-CA). Enzim
urease akan mengubah urea yang merupakan produk sekresi dari sel-
sel di lambung menjadi amonia dan karbon dioksida. Sedangkan
enzim alfa-karbonil anhidrase akan mengubah karbon dioksida
tersebut menjadi bikarbonat. Adanya amonia dan bikarbonat ini akan
menetralkan lingkungan asam disekitar Helicobacter pylori, selain
itu efek toksik dari amonia terhadap sel akan membuat sel
mangalami kerusakan.

Gambar 3. Helicobacter pylori menembus lapisan mukus dan menyebabkan


kerusakan sel.

b) Pembentukan protein CagA (Cytotoxin associated gene A). Protein


tersebut dapat tersintesa pada sebagian strain Helicobacter pylori.
Strain yang mengekspresikan protein tersebut dapat menembus
lapisan mukus dan melukai mukosa lambung dengan cara
menyuntikan protein tersebut ke dalam sel epitel yang merupakan
lapisan terluar dari mukosa lambung. Keadaan ini akan menyebabkan
sel epitel kehilangan mantelyang melindunginya dan akan tercerai-
berai dari ikatan dengan sel pitel lainnya. Mekanisme penyerangan
seperti ini dikenal dengan istilah tigt junction.

Gambar 4. Mekanisme tigt junction

Adanya kerusakan sel yang diakibatkan oleh Helicobacter pylori tersebut


memberi peringatan kepada sitem imun bahwa ada yang salah dengan kondisi
di dalam lambung. Peringatan tersebut difasilitasi oleh cytokin, chemical
messenger yang dibuat oleh sel yang sakit dan mengalami kerusakan. Adanya
peringatan tersebut membuat sistem imun bereaksi dengan mengirim sel-sel
imun ke jaringan yang bermasalah, kehadiran sel-sel imun di jaringan yang
bermasalah tersebut mengakibatkan jaringan tersebut mengalami inflamasi.
Sel imun adalah senjata yang sangat ampuh untuk membunuh bakteri
(Helicobacter pylori), akan tetapi karena sifatnya yang tidak selektif maka
sejumlah sel epitel pun ikut menjadi korban. Selain itu, meskipun sel imun
sudah berusaha keras, ternyata hal tersebut tidak benar-benar membersihkan
jaringan dari infeksi Helicobacter pylori, artinya masih ada Helicobacter
pylori yang tersisa. Helicobacter pylori yang masih tersisa tersebut akan
mengulangi prosesnya lagi dari awal, begitu juga dengan sistem imun.
Keadaan ini akan menimbulkan sebuah siklus yang berulang yang pada
akhirnya akan menimbulkan kerusakan mukosa lambung dan sangat mungkin
menimbulkan uklus peptikum. Skema terjadinya ulkus akibat infeksi
Helicobacter pylori diilustrasikan pada gambar 5.2

Gambar 5. Skema terjadinya


ulkus
akibat infeksi
Helicobacter pylori

4. Penggunaan NSAID Non Selektif


Jalur metabolisme asam arakidonat melalui bantuan dua enzim yaitu
ciclooxigenase dan lipoxygenase. Pada prinsipnya efek ulkus yang
ditimbulkan oleh penggunaan obat-obat NSAID dikarenakan penghambatan
dari sintesis prostaglandin melalui penghalangan kerja enzim cyclooxygenase
(COX) yang merubah merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin.
Prostaglandin adalah mediator penting dengan beberapa fungsi antara lain
sebagai mediator inflamasi, melindungi lapisan mukosa gastroduodenal dari
bahaya asam lambung, mediator nyeri serta membantu dalam proses
pembekuan darah. Terkait dengan fungsi protektif dari prostaglandin dalam
melindungi mukosa lambung, prostaglandin berperan dalam menstimulasi
sekresi mukus dan bikarbonat serta membuat lingkungan yang hidrofobik
pada permukaan lapisan mukosa.Hal tersebut akan melindungi lapisan
mukosa dari efek korosif asam lambung serta efek proteolitik dari pepsin.

Gambar 6. Proses pembentukan prostaglandin dari asam arachidonat.

Cyclooxygenase yang berperan dalam pembentukan prostaglandin dari


asam arachidonat ternyata memiliki 2 mekanisme yang berbeda dalam
mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin. Hal ini karena terdapat 2
bentuk isoformis dari enzim cyclooxygenase itu sendiri, yaitu enzim
cyclooxygenase 1 (COX-1) dan cyclooxygenase 2 (COX-2). Baik COX-1
maupun COX-2 keduanya sama-sama menghasilkan prostaglandin. Hanya
saja terdapat perbedaan fungsi dari prostaglandin yang dihasilkan melalui
mekanisme COX-1 dan COX-2. Prostaglandin yang dihasilkan melalui
mekanisme COX-1 berperan dalam fungsi protektif dari mukosa lambung dan
proses pembekuan darah, sedangkan prostaglandin yang dihasilkan melalui
mekanisme COX-2 berperan dalam proses inflamasi dan timbulnya nyeri.
Obat-obat golongan NSAID yang tidak selektif menghambat kerja dari kedua
enzim cyclooxygenase (COX-1 dan COX-2) tersebut, padahal prostaglandin
yang dihasilkan melalui mekanisme COX-1 berperan penting dalam proses
proteksi mukosa lambung. Apabila mekanisme ini dihambat, maka yang
terjadi adalah lambung akan berkurang proteksinya dan tetntunya akan sangat
rentan terhadap efek korosif dari asam lambung dan pepsin. Hal inilah yang
kemudian memicu terjadinya ulkus peptikum.2
5. Faktor lain (stress, diet, kebiasaan merokok, Zollinger-Ellison
syndrome, dll).
Pada sebagian besar kasus ulkus peptikum, penyebab utamanya adalah
karena infeksi dari helicobacter pylori dan penggunaan jangka panjang dari
NSAID. Sedangkan 13 adanya faktor-faktor lain seperti stress, diet, kebiasaan
merokok dan sindrom zollingerellison diduga hanya sebatas faktor
pendukung timbulnya ulkus peptikum. Hal ini terkait dengan mekanismenya
yang belum jelas dalam menimbulkan ulkus peptikum. Hanya saja pasien
yang memiliki faktor-faktor pendukung tersebut memiliki prevalensi yang
lebih besar terkena ulkus peptikum dibanding pasien yang tidak memiliki
faktor pendukung tersebut.1
6. Faktor perlindungan mukosa lambung
Faktor protektif yaitu melalui mekanisme perlindungan dan perbaikan
mukosa lambung, yang dipengaruhi oleh subtansi endogen dan eksogen.
Mekanisme perlindungan mukosa melalui sekresi mucus dan bikarbonat
(dapat menetralkan pH lambung sehingga pepsin dapat rusak), melindungi sel
epitel intrinsic dan memperbaiki aliran darah ke mukosa. Perlindungan
mukosa juga di mediasi adanya pproduksi prostaglandin. Proses motilitas
lambung yang dapat mempercepat waktu pengosongan lambung juga
membantu dalam perlindungan dinding mukosa.2

II.3 Etiologi / Faktor Resiko


Penyebab paling sering terjadinya ulkus peptik adalah :
1. Infeksi Helicobacter Pylori
Sebagian besar tukak lambung terjadi dengan adanya asam dan pepsin
ketika Helicobacter pylori mengganggu pertahanan mukosa dan mekanisme
penyembuhan. Hipersekresi asam adalah mekanisme patogenik yang utama
pada tingkat Hypersecretory seperti Zollinger-Ellison syndrome (ZES).
Infeksi Helicobacter pylori dapat menyebabkan gastritis kronik yang
menginfeksi semua individu, kemudian akan berkembang menjadi PUD
(sekitar 20%), kanker gastrik (kurang dari 1%) dan MALT.Semua kasus ulkus
duodenum serta 2/3 dari kasus tukak lambung diperkirakan berhubungan
dengan Helicobacter pylori. Lokasi ulkus berkaitan dengan sejumlah factor
etiologi. Ulkus lambung ringan dapat terjadi dimana saja diperut, meskipun
sebagian besar terletak di lengkung kecil (Lesser curvature) dan mukosa
lambung bagian antral. Proses transmisi Helicobacter pylori dari orang ke
orang melalui tiga jalur yaitu fecaloral,oral-oral dan iatrogenic. Transmisi
fecal-oral dapat terjadi secara langsung dengan menginfeksi seseorang dan
tidak langsung melalui kontaminasi pada makanan atau minuman akibat
tangan yang tidak bersih setelah menyentuh fecal. Transmisi oral-oral
merupakan rute karena Helicobacter pylori telah diisolasi dari lubang mulut.
Transmisi secara iatrogenic yaitu terinfeksi karena menggunakan alat seperti
endoskopi.2
2. Penggunaan NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs)
Di Amerika, NSAIDs yang tidak selektif merupakan salah satu obat yang
sering diresepkan untuk pasien berumur 60 tahun keatas. Angka kejadian
yang sangat besar akibat penggunaan NSAIDs (termasuk aspirin) jangka
panjang berupa gangguan saluran GI. Menggunakan NSAIDs dan infeksi
Helicobacter pylori adalah faktor risiko independen untuk penyakit tukak
lambung. Resiko adalah 5 sampai 20 kali lebih tinggi pada orang yang
menggunakan NSAIDs dibandingkan dengan yang tidak menggunakan.
Secara ktahap s, 3-4,5% kejadian ulkus peptikum pada pasien yang
mengalami arthritis karena penggunaan NSAIDs dan 1,5% diantaranya
berkembang serius menjadi komplikasi (perdarahan saluran cerna, perforasi
dan obstruksi ).2 Berikut golongan obat NSAIDs Non Selektif yang dapat
menyebabkan ulkus peptikum:
Tabel 1. Golongan obat NSAIDs Non Selektif yang menyebabkan Ulkus Peptikum.
Faktor risiko dari penggunaan NSAIDs yang dapat menginduksi terjadi
ulkus di saluran cerna dan komplikasinya. Komplikasi dapat meningkat pada
pasien yang punya riwayat pernah mengalami ulkus dan perdarahan GI.
Kejadian ulkus dan komplikasinya berhubungan dengan penggunaan dosis
NSAIDS, meskipun digunakan dosis rendah misalnya dosis aspirin 81-
325mg/hari untuk kardioprotektif dapat menginduksi ulkus
Tabel 2.Faktors risiko ulkus

3. Stres psikologis
Stress psikologis menjadi faktor penting patogenesis terjadinya PUD
yang kontroversial, namun hasil uji coba gagal membuktikan antara penyebab
dan akibat terjadinya PUD. Kemungkinan emosional pada stress yang
memicu perilaku untuk merokok dan menggunakan NSAID, sehingga hal ini
yang dapat menyebabkan ulkus. Bagaimana stress dapat menyebabkan PUD
kemungkinan dipengaruhi banyak faktor.2
4. Kebiasaan Merokok
Kemungkinan mekanisme yang terjadi akibat merokok sehingga dapat
menginduksi terjadinya PUD adalah penghambatan pengosongan lambung,
penghambatan sekresi bikarbonat dari pankreas, memicu refluks
duodenogastric dan mengurangi produksi Prostaglandin (PG).Meskipun
merokok dapat meningkatkan sekresi asam lambung tapi efeknya tidak
konsisten. Merokok dapat menyebabkan seeorang lebih mudah terinfeksi HP.2
5. Faktor Diet dan Penyakit Lain
Kedua faktor ini belum ada mekanisme patofisiologi yang pasti, beberapa
minuman seperti kopi dan the (mengandung kafein), cola, bir, dan susu dapat
menyebabkan dyspepsia tapi tidak meningkatkan resiko PUD. Kafein dapat
menstimulasi sekresi asam lambung dan alcohol dapat menyebabkan
kerusakan mukosa lambung serta perdarahan GI bagian atas, tapi tidak ada
bukti cukup yang menunjukkan bahwa alcohol dapat menyebabkan ulkus.
Pasien dengan penyakit kronik seperti cystic fibrosis, pancreatitis kronik,
coronary artery disease dapat meningkatkan ulkus pada duodenal.2

II.4 Screening / Diagnosa


Diagnosis terutama ditegakkan berdasarkan gejala-gejala karakteristik.
Rasa sakit perut biasanya yang pertama sinyal ulkus peptikum.
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin mengobati borok tanpa diagnosis
mereka dengan tes khusus dan amati jika gejala menyelesaikan, yang berarti
diagnosis utama mereka adalah akurat.
Mengkonfirmasikan diagnosis dibuat dengan bantuan tes seperti
endoscopies atau kontras barium x-ray. Tes biasanya memerintahkan jika
gejala tidak menyelesaikan setelah beberapa minggu pengobatan, atau ketika
mereka pertama kali muncul pada orang yang berusia di atas 45 atau yang
memiliki gejala lain seperti penurunan berat badan, karena kanker perut dapat
menyebabkan gejala serupa.
Juga, ketika bisul yang parah menolak pengobatan, terutama jika
seseorang memiliki beberapa ulkus atau borok berada di tempat yang tidak
biasa, dokter mungkin mencurigai kondisi mendasar yang menyebabkan perut
secara berlebihan asam.

Diagnosis ''Helicobacter pylori dapat dilakukan dengan:

Uji napas urea (invasif dan tidak memerlukan EGD);

Budaya langsung dari spesimen biopsi EGD, hal ini sulit untuk dilakukan,
dan dapat mahal. Kebanyakan laboratorium tidak disiapkan untuk melakukan''H.
pylori''budaya;

Langsung deteksi aktivitas urease dalam spesimen biopsi dengan uji


urease cepat;

Pengukuran kadar antibodi dalam darah (tidak memerlukan EGD). Hal ini
masih agak kontroversial apakah antibodi positif tanpa EGD cukup untuk
menjamin terapi eradikasi;

Feses antigen uji;

Histologis pemeriksaan dan pewarnaan biopsi EGD.


Uji napas menggunakan atom karbon radioaktif untuk mendeteksi H.
pylori. Untuk melakukan ujian ini pasien akan diminta untuk minum cairan
tawar yang mengandung karbon sebagai bagian dari zat yang memecah
bakteri.

Setelah satu jam, pasien akan diminta untuk meniup ke dalam kantong
yang disegel. Jika pasien terinfeksi H. pylori, sampel nafas akan berisi karbon
dioksida radioaktif. Tes ini memberikan keuntungan untuk dapat memantau
respon terhadap pengobatan yang digunakan untuk membunuh bakteri.
Kemungkinan penyebab lain dari borok, terutama keganasan (kanker
lambung) perlu diingat. Hal ini terutama berlaku dalam borok dari''''lebih
besar (besar) kelengkungan lambung, sebagian besar juga merupakan
konsekuensi dari kronis H.pylori infeksi.
Jika perforasi ulkus peptikum, udara akan bocor dari bagian dalam
saluran pencernaan (yang selalu berisi udara segar) ke rongga peritoneum
(yang biasanya tidak pernah berisi udara).
Hal ini menyebabkan "gas bebas" dalam rongga peritoneum. Jika pasien
berdiri tegak, seperti ketika memiliki dada X-ray, gas akan mengapung ke
posisi bawah diafragma.
Oleh karena itu, gas dalam rongga peritoneal, ditampilkan pada sebuah
peti tegak X-ray atau terlentang lateral yang perut X-ray, merupakan pertanda
dari penyakit ulkus peptikum perforasi.

II.5 Penatalaksanaan
Terapi untuk penyakit peptik ulkus sangat bervariasi tergantung pada
etiologinya (H.pylori/NSAID), apakah ulkus awalan atau kambuhan dan
apakah komplikasi peptik ulkus telah muncul. Seluruh terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri akibat ulkus, mengobati ulkus, mencegah kekambuhan dan
menurunkan risiko komplikasi akibat peptik ulkus. Tujuan terapi pada pasien
ulkus dengan infeksi bakteri H. pylori adalah untuk mengeradikasi bakteri H.
pylori dan menyembuhkan ulkus. Kesuksesan eradikasi sangat menentukan
proses penyembuhan ulkus selanjutnya dan dapat mengurangi risiko
kekambuhan sebesar 10%. Tujuan terapi pada pasien peptik ulkus akibat
penggunaan NSAID adalah untuk menyembuhkan ulkus secepat mungkin.
Pasien dengan faktor risiko tinggi akibat penggunaan NSAID, jika
dimungkinkan maka penggunaan NSAID secepat mungkin harus diganti
dengan agen antiinflamasi yang selektif menghambat enzim COX-2 atau
menggunakan terapi profilaksis untuk menurunkan risiko ulkus serta
komplikasinya.2
Terapi peptik ulkus berfokus pada eradikasi H. pylori untuk pasien
dengan status positif H. pylori dan menurunkan risiko ulkus akibat
penggunaan NSAID serta mencegah komplikasi yang mungkin dapat
ditimbulkan. Regimen terapi yang mengandung : (1) antibakteri seperti
klaritromisin, metronidazol dan amoksisilin, (2) bismuth subsalisilat, (3) agen
antisekretori seperti PPI atau H2RA merupakan regimen obat peptik ulkus
yang biasa digunakan untuk mengatasi gejala ulkus, menyembuhkan ulkus
dan mengeradikasi bakteri H. pylori. PPI, H2RA dan sukralfat dapat
digunakan pada pasien dengan status H. pylori negatif. Terjadinya
kekambuhan gejala ulkus masih akan tetap tinggi apabila penggunaan NSAID
tidak dihentikan.Terapi profilaksis dengan PPI atau misoprostol dapat
menurunkan risiko terjadinya ulkus dan komplikasi saluran cerna bagian atas
pada pasien yang menggunakan NSAID. Terapi penggantian NSAID menjadi
penghambat selektif COX-2 sering dilakukan dalam upaya pencegahan
ulkus.2
Modifikasi gaya hidup sangatlah penting untuk pasien dalam upaya
mencegah terjadinya peptik ulkus. Perubahan gaya hidup yang dapat
dilakukan meliputi pengurangan stress fisiologis dan penghentian kebiasaan
merokok. Terapi tindakan pembedahan sangat diperlukan untuk pasien PUD
yang telah mengalami perdarahan lambung atau komplikasi lainnya seperti
terjadinya perforasi (perlubangan) di area lambung.2
1. TERAPI NONFARMAKOLOGI
Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan oleh pasien PUD dengan cara
menghilangkan atau mengurangi stress fisiologis, menghentikan konsumsi
rokok dan alcohol serta menghentikan pmakaian NSAID yang tidak selektif
(termasuk aspirin) jika memungkinkan. Walaupun tidak ada diet khusus untuk
mencegah penyakit peptik ulkus tetapi pasien harus diberikan edukasi untuk
menghindari makanan atau minuman yang dapat memicu dyspepsia atau
memperburuk gejala peptik ulkus. Jika memungkinkan dilakukan
penggantian terapi analgetik NSAID dengan analgetik yang cenderung lebih
aman untuk lambung seperti paracetamol, non asetilsalisilat (salsalate) atau
analgetik penghambat selektif enzim COX-2.2

2. TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi tahap pertama untuk pengatasan peptik ulkus dengan paparan
bakteri H. pylori diawali dengan tripel regimen (PPI based three drug
regimen) selama minimal 7 hari tetapi dapat dilanjutkan hingga 10-14 hari.
Jika terapi dengan menggunakan tahap pertama gagal atau tidak mencapai
goal terapi maka dapat digunakan terapi tahap kedua yakni dengan tripel
regimen tetapi menggunakan antibakteri yang berbeda dengan sebelumnya
atau dapat diganti dengan quadripel regimen (bismuth based four drug
regimen) yang terdiri atas bismuth subsalisilat, metronidazol, tetrasiklin dan
PPI (Proton Pump Inhibitor).2
Terapi konvensional dengan menggunakan obat antilkus (H2RA, PPI,
sukralfat) merupakan alternatif terapi dalam mengeradikasi bakteri H. pylori
tetapi tidak disarankan mengingat tingginya risiko kekambuhan peptik ulkus
dan komplikasinya. Kombinasi terapi antara H2RA dengan PPI atau H2RA
dengan sukralfat tidak disarankan untuk mengobati ulkus karena hanya akan
menambah biaya pengobatan tetapi tidak diimbangi dengan efikasi yang
diharapkan. Terapi pemeliharaan dengan PPI atau H2RA direkomendasikan
untuk pasien dengan faktor risiko komplikasi peptik ulkus yang tinggi, pasien
yang gagal menerima terapi eradikasi dan pada pasien dengan status negatif
H. pylori.2
Pasien peptik ulkus akibat penggunaan NSAID harus diperiksa status
paparan bakteri H. pylori terlebih dahulu. Jika pasien memiliki status H.
pylori positif maka terapi harus dimulai dengan tripel regimen. Jika status
pasien adalah H. pylori negatif maka terapi peptik ulkus dimulai dengan
pemberian PPI atau H2RA atau sukralfat. Jika penggunaan NSAID tidak
dapat dihentikan maka terapi harus diawali dengan pemberian PPI secara
monoterapi untuk pasien dengan status H. pylori negatif atau tripel regimen
untuk pasien dengan status H. pylori positif. Terapi profilaksis dengan PPI,
misoprostol atau penggantian terapi NSAID dengan penghambat selektif
enzim COX-2 sangat direkomendasikan pada pasien yang memiliki faktor
risiko tinggi terkena komplikasi akibat penyakit peptik ulkus.2

a) Terapi Penyakit Peptik Ulkus akibat Paparan Bakteri H. pilory


Tujuan terapi pada keadaan ini adalah untuk mengeradikasi organisme
penyebab ulkus yakni H. pylori. Terapi yang digunakan untuk
mengeradikasi bakteri H. pylori haruslah efektif, dapat ditoleransi dengan
baik, regimen terapi dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat dan cost-effective. Penggunaan antibakteri, bismuth
subsalisilat atau obat antiulkus lainnya secara monoterapi tidak
disarankan karena tidak dapat mencapai tujuan terapi yakni eradikasi
bakteri H. pylori. Penggunaan antibakteri secara tunggal tidak akan
mensukseskan tujuan eradikasi tetapi bahkan dapat mempercepat
kecepatan resistensi dari antibakteri itu sendiri.2
Regimen obat untuk eradikasi bakteri H. pylori yang
direkomendasikan haruslah mengkombinasikan dua antibakteri dengan
satu agen antisekretori (tripel regimen) atau bismuth subsalisilat dengan
dua antibakteri (berbeda jenis dengan tripel regimen) dan satu agen
antisekretori (quadripel regimen) sehingga dapat meningkatkan
kecepatan eradikasi dan menurunkan risiko resistensi antibakteri.
Amoksisilin tidak boleh digunakan pada pasien dengan status alergi
penisilin dan metronidazol tidak boleh digunakan pada pasien yang
mengkonsumsi alkohol. Bismuth subsalisilat memiliki efek antibakteri
lokal. Obat antisekretori juga dapat meningkatkan efikasi antibakteri
karena dapat meningkatkan aktivitas dan stabilitas dari antibakteri pada
suasana pH lambung yang rendah dan dapat meningkatkan konsentrasi
antibakteri karena penurunan volume intragastrik.2

Tripel Regimen Berbasis PPI (Proton Pump Inhibitor)


Tripel regimen berbasis PPI terdiri atas satu agen antisekretori dengan
dua antibakteri yang digunakan sebagai tahap pertama dalam eradikasi
bakteri H. pylori. Kombinasi antara klaritromisin dengan amoksisilin,
klaritromisin dengan metronidazol atau amoksisilin dengan metronidazol
memiliki kemampuan kecepatan eradikasi H. pylori yang serupa.
Kecepatan eradikasi H. pylori dapat ditingkatan apabila dosis
klaritromisin juga ditingkatkan hingga 1,5 g/hari, tetapi peningkatan
dosis antibakteri lainnya tidak dapat meningkatkan kecepatan eradikasi
H. pylori. Kebanyakan si penderita lebih senang memilih memulai terapi
dengan mengombinasikan antibakteri klaritromisin dengan amoksisilin
dibandingkan kombinasi antibakteri klaritromisin dengan metronidazol.
Penggunaan tripel regimen yang mengandung PPI dan kombinasi
klaritromisin dengan metronidazol dilakukan apabila pasien alergi
terhadap antibakteri golongan penisilin.2
Durasi pengobatan pada penyakit peptik ulkus selama 7 hari
merupakan masa minimal untuk mencapai tujuan eradikasi H. pylori.
Penggunaan regimen peptik ulkus yang diperpanjang menjadi 10 hingga
14 hari dapat meningkatkan kecepatan eradikasi dan menurunkan risiko
resistensi antibakteri. PPI harus diminum 15-30 menit sebelum makan.
Pemberian PPI dosis tunggal kurang efektif dibandingkan pemberian
dosis ganda apabila digunakan untuk eradikasi H. pylori. Penggantian
satu jenis agen PPI dengan jenis PPI yang lainnya dapat dilakukan dan
tidak akan mempengaruhi kecepatan eradikasi H. pylori. Namun
demikian substitusi antara PPI dengan H2RA tidak disarankan karena
pada penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa kecepatan
eradikasi bakteri H. pylori lebih baik jika menggunakan PPI. Tripel
regimen yang digunakan dalam upaya eradikasi bakteri H. pylori
disajikan pada gambar 8.2

Quadripel Regimen Berbasis Bismut Subsalisilat


Quadripel regimen berbasis bismuth subsalisilat merupakan terapi
peptic ulkus tahap kedua. Kecepatan eradikasi H. pylori selama 14 hari
terapi dengan pemberian bismuth, metronidazol, tetrasiklin dan H2RA
dirasakan tidak berbeda jauh dengan pemberian tripel regimen obat
berbasis PPI. Peningkatan durasi pengobatan selama 1 bulan tidak secara
substansial meningkatkan kecepatan eradikasi H. pylori. Penggantian
amoksisilin dengan tetrasiklin dapat menurunkan kecepatan eradikasi
H.pylori dan biasanya tidak direkomendasikan. Quadripel regimen yang
mengandung bismuth terbukti efektif dan tidak mahal dibandingkan
tripel regimen, tetapi quadripel regimen juga diketahui dapat
meningkatkan risiko frekuensi terjadinya efek obat yang tidak
dikehendaki (Adverse Drug Reatcion) dan memicu ketidakpatuhan pasien
karena jumlah regimen obat yang digunakan terlalu banyak.2
Terapi tahap pertama pada quadripel regimen yang mengandung PPI,
bismuth, metronidazol dan tetrasiklin dapat memperpendek durasi terapi
menjadi <7 hari. Beberapa bukti menyatakan bahwa quadripel regimen
efektif sebagai terapi peptic ulkus tahap pertama, namun secara umum
quadripel terapi lebih sering digunakan sebagai terapi tahap kedua dalam
pengatasan penyakit peptik ulkus. Seluruh obat dalam regimen terapi
peptik ulkus kecuali PPI harus digunakan setelah makan atau bersama
dengan makanan. Quadripel regiman yang digunakan dalam upaya
mengeradikasi bakteri H. pylori tersaji pada gambar 8.2
b) Faktor faktor yang Berkontribusi pada Kegagalan Eradikasi Bakteri
H pillory

Gambar 8. Regimen terapi pada penyakit peptik ulkus


Faktor-faktor
yang
berkontribusi dalam kegagalan terapi eradikasi antara

lain tingkat kepatuhan


pasien, adanya organisme yang sudah resisten,

rendahnya pH intragastrik
dan tingginya jumlah bakteri di lambung. Kepatuhan pasien terhadap
terapi yang digunakan sangat mempengaruhi kesuksesan eradikasi H.
pylori. Kepatuhan akan menurun pada pasien yang menerima terapi
secara polifarmasi, frekuensi penggunaan yang sering, durasi pengobatan
yang panjang, timbulnya ADR yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien
dan regimen obat yang mahal. Panjangnya terapi yang dijalankan oleh
pasien dengan peptik ulkus dapat menyebabkan menurunnya kepatuhan
pasien dalam menggunakan obat, namun demikian durasi terapi peptik
ulkus yang tidak adekuat juga dapat menyebabkan gagalnya eradikasi
H.pylori. Antibakteri metronidazol yang digunakan > 1g/ hari dapat
menyebabkan meningkatnya frekuensi terjadinya ADR yang ditandai
dengan menurunnya kemampuan indra pengecapan, mual, muntah, nyeri
abdomen dan diare. Resistensi antibakteri metronidazol lebih sering
muncul (10-16%) tergantung pada jumlah paparan antibakteri
sebelumnya serta kondisi di suatu daerah. Resistensi antibakteri
klaritromisin dilaporkan lebih rendah (10-15%) dibandingkan
metronidazol tetapi jika klaritromisin telah mengalami resistensi maka
akan sangat mempengaruhi efektifitas eradikasi H. pylori. Resistensi
antibakteri amoksisilin dan tetrasiklin juga dilaporkan jarang terjadi pada
terapi eradikasi H. pylori.2
c) Terapi Penyakit Peptik Ulkus akibat Penggunaan NSAID (Non
Steroid Antiinflamatory Disease)

Penggunaan NSAID yang tidak selektif seharusnya mulai dihentikan


(jika memungkinkan) apabila pasien telah mengalami ulkus. Terapi ulkus
untuk pasien yang telah mengehentikan penggunaan NSAID dapat dimulai
dengan pemberian agen antisekretori seperti H2RA, PPI atau sukralfat. PPI
lebih direkomendasikan karena memiliki efektifitas yang lebih poten dalam
menghentikan sekresi asam klorida (HCl) dan memiliki kecepatan dalam
menyembuhkan ulkus lebih cepat jika dibandingkan dengan H2RA atau
sukralfat. Apabila penggunaan NSAID terpaksa tetap diberikan maka sangat
disarankan untuk menurunkan dosis NSAID yang digunakan atau
mengganti NSAID dengan penghambat selektif enzim COX-2. PPI
merupakan agen antisekretori yang dipilih apabila terapi dengan NSAID
tetap digunakan karena dapat menekan sekresi asam klorida sehingga dapat
mempercepat penyembuhan ulkus. Obat H2RA dan sukralfat tidak terlalu
efektif dalam menyembuhkan ulkus untuk pasien yang masih aktif
menggunakan NSAID. Apabila pasien juga memiliki status H. pylori positif
maka terapi yang dipilih adalah regimen terapi eradikasi H. pylori tahap
pertama.2
Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menurunkan
risiko komplikasi saluran cerna akibat ulkus. Seluruh strategi yang
dilakukan bertujuan untuk mengurangi risiko iritasi topikal yang
diakibatkan karena penggunaan NSAID. Beberapa komplikasi pepik ulkus
yang dapat muncul antara lain perdarahan saluran cerna yang ditandai
dengan munculnya melena (feses yang berwarna hitam) dan perforasi
lambung. Terapi profilaksis dengan misoprostol dan PPI dapat menurunkan
risiko terjadinya ulkus beserta komplikasinya. Upaya yang dapat dilakukan
dalam mencegah terjadinya ulkus dan komplikasi akibat peptik ulkus juga
adalah dengan mengganti NSAID non-selektif dengan obat yang selektif
menghambat enzim COX-2.2
Terapi konvensional dengan menggunakan regimen standar H2RA atau
sukralfat dapat menurunkan gejala ulkus dan dapat menyembuhkan ulkus
akibat penggunaan NSAID dengan durasi terapi selama 6-8 minggu.
Penggunaan PPI pada terapi pemeliharaan dapat dilakukan dengan durasi 4
minggu. Antasida, walaupun efektif dalam mengobati peptik ulkus tetapi
penggunaannya tidak disarankan secara monoterapi karena dosis yang
dibutuhkan harus tinggi (100-144 mEq). Ketika terapi konvensional tidak
dilanjutkan lagi setelah penyembuhan ulkus, maka pada pasien dengan
status H. pylori positif akan mengalami kekambuhan lagi setelah satu tahun
pengobatan. Terapi yang dapat digunakan untuk megatasi gejala peptik
ulkus akibat penggunaan NSAID tersaji pada gambar 9.2

Gambar 9. Regimen terapi pada PUD akibat penggunaan NSAID

Terapi antiulkus yang dilanjutkan secara jangka panjang bertujuan untuk


menjaga kesembuhan ulkus dan mencegah komplikasi yang muncul. Terapi
pemeliharaan diindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat komplikasi
akibat ulkus, ulkus yang terus mengalami kekambuhan, gagal saat menerima
terapi eradikasi H. pylori, perokok berat dan pasien yang menggunakan
NSAID jangka panjang (lebih dari 6 bulan). Terapi pemeliharaan jangka
panjang dengan H2RA, PPI atau sukralfat terbukti aman tetapi penggunaan
sukralfat harus dihindarkan pada pasien yang mengalami gangguan ginjal.2
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Peptic Ulcer adalah penyakit yang merupakan gangguan lambung. Ulkus


peptikum terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (pepsin dan asam
lambung) dengan factor protektif. Penyebab paling sering terjadinya ulkus peptik
adalah Infeksi Helicobacter Pylori,Penggunaan NonSteroidal Anti-Inflamatory
Drugs (NSAIDs), Infeksi Helicobacter pylor, Penggunaan NSAID Non
Selektif,Faktor Diet dan Penyakit Lain.

III.2 Saran

Sebaiknya,kita menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit


peptic ulcer.Lebih baik mencegah daripada mengobati .
DAFTAR PUSTAKA

(1) Atlas of Pathophysiology 3rd ed.Philadelphia: Lippincott Williams &


Wilkins; 2010.

(2) Joseph DiPiro, Robert L.Talbert, Gary Yee, Gary Matzke, Barbara Wells,
L.Michael Posey et al. Pharmacotherapy: A Phatophysiology Approach. 7th
ed. Columbus: McGraw-Hill Company; 2008.

(3) Shawna L. Fleming.Helicobacter pylory: Deadly Diseases and


Epidemics.New York: Infobase Publishing; 2007.

(4) Sylvia A.Price,Lorraine M.Wilson.Patofisiologi : Konsep Ktahap s Proses-


Proses Penyakit 1st ed.Jakarta: EGC; 2005.

Anda mungkin juga menyukai