Anda di halaman 1dari 4

Analisis hasil

1. Pemeriksaan reflex pupil


Pupil adalah lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke interior
mata. Ukuran lubang ini dapat disesuaikan oleh kontraksi otot-otot iris untuk
menerima sinar lebih banyak atau lebih sedikit, seperti diafragma yang mengontrol
jumlah cahaya yang masuk ke kamera. Iris mengandung dua set anyaman otot polos,
satu sirkular (serat-serat otot berjalan seperti cincin di dalam iris) dan satu radial
(serat mengarah ke luar dari tepi pupil seperti jari-jari roda sepeda). Karena serat otot
memendek ketika berkontraksi maka pupil menjadi lebih kecil ketika otot sirkular
(atau konstriktor) berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil. Konstriksi
pupil ref;eks ini terjadi pada keadaan sinar terang untuk mengurangi jumlah cahaya
yang masuk ke mata. Jika otot radial (atau dilator) berkontraksi maka ukuran pupil
bertambah. Dilatasi pupil ini terjadi pada cahaya temaram agar sinar yang masuk ke
mata lebih banyak. Otot-otot iris dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Serat saraf
parasimpatis menyarafi otot sirkular (menyebabkan konstriksi pupil) sementara serat
simpatis menyarafi otot radial (menyebabakan dilatasi pupil).

Terjadinya reflex pupil mata melibatkan otot-otot penggerak mata. Setidaknya ada enam
otot penggerak mata, empat di antaranya lurus, sementara dua yang lain agak serong. Otot-
otot ini terletak di sebelah dalam orbita, dan bergerak dari dinding tulang orbita untuk
dikaitkan pada pembungkus sklerotik mata sebelah belakang kornea. Otot-otot lurus terdiri
atas otot rektus mata superior, inferior, medial, dan lateral. Otot-otot ini menggerakkan
mata ke atas, ke bawah, ke dalam, dank e sisi luar bergantian.

Otot-otot oblik adalah otot inferior dan superior. Otot oblik superior menggerakkan mata ke
bawah dan ke sisi luar, sementara otot oblik inferior menggerakkan mata ke atas dan juga
ke sisi luar. Mata bergerak serentak, dalam arti kedua mata bergerak bersamaan ke kanan
atau ke kiri, ke atas atau ke bawah, dan seterusnya.

a. Refleks cahaya
Pada pemeriksaan reflex pupil terhadap cahaya diameter pupil probandus pada kondisi
normal memiliki ukuran 0,4 cm atau setara dengan 4 mm. Pada saat dilakukan
penyinaran terhadap mata probandus, diameter pupil mengalami konstriksi sehingga
ukurannya menjadi 0,3 cm. Hal ini dikarenakan
re f l e k s c a h a ya p a d a p u p i l a d a l a h r e f l e k s ya n g m e n g o n t r o l d i a m
e t e r p u p i l , sebagai tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan)
cahaya yang jatuh pada retinamata. Intensitas cahaya yang lebih besar
menyebabkan pupil menjadi lebih kecil( k u r a n g n ya c a h a ya y a n g
m a s u k ) , s e d a n g k a n i n t e n s i t a s c a h a ya y a n g l e b i h
r e n d a h menyebabkan pupil menjadi lebih besar ( banyak cahaya yang
masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki
mata.
b. Refleks Konsensual
Refleks konsensual adalah hasil kerjasama antara mata kanan dan mata
kiri. Contohnya adalah ketika mata kanan seseorang ditutup dan mata kiri disinari
oleh senter maka terjadi konstriksi atau pengecilan pada pupil kanan walaupun
yang disinari hanya mata kiri. Hal ini terjadi dikarenakan sinyal aferen yang
dikirim melalui salah satu saraf mata terhubung dengan Edinger-westphal nucleus
yaitu akson yang mengatur saraf oculomotor kanan dan kiri. Pada percobaan yang
kami lakukan, reflex pupil terhadap cahaya diameter pupil probandus pada kondisi
normal memiliki ukuran 0,4 cm pada mata kanan. Pada saat dilakukan penyinaran
terhadap mata probandus, diameter pupil mengalami konstriksi sehingga ukurannya
menjadi 0,3 cm pada mata kiri.

c. Refleks pupil karena akomodasi

Pada pemeriksaan reflex pupil karena akomodasi, diameter pupil probandus pada ketika
melihat objek jauh memiliki ukuran 0,5 cm atau setara dengan 5 mm. Pada saat melihat objek dekat,
diameter pupil mengalami konstriksi sehingga ukurannya menjadi 0,3 cm. Hal ini disebabkan karena
akomodasi diatur oleh saraf parasimpatis. Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf
parasimpatis yang dihantarkan ke mata melalui saraf kranial III dan nucleus saraf III pada batang otak.
Perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan kontraksi kedua set serat otot siliaris, yang akan
mengendurkan ligament lensa, sehingga menyebabkan lensa menjadi lebih tebal dan meningkatkan
daya biasnya. Dengan meningkatnya daya bias, mata mampu melihat objek lebih dekat dibanding
sewaktu daya biasnya rendah. Akibatnya, dengan mendekatnya objek kea rah mata, jumlah impuls
parasimpatis yang sampai ke otot siliaris harus ditingkatkan secara progresif agar objek tetap dapat
dilihat dengan jelas.

2. Kelainan refraksi

Secara klinik kelainan refraksi adalah akibat kerusakan pada akomodasi visual, entah itu sebagai
akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Astigmatisma adalah kesalahan
refraksi yang terjadi karena berkas cahaya jatuh pada garis-garis di atas retina, dan bukan pada
titik-titik tajam. Hal ini disebabkan berubahnya bentuk lengkungan lensa. Keadaan itu dapat
ditolong dengan mengenakan kacamata berlensa cembung, guna menambahkan bagian yang
kurang cembung pada lensa mata yang abnormal itu. Menurut Ilyas (2010), astigmatisma
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma reguler merupakan astigmatisma yang
memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang
perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian
berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisma reguler
dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau
lingkaran.
2. Astigmatisma Ireguler
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang terjadi
tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus. Astigmatisma
ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler.
Astigmatisma terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau
akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.

Untuk pemeriksaan kelainan refraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara
obyektif yang menggunakan kerastoscope placido dan dengan cara subyektif yang
menggunakan kipas Lancaster. Menurut KBBI, objektif adalah mengenai keadaan yang
sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. Cara pemeriksaan
dengan menggunakan kerastoscope placido disebut sebagai cara obyektif karena kita
dapat mengetahui hasilnya tanpa terpengaruh oleh pendapat atau pandangan pribadi
dengan kata lain hasil percobaan tersebut berdasarkan fakta. Sementara, menurut KBBI,
subjektif adalah mengenai atau menurut pandangan (perasaan) sendiri, tidak langsung
mengenai pokok atau halnya. Cara pemeriksaan dengan menggunakan kipas Lancaster
disebut sebagai cara subjektif karena hasil percobaan berdasarkan pandangan probandus
dan pemeriksa tidak mengetahui hasil nyatanya.

Saat melakukan pemeriksaan subjektif pada probandus, menurutnya kipas


Lancaster tersebut memiliki garis putus-putus yang bergabung dan jumlah tiga garis yang
berpotongan di tengah bertambah menjadi empat garis yang berpotongan. Sementara,
orang normal akan melihat kipas Lancaster tersebut dengan jumlah garis yang
berpotongan di tengah sebanyak tiga garis dan tiap-tiap garis tidak ada yang menyatu
kecuali yang berpotongan. Pada pemeriksaan objektif, gambaran lingkaran kerastoscope
pada kornea probandus berbentuk oval. Garis oval menunjukkan bentuk kornea juga oval.
Karena, dari pemeriksaan ini kita melihat cerminan kornea. Jadi, bentuk kornea yang oval
menunjukkan astigmatisma. Astigmatisme juga sering disebabkan oleh adanya selaput
bening yang tidak teratur dan lengkung kornea yang terlalu besar pada salah satu
bidangnya. Permukaan lensa yang berbentuk bulat telur pada sisi datangnya cahaya,
merupakan contoh dari lensa astigmatis. Derajat kelengkungan bidang yang melalui
sumbu panjang telur tidak sama dengan derajat kelengkungan pada bidang yang melalui
sumbu pendek. Karena lengkung lensa astigmatis pada suatu bidang lebih kecil daripada
lengkung pada bidang yang lain, cahaya yang mengenai bagian perifer lensa pada suatu
sisi tidak dibelokkan sama kuatnya dengan cahaya yang mengenai bagian perifer pada
bidang yang lain. Sehingga, kami menduga bahwa probandus mengalami astigmatisma.

Anda mungkin juga menyukai