Anda di halaman 1dari 2

Petani Dalam Pusaran Konflik Agraria

Saat ini, keadaan masalah agraria, khususnya masalah tanah, sudah sangat mengkhawatirkan.
Berbagai jenis sengketa tanah dengan ekses-eksesnya berjalan dalam frekuensi dan intensitas yang
mengkhawatirkan. Menurut data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam kurun waktu 2017
tercatat 659 kejadian konflik agraria diberbagai wilayah dan provinsi di Negara ini dengan luasan
520.491,87 ha yang melibatkan 652.738 Kepala Keluarga. Konflik agraria yang terjadi dalam kurun waktu
tersebut bervariasi, mayoritas adalah sengketa lahan antara kaum pemodal dengan rakyat utamanya petani
dimana 208 atau 32% terjadi disektor perkebunan. Sektor properti menempati posisi kedua dengan jumlah
konflik 199 (30%) dan seterusnya ditempati masing-masing oleh sektor infrastruktur dengan dengan 94
konflik (14%) 78 (12%) disektor pertanian, kehutanan 30 kasus (5%), pesisir dan kelautan sebanyak 28 (4%)
dan terakhir sektor pertambangan dengan jumlah 22 kasus (3%). Dari 659 konflik yang terjadi didominasi
oleh pihak warga dengan swasta yaitu 289 kasus, disusul pemerintah dengan warga 140 kasus dan warga
dengan warga 112 kasus, dalam konflik ini baik pemerintah maupun swasta cenderung mengerahkan
aparatur negara sebagai alat untuk memukul mundur oetani yang berusaha mempertahankan lahannya,
mirisnya yang menjadi pihak yang dirugikan dalam konflik agraria di negeri agraris ini adalah petani.

Tantangan yang dihadapi petani dewasa ini tidak lagi sederhana karena bukan cuma harus
menyesuaikan dengan gejala alam seperti anomali cuaca tetapi juga tekanan dari negara dan tata
industrialisasi, termasuk ekonomi gobal yang direpresentasikan oleh kewajaran WTO. Hal ini telah
menyebabkan Indonesia mengalami penyusutan lahan pertanian salah satunya sawah, sekitar 150.000 hingga
200.000 ha sawah setiap tahun dan berpotensi habis dalam 38 tahun, sebagian besar konversi lahan pertanian
diakibatkan atas ekses pembangunan infrastruktur. Dampak dari penyusutan sawah adalah kuota impor beras
akan semakin membengkak diiringi dengan tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang kian meningkat tiap
tahunnya.

Kalau saja kebijakan pemerintah terus memberikan akses baik kepada pihak swasta maupun instansi-
instansi negara yang terkait untuk terus melakukan konversi lahan produktif petani dan dijadikan lahan
perusahaan ataupun pembangunan infrastruktur seperti yang terjadi di Enrekang, Sulawesi Selatan dan
Kulonprogo, Yogyakarta dengan dalih untuk menumbuhkan tingkat perekonomian negara, saya kira langkah
ini kurang tepat karena efeknya tidak hanya menimbulkan ketimpangan ekonomi melainkan juga berdampak
pada keseimbangan ekosistem dan kondisi keamanan negara.

Secara ekonomi implikasi dari konversi lahan produktif petani adalah penyusutan jumlah lahan
penghasil kebutuhan primer masyarakat utamanya kebutuhan pangan yang jelas-jelas diikuti pembengkakan
kuota impor sebagaimana yang terjadi pada tahun ini yang dimana pemerintah menargetkan akan melakukan
impor beras sebanyak 2 juta Ton untuk tahun ini, Hal tersebut tentu sangat merugikan para petani karna
impor beras secara besar-besaran berpotensi membuat harga beras lokal menjadi anjlok.

Sementara dalam bingkai keamanan nonkonvensional, soal pangan itu penting. Tak ubahnya peran
perangkat peperangan seperti senjata, tank, pesawat tempur beserta yang lainnya dalam pendekatan militer
menjadi hal penting yang menentukan sukses tidaknya suatu operasi militer. Namun berbeda dengan senjata,
tank dan pesawat beras hanya dilibatkan pada operasi yang rendah kekerasan. Operasi militer dengan tingkat
kekerasan yang rendah umumnya mengandalkan kehancuran ekonomi dan keresahan masyarakat sebagai
media utama untuk memenangkan suatu pertempuran. Hal ini memperjelas betapa pentingnya lahan baik
bagi petani maupun keamanan suatu negara. Ia tidak kalah penting dibandingkan bahaya teroris, yang
dianggap sebagai ancaman serius bagi kemanan yang kini menjadi wacana nasional dan global. Untuk
menciptakan kegelisahan sosial semacam ini tidak perlu menggunakan isu etnis atau agama. Cukup dengan
menyebarkan isu bahwa beras impor yang kita makan dipupuk dengan pupuk yang tidak halal dan
mengandung racun yang mematikan, pasti masyarakat menjadi kalang kabut. Dengan demikian, ancaman
bagi negara ini bukanlah ancaman yang berasal dari luar negeri melainkan dari dalam negeri dengan
penyusutan lahan petani akibat pembangunan infrastruktur dan maupun alih fungsi lahan oleh korporasi
swasta melalui penggunaan lahan dengan pola tanam monokultur (misalnya kelapa sawit) yang tentu saja
mendapat legalitas dari pembuat kebijakan.

Dalam konteks ekologi lahan pertanian memiliki fungsi yang sangat besar dan nampaknya lepas dari
pengamatan pemerintah. Terlepas dari fungsi sawah sebagai penghasil pangan yang bisa dirasakan
langsung, fungsi sawah sebagai pemelihara lingkungan seringkali tidak disadari karena manfaatnya tidak
seketika. Selain sebagai penghasil pangan fungsi sawah yang lain adalah sebagai mitigasi (daya mengurangi)
banjir dan dalam pengendalian erosi. Mitigasi banjir suatu sawah adalah kemampuan lahan tersebut
menahan dan menampung air hujan dan aliran air permukaan dan mengalirkan ke daerah hilir secara
perlahan, sehingga volume air aliran permukaan berkurang. Dengan begitu, intensitas banjir didaerah hilir
berkurang. Mitigasi banjir dapat dinilai melalui interpretasi data jangka panjang debit sungai. Pada suatu
Daerah Aliran Sungai (DAS), petakan sawah yang dikelilingi pematang dapat dipandang sebagai kumpulan
ribuan kolam penampung air yang kemudian dialirkan secara perlahan melalui saluran drainase atau sungai
ke daerah hilir, sehingga potensi banjir di daerah hilir dapat dikurangi.

Oleh karena itu, melihat betapa pentingnya keberadaan petani beserta lahannya pemerintah
seharusnya mngeluarkan kebijakan yang betul-betul bijak dan pro terhadap kaum tani dengan menegakkan
kembali Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) no.5 tahun 1965 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria,
sementara di level ekonomi dituntut untuk kembali ke sistem ekonomi yang digariskan oleh konstitusi,
tepatnya pasal 33 UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai