Pendahuluan
1. Latar Belakang
Untuk menghitung debit saluran air dapat digunakan ambang lebar, aplikasinya
dilapangan banyak digunakan pada saluran irigasi yang berfungsi menentukan debit
dari air yang mengalir pada saluran tersebut.
2. Tujuan Praktikum
a. Untuk melihat profil muka aliran melalui ambang
b. Menghitung debit, kecepatan, koefisien debit, dan koefisien kecepatan
c. Menentukan jenis aliran dengan perhitungan angka Froud
d. Menetukan (Kedalaman kritis) dan Energi Minimum
3. Teori Dasar
Peluap disebut ambang lebar apabila B>0.4hu, dengan B adalah lebar peluap, dan h u
adalah tinggi peluap.
Keterangan:
Q = debit aliran (m3/dt)
v2
H = tinggi tekanan total hulu ambang = Yo+
2g
P = tinggi ambang (m)
1
Yo = kedalaman hulu ambang (m)
Yc = tinggi muka air di atas hulu ambang (m)
Yt = tinggi muka air setelah hulu ambang (m)
hu = tinggi muka air di atas hilir ambang = Yo – P (m)
a) Mengukur Debit
Debit yaitu volume aliran suatu zat cair per satuan waktu. Maka digunakan rumus :
V
Q=
t
V = Volume suatu zat cair yang tertanpung pada alat penampung (m³)
t = Waktu tampung (s)
Keterangan:
Q = debit aliran (m3/dt)
hu = tinggi muka air hulu ambang (m)
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan
b = lebar ambang (m)
Dengan adanya ambang, akan terjadi efek pembendungan di sebelah hulu ambang.
Efek ini dapat dilihat dari naiknya permukaan air bila dibandingkan dengan sebelum
dipasang ambang. Dengan demikian, pada penerapan di lapangan harus diantisipasi
kemungkinan banjir di hulu ambang.
Secara teori naiknya permukaan air ini merupakan gejala alam dari aliran dimana
untuk memperoleh aliran air yang stabil, maka air akan mengalir dengan kondisi aliran
subkritik, karena aliran jenis ini tidak akan menimbulkan gerusan (erosi) pada permukaan
saluran.
Pada saat melewati ambang biasanya aliran akan berperilaku sebagai aliran kritik,
selanjutnya aliran akan mencari posisi stabil. Pada kondisi tertentu misalkan dengan
adanya terjunan atau kemiringan saluran yang cukup besar , setelah melewati ambang
aliran dapat pula berlaku sebagai aliran super kritik.
Pada penerapan di lapangan apabila kondisi super kritik ini terjadi maka akan sangat
membahayakan, dimana dasar tebing saluran akan tergerus. Strategi penanganan tersebut
diantaranya dengan membuat peredam energi aliran, misalnya dengan memasang lantai
beton atau batu-batu cukup besar di hilir ambang.
Tingkat kekritikan aliran tersebut dapat ditentukan dengan mencari bilangan Froud
dengan persamaan:
2
v
F=
√ gD
Keterangan:
F = angka Froud (froud number)
D = kedalaman aliran (m)
Dimana jika:
F<1, disebut aliran subkritik.
F=1, disebut aliran kritik.
F>1, disebut aliran super kritik.
5. Prosedur Percobaan
1. Alirkan air, buka skot balk di hilir saluran, biarkan air mengalir 3-5 menit kemudian
lakukan pengukuran debit 3 kali.
2. Dengan debit tetap, pasang beberapa skot balk di hilir, sampai ambang tenggelam.
Pada setiap variasi dilakukan pengukuran debit sebanyak 3 kali.
3. Setiap pengukuran debit dilakukan pula pembacaan permukaan air pada tabung
piezometer.
4. Buatlah sketsa muka air di sekitar ambang diatas kertas milimeer blok.
5. Ulangi prosedur diatas untuk setiap debit yang berbeda.
6. Lembar Pengamatan
3
Nomor Tabung
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bacaan Muka Air 0 70 42 34 47 42 14 42 42 42
Kedalaman Air 18 18 17,5 17 15 14,72 14,65 14,5 14,5 14
Indeks Tabung
Nomor Tabung
1-2 2-3 3-4 4-5 5-6 6-7 7-8 8-9 9-10
Jarak
antar 70 14,5 30 30 80 60 60 20 96
Tabung
Nomor Tabung
No. Percobaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4
1 0 70 42 34 47 42 14 42 42 42
I-1 2 0 66 49 38 47 50 15 50 51 51
3 0 66 53 40 53 54 16 53 54 54
1 0 70 41,5 34 41,5 41,2 21 42 41,2 41,9
I-2 2 0 65,2 48,8 47,6 48,5 50 26 50,5 51,1 51
3 0 64,2 52,8 39,2 52 53,2 26,8 52,2 53,4 52,9
I-2 1 0 70 41,3 34,2 42 42,9 15 42,2 42 42,1
2 0 50,4 38,2 42,6 50 17 49,2 50 49,4 47,8
3 0 80 56,4 40,8 54,4 17,4 53,2 54,2 54 50,9
H FrY c❑
Perhitungan :
= 0.083 x 0.17
= 0.00014m
Ao I−2 = B x Yo I −2
= 0.083 x 0.19
= 0.00016 m
Ao I−3 = B xYo I −3
= 0.083 x 0.22
= 0.00018 m
5
Q I−1
Vo =
I −1
Ao I−1
0.0002
= 0.00014
= 1.42 m/s
Q I−2
Vo =
I −2
Ao I−2
0.0001
= 0.00016
= 0.63 m/s
Q I−3
Vo =
I −3
Ao I−3
0.00004
= 0.00018
= 0.22 m/s
3) Menghitung V c
Q I−1
Vc I −1 = B xY
c I −1
0.0002
= 0.083 x 0.02
= 0.12 m/s
Q I−2
Vc I −2 = B xY
c I −2
0.0001
= 0.083 x 0.04
= 0.000065 m/s
Q I−3
Vc I −3 = B xY
c I −3
0.00004
= 0.083 x 0.07
= 0.007 m/s
4) Menghitung V t
QI−1
Vt I−1 = B xY
t I −1
6
0.0002
= 0.083 x 21.3
= 0.000113 m/s
QI−2
Vt I−2 = B xY
t I −2
0.0001
= 0.083 x 18.67
= 0.000065 m/s
QI−3
Vt I−3 = B xY
t I −3
0.00004
= 0.083 x 14.67
= 0.000033 m/s
5) Menghitung H
Vo ²
H I −1 = Yo + I−1
I −1
2g
+1.42 ²
= 0.17 2 x 10
= 0.02 m
3 3
H I −1 2 = 0.02 2
= 0.141 m
Vo ²
H I −2 = Yo + I−2
I −2
2g
+0.63 ²
= 0.19 2 x 10
= 0.04 m
3 3
H I −2 2 = 0.04 2
= 0.096 m
Vo ²
H I −3 = Yo + I−3
I −3
2g
+0.22 ²
= 0.22 2 x 10
= 0.07 m
7
3 3
H I −3 2 = 0.07 2
= 0.105 m
6) Menghitung hu
hu I −1
= Y o −tinggi ambang
I −1
= 0.17−0.15
= 0.27 m
3 3
hu 2 = 0.27 2
I −1
= 0.003 m
hu I −2
= Y o −tinggi ambang
I −2
= 0.19−0.15
= 0.21 m
3 3
hu 2 = 0.21 2
I −2
= 0.008 m
hu I −3
= Y o −tinggi ambang
I −3
= 0.22−0.15
= 0.222 m
3 3
hu 2 = 0.222 2
I −3
= 0.019 m
7) Menghitung C d
Q I−1
Cd I −1 = 3
B x H I−1 2
0.0002
= 0.083 x 0.141
= 0.017
Q I−2
Cd I −2 = 3
2
B x H I−2
0.0001
= 0.083 x 0.096
= 0.013
8
Q I−3
Cd I −3 = 3
2
B x H I−3
0.00004
= 0.083 x 0.105
= 0.005
8) Menghitung C v
Q I−1
Cv I−1 = 3
2
B x hu I−1
x Cd I −1
0.0002
= 0.083 x 0.003 x 0.017
= 49.728
Q I−2
Cv I−2 = 3
2
B x hu I−2
x Cd I −2
0.0001
= 0.083 x 0.008 x 0.013
= 12.038
Q I−3
Cv I−3 = 3
2
B x hu I−3
x Cd I −3
0.00004
= 0.083 x 0.019 x 0.0 05
= 5.663
oI −1
√g Y o I −1
1.42
=
√10 x 0.17
= 1.087
F > 1, maka aliran tersebut adalah aliran superkritik
Vo
FrY =
I−2
oI − 2
√g Y o I −2
0.63
=
√10 x 0.19
= 0.46
9
F < 1, maka aliran tersebut adalah aliran subkritik
Vo
FrY =
I−3
oI − 3
√g Y o I −3
0.22
=
√10 x 0.22
= 0.148
F < 1, maka aliran tersebut adalah aliran subkritik
Vc
FrY =
I −1
cI −1
√g Y c I −1
0.12
=
√10 x 0.02
= 0.2694
F < 1, maka aliran tersebut adalah aliran subkritik
Vc
FrY =
I −2
c I −2
√g Y c I −2
0.03
=
√10 x 0.04
= 0.0476
F < 1, maka aliran tersebut adalah aliran subkritik
Vc
FrY =
I −3
cI −3
√g Y c I −3
0.007
=
√10 x 0.07
= 0.0082
F < 1, maka aliran tersebut adalah aliran subkritik
Vt
FrY =
I−1
t I −1
√g Y t I−1
0.000113
=
√10 x 21.3
= 0.0000077
F < 1, maka aliran tersebut adalah aliran subkritik
Vt
FrY =
I−2
t I −2
√g Y t I−2
0.000065
=
√10 x 18.67
10
= 0.0000047
F < 1, maka aliran tersebut adalah aliran subkritik
Vt
FrY =
I−3
t I −3
√g Y t I−3
0.000033
=
√10 x 14.67
= 0.0000027
F < 1, maka aliran tersebut adalah aliran subkritik
11
7. Grafik
7
6
5
4
3
2
1
0
0.4 1 2
Debit (Q x 10ˉ⁴)
70
60
50
40
30
20
10
0
1.13 1.17 2
Debit (Q x 10ˉ⁴)
12
Grafik Hubungan antara Cv dan Q₁
100
90
80
Koefisien Kecepatan (Cv)
70
60
50
40
30
20
10
0
0.4 1 2
Debit (Q x 10ˉ⁴)
13
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan :
1. Energi minimum (H) tidak tampak, tinggi energinya hampir sama dengan Yo. Perbedaan
ketinggian H akan terlihat pada saat perhitungan, akan tetapi perbedaannya sangat kecil
sekali.
Dari hasil grafik dapat disimpulkan:
1. Hubungan antara Cd dan Q adalah berbanding lurus karena semakin besar nilai Cd maka
nilai Q juga semakin besar. Nilai koefisien determinasi (R²) mendekati satu, artinya debit
sangat dipengaruhi oleh nilai koefisien debit.
2. Berdasarkan teori , Cv dan Q berbanding terbalik bila dilihat dari ketiga grafik, dari mulai
Q₁-Q₃ nilai Cv mengalami penurunan. Semakin besar debit, semakin kecil nilai Cv. Nilai
koefisien determinasi (R²) mendekati satu, artinya debit sangat dipengaruhi oleh nilai
koefisien kecepatan.
3. Berdasarkan perhitungan kekritikan aliran (sebelum, diatas dan sesudah ambang), maka:
Pada Q₁
1) Pada aliran sebelum ambang nilai rata-rata angka froud <1, artinya aliran
sebelum ambang sifatnya subkritik.
2) Pada aliran diatas ambang nilai rata-rata angka froud >1, artinya aliran
sebelum ambang sifatnya superkritik.
3) Pada aliran sesudah ambang nilai rata-rata angka froud <1, artinya aliran
sebelum ambang sifatnya subkritik.
Pada Q₂ :
1) Pada aliran sebelum ambang nilai rata-rata angka froud <1, artinya aliran
sebelum ambang sifatnya subkritik.
2) Pada aliran diatas ambang nilai rata-rata angka froud >1, artinya aliran
sebelum ambang sifatnya superkritik.
3) Pada aliran sesudah ambang nilai rata-rata angka froud <1, artinya aliran
sebelum ambang sifatnya subkritik.
Pada Q₃ :
1) Pada aliran sebelum ambang nilai rata-rata angka froud <1, artinya aliran
sebelum ambang sifatnya subkritik.
2) Pada aliran diatas ambang nilai rata-rata angka froud >1, artinya aliran
sebelum ambang sifatnya superkritik.
3) Pada aliran sesudah ambang nilai rata-rata angka froud <1, artinya aliran
sebelum ambang sifatnya subkritik.
14