Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PEDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

A. Definisi Kehilangan dan Berduka


Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada , baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35).Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda
(Direja,2011).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kehilangan
adalah suatu keadaan yang dialami oleh individu yang berpisah akan suatu hal
yang mencakup kejadian nyata atau hanya khayalan (yang diakibatkan persepsi
seorang terhadap kejadian) dalam rentang kehidupannya.
Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respons
emosional yang normal. Berduka merupakan suatu proses untuk memecahkan
masalah, dan secara normal berhubungan erat dengan kematian. Hal ini sangat
penting dan menentukan kesehatan jiwa yang baik bagi individu karena
member kesempatan individu untuk melakukan koping dengan kehilangan
secara bertahap sehingga dapat menerima kehilangan sebagai bagian dari
kehidupan nyata. Individu sebagai proses sosial dapat diselesaikan dengan
bantuan orang lain.
Penyebab dari berduka antara lain:
a. Kematian keluarga atau orang yang berarti
b. Antisipasi kematian keluarga atau orang yang berarti
c. Kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh,
hubungan sosial)
Gejala dan tanda mayor subjektif berupa merasa sedih, merasa bersalah
atau menyalahkan orang lain, tidak menerima kehilangan, merasa tidak ada
harapan. Kemudian tanda objektifnya berupa menangis, pola tidur berubah, dan
tidak mampu berkonsentrasi.

B. Rentang Respon Kehilangan dan Berduka


Gambaran rentang respon individu terhadap kehilangan dan berduka menurut
Kublier-rose, 1969 :
1. Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,
tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “ Itu tidak
mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal,
akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi
pada fase peenginkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu berbuat apa.
Reaksi tersebut cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa
tahun.
2. Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang
orang tertentu atau ditujukan kepada dririnya sendiri. Tidak jarang
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan
menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang terjadi
pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
3. Fase Tawar Menawar (bargaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ Kalau
saja kejadian ini bisa ditunda maka saya yang akan sering berdoa” Apabila
proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataan sebagai berikut
sering dijumpai “Kalau saja yang sakit bukan anak saya”.
4. Fase Depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunujukkan sikap antara lain menarik
diri, tidak mau bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat
baik dan menurut, atau dengan ungkapan-ungkapan yang menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering
diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
menurun.
5. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran
selalu terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau
hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya,
gambaran tentang objek atau irang yang hilang mulai dilepaskan dan secara
bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima biasanya
dinyatakan dengan kata-kata “Saya betul-betul menyayangi baju saya yang
hilang tapi baju saya yang baru manis juga,” atau “Apa yang dapat saya
lakukan agar saya dapat cepat sembuh?”.

C. Sifat- sifat Kehilangan


Sifat-sifat kehilangan pada umumnya ada 2 yakni:
a. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah
pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
b. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan
menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional
(Rando:1984)
Menurut Burgers dan Lazare tahun 1976, karakteristik berduka antara lain:
 Berduka yang menunjukkan reaksi syok dan ketidakyakinan.
 Berduka yang menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila teringat
tentang kehilangan orang yang disayangi.
 Berduka yang menunjukkan perasaan tidak nyaman dan sering
disertai dengan menangis, serta keluhan-keluhan sesak pada dada,
rasa tercekik, napas pendek.
 Mengenang almarhum terus menerus.
 Memperoleh pengalaman perasaan berduka.
 Cenderung menjadi mudah tersinggung dan marah.
Sedangkan karakteristik dari jenis kehilangan antara lain:
 Kehilangan orang bermakna, misalnya akibat kematian atau
dipenjara.
 Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita
penyakit, amputasi, kehilangan pendapatan, kehilangan perasaan
tentang diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan kedudukan dan
kehilangan kemampuan seksual.
 Kehilangan milik pribadi (misalnya uang, perhiasan).
D. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka.
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita
klien: apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui
perilaku. Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar
mengetahui apa yang mereka 5iagn dan rasakan adalah :
 Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
 Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
 Perilaku koping yang adekuat selama proses
Terdapat 7 faktor yang mempengaruhi rentang respon kehilangan, yakni:
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah:
1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di
dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan
kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat,
pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan
mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan
jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang
ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu
dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau
perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-
kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen,
1991).
5) Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang
negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress
yang dihadapi.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
kehilangan. Kehilangan kasih 6iagno secara nyata ataupun imajinasi
individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain
meliputi:
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon
antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi,
Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas
stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi
sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan
patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara
berlebihan dan tidak tepat.
d. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
e. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem 7iagno dan endokrin
f. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan
individu atau benda yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan
keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
g. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna
kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang
meninggal adalah pembimbing.
h. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku
seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang
dilakukan bersama orang yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal
padahal ingin membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau 8iagnos
7) Kemungkinan melakukan 8iagnos, upaya bunuh diri atau
pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase
reorganisasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian:


a) Perawat mengkaji pasien berduka dan anggota keluarga yang
mengalami kehilangan untuk menentukan tingkatan berduka.
b) Pengkajian terhadap gejala klinis berduka (Schulz, 1978) yang
mencangkup: sesak di dada, napas pendek, berkeluh kesah,
perasaan penuh di perut, kehilangan kekuatan otot, distress
perasaan yang hebat.
c) Enam karakteristik berduka (Burgers dan Lazare, 1976)juga dikaji:
respons fisiologis, respons tubuh terhdapa kehilangan atau
mengetahui lebih dulu kehilangan dengan suatu reaksi stress.
Perawat dapat mengkaji tanda klinis respons tersebut.
d) Factor yang memengaruhi suatu reaksi kehilangan yang bermakna
bergantung pada persepsi individu terhadap pengalaman kehilangan,
umur, kultur, keyakinan spiritual, peran seks, status sosial-
ekonomik.
e) Factor presdiposisi yang memengaruhi reaksi kehilangan yang
mencakup genetic, kesehatan fisik, kesehatan mental, pengalaman
kehilangan di masa lalu.
f) Factor pencetus mencakup perilaku yang ditunjukkan oleh individu
yang mengalami kehilangan, dan mekanisme koping yang sering
digunakan oleh individu.
2. Diagnosa
Adapun beberapa diagnose yang berkaitan dengan kondisi berduka
dan kehilangan, antara lain:
a) Isolasi Sosial
b) Gangguan Konsep Diri
c) Defisit Perawatan diri

3. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah/ kronis.
1) Tujuan Umum :
Klien dapat berintervensi dengan orang lain.
2) Tujuan Khusus :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
 Klien dapat memahami penyebab dari harga diri rendah.
 Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
 Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan
terbuka.
 Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan
perbaikan komunikasi dengan orang lain.
3) Intervensi:
 Bina hubungan saling percaya dengan klien.
Rasional : Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan
terapeutik yang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
 Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan pikiran dan
perasaannya.
Rasional : Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
 Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
Rasional : dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat
beradaptasi dengan perasaannya.
 Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak
menghakimi.
Rasional : empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap
perawatan klien, tetapi tidak terlihat secara emosi.
 Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan
negatif dari dirinya.
Rasional : meningkatnya harga diri.
 Berikan dukungan, support dan pujian setelah klien mampu
melakukanaktivitasnya.
Rasional : pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi

b. Gangguan Konsep Diri:


Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efetif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan
1) Tujuan:
 Klien merasa harga dirinya naik
 Klien menggunakan koping yang adaptif
 Klien menyadari dapat mengntrol perasaannya
2) Intervensi:
 Merespon kesadaran diri dengan cara:
 Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan
 Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang
dimilikinya
 Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan teraeutik
Rasional: Kesadaran diri sangan diperlukan dalam
membina hubungan terapeutik perawat/ klien
 Menyelidiki diri dengan cara:
 Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya
 Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan
hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan
 Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan
untuk berubah ada pada klien
Rasional:
Klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan
dalam penerimaan terhadap dirimya sendiri
 Mengevaluasi diri dengan cara:
 Membantu klien menerima perasaan dan pikiran
 Mengekspresikan respon koping adaptif terhadap
masalahnya
Rasional:
Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam
penyelesaian masalah secara konstruktif
 Membuat perencanaan yang realistik:
 Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan
masalah
 Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang
realistik
Rasional:
Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi
permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan
yang realistik
 Bertanggung jawab dalam bertindak:
 Membuat klien untuk melakukan tindakan yang penting
untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan
respon oping yang adaptif
Rasional:
Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses
penyelesaian masalah klien
 Mengobserfasi tingkat depresi:
 Mengamati perilaku klien
 Bersama klien membahas perasaannya
Rasional :
Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana
perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.
 Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
 Menghargai persaan klien
 Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan
terhadap kenyataan
 Memberikan kesempatan untuk menangis dan
mengungkapkan perasaannya
 Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul
Rasional:
Individu dalam keadaan terduka sering mempertahankan
perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang

c. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Intoleransi Aktivitas


1) Tujuan Umum:
Klien mampu melakukan perawtan diri secara optimal
2) Tujuan Khusus:
 Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan
 Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih
 Klien dapat menyikat giginya dengan bersih
 Klien dapat merawat kukunya sendiri
3) Intervensi:
 Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan
Rasional:
Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses
menyembuhkannya
 Menganjurkan klien untuk mandi
Rasional:
Pengertian yang baik dapat menbantu klien dapat mengerti
dan diharapkan dapat melakukan sendiri
 Menganjurkan klien untuk mencuci baju
Rasional:
Diharapkan klien mandiri
 Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri
Rasional:
Diharapkan klien mandiri
 Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi
Rasional:
Diharapkan klien mandiri

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang sudah
disusun.

5. Evaluasi
a. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami.
b. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya.
c. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
d. Memanfaatkan faktor pendukung.
e. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
f. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
g. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.
h. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Budi, Anna Keliat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC

Dalami, Ermawati,dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah


Psikososial.Jakarta :CV Trans Info Media

Direja,A.H.S.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta: Nuha Medika

SDKI DPP PPNI, Tim Pokja. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia’Definisi dan Indikator Diagnostik’. Edisi 1. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Suliswati, dkk, 2010. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep I.2009.Keperawatan Jiwa. Bandung:refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai