PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu selalu berusaha untuk mencari hal-hal yang baru atau pun
menyempurnakan hal yang sudah ada dan atau mereka ingin membuktikan kejadian-kejadian
yang ada di alam sekitamya. Hal tersebut tentunya karena individu yang bersangkutan ingin
mendapatkan pengalaman hidup ataupun ingin berharga dalam kehidupannya sehingga bisa
bermanfaat. Keyakinan yang mereka miliki berdasarkan hasil penelitian atau pembuktian
tersebut disusun dalam suatu alur yang sistematis baik dalam bentuk falsafah, konsep, teori
dan proses.
Model konsep keperawatan sendiri adalah merupakan suatu cara pandang dalam
situasi kerja yang melibatkan unsur perawat di dalamnya. Model konseptual sendiri terdiri
dari beberapa bagian konsep yang meupakan keyakinan terhadap suatu obyek, benda,
peristiwa atau fenomena dari pengalaman seseorang yang dihubungkan dengan suatu ide,
pandangan, atau keyakinan. Model keperawatan tersebut memperlihatkan petunjuk bagi
organisasi perawat untuk mendapatkan informasi sehinmgga perawat cepat tanggap terhadap
apa yang sedang terjadi dan tindakan apa yang paling sesuai.
Teori keperawatan yang saat ini dikembangkan dan diterapkan dalam keperawatan
baik untuk keperluan pendidikan maupun praktek keperawatan menggunakan empat model.
Semua model tersebut menggambarkan konsep yang sama yaitu:
1. Orang yang menerima asuhan keperawatan
2. Lingkungan (masyarakat)
3. Kesehatan (sehat/sakit, kesehatan dan penyakit)
4. Keperawatan dan peran perawat (tujuan/sasaran, peran dan fungsi)\
B. Tujuan
a. Mengetahui definisi dari Teori Dan Model Konseptual Dalam
Keperawatan Komunitas
b. Mengetahui Teori Dan Model Konseptual Keperawatan Menurut Florence
Nightingale
c. Mengetahui Teori Dan Model Konseptual Keperawatan Menurut Roy. S.C
BAB II
2
tim kesehatan lainnya dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan
individu, keluarga, dan masyarakat lebih tinggi.
3
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan
pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses
penyembuhan (Mubarak, 2006).
5
6. Sasaran Keperawatan Kesehatan Komunitas (Depkes, 2006)
Individu
Sasaran prioritas individu adalah balita gizi buruk, ibu hamil risiko tinggi,
usia lanjut, penderita penyakit menular (tuberkulosis paru, kusta, malaria, demam
berdarah, diare, dan ISPA atau pneumonia), dan penderita penyakit degeneratif.
Keluarga
Kelompok
Masyarakat
6
1) Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, kelurahan, desa) yang mempunyai;
a) jumlah bayi meninggal lebih tinggi dibandingkan daerah lain;
b) jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan
daerah lain;
c) cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain.
d) Masyarakat di daerah endemis penyakit menular (malaria, diare,
demam berdarah, dll)
e) Masyarakat di lokasi/barak pengungsian, akibat bencana atau
akibat lainnya
f) Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain
daerah terpencil, daerah perbatasan
g) Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi sulit
seperti daerah transmigrasi.
Model ini menekankan pengaruh lingkungan terhadap klien yang di kenal dengan
istilah environmental model. Moel konsep Florence menempatkan lingkungan sebagai
focus asuhan keperawatan dan perawat komunitas berupaya memberikan bantuan asuhan
keperawatan berupa pemberian udara yang bersih dan segar, penerangan (lampu yang
tepat), kenyamana lingkungan, mengatur kebersihan, keamanan dan keselamatan, serta
pemberian nutrisi (gizi yang adekuat), yang pelaksanaannya di upayakan secara mandiri
tanpa bergantung pada profesi lain. Kesehatan di lihat dari fungsi interaksi antara
keperawatan, manusia, dan lingkungan. Misalnya, lingkungan yang kotor tidak baik
untuk kesehatan, sedangkan lingkungan yang bersih dapat mengurangi penyakit.
Keperawatan memiliki kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
mempertahankan kesehatan manusia melalui manajemen manusia/lingkungan.
7
tersebut dalam rangka perawat mampu menjalankan praktik keperawatan mandiri tanpa
tergantung dengan profesi lain.
Model konsep ini memberikan inspirasi dalam perkembangan praktik
keperawatan, sehingga akhirnya dikembangkan secara luas, paradigma perawat dalam
tindakan keperawatan hanya memberikan kebersihan lingkungan adalah kurang benar,
akan tetapi lingkungan dapat mempengarui proses perawatan pada pasien, sehingga perlu
diperhatikan.
Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam konteks lingkungan
secara keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan psiklologis dan lingkungan
sosial.
1. Lingkungan fisik (Physical environment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yang berhubungan dengan ventilasi dan
udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang
selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas
dari debu, asap, bau-bauan. Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara
bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan.
Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan baik bagi
orang lain maupun dirinya sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus
memberikan memberikan keleluasaan pasien untuk beraktivitas. Tempat tidur harus
mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari kebisingan dan bau limbah. Posisi
pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian rupa supaya mendapat ventilasi.
2. Lingkungan psikologi (Psychology environment)
8
Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya
dilakukan dilingkungan pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan
pasien atau jauh dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang
terlalu muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya. Selain itu,
membicarakan kondisi-kondisi lingkungan dimana dia berada atau cerita hal-hal yang
menyenangkan dan para pengunjung yang baik dapat memberikan rasa nyaman.
3. Lingkungan Sosial (Social environment)
1) Kesehatan rumah
Rumah yang sehat adalah rumah yang bersih, sehingga seseorang merasa nyaman.
6) Tempat tidur
Tempat tidur yang kotor akan mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dan
juga pola tidur yang kurang baik akan menyebabkan gangguan pada kesehatan.
7) Kebersihan kamar dan halaman
Kebersihan kamar dan halaman sangat berpengaruh bagi kesehatan. Oleh karena
itu, pembersihan sangat perlu dilakukan pada kamar dan halaman.
8) Kebersihan pribadi
Kebersihan pribadi sangat mendukung kesehatan seseorang karena merupakan
bagian dari kebersihan secara fisik.
10
9) Pengambilan nutrisi dan makanan
Pengambilan nutrisi sangat perlu dalam hal menjaga keseimbangan tubuh. Adanya
nutrisi dan pola makan yang baik sangat berpengaruh bagi kesehatan.
10) Obrolan, harapan dan nasehat
Dalam hal ini, komponen tersebut menyangkut kesehatan mental seseorang dalam
menyikapi lingkungannya. Komunikasi sangat perlu dilakukan antara perawat,
pasien dan keluarga. Mental yang yang terganggu akan mempengaruhi kesehatan
pasien.
11) Pengamatan orang sakit
Pengamatan sangat perlu dilakukan oleh seorang perawat, dimana seorang
perawat harus tahu sebab dan akibat dari suatu penyakit.
12) Pertimbangan sosial
Tidak melihat dari suatu aspek, untuk mengambil suatu keputusan tetapi dari
berbagai sisi.
Hubungan Teori Florence Nightingale Dengan Beberapa Konsep
1. Hubungan Teori Florence Nightingale Dengan Konsep Keperawatan
1) Individu/manusia memiliki kemampuan besar untuk memperbaikan kondisinya
dalam menghadapi penyakit.
2) Keperawatan bertujuan membawa/mengantar individu pada kondisi terbaik untuk
dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk mempengaruhi lingkungan.
3) Sehat/sakit fokus pada perbaikan untuk sehat.
4) Masyarakaat/lingkungan melibatkan kondisi eksternal (lingkungan luar) yang
mempengaruhi kehidupan dan perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhu,
bau, suara dan cahaya.
2. Hubungan Teori Florence Nightingale Dengan Proses Keperawatan
1) Pengkajian/pengumpulan data
Data pengkajian Florence Nightingale lebih menitik beratkan pada kondisi
lingkungan (lingkungan fisik, psikis dan sosial).
2) Analisa data
Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan mental yang berkaitan
dengan kondisi klien yang berhubungan dengan lingkungan keseluruhan.
11
3) Masalah difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungan misalnya;
a) Kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan.
b) Ventilasi
c) Pembuangan sampah
d) Pencemaran lingkungan
12
3. Teori kebutuhan Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan teori
Florence Ninghtingale, sebagai contoh kebutuhan oksigen dapat dipandang sebagai
udara segar, ventilasi dan kebutuhan lingkungan yang aman berhubungan dengan
saluran yang baik dan air yang bersih. Teori kebutuhan menekankan bagaimana
hubungan kebutuhan yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam
mempertahankan hidupnya.
4. Teori stress Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam
lingkungan, yang harus ditangani. Stress dapat positip atau negatip tergantung pada
hasil akhir. Stress dapat mendorong individu untuk mengambil tindakan positip dalam
mencapai keinginan atau kebutuhan. Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika
stress begitu kuat sehingga individu tidak dapat mengatasi. Florence Nightingale,
menekankan penempatan pasien dalam lingkungan yang optimum sehingga akan
menimumkan efek stressor, misalnya tempat yang gaduh, membangunkan pasien
dengan tiba-tiba, semuanya itu dipandang sebagai suatu stressor (penyebab stress)
yang negatif. Jumlah dan lamanya stressor juga mempunyai pengaruh kuat pada
kemampuan koping (pertahan terhadap stress) individu.
Melalui observasi (pengamatan) dan pengumpulan data, Nightingale
menghubungkan antara status kesehatan klien dengan faktor lingkungan dan sebagai
hasil, yang menimbulkan perbaikan kondisi higiene (bersih) dan sanitasi selama perang
Crimean. Kondisi higene (bersih) penting untuk membantu pasien tetap bersih dan untuk
merawat kulit, mulut, rambut, mata, telinga, kuku.
13
intervensi keperawatan yang ditujukan untuk menekan stresor dan meningkatkan
mekanisme adapatasi.
1. Manusia sebagai makhluk biologis, psikologi, dan sosial yang selalu berinteraksi
dengan lingkungannya
2. Manusia sebagai makhluk individu dapat meningkatkan kesehatannya dengan
mempertahankan perilaku yang adaptif dan mengubah perilaku maladaptit
3. Agar terjadi keadaan homeostasis atau terjadi integrasi antara individu dengan
lingkungannya, maka individu tersebut harus beradaptasi sesuai perubahan yang
terjadi.
4. Terdapat tuga tingkatan adapatası pada individu, yaitu
a. focal stimulation, merupakan stimulus yang langsung beradaptasi dengan individu
dan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap individu;
b. contextiual stimulation, merupakan stimulus lain yang dialami seseorang, baik
stimulus internal maupun eksternal, yang dapat memengaruhi, kemudian dapat
dilakukan observasi dan dapat diukur secara subjektif;
c. residual stimolation, merupakan stimulus lain yang merupakan ciri tambahan
yang ada atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan
yang sulit untuk diobservasi;
5. Sistem adaptasi memiliki empat efektor, yaitu
a. Fungsi bologis/fisiologis. Komponen sistem adaptasi ini antara lain kebutuhan
oksigenasi (okrigen demand), nutrisi (nutrition),eliminasi (eimination), aktivitas dan
istirahat (activity and rest), integritas kulit (skin integrity), indra, cairan dan elektrolit,
fungsi neurologis, serta fungsi endokrin
b. Konsep diri, yang berarti bagaimana individu mengenal pola-pola interaksi sosial
saat berhubungan dengan orang lain
c. Fungsi peran, merupakan proses penyesuaian yang berhubungon dengan
bagaimana peran individu dalam mengenal pola-pola interaksi sosial saat
berhubungan dengan orang lain
d. Interdependen, merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-pola kasih
saying dan cinta yang terjadi melalui hubungan secara interpersunal, baik pada
tingkar individu maupun kelompok
6. Individu harus mampu meningkatkan energi untuk beradapatasi, sehingga mampu
melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi, dan
14
keunggulan. Tujuan keperawatan adalah untuk meningkatkan kesehatan seseorang
dengan meningkatkan respons adaptif
Melalui model adaptasi ini, individu sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual
serta sebagai satu kesatuan yang utuh memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan, sehingga individu selalu berinteraksi terhadap perubahan
lingkungan. Untuk dapat beradaptasi setiap individu akan berespons terhadap kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri,
serta kemampuan akan berperan dan berfungsi secara optimal untuk memelihara
integritas diri. Individu selalu berada dalam rentang sehat sakit yang berhubungan dengan
koping yang efektif dalam mempertahankan proses adaptasi
15
dengan risiko perilaku kekerasan akan dikelompokkan pada stimulus-stimulus dalam
model adaptasi Roy.
Proses kontrol pada model adaptasi Roy merupakan mekanisme koping yang
dimiliki klien. Pada klien risiko perilaku kekerasan, mekanisme yang kita tuju adalah
kognator, yaitu masalah kognitif dan emosi. Pada klien risiko perilaku kekerasan
mekanisme ini tidak mampu menghasilkan adaptasi yang baik, sehingga timbullah
perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan yang diberikan berguna untuk memperkuat
mekanisme koping kognator klien.
Pemberian asertiveness training ini sesuai dengan konsep model adaptasi Roy,
yang diarahkan pada konsep input, proses kontrol, efektor dan output. Intervensi dalam
hal ini lebih difokuskan pada asertiveness training yang diberikan oleh perawat dengan
tujuan untuk meningkatkan mekanisme koping, yaitu kognator pada klien resiko perilaku
kekerasan dalam menyelesaikan masalahnya.
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa Model adaptasi Roy mampu
mengakomodasi asuhan keperawatan pada klien dengan risiko perilaku kekerasan, karena
model ini mengembangkan adaptasi individu terhadap stressor. Perilaku kekerasan
merupakan proses adaptasi yang tidak efektif, jika efektif maka perilaku ini tidak terjadi.
Untuk instansi pelayanan, menetapkan kebijakan terkait dengan program pelayanan
keperawatan spesialistik khususnya penerbitan standar asuhan keperawatan terkait
dengan pelaksanaan manajemen kasus spesialis pada asertiveness training untuk masalah
resiko perilaku kekerasan.
Aplikasi Model Adaptasi Roy Pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan Dengan
Penerapan Asertiveness Training di RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Perilaku kekerasan muncul karena adanya dorongan alami atau timbul sebagai
bentuk mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan tindakan konstruktif atau
destruktif yang secara langsung ditujukan pada diri sendiri atau orang lain. Perilaku
kekerasan biasanya berupa kekerasan secara fisik atau kekerasan secara verbal. Perilaku
kekerasan biasanya timbul untuk menutupi kekurangan seseorang, misalnya rendahnya
percaya diri (Townsend, 2009). Proses terjadinya perilaku kekerasan ini dapat diuraikan
terlebih dahulu dari proses terjadinya gangguan jiwa itu sendiri yang dihubungkan
dengan perilaku kekerasan.
17
Stuart dan Laraia (2005) menggambarkan dua dimensi yang dapat menjelaskan
proses terjadinya gangguan jiwa yaitu meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang dipengaruhi oleh jenis dan jumlah sumber
risiko yang dapat menyebabkan individu mengatasi stres. Faktor predisposisi yang
menjadi penyebab perilaku kekerasan dikaitkan dengan faktor biologis, psikologis dan
sosial budaya (Stuart & Laraia, 2005; Varcarolis, Carson & Shoemaker, 2006). Faktor
presipitasi adalah stimulus (sressor) yang merubah atau menekan sehingga
memunculkan gejala saat ini (Stuart & Laraia, 2005).
Faktor ini meliputi empat hal yaitu sifat stresor, asal stresor, waktu stresor yang
dialami, dan banyaknya stresor yang dihadapi oleh seseorang. Gejala-gejala yang terlihat
pada klien dengan perilaku kekerasan tidak dialami oleh semua orang yang didiagnosis
dengan skizofrenia. Pada klien dengan perilaku kekerasan terlihat adanya gejala positif
dari empat dimensi utama gejala skizofrenia. Ketika Individu mendapatkan stressor
dalam faktor predisposisi maupun presipitasi yang berasal dari biologis, psikologis
maupun sosiokultural akan berlanjut pada proses penilaian terhadap stressor tersebut.
Penilaian stresor adalah proses dari situasi stres yang komprehensif yang berada pada
beberapa tingkatan. Secara spesifik proses ini melibatkan respon kognitif, respon afektif,
respon fisiologis, respon perilaku dan respon sosial (Stuart & Laraia, 2005).
Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu masalah keperawatan yang sering
ditemui pada klien yang dirawat di rumah sakit. Intervensi yang diberikan pada klien
dapat berupa intervensi keperawatan dan intervensi medis. Stuart dan Laraia (2005)
menyebutkan bahwa perawat dapat melakukan berbagai macam tindakan untuk
mencegah dan mengatasi perilaku kekerasan. Intervensi ini dapat digambarkan dalam
suatu rentang dimana salah satu sisi adalah strategi preventif, dan pada sisi lainnya adalah
strategi antisipasi. Jika perilaku kekerasan klien lebih luas dari rentang yang ada, maka
perawat perlu menerapkan teknik manajemen krisis dan strategi penahanan seperti
pengasingan (isolasi) dan pengekangan. Assertiveness training termasuk salah satu
strategi preventif yang dilakukan untuk klien mencegah terjadinya perilaku kekerasan
kembali. Dapat disimpulkan bahwa strategi preventif perilaku kekerasan yaitu
peningkatan kesadaran diri perawat, edukasi, dan terapi spesialis assertiveness training.
18
Assertiveness training merupakan tindakan untuk melatih seseorang mencapai perilaku
asertif (Sadock & Sadock, 2005). Assertiveness training merupakan program latihan
perilaku untuk melatih seseorang menyampaikan kebutuhan, hak, dan menentukan
pilihan tanpa mengabaikan hak orang lain (Forkas,1997 dalam Wahyuningsih, 2009).
Assertiveness training diberikan pada kondisi individu tertekan, manipulatif dan agresif
(Hopkins, 2005), keadaan depresi, marah, frustasi, kecemasan, keterbatasan hubungan
sosial, masalah fisik dan masalah dalam pola asuh, riwayat perilaku kekerasan,
kecemasan sosial (Sadock & Sadock, 2007) dan konsep diri rendah. Tujuan akhir yang
diharapkan pada pemberian assertiveness training yaitu membentuk rentang perilaku
yang adaptif yaitu perilaku asertif (Sadock & Sadock, 2005).
19
Srikandi RSMM periode 14 Pebruari – 15 April 2011. Karakteristik klien jika dikaitkan
pada model Adaptasi Roy merupakan stimulus kontekstual. Hal ini karena karakteristik
klien bukan stimulus yang langsung, tapi mempengaruhi stimulus fokal.
Mekanisme koping pada model adaptasi Roy masuk stimulus fokal, yaitu respon
atau perilaku yang dimunculkan klien pada saat menghadapi masalah. Pada sebagian
besar kasus yang ditemukan, mekanisme koping yang dipergunakan adalah untuk
masalah risiko perilaku kekerasan adalah denial, proyeksi, dan displacement. Ketiga
mekanisme koping tersebut bisa juga disebut sebagai defense mechanism. Hal ini dapat
dinilai melalui sikap klien yang cenderung menyalahkan orang lain terhadap apa yang
dialami klien. Diagnosis keperawatan masih merupakan bagian dari input pada model
adaptasi Roy. Karena hanya klien dengan masalah risiko perilaku kekerasan saja yang
akan diambil sebagai input. Jumlah klien yang diikutsertakan dalam asuhan keperawatan
spesialis dengan risiko perilaku kekerasan sebanyak 23 orang dan semuanya mengalami
masalah risiko perilaku kekerasan, dan selain risiko perilaku kekerasan diantaranya
memiliki masalah keperawatan lain seperti, 22 orang klien diantaranya mengalami
halusinasi, 21 orang klien mengalami isolasi sosial, dan 10 orang klien juga mengalami
harga diri rendah. Rencana tindakan berdasarkan SAK yang telah disusun melalui hasil
Workshop Keperawatan Jiwa FIK UI (2009) meliputi tindakan keperawatan generalis dan
spesialis dengan target pada individu, dimana terapi spesialis yang dilakukan adalah
asertiveness training. Semua klien dengan risiko perilaku kekerasan mendapatkan
tindakan keperawatan generalis. Berdasarkan hasil ditemukan tidak semua klien dengan
risiko perilaku kekerasan mendapatkan asertiveness training sampai selesai. Hal ini
disebabkan karena ada hambatan, yaitu klien yang sudah pulang dijemput oleh keluarga
dan ada juga klien yang lebih lambat menerima proses pembelajaran. Pelaksanaan
asertiveness training pada masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan mengikuti
dengan sesi-sesi pelaksanaan terapi tersebut yang disesuaikan dengan pokok masalah dari
diagnosis keperawatan yang dialami oleh klien. Evaluasi terhadap hasil tindakan
keperawatan dilakukan dengan membandingkan rencana tindakan dengan pelaksanaan
tidakan yang diberikan, yang meliputi respon kognitif, respon sosial, dan respon perilaku.
22
Hasil asertiveness training pada 23 klien; 8(34,8%) mandiri dan pulang, 9 orang masih
dirawat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model Konseptual Florence Nightingale menekankan pengaruh lingkungan
terhadap klien yang di kenal dengan istilah environmental model. Moel konsep Florence
menempatkan lingkungan sebagai focus asuhan keperawatan dan perawat komunitas
berupaya memberikan bantuan asuhan keperawatan berupa pemberian udara yang bersih
dan segar, penerangan (lampu yang tepat), kenyamana lingkungan, mengatur kebersihan,
keamanan dan keselamatan, serta pemberian nutrisi (gizi yang adekuat), yang
pelaksanaannya di upayakan secara mandiri tanpa bergantung pada profesi lain.
Kesehatan di lihat dari fungsi interaksi antara keperawatan, manusia, dan lingkungan.
Menurut Roy S.C model konseptual adaptasi adalah bagaimana individu mampu
meningkatkan kesehatan dengan cara mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah
perilaku maladaptif. Individu/manusia merupakan holistic adaptive system yang selalu
beradaptasi secara keseluruhan. Dari pengertian tersebut dapat diambil 'kesimpulan
bahwa tujuan dari aplikasi model konseptual keperawatan komunitas menurut Roy adalah
untuk mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah perilaku maladaptif pada
komunitas.
23
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi. 2015. Konsep, Teori Dan Model Ke
Mubarak, iqbal wahit,Chayatin nurul. (2009). Ilmu keperawatan komunitas pengantar dan teori
buku 1. Jakarta: Selemba medika jakarta
Erwina Ira. 2012. Aplikasi Model Adaptasi Roy. NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8,
No 1,Juni 2012 :65-73
Efendi Ferry & Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Bab 1. Konsep Dasar
Keperawatan Kesehatan Komunitas
Potter & perry (1999) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses dan Praktik, EGC.
Jakarta
Sartono. 2011. Aplikasi Florence Nightingale dalam Pelayanan Keperawatan dan Aplikasi
Kasus yang Relevan .Available From: http://enoe2007-berbagi.blogspot.com Keperawatan
Universitas Borneo Tarakan. [Akses : 26 Oktober2012 pukul: 15:12].
24
25