Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu selalu berusaha untuk mencari hal-hal yang baru atau pun
menyempurnakan hal yang sudah ada dan atau mereka ingin membuktikan kejadian-kejadian
yang ada di alam sekitamya. Hal tersebut tentunya karena individu yang bersangkutan ingin
mendapatkan pengalaman hidup ataupun ingin berharga dalam kehidupannya sehingga bisa
bermanfaat. Keyakinan yang mereka miliki berdasarkan hasil penelitian atau pembuktian
tersebut disusun dalam suatu alur yang sistematis baik dalam bentuk falsafah, konsep, teori
dan proses.
Model konsep keperawatan sendiri adalah merupakan suatu cara pandang dalam
situasi kerja yang melibatkan unsur perawat di dalamnya. Model konseptual sendiri terdiri
dari beberapa bagian konsep yang meupakan keyakinan terhadap suatu obyek, benda,
peristiwa atau fenomena dari pengalaman seseorang yang dihubungkan dengan suatu ide,
pandangan, atau keyakinan. Model keperawatan tersebut memperlihatkan petunjuk bagi
organisasi perawat untuk mendapatkan informasi sehinmgga perawat cepat tanggap terhadap
apa yang sedang terjadi dan tindakan apa yang paling sesuai.
Teori keperawatan yang saat ini dikembangkan dan diterapkan dalam keperawatan
baik untuk keperluan pendidikan maupun praktek keperawatan menggunakan empat model.
Semua model tersebut menggambarkan konsep yang sama yaitu:
1. Orang yang menerima asuhan keperawatan
2. Lingkungan (masyarakat)
3. Kesehatan (sehat/sakit, kesehatan dan penyakit)
4. Keperawatan dan peran perawat (tujuan/sasaran, peran dan fungsi)\
B. Tujuan
a. Mengetahui definisi dari Teori Dan Model Konseptual Dalam
Keperawatan Komunitas
b. Mengetahui Teori Dan Model Konseptual Keperawatan Menurut Florence
Nightingale
c. Mengetahui Teori Dan Model Konseptual Keperawatan Menurut Roy. S.C

BAB II

TEORI DAN MODEL KONSEPTUAL DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS


1
A. PENGERTIAN
1. Model adalah sebuah gambaran deskriptif dari sebuah praktikyang bermutu yang
mewakili sesuatu yang nyata.
2. Model adalah gambaran yang mendekati kenyataan dari konsep (Reihl and
Roy,1980).
3. Model konseptual merupakan sintesis dari suatu kumpulan konsep dan pernyataan
yang menginterpretasikan konsep-konsep tersebut menjadi suatu kesatuan.
4. Model keperawatan adalah aplikasi dari struktur keperawatan itu sendiri yang
memungkinkan seorang perawat untuk menerapkan cara mereka bekerja atau
kerangka pikir, sebagai suatu cara melihat keperawatan, atau suatu gambaran tentang
lingkup keperawatan.
5. Model konseptual keperawatan adalah suatu kontruksi yang sistematik,
berdasarkan ilmu pengetahuan dan logika, berkaitan dengan konsep yang di
identifikasi pada komponen yang nyata pada praktik keperawatan.

Model konsep keperawatan sendiri adalah merupakan suatu cara pandang


dalam situasi kerja yang melibatkan unsur perawat di dalamnya. Model konseptual
sendiri terdiri dari beberapa bagian konsep yang meupakan keyakinan terhadap suatu
obyek, benda, peristiwa atau fenomena dari pengalaman seseorang yang dihubungkan
dengan suatu ide, pandangan, atau keyakinan. Model keperawatan tersebut
memperlihatkan petunjuk bagi organisasi perawat untuk mendapatkan informasi
sehinmgga perawat cepat tanggap terhadap apa yang sedang terjadi dan tindakan apa
yang paling sesuai.
1. Definisi Keperawatan Komunitas
1. WHO (1947)
Keperawatan komunitas mencakup perawatan kesehatarn keluarga (nurse
health family) juga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas, membantu
masyarakat mengidentifikasi masalah kesehatannya sendiri, serta memecahkan
masalah kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka
sebelum mereka meminta bantuan kepada orang lain
2. DEPKES RI (1986)

Suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari


pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat dengan mengikutsertakan

2
tim kesehatan lainnya dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan
individu, keluarga, dan masyarakat lebih tinggi.

2. Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas


a. Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk pencegahan dan
peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut.
1. Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,
keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks komunitas.
2. Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.

Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan


masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami;
2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah tersebut;
3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan;
4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi;
5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka hadapi, yang
akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan
secara mandiri (self care).
b. Fungsi keperawatan komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi
kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien
melalui asuhan keperawatan.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan
masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta
masyarakat.

3
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan
pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses
penyembuhan (Mubarak, 2006).

3. Model Konseptual Keperawatan Yang Di Kembangkan


Keperawatan komunitas merupakan pelayana professional, yang pada praktiknya
memelukan acuan/landasan untuk menyelesaikan atau mengatasi fenomena yaitu
penyimpangan dalam kebutuhan dasar komunitas. Terdapat berbagai macam model
konseptual keperawatan yang di kembangkan oleh para ahli, di antaranya sebagai
berikut (Marriner-Tommey, 1994)
1. Model konseptual dari Florence Nightingale (1859), menekan pengaruh
lingkungan terhadap klien yang di kenal dengan istilah Environmental Model.
2. Model konseptual dari H.E. Peplau (1952), menekan pada hubungan
perawat secara interpersonal atau interpersonal relation in nursing.
3. Model konseptual dari Virginia Henderson (1966), di kenal dengan Need
Based Model atau aktivitas hidup sehari-hari (Activity Dialy Living Model).
4. Model konseptual dari Martha Rogers (1970), di kenal dengan The
Science of Unitary Human Beings.
5. Model konseptual dari Dorothea Orem (1971), dikenal dengan istilah
Model Keperawatan mandiri atau Self- Care Theory of Nursing
6. Model konseptual dari Kng’s (1971), model ini di kenal dengan model
system.
7. Model konseptual dari Betty Neuman (1972), di kenal dengan model
System Model of Nursing atau Health Care System Model.
8. Model konseptual dari I.J Orlando (1972), di kenal dengan istilah The
Dynamic Nurse-Patient Relationship.
9. Model konseptual dari Sr.Calista Roy (1976), di kenal dengan Adaptation
Model of Nursing
10. Model konseptual dari John Son menakankan ada pendekatan system.
11. Model konseptual dari Made Leinenger (1978) di kenal dengan Cultural
Teori.
12. Model konseptual dari Jean Watso (1979), dikenal dengan istilah Theori
Of Nursing
13. Model konseptual dari Nola Pender (1982), di kenal dengan nama Health
Promotion Model
4
Sebagai seorang petugas kesehatan, khususnya seorang ahli dalam
kesehatan masyarakat, perlu di perhatikan bahwa tidak semua model konseptual
keperawatan yang ada dapat di terapkan pada tatanan pelayanan praktik
keperawatan komunitas. Hal ini di karenakan masing-masing model mempunyai
kekurangan dan kelebihan, serta keunikan tersendiri bila di lihat dari ke empat
konsep utama dalam paradigm keperawatan komunitasyang di terapkan di negara
Indonesia, yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan kepetawatan. Oleh karena
itu, dua atau lebih dari model yang ada perlu di kombinasikan untuk mendukung
dan memperkuat pekayanan keperawatan. Masing-masing model konseptual akan
memberi penekanan tertentu pada konsep utama.
4. Model Konseptual Keperawatan Yang Di Terapkan Dalam Keperawatan
Komunitas

Untuk dapat memahami bagaimana cara menerapkan model konseptual


sebagai acuan pada praktek keperawatan komunitas, maka di bawah ini terdapat
beberapa model konseptual yang dapat di gunakan sebagai bahan perbandingan,
yang selanjutnya dapat di aplikasikan secara tepat dalam tatanan praktek
keperawatan di komunitas.

5. Konsep Keperawatan Kesehatan Komunitas

Berbagai definisi mengenai keperawatan keschatan komunitas telah


dikeluarkan oleh organisasi organisasi profesional. Pada tahun 2004, American
Nurses Association (ANA) mendefinisikan keperawatan kesehatan komunitas
sebagai tindakan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dari
populasi dengan mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai
dengan keperawatan dan kesehatan masyarakat. Praktik tersebut dilakukan secara
komprehensif, umum (tidak terbatas pada kelompok tertentu), berkelanjutan, dan
tidak terbatas pada perawatan yang bersifat episodik. Definisi keperawatan
kesehatan komunitas, menurut American Public Health Association (2004), yaitu
sintesis dari ilmu kesehatan masyarakat dan teori keperawatan profesional yang
bertujuan meningkatkan derajat kesehatan pada keseluruhan komunitas

5
6. Sasaran Keperawatan Kesehatan Komunitas (Depkes, 2006)

Individu

Sasaran prioritas individu adalah balita gizi buruk, ibu hamil risiko tinggi,
usia lanjut, penderita penyakit menular (tuberkulosis paru, kusta, malaria, demam
berdarah, diare, dan ISPA atau pneumonia), dan penderita penyakit degeneratif.

Keluarga

Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah


kesehatan (vulnerable group) atau risiko tinggi (high risk group) dengan prioritas
sebagai berikut

1) Keluarga miskin yang belum pernah kontak dengan sarana pelayanan


keschatan (puskesmas dan jaringannya) dan belum mempunyai kartu sehat.
2) Keluarga miskin yang sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan
serta mempunyai masalah kesehatan terkait dengan pertumbuhan dan
perkembangan balita, kesehatan reproduksi
3) Keluarga yang tidak termasuk miskin dan mempunyai masalah kesehatan
prioritas serta belum memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan.

Kelompok

Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan


terhadap timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat
dalam suatu institusi.

1) Kclompok masyarakat khusus yang tidak terikat dalam suatu institusi


sepcrti posyandu, kelompok balita, ibu hamil, usia lanjut, penderita penyakit
tertentu, dan pekerja informal.
2) Kelompok masyarakat khusus yang terikat dalam suatu institusi seperti
sekolah, pesantren, panti asuhan, panti wreda, rutan, dan lapas.

Masyarakat

Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko


tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan seperti berikut.

6
1) Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, kelurahan, desa) yang mempunyai;
a) jumlah bayi meninggal lebih tinggi dibandingkan daerah lain;
b) jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan
daerah lain;
c) cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain.
d) Masyarakat di daerah endemis penyakit menular (malaria, diare,
demam berdarah, dll)
e) Masyarakat di lokasi/barak pengungsian, akibat bencana atau
akibat lainnya
f) Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain
daerah terpencil, daerah perbatasan
g) Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi sulit
seperti daerah transmigrasi.

B. MODEL KONSEPTUAL LINGKUNGAN (FLORENCE NIGHTINGALE, 1859)

Model ini menekankan pengaruh lingkungan terhadap klien yang di kenal dengan
istilah environmental model. Moel konsep Florence menempatkan lingkungan sebagai
focus asuhan keperawatan dan perawat komunitas berupaya memberikan bantuan asuhan
keperawatan berupa pemberian udara yang bersih dan segar, penerangan (lampu yang
tepat), kenyamana lingkungan, mengatur kebersihan, keamanan dan keselamatan, serta
pemberian nutrisi (gizi yang adekuat), yang pelaksanaannya di upayakan secara mandiri
tanpa bergantung pada profesi lain. Kesehatan di lihat dari fungsi interaksi antara
keperawatan, manusia, dan lingkungan. Misalnya, lingkungan yang kotor tidak baik
untuk kesehatan, sedangkan lingkungan yang bersih dapat mengurangi penyakit.
Keperawatan memiliki kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
mempertahankan kesehatan manusia melalui manajemen manusia/lingkungan.

Model konsep Florence Nightingale memposisikan lingkungan adalah sebagai


fokus asuhan keperawatan,dan perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit
model konsep ini dalam upaya memisahkan antara profesi keperawatan dan kedokteran.
Orientasi pemberian asuhan keperawatan/tindakan keperawatan lebih diorientasikan pada
pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan dan nutrisi
yang adekuate (jumlah vitamin atau mineral yang cukup), dengan dimulai dari
pengumpulan data dibandingkan dengan tindakan pengobatan semata, upaya teori

7
tersebut dalam rangka perawat mampu menjalankan praktik keperawatan mandiri tanpa
tergantung dengan profesi lain.
Model konsep ini memberikan inspirasi dalam perkembangan praktik
keperawatan, sehingga akhirnya dikembangkan secara luas, paradigma perawat dalam
tindakan keperawatan hanya memberikan kebersihan lingkungan adalah kurang benar,
akan tetapi lingkungan dapat mempengarui proses perawatan pada pasien, sehingga perlu
diperhatikan.
Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam konteks lingkungan
secara keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan psiklologis dan lingkungan
sosial.
1. Lingkungan fisik (Physical environment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yang berhubungan dengan ventilasi dan
udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang
selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas
dari debu, asap, bau-bauan. Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara
bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan.
Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan baik bagi
orang lain maupun dirinya sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus
memberikan memberikan keleluasaan pasien untuk beraktivitas. Tempat tidur harus
mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari kebisingan dan bau limbah. Posisi
pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian rupa supaya mendapat ventilasi.
2. Lingkungan psikologi (Psychology environment)

Florence Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat


menyebabkan stress fisik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena
itu, ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar
matahari, makanan yang cukup dan aktivitas manual dapat merangsang semua faktor
untuk dapat mempertahankan emosinya. Komunikasi dengan pasien dipandang dalam
suatu konteks lingkungan secara menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara
terburu-buru atau terputus-putus.

8
Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya
dilakukan dilingkungan pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan
pasien atau jauh dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang
terlalu muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya. Selain itu,
membicarakan kondisi-kondisi lingkungan dimana dia berada atau cerita hal-hal yang
menyenangkan dan para pengunjung yang baik dapat memberikan rasa nyaman.
3. Lingkungan Sosial (Social environment)

Observasi (pengamatan) dari lingkungan sosial terutama hubungan spesifik


(khusus), kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan keadaan penyakit,
sangat penting untuk pencegahan penyakit. Dengan demikian setiap perawat harus
menggunakan kemampuan observasi (pengamatan) dalam hubungan dengan kasus-
kasus secara spesifik lebih sekadar data- data yang ditunjukan pasien pada umumnya.
Seperti juga hubungan komoniti dengan lingkungan sosial dugaannya selalu
dibicarakan dalam hubungan individu pasien yaitu lingkungan pasien secara
menyeluruh tidak hanya meliputi lingkungan rumah atau lingkungan rumah sakit
tetapi juga keseluruhan komunitas yang berpengaruh terhadap lingkungan secara
khusus.

Komponen Lingkungan Menurut Teori Florence Nightingale


1. Lima (5) komponen pokok lingkungan sehat menurut Florence Nightingale
1) Peredaran hawa baik
Maksudnya adalah suatu keadaan dimana suhu berada dalam keadaan normal.
2) Cahaya yang memadai
Cahaya yang cukup dalam pemenuhan kesehatan pasien.
3) Kehangatan yang cukup
Kehangatan yang diperlukan untuk proses pemulihan.
4) Pengendalian kebisingan
Suatu cara agar pasien merasa nyaman dan tidak terganggu oleh kebisingan
(keributan).
5) Pengendalian effluvia (bau yang berbahaya)
Menjauhkan pasien dari bau yang menyebabkan gangguan dalam kesehatan.
9
2. Ada 12 macam Komponen Lingkungan dalam Teori Florence Nightingale

1) Kesehatan rumah

Rumah yang sehat adalah rumah yang bersih, sehingga seseorang merasa nyaman.

2) Ventilasi dan pemanasan

Ventilasi merupakan perhatian utama dari teori Nightingale. Ventilasi merupakan


indikasi yang berhubungan dengan komponen lingkungan yang menjadi sumber
penyakit dan dapat juga sebagai pemulihan penyakit.
3) Cahaya
Pengaruh nyata terhadap tubuh manusia. Untuk mendapatkan manfaat dari
pencahayaan konsep ini sangat penting dalam teori Florence, dia mengidentifikasi
secara langsung bahwa sinar matahari merupakan kebutuhan pasien. Menurutnya
pencahayaan mempunyai sinar matahari, perawat diinstruksikan untuk
mengkondisikan agar pasien terpapar dengan sinar matahari.
4) Kebisingan
Kebisingan ditimbulkan oleh aktivitas fisik di lingkungan atau ruangan. Hal
tersebut perlu dihindarkan karena dapat mengganggu pasien.
5) Variasi/keanekaragaman
Berbagai macam faktor yang menyebabkan penyakit bagi sesorang, misalnya
makanan.

6) Tempat tidur
Tempat tidur yang kotor akan mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dan
juga pola tidur yang kurang baik akan menyebabkan gangguan pada kesehatan.
7) Kebersihan kamar dan halaman
Kebersihan kamar dan halaman sangat berpengaruh bagi kesehatan. Oleh karena
itu, pembersihan sangat perlu dilakukan pada kamar dan halaman.
8) Kebersihan pribadi
Kebersihan pribadi sangat mendukung kesehatan seseorang karena merupakan
bagian dari kebersihan secara fisik.
10
9) Pengambilan nutrisi dan makanan
Pengambilan nutrisi sangat perlu dalam hal menjaga keseimbangan tubuh. Adanya
nutrisi dan pola makan yang baik sangat berpengaruh bagi kesehatan.
10) Obrolan, harapan dan nasehat
Dalam hal ini, komponen tersebut menyangkut kesehatan mental seseorang dalam
menyikapi lingkungannya. Komunikasi sangat perlu dilakukan antara perawat,
pasien dan keluarga. Mental yang yang terganggu akan mempengaruhi kesehatan
pasien.
11) Pengamatan orang sakit
Pengamatan sangat perlu dilakukan oleh seorang perawat, dimana seorang
perawat harus tahu sebab dan akibat dari suatu penyakit.
12) Pertimbangan sosial
Tidak melihat dari suatu aspek, untuk mengambil suatu keputusan tetapi dari
berbagai sisi.
Hubungan Teori Florence Nightingale Dengan Beberapa Konsep
1. Hubungan Teori Florence Nightingale Dengan Konsep Keperawatan
1) Individu/manusia memiliki kemampuan besar untuk memperbaikan kondisinya
dalam menghadapi penyakit.
2) Keperawatan bertujuan membawa/mengantar individu pada kondisi terbaik untuk
dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk mempengaruhi lingkungan.
3) Sehat/sakit fokus pada perbaikan untuk sehat.
4) Masyarakaat/lingkungan melibatkan kondisi eksternal (lingkungan luar) yang
mempengaruhi kehidupan dan perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhu,
bau, suara dan cahaya.
2. Hubungan Teori Florence Nightingale Dengan Proses Keperawatan
1) Pengkajian/pengumpulan data
Data pengkajian Florence Nightingale lebih menitik beratkan pada kondisi
lingkungan (lingkungan fisik, psikis dan sosial).
2) Analisa data
Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan mental yang berkaitan
dengan kondisi klien yang berhubungan dengan lingkungan keseluruhan.

11
3) Masalah difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungan misalnya;
a) Kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan.

b) Ventilasi

Merupakan indikasi yang berhubungan dengan komponen lingkungan yang


menjadi sumber penyakit dan dapat juga sebagai sumber pemulihan penyakit.

c) Pembuangan sampah
d) Pencemaran lingkungan

e) Komunikasi sosial, dll

4) Diagnosa Keperawatan berbagai masalah klien yang berhubungan dengan


lingkungan antara lain :

a) Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektivitas asuhan

b) Penyesuaian terhadap lingkungan.

c) Pengaruh stressor lingkungan terhadap efektivitas asuhan.

5) Implementasi (Pelaksanaan) upaya dasar merubah/mempengaruhi lingkungan


yang memungkinkan terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang mempengaruhi
kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan individu.

6) Evaluasi Mengobservasi (Pengamatan) dampak perubahan lingkungan terhadap


kesehatan individu.

Hubungan Teori Florence Nightingale Dengan Teori-teori Lain


1. Teori adaptasi menunjukkan penyesuaian diri terhadap kekuatan yang
melawannya. Kekuatan dipandang dalam konteks lingkungan menyeluruh yang ada
pada dirinya sendiri. Berhasil tidaknya respon adaptasi seseorang dapat dilihat dengan
tinjauan lingkungan yang dijelaskan Florence Nightingale.
2. Kemampuan diri sendiri yang alami dapat bertindak sebagai pengaruh dari
lingkungannya berperan penting pada setiap individu dalam berespon adaptif (baik)
atau mal adaptif (tidak baik).

12
3. Teori kebutuhan Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan teori
Florence Ninghtingale, sebagai contoh kebutuhan oksigen dapat dipandang sebagai
udara segar, ventilasi dan kebutuhan lingkungan yang aman berhubungan dengan
saluran yang baik dan air yang bersih. Teori kebutuhan menekankan bagaimana
hubungan kebutuhan yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam
mempertahankan hidupnya.
4. Teori stress Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam
lingkungan, yang harus ditangani. Stress dapat positip atau negatip tergantung pada
hasil akhir. Stress dapat mendorong individu untuk mengambil tindakan positip dalam
mencapai keinginan atau kebutuhan. Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika
stress begitu kuat sehingga individu tidak dapat mengatasi. Florence Nightingale,
menekankan penempatan pasien dalam lingkungan yang optimum sehingga akan
menimumkan efek stressor, misalnya tempat yang gaduh, membangunkan pasien
dengan tiba-tiba, semuanya itu dipandang sebagai suatu stressor (penyebab stress)
yang negatif. Jumlah dan lamanya stressor juga mempunyai pengaruh kuat pada
kemampuan koping (pertahan terhadap stress) individu.
Melalui observasi (pengamatan) dan pengumpulan data, Nightingale
menghubungkan antara status kesehatan klien dengan faktor lingkungan dan sebagai
hasil, yang menimbulkan perbaikan kondisi higiene (bersih) dan sanitasi selama perang
Crimean. Kondisi higene (bersih) penting untuk membantu pasien tetap bersih dan untuk
merawat kulit, mulut, rambut, mata, telinga, kuku.

C. MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN ADAPTASI (ROY S.C., 1976)


Pengertian model konseptual adaptasi adalah bagaimana individu mampu
meningkatkan kesehatan dengan cara mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah
perilaku maladaptif. Individu/manusia merupakan holistic adaptive system yang selalu
beradaptasi secara keseluruhan. Dari pengertian tersebut dapat diambil 'kesimpulan
bahwa tujuan dari aplikasi model konseptual keperawatan komunitas menurut Roy adalah
untuk mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah perilaku maladaptif pada
komunitas. Upaya pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain
meningkatkan kesehatan dengan cara mempertahankan perilaku adaptif serta memberikan

13
intervensi keperawatan yang ditujukan untuk menekan stresor dan meningkatkan
mekanisme adapatasi.

Kunci utama dari model adaptasi Roy adalah sebagai berikut.

1. Manusia sebagai makhluk biologis, psikologi, dan sosial yang selalu berinteraksi
dengan lingkungannya
2. Manusia sebagai makhluk individu dapat meningkatkan kesehatannya dengan
mempertahankan perilaku yang adaptif dan mengubah perilaku maladaptit
3. Agar terjadi keadaan homeostasis atau terjadi integrasi antara individu dengan
lingkungannya, maka individu tersebut harus beradaptasi sesuai perubahan yang
terjadi.
4. Terdapat tuga tingkatan adapatası pada individu, yaitu
a. focal stimulation, merupakan stimulus yang langsung beradaptasi dengan individu
dan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap individu;
b. contextiual stimulation, merupakan stimulus lain yang dialami seseorang, baik
stimulus internal maupun eksternal, yang dapat memengaruhi, kemudian dapat
dilakukan observasi dan dapat diukur secara subjektif;
c. residual stimolation, merupakan stimulus lain yang merupakan ciri tambahan
yang ada atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan
yang sulit untuk diobservasi;
5. Sistem adaptasi memiliki empat efektor, yaitu
a. Fungsi bologis/fisiologis. Komponen sistem adaptasi ini antara lain kebutuhan
oksigenasi (okrigen demand), nutrisi (nutrition),eliminasi (eimination), aktivitas dan
istirahat (activity and rest), integritas kulit (skin integrity), indra, cairan dan elektrolit,
fungsi neurologis, serta fungsi endokrin
b. Konsep diri, yang berarti bagaimana individu mengenal pola-pola interaksi sosial
saat berhubungan dengan orang lain
c. Fungsi peran, merupakan proses penyesuaian yang berhubungon dengan
bagaimana peran individu dalam mengenal pola-pola interaksi sosial saat
berhubungan dengan orang lain
d. Interdependen, merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-pola kasih
saying dan cinta yang terjadi melalui hubungan secara interpersunal, baik pada
tingkar individu maupun kelompok
6. Individu harus mampu meningkatkan energi untuk beradapatasi, sehingga mampu
melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi, dan

14
keunggulan. Tujuan keperawatan adalah untuk meningkatkan kesehatan seseorang
dengan meningkatkan respons adaptif

Melalui model adaptasi ini, individu sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual
serta sebagai satu kesatuan yang utuh memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan, sehingga individu selalu berinteraksi terhadap perubahan
lingkungan. Untuk dapat beradaptasi setiap individu akan berespons terhadap kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri,
serta kemampuan akan berperan dan berfungsi secara optimal untuk memelihara
integritas diri. Individu selalu berada dalam rentang sehat sakit yang berhubungan dengan
koping yang efektif dalam mempertahankan proses adaptasi

Roy mendefinisikan tujuan dari asuhan keperawatan adalah sebagai peningkatan


dari respon adaptasi ke empat model adaptasi. Kondisi seseorang sangat ditentukan oleh
tingkat adaptasiny, yaitu apakah seseorang berespon secara positif terhadap rangsang
interna atau eksterna. Adapun pengertian klien sendiri adalah suatu kesatuan utuh yang
mempunyai 4 model adaptasi berdasarkan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan hubungan interdependensi.
Peran perawat adalah meningkatkan perilaku adaptif klien dengan menipulasi
stimulasi fokal, konteksutual dan residual. Sumber kesulitas yang dihadapi adalah adanya
koping yang tidak adekuat untuk mempertahankan integritas dalam menghadapi
kekuarangan atau kelebihan kebutuhan.
Fokus intervensi direncanakan untuk dengan tujuan mengubah atau memanipulasi
fokal, kontekstual dan residual stimuli. Intervensi kemungkinan disokuskan pada
kemampuan koping individu atau daerah adaptasi sehingga seluruh rangsang sesuai
dengan dengan kemampuan individu untuk beradatasi. Evaluasi dilakukan berdasarkan
respon adaptif terhadap stimulus oleh klien.
Penerapan model adaptasi Roy untuk mengatasi masalah risiko perilaku
kekerasan dapat digunakan dengan baik. Perilaku kekerasan atau semua respon yang ada
pada klien dengan risiko perilaku kekerasan merupakan input (stimulus fokal).
Sedangkan karakteristik klien merupakan stimulus kontekstual, dan faktor predisposisi
dan presipitasi merupakan stimulus kontekstual dan residual. Hasil pengkajian pada klien

15
dengan risiko perilaku kekerasan akan dikelompokkan pada stimulus-stimulus dalam
model adaptasi Roy.
Proses kontrol pada model adaptasi Roy merupakan mekanisme koping yang
dimiliki klien. Pada klien risiko perilaku kekerasan, mekanisme yang kita tuju adalah
kognator, yaitu masalah kognitif dan emosi. Pada klien risiko perilaku kekerasan
mekanisme ini tidak mampu menghasilkan adaptasi yang baik, sehingga timbullah
perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan yang diberikan berguna untuk memperkuat
mekanisme koping kognator klien.
Pemberian asertiveness training ini sesuai dengan konsep model adaptasi Roy,
yang diarahkan pada konsep input, proses kontrol, efektor dan output. Intervensi dalam
hal ini lebih difokuskan pada asertiveness training yang diberikan oleh perawat dengan
tujuan untuk meningkatkan mekanisme koping, yaitu kognator pada klien resiko perilaku
kekerasan dalam menyelesaikan masalahnya.
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa Model adaptasi Roy mampu
mengakomodasi asuhan keperawatan pada klien dengan risiko perilaku kekerasan, karena
model ini mengembangkan adaptasi individu terhadap stressor. Perilaku kekerasan
merupakan proses adaptasi yang tidak efektif, jika efektif maka perilaku ini tidak terjadi.
Untuk instansi pelayanan, menetapkan kebijakan terkait dengan program pelayanan
keperawatan spesialistik khususnya penerbitan standar asuhan keperawatan terkait
dengan pelaksanaan manajemen kasus spesialis pada asertiveness training untuk masalah
resiko perilaku kekerasan.

Penerapan model adaptasi Roy (S.C., 1976)

Penerapan model adaptasi Roy untuk mengatasi masalah risiko perilaku


kekerasan dapat digunakan dengan baik. Perilaku kekerasan atau semua respon yang ada
pada klien dengan risiko perilaku kekerasan merupakan input (stimulus fokal).
Sedangkan karakteristik klien merupakan stimulus kontekstual, dan faktor predisposisi
dan presipitasi merupakan stimulus kontekstual dan residual. Hasil pengkajian pada klien
dengan risiko perilaku kekerasan akan dikelompokkan pada stimulus-stimulus dalam
model adaptasi Roy. Proses kontrol pada model adaptasi Roy merupakan mekanisme
koping yang dimiliki klien. Pada klien risiko perilaku kekerasan, mekanisme yang kita
16
tuju adalah kognator, yaitu masalah kognitif dan emosi. Pada klien risiko perilaku
kekerasan mekanisme ini tidak mampu menghasilkan adaptasi yang baik, sehingga
timbullah perilaku kekerasan.

Tindakan keperawatan yang diberikan berguna untuk memperkuat mekanisme


koping kognator klien. Pemberian asertiveness training ini sesuai dengan konsep model
adaptasi Roy, yang diarahkan pada konsep input, proses kontrol, efektor dan output.
Intervensi dalam hal ini lebih difokuskan pada asertiveness training yang diberikan oleh
perawat dengan tujuan untuk meningkatkan mekanisme koping, yaitu kognator pada
klien resiko perilaku kekerasan dalam menyelesaikan masalahnya.

KESIMPULAN Model adaptasi Roy mampu mengakomodasi asuhan


keperawatan pada klien dengan risiko perilaku kekerasan, karena model ini
mengembangkan adaptasi individu terhadap stressor. Perilaku kekerasan merupakan
proses adaptasi yang tidak efektif, jika efektif maka perilaku ini tidak terjadi. Untuk
instansi pelayanan, menetapkan kebijakan terkait dengan program pelayanan
keperawatan spesialistik khususnya penerbitan standar asuhan keperawatan terkait
dengan pelaksanaan manajemen kasus spesialis pada asertiveness training untuk masalah
resiko perilaku kekerasan.

Aplikasi Model Adaptasi Roy Pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan Dengan
Penerapan Asertiveness Training di RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

Perilaku kekerasan muncul karena adanya dorongan alami atau timbul sebagai
bentuk mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan tindakan konstruktif atau
destruktif yang secara langsung ditujukan pada diri sendiri atau orang lain. Perilaku
kekerasan biasanya berupa kekerasan secara fisik atau kekerasan secara verbal. Perilaku
kekerasan biasanya timbul untuk menutupi kekurangan seseorang, misalnya rendahnya
percaya diri (Townsend, 2009). Proses terjadinya perilaku kekerasan ini dapat diuraikan
terlebih dahulu dari proses terjadinya gangguan jiwa itu sendiri yang dihubungkan
dengan perilaku kekerasan.

17
Stuart dan Laraia (2005) menggambarkan dua dimensi yang dapat menjelaskan
proses terjadinya gangguan jiwa yaitu meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang dipengaruhi oleh jenis dan jumlah sumber
risiko yang dapat menyebabkan individu mengatasi stres. Faktor predisposisi yang
menjadi penyebab perilaku kekerasan dikaitkan dengan faktor biologis, psikologis dan
sosial budaya (Stuart & Laraia, 2005; Varcarolis, Carson & Shoemaker, 2006). Faktor
presipitasi adalah stimulus (sressor) yang merubah atau menekan sehingga
memunculkan gejala saat ini (Stuart & Laraia, 2005).

Faktor ini meliputi empat hal yaitu sifat stresor, asal stresor, waktu stresor yang
dialami, dan banyaknya stresor yang dihadapi oleh seseorang. Gejala-gejala yang terlihat
pada klien dengan perilaku kekerasan tidak dialami oleh semua orang yang didiagnosis
dengan skizofrenia. Pada klien dengan perilaku kekerasan terlihat adanya gejala positif
dari empat dimensi utama gejala skizofrenia. Ketika Individu mendapatkan stressor
dalam faktor predisposisi maupun presipitasi yang berasal dari biologis, psikologis
maupun sosiokultural akan berlanjut pada proses penilaian terhadap stressor tersebut.
Penilaian stresor adalah proses dari situasi stres yang komprehensif yang berada pada
beberapa tingkatan. Secara spesifik proses ini melibatkan respon kognitif, respon afektif,
respon fisiologis, respon perilaku dan respon sosial (Stuart & Laraia, 2005).

Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu masalah keperawatan yang sering
ditemui pada klien yang dirawat di rumah sakit. Intervensi yang diberikan pada klien
dapat berupa intervensi keperawatan dan intervensi medis. Stuart dan Laraia (2005)
menyebutkan bahwa perawat dapat melakukan berbagai macam tindakan untuk
mencegah dan mengatasi perilaku kekerasan. Intervensi ini dapat digambarkan dalam
suatu rentang dimana salah satu sisi adalah strategi preventif, dan pada sisi lainnya adalah
strategi antisipasi. Jika perilaku kekerasan klien lebih luas dari rentang yang ada, maka
perawat perlu menerapkan teknik manajemen krisis dan strategi penahanan seperti
pengasingan (isolasi) dan pengekangan. Assertiveness training termasuk salah satu
strategi preventif yang dilakukan untuk klien mencegah terjadinya perilaku kekerasan
kembali. Dapat disimpulkan bahwa strategi preventif perilaku kekerasan yaitu
peningkatan kesadaran diri perawat, edukasi, dan terapi spesialis assertiveness training.

18
Assertiveness training merupakan tindakan untuk melatih seseorang mencapai perilaku
asertif (Sadock & Sadock, 2005). Assertiveness training merupakan program latihan
perilaku untuk melatih seseorang menyampaikan kebutuhan, hak, dan menentukan
pilihan tanpa mengabaikan hak orang lain (Forkas,1997 dalam Wahyuningsih, 2009).
Assertiveness training diberikan pada kondisi individu tertekan, manipulatif dan agresif
(Hopkins, 2005), keadaan depresi, marah, frustasi, kecemasan, keterbatasan hubungan
sosial, masalah fisik dan masalah dalam pola asuh, riwayat perilaku kekerasan,
kecemasan sosial (Sadock & Sadock, 2007) dan konsep diri rendah. Tujuan akhir yang
diharapkan pada pemberian assertiveness training yaitu membentuk rentang perilaku
yang adaptif yaitu perilaku asertif (Sadock & Sadock, 2005).

Pelaksanaan assertiveness training dikembangkan berdasarkan prinsip


ketrampilan yang harus dimiliki dalam assertiveness training. Berdasarkan penerapan
assertiveness training yang telah dikembangkan sebelumnya, yaitu dari Stuart dan
Laraia (2005) dan Vinick (1983 dalam Wahyuningsih, 2009), maka tehnik pelaksanaan
assertiveness training meliputi lima yaitu describing, modelling, role playing, feedback,
transferring. Model adaptation milik Roy ini berkembang dari teori adaptasi oleh Helson
(Tomey & Alligood, 2006). Menurut Roy

NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1,Juni 2012 :65-73 68 (1984


dalam Tomey & Alligood, 2006) stimulus adalah segala sesuatu yang akan mendorong
timbulnya respon. Roy membagi tingkatan adaptasi berdasarkan efek yang ditimbulkan
dari stimulusstimulus, yaitu 1) fokal stimulus, semua stimulus yang langsung menyerang
individu. 2) kontekstual stimulus, semua stimulus yang ada pada saat itu, yang
berkontribusi terhadap efek dari stimulus fokal, 3) residual stimulus, faktor lingkungan
yang memberi efek terhadap situasi tertentu. Level adaptasi menggambarkan kondisi
proses kehidupan dalam tiga tingkatan, yaitu integrated, compensatoy dan compromised.
Konsep dasar yang dipergunakan untuk melakukan pengkajian adalah model adaptasi
Roy, pengkajian ini merupakan langkah untuk melihat input yaitu stimulus fokal,
kontekstual dan residual yang ada pada klien dengan risiko perilaku kekerasan. Teknik
pengkajian yang dilakukan yaitu dengan pendekatan Model Stres Adaptasi Stuart. Berikut
ini hasil pengkajian pada klien yang diberikan asertiveness training di Ruang Utari dan

19
Srikandi RSMM periode 14 Pebruari – 15 April 2011. Karakteristik klien jika dikaitkan
pada model Adaptasi Roy merupakan stimulus kontekstual. Hal ini karena karakteristik
klien bukan stimulus yang langsung, tapi mempengaruhi stimulus fokal.

Hasil menunjukkan bahwa sebagian klien dengan pendidikan SLTA (52,2%),


status pekerjaan klien yang terbanyak adalah tidak bekerja (59,6%), kondisi status
ekonomi klien sebagian besar adalah jamkesmas/jamkesda (60,8%), lamanya klien
mengalami sakit sebagian besar lebih dari 5 tahun (78,3%), usia rentang 20-40 tahun
sebanyak 60,8%, dan sebagian dari klien tidak menikah (56,5%). menunjukkan bahwa
sebagian klien dengan pendidikan SLTA (52,2%), status pekerjaan klien yang terbanyak
adalah tidak bekerja (59,6%), kondisi status ekonomi klien sebagian besar adalah
jamkesmas/jamkesda (60,8%), lamanya klien mengalami sakit sebagian besar lebih dari 5
tahun (78,3%), usia rentang 20-40 tahun sebanyak 60,8%, dan sebagian dari klien tidak
menikah (56,5%). Faktor predisposisi merupakan stimulus kontekstual dan residual pada
model adaptasi Roy ini. Karena faktor predisposisi ini memberikan pengaruh pada
stimulus fokal. Faktor biologis; sebagian besar klien mengalami masalah genetik sekitar
64,3%, dan riwayat menggunakan NAPZA sekitar 17,9%. Faktor psikologis; sebagian
besar dengan masalah pola komunikasi tertutup (92,9%), sebagian kasus atau separuhnya
mempunyai kepribadian introvert (47,8%) dan mengalami masalah kehilangan objek
yang dicintai (rata-rata 56,5%). Faktor sosial budaya: aspek sosial ekonomi hampir
semua kelompok klien termasuk dalam kategori tidak mampu atau biaya perawatan
dengan asuransi kesehatan (60,9%) dan juga mengalami masalah dalam pekerjaan, yaitu
tidak bekerja atau mengalami PHK sekita 56,5%. Faktor lain adalah kurangnya mengikuti
kegiatan sosial (39,1%), dan ada masalah dalam perkawinan sekitar 60,9%. Faktor
presipitasi merupakan stimulus fokal atau faktor yang mengancam individu secara
langsung. Stimulus fokal merupakan bagian dari input. Pada faktor presipitasi sifat
stresor secara psikologis, semua klien mengalami kegagalan dalam rentang kehidupannya
(100%), putus obat (86,9%) dan pencetus dari faktor hubungan sosial (sosial budaya)
juga sama, semua klien mengalaminya (100%). Sementara itu berkaitan dengan sumber
stresor yang dialami klien semua klien mendapati sumber stresor dari faktor internal klien
sendiri (100%) dan hanya sebagian saja yang benar-benar karena sumber eksternal.
Artinya walaupun klien juga mendapat stresor dari lingkungan tetapi aspek kognitif dan
20
afektif diri klien yang paling berperan menimbulkan masalah. Sementara itu berkaitan
dengan lamanya gangguan klien sebagian besar telah mengalami gangguan jiwa lebih
dari 5 tahun (78,3%) dan jumlah stresor yang dialami lebih dari satu (91,3%). Penilaian
terhadap stressor pada model adaptasi Roy masuk, pada stimulus fokal, karena data-data
yang didapatkan pada penilaian terhadap stressor merupakan respon klien terhadap
masalah yang dihadapinya. Secara kognitif, pada seluruh kasus yang ditemukan klien
merasa memandang negatif terhadap stresor dan merasa tidak mempunyai kemampuan
untuk mengatasi masalahnya, serta berpikir untuk menggunakan koping yang tidak
adaptif. Secara afektif, pada semua kasus yang ditemukan (100%) klien merasa mudah
putus asa, mudah tersinggung (marah) dan mudah menyerah saat meghadapi suatu
masalah. Sedangkan respon fisiologis pada sebagian besar kasus tidak ditemukan secara
spesifik, artinya pada sebagian kasus saat dilakukan pemeriksaan tanda vital dalam batas
normal, kecuali pada klien yang mempunyai masalah fisik penyerta seperti gagal ginjal,
dan penyakit anemia.

Pada perilaku; respon perilaku klien separuhnya menunjukkan perilaku tidak


mampu mengungkapkan masalah secara efektif, cenderung negatif berupa ungkapan
marah baik verbal maupun pasif, tidak berani mengungkapkan pendapat, tidak mampu
memulai pembicaraan, sering melamun, tidak suka bergaul, mengungkapkan bahwa
dirinya jelek, merasa tidak berharga, merasa tidak bisa apa-apa. Perilaku lain yang
nampak, ditemukan pada sebagian besar kasus berupa perilaku mudah menyerah, mudah
putus asa, dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan atau dalam melakukan tindakan.
Sedangkan secara sosial, sebagian besar klien cenderung menyendiri dan bersikap pasif
dalam mengatasi masalah dan menunjukkan sikap agresif. Sumber koping pada model
adaptasi Roy merupakan kategori dari stimulus residual. Pada sumber koping kita bisa
melihat nilai yang dipakai oleh klien atau keyakinan yang diyakini. Selain masuk dalam
stimulus residual sebagai input, juga termasuk proses kontrol, yaitu mekanisme koping :
kognator. Kemampuan personal, sebagian besar klien telah memiliki kemampuan untuk
mengatasi masalah risiko perilaku kekerasan. Sebagian besar klien juga mengungkapkan
kurang mampu terbuka pada orang lain, sehingga kurang mampu mengungkapkan ide
dan pendapat karena merasa takut ditolak. Terkait dukungan sosial, semua kasus yang
ditemukan menunjukkan data adanya dukungan sosial dan keluarga untuk membantu
21
klien dalam mengembangkan kemampuan yang positif. Akan tetapi sebagian besar
keluarga belum mengenal masalah, serta cara mengatasinya. Aset ekonomi, sebagian
besar (60,8%) klien menggunakan jamkesmas/jamkesda untuk biaya perawatan dan
pengobatan selama di RSMM. Keyakinan positif, sebagian besar klien mempunyai
keyakinan positif terhadap pengobatan yang dijalaninya (82,6%).

Mekanisme koping pada model adaptasi Roy masuk stimulus fokal, yaitu respon
atau perilaku yang dimunculkan klien pada saat menghadapi masalah. Pada sebagian
besar kasus yang ditemukan, mekanisme koping yang dipergunakan adalah untuk
masalah risiko perilaku kekerasan adalah denial, proyeksi, dan displacement. Ketiga
mekanisme koping tersebut bisa juga disebut sebagai defense mechanism. Hal ini dapat
dinilai melalui sikap klien yang cenderung menyalahkan orang lain terhadap apa yang
dialami klien. Diagnosis keperawatan masih merupakan bagian dari input pada model
adaptasi Roy. Karena hanya klien dengan masalah risiko perilaku kekerasan saja yang
akan diambil sebagai input. Jumlah klien yang diikutsertakan dalam asuhan keperawatan
spesialis dengan risiko perilaku kekerasan sebanyak 23 orang dan semuanya mengalami
masalah risiko perilaku kekerasan, dan selain risiko perilaku kekerasan diantaranya
memiliki masalah keperawatan lain seperti, 22 orang klien diantaranya mengalami
halusinasi, 21 orang klien mengalami isolasi sosial, dan 10 orang klien juga mengalami
harga diri rendah. Rencana tindakan berdasarkan SAK yang telah disusun melalui hasil
Workshop Keperawatan Jiwa FIK UI (2009) meliputi tindakan keperawatan generalis dan
spesialis dengan target pada individu, dimana terapi spesialis yang dilakukan adalah
asertiveness training. Semua klien dengan risiko perilaku kekerasan mendapatkan
tindakan keperawatan generalis. Berdasarkan hasil ditemukan tidak semua klien dengan
risiko perilaku kekerasan mendapatkan asertiveness training sampai selesai. Hal ini
disebabkan karena ada hambatan, yaitu klien yang sudah pulang dijemput oleh keluarga
dan ada juga klien yang lebih lambat menerima proses pembelajaran. Pelaksanaan
asertiveness training pada masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan mengikuti
dengan sesi-sesi pelaksanaan terapi tersebut yang disesuaikan dengan pokok masalah dari
diagnosis keperawatan yang dialami oleh klien. Evaluasi terhadap hasil tindakan
keperawatan dilakukan dengan membandingkan rencana tindakan dengan pelaksanaan
tidakan yang diberikan, yang meliputi respon kognitif, respon sosial, dan respon perilaku.
22
Hasil asertiveness training pada 23 klien; 8(34,8%) mandiri dan pulang, 9 orang masih
dirawat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model Konseptual Florence Nightingale menekankan pengaruh lingkungan
terhadap klien yang di kenal dengan istilah environmental model. Moel konsep Florence
menempatkan lingkungan sebagai focus asuhan keperawatan dan perawat komunitas
berupaya memberikan bantuan asuhan keperawatan berupa pemberian udara yang bersih
dan segar, penerangan (lampu yang tepat), kenyamana lingkungan, mengatur kebersihan,
keamanan dan keselamatan, serta pemberian nutrisi (gizi yang adekuat), yang
pelaksanaannya di upayakan secara mandiri tanpa bergantung pada profesi lain.
Kesehatan di lihat dari fungsi interaksi antara keperawatan, manusia, dan lingkungan.
Menurut Roy S.C model konseptual adaptasi adalah bagaimana individu mampu
meningkatkan kesehatan dengan cara mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah
perilaku maladaptif. Individu/manusia merupakan holistic adaptive system yang selalu
beradaptasi secara keseluruhan. Dari pengertian tersebut dapat diambil 'kesimpulan
bahwa tujuan dari aplikasi model konseptual keperawatan komunitas menurut Roy adalah
untuk mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah perilaku maladaptif pada
komunitas.

23
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi. 2015. Konsep, Teori Dan Model Ke

Mubarak, iqbal wahit,Chayatin nurul. (2009). Ilmu keperawatan komunitas pengantar dan teori
buku 1. Jakarta: Selemba medika jakarta

Erwina Ira. 2012. Aplikasi Model Adaptasi Roy. NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8,
No 1,Juni 2012 :65-73

Efendi Ferry & Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Bab 1. Konsep Dasar
Keperawatan Kesehatan Komunitas

Hernilawati. 2013. pengantar ilmu keperawatan komunitas.. Buku 1

A.Azis Alimul Hidayat (2002) Konsep dasar keperawatan,EGC.Jakarta

Kusnanto(2004) Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional,EGC.Jakarta

Potter & perry (1999) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses dan Praktik, EGC.
Jakarta

Sartono. 2011. Aplikasi Florence Nightingale dalam Pelayanan Keperawatan dan Aplikasi
Kasus yang Relevan .Available From: http://enoe2007-berbagi.blogspot.com Keperawatan
Universitas Borneo Tarakan. [Akses : 26 Oktober2012 pukul: 15:12].

24
25

Anda mungkin juga menyukai