Anda di halaman 1dari 6

PENGENALAN PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN DENGAN METODE

PENGUKURAN STRATIGRAFI TERUKUR DAN TERIKAT (ATAU SERING


DISEBUT CHAINING)

20 June 2017Prihatin Tri SetyobudiLeave a commentGo to comments

PENGENALAN PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN DENGAN METODE


PENGUKURAN STRATIGRAFI TERUKUR DAN TERIKAT (ATAU SERING
DISEBUT CHAINING)

Lembar peta geologi yang berada pada daerah yang permukaannya tersusun oleh batuan
sedimen biasanya mengunakan satuan stratigrafi batuan dari unit litostratigrafi yaitu berupa
bed, bed set, anggota, formasi, dan grup. Pengelompokan satuan batuan ini biasanya
berdasarkan atas kesamaan ciri fisik dan jenis batuan. Ciri fisik dan jenis batuan yang
dimaksud seperti perlapisan batupasir, perselingan batupasir dan batulempung, batugamping
terumbu, batugamping berlapis, batupasir tuffaan, napal, breksi, konglomerat, batubara dan
lain sebagainya. Penamaan dari unit litostratigrafi ini biasanya didasarkan atas lokasi atau
daerah ditemukannya atau atau kesamaan ciri fisik dan jenis batuan di daerah tertentu. Sering
menjadi kendala dalam pengaplikasian pemetaan geologi dengan unit litostratigrafi adalah
apabila jenis batuan dikaitkan dengan detail lingkungan pengendapan yang mempunyai
kemiripian jenis dan sifat fisik batuan. Seperti pada kasus batuan sedimen pada lingkungan
fluvial – delta, pada lingkungan ini batulempung, batupasir, batubara yang terdapat pada
fluvial, upper delta plain (UDP), lower delta front (LDP), delta front, bahkan pro-delta
sampai slope. Sering pula pada peta geologi saat ini penamaan dan pengelompokan unit
stratigrafi ini terbatas atas kapling atau batas pemetaan sehingga penamaan atas unit batuan
yang sama secara fisik dan jenis batuannya bisa memiliki nama yang beda walaupun
bersebelahan atau bahkan bertampalan pada batas lokasi pemetaan.

Karena hal-hal tersebut di atas, sering diaplikasikan pemetaan berbasis unit stratigrafi fasies
lingkungan pengendapan. Pemetaan dengan unit stratigrafi ini sebenarnya juga berlandaskan
dan didukung data dan analisis litostratigrafi, kronostratigrafi, biostratigrafi, dan sekuen
stratigrafi. Sering pula dalam pelaksaanaan pekerjaan dan hasil stratigrafi dibuat
kesebandingan antara unit stratigrafi tersebut, bahkan dengan mudah dapat pula dibuat peta
geologi fasies lingkungan pengendapan, serta peta geologi litostratigrafi detail.

Metode chaining ini merupakan modifikasi atau kombinasi dari ilmu pemetaan geologi yang
secara umum telah diajarkan saat dibangku perkuliahan. Tulisan ini disusun atas dasar
pengalaman beberapa kali pemetaan geologi untuk memecahkan beberapa kasus eksplorasi,
seperti dalam kasus permasalahan stratigrafi, apakah Eosen sudah di permukaan ataukah
masih terpendam jauh di dalam?; Permasalahan struktur geologi, apakah terjadi rembesan
hidrokarbon dari lead sub-thrust?; Permasalahan sistem perminyakan, bagaimana sebaran dan
play sistem perminyakan berumur Paleogen pada lapangan yang di atasnya sudah produksi
hidrokarbon Sistem Perminyakan Neogen?; serta kasus lainya seperti stratigrafi dan potensi
sistem perminyakan batuan berumur pra-Tersier; Menjadi jembatan studi geologi dan
geofisika selanjutnya, seperti mendapatkan informasi kedalaman distribusi batubara yang
mengadsorb energi seismik, merekomendasikan fokus studi lokasi survey microseepage
berdasarkan play sistem perminyakan yang digenerate dari proses pemetaan geologi.

SEKILAS TENTANG BEBERAPA TEKNIK PEMETAAN GEOLOGI

Teknik akuisis data dalam pemetaan geologi yang biasa dilakukan yaitu:

1. Spot mapping.

Metode spot mapping ini biasanya sering dipakai dan diajarkan di kampus-kampus.
Lazimnya setiap geologis pernah mengaplikasikan teknik ini. Metode ini biasanya juga
disertai dengan pengukuran penampang stratigrafi pada lokasi yang memiliki singkapan
tersingkap baik. Pekerjaan spot mapping biasanya memiliki kaidah dan persyaratan tertentu
mengenai kerapatan data, arah lintasan, luas daerah studi, dan scope of work (cakupan kerja),
skala pemetaan.

2. Chaining atau pengukuran stratigrafi terukur dan terikat.

Pemetaan metode chaining atau pengukuran stratigrafi terukur dan terikat sepanjang jalur
pemetaan dilakukan dengan membuat log litologi kontinyu sepanjang jalur pemetaan.
Biasanya menggunakan skala pengamatan 1:1000. Inti pekerjaan ini merupakan kombinasi 3
pekerjaan utama, yaitu navigasi dan pengukuran lintasan, pengamatan dan pencatatan kondisi
geologi secara detail, pengambilan contoh batuan dan rembesan hidrokarbon.

Gambar Diagram Alir Pekerjaan Pemetaan Geologi Chaining Untuk Studi Lingkungan
Pengendapan dan Sistem Perminyakan (Jikalau gambar tidak jelas silahkan diklik pada
bagian gambar dan di zoom)

3. Kombinasi.
Kegiatan pemetaan geologi chaning memiliki nilai akurasi dan ketelitian lebih baik baik
dalam akuisi data dan pengolahan. Untuk lebih mebdapatkan hasil lebih baik dan optimal atas
pertimbangan teknis dan biaya biasanya dilakukan kombinasi metode pemetaan chaining dan
spot mapping.

PELAKSANAAN PEMETAAN DAN CHAINING YANG BIASA DILAKUKAN

Metode chaning saya kenal dan sering saya gunakan saat kerja di GDA Consulting, Beberapa
objektif atau aspek geologi dan non teknis yang bisa didapat dari kegitan pemetaan geologi
dengan metode chaining adalah

1. Detail stratigrafi dan sedimentologi serta sebaran litologi daerah telitian

2. Detail struktur geologi, form line map dan rekonstruksi palinspatik

3. Potensi komponen sistem perminyakan (Batuan Induk, Reservoir, Seal, dan Trap).
Biasanya dibuat peta kekayaan dan kematangan batuan induk, peta distribusi reservoir, peta
distribusi batuan penutup.

4. Geomorfologi, dipetakan bentuk lahan dan bentang alam.

5. Tata guna lahan, dalam proses akuisisi data selain aspek teknis tim juga memetakan tata
guna lahan. Didapatkan informasi batas wilayah cagar alam dan hutan lindung, batas wilayah
dari perkebunan dan informasi pemilik, perkembangan pembukaan lahan hutan oleh proses
penambangan ataupun perkebunan, lokasi permukiman, bahkan dilakukan pencatatan habitat
hewan atau tumbuhan dilindungi ataupun hewan buas.

6. Rembesan hidrokarbon dan air formasi.

7. Penyelidikan kebocoran lead melalui struktur sesar yang sampai ke permukaaan.

8. Sebaran mud volcano dan intrusi lumpur (mud volcano) ke litologi lebih muda.

9. Peleogeografi diberbagai umur dengan data stratigrafi, struktur geologi paleocurrent,


provenan.

10. Model pengisian cekungan dari kolom stratigrafi gabungan yang terukur, terikat,
terkoreksi oleh struktur geologi, analisis biostratigrafi, serta sejarah pembeban.

11. Pengikatan data geologi sepanjang lintasan survei dengan data geologi dan geofisika
seperti data sumur, seismik, titik survey magnetotulerik, microseepage, gravity, geolistrik.
Sumur migas biasanya digunakan untuk panduan korelasi dan kalibrasi ketebalan. Adanya
seismik membantu dalam penelurusuran dan integrasi data batuan dipermukaan dan dibawah
permukaan serta struktur geologi. Dengan integrasi data geologi permukaan dan bawah
permukaan dapat dibuat penampang 2D dan 3D play sistem perminyakan. Diikutinya
pemetaan geologi dengan survey microseepage akan membantu mendeleniasi keterdapatan
lead geokimia dari indikasi keterdapatan hidrokarbon secara langsung di area terdapatnya
anomali microseepage yang sinyalnya berasal dari reservoir dibawah permukaan kemudian
merebes ke permukaan dan ditangkap dengan model dengan konsentrasi ng ppt (nanno gram
part per trilyun).

Gambar Diagram Alir Pekerjaan Pemetaan Geologi Chaining dan Survey Microseepage
(Jikalau gambar tidak jelas silahkan diklik pada bagian gambar dan di zoom).

12. Penambahan/integrasi data litologi cutting yang diambil dengan waktu akuisis data yang
bersamaan dengan pengeboran seismik.

13. Pemetaan akses jalan, keterdapatan sinyal dan modulasi radio serta fasilitas kesehatan dan
fasilitas penting lainnya (pasar, masjid, atm, polisi, militer, sekolah, hotel, jembatan, dan lain
sebagainya) yang akan berguna saat kegiatan eksplorasi lanjut.

14. Kuantifikasi stratigrafi seperti ketebalan unit batuan. Sehingga sangat membantu dalam
perencanaan sumur seperti dalam pembuatan prognosis sumur yang direncakan dibor.

Berikut adalah beberapa hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam proses desain survei dan
akuisisi data saat pekerjaan chaining:
a. Target objek geologi dan sistem perminyakan; seperti dijelaskan di atas.

b. Skala pengamatan; seperti dijelaskan di bawah.

c. Akses dan panjang lintasan; Jenis akses pemetaan geologi yang utama bisanya road cut,
sungai, area tambang. Lintasan umurnnya memotong atau relatif tegak lurus jurus ataupun
struktur yang akan distudi.

d. Lama waktu penelitian dan siklus on-off; lama waktu akuisisi data lapangan biasanya
berkisar satu sampai dua bulan. didalam waktu tersebut biasanya ada kalanya geologis
akuisis data lapangan dan ada kala perapian database serta istirahat.

e. Organisasi dan jumlah anggota tim. Tim lapangan tersusun atas tim rintis, tim geologis,
tim radio, tim HSSE, dan tim logistik.

f. Peralatan dan perlengkapan; Peralatan lapangan yang digunakan standar seperti pemetaan
geologi selazimnya, akan tetapi ditambahi dengan alat navigasi, alat ukur elevasi dan
azimuth, serta meteran 50m.

g. Logistik dan camp; Camp biasanya tersusun atas camp utama (basecamp) dan flaying
camp untuk lintasan yang tidak memungkinkan Pulang Pergi dalam satu hari.

h. Komunikasi dan pelaporan; Biasanya setiap tim dibekali dengan radio HT yang
tersambung ke repeater, telephon satelit dan handphone. Geologist melaporkan pergerakan
dan progres pekerjaan kepada radioman dan koordinator lapangan minimum 3 kali sehari.

i. Manajemen resiko dan rencana tanggap darurat.

TINGKAT AKURASI DAN KONTROL KUALITAS DATA

Dengan luas pemetaan geologi ratusan sampai puluhan ribu kilometer persegi (100 sd 10000
km2) yang pernah dilakukan. Beberapa skala yang dapat mengambarkan tingkat akurasi
pencatatan dan pengolahan data yaitu:

1. Kolom stratigrafi chaning dipakai skala 1:1000 sd 1:4000

2. Kolom stratigrafi singkapan kunci skala 1:10 sd 1:100

3. Kolom stratigrafi komposit digunakan skala 1:4000 sd 1:25000

4. Peta lintasan, peta geologi, geomorfologi digunakan skala 1:25000 sd 1:125000

Kontrol kualitas yang dilakukan meliputi:

1. Sebelum ke lapangan setiap geologis dibekali ilmu geologi dan HSE yang mumpuni,
serta dilakukan standarasi dalam perekaman data.

2. Kontrol kualitas data dan interpretasi data geologi dilakukan oleh ekspertise yang
berpengalaman dan memiliki pengetahuan regional yang baik.
3. Kegiatan survey geologi permukaan selalu coba dikalibrasikan data geologi dan
geofisika bawah permukaan yang ada

4. Kontrol analisis sampel di laboratorium dilakukan oleh biostratigrafer berpengalaman,


dan secara berkala dilakukan diskusi hasil analisis dari analis dan geologis yang ke
lapangan.

5. Kontrol non teknis seperti aspek kesehatan dicek tiap hari oleh tim medis
sebelum safety breafing, kontrol armada dan kapal dicek oleh pengawas HSSE secara
berkala.

Sekilas mengenai pengenalan pemetaan geologi dengan metode chaining disampaikan seperti
tulisan di atas. Untuk detail kegiatan, teknik pengolahan dan integrasi data, pemakaian rumus
dan aplikasi kalibrasi kolom stratigrafi, standar detail deskripsi singkapan, sintesa sistem
perminyakan, serta dasar teori belum dapat disampaikan dalam tulisan ini. Kegiatan lanjutan
dari pemetaan geologi serta integrasi data guna pemecahan masalah geologi dan sistem
perminyakan spesifik akan diulas pada tulisan selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai