II. Kesimpulan
Salah satu tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi yaitu menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Mekanisme pengujian undang-undang ini sendiri dimaksudkan
untuk melakukan pengujian suatu produk perundang-undangan terhadap
undang-undang yang lebih tinggi oleh lembaga peradilan tertentu. Judicial
review merupakan istilah yang digunakan dalam pengujian undang-undang
terhadap UUD NRI 1945 atau dapat diartikan sebagai peninjauan kembali
(PK). Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa judicial review merupakan upaya
pengujian oleh lembaga yudisial terhadap produk hukum yang ditetapkan
oleh cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dalam rangka
penerapan prinsip check and balences berdasarkan separation of power.
Di Indonesia dikenal dua macam pengujian yaitu Pengujian Formil dan
Pengujian Materil. Dua macam pengujian ini dapat ditemukan pada ketentuan
Pasal 51 Undang-Undang No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa secara umum, yang dapat disebut
sebagai pengujian formil (formeele toetsing) tidak hanya mencakup proses
pembentukan undang-undang dalam arti sempit, tetapi juga mencakup
pengujian mengenai aspek bentuk undang-undang dan pemberlakuan undang-
undang. Sedangkan pengujian formil terkait dengan proses pembentukan
suatu undang-undang dan tidak memperhitungkan tentang apakah isi dari
undang-undang tersebut bertentangan dengan konstitusi atau tidak. Dan
mengenai syarat dan tata cara pengajuan judicial review ke Mahkamah
Konstitusi sudah dijelaskan dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.
III. Pertanyaan
a. Apa perbedaan antara judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah
Konstitusi dengan Mahkamah Agung?
b. Apakah ultra petita dalam perkara pengujian konstitusional yang
dilakukan Mahkamah Konstitusi dibenarkan berdasarkan sistem UUD
NRI 1945?