Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jumat/ 26 Pebruari 2016

Biokimia Klinis Waktu : 13.00-16.00 WIB


PJP : dr. Husnawati, MSi
Asisten : Rachmat Saputra Biki
Gempur Irawan Superna P
Suharjono

URINALISIS

Kelompok 14
Neni Widowati G84130048
Widdya Kusuma K G84130008
M. Rifai Anugrah G84130016
Shinta Dewi N G84130025

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
1

PENDAHULUAN

Cairan dalam tubuh manusia terbagi manjadi cairan intraselular dan


ekstraselular, dan cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstisial dan
intravaskular. Cairan didalam tubuh berfungsi untuk menjaga keseimbangan
cairan didalam tubuh. Komposisi cairan tersebut terdiri dari air dan zat
terlarut baik yang termasuk elektrolit ataupun yang non elektrolit yang
saling berhubungan dan saling menyeimbangkan. Cairan intraseluler adalah
cairan yang terkandung di dalam sel. Volume cairan intraseluler sebanyak
2/3 dari volume total air tubuh. Cairan intraseluler terdapat kation
potassium , dan anion phosphat. Cairan ekstraseluler dengan kandungan ion
dan nutriennya berfungsi mempertahankan kehidupan sel. Semua sel hidup
memerlukan lingkungan (cairan) di sekitar sel. Regulasi cairan dalam tubuh
untuk homeostasis lingkungan internal. Faktor yang terlibat seperti
kandungan elektrolit cairan, asam basa cairan tubuh, osmolalitas plasma,
peranan hormon dan pengeluaran natrium dari ginjal (Anthara dan Suartha
2011).
Penyakit yang disebabkan oleh ginjal atau organ lainnya yang
menjaga homeostasis dapat dilakukan dengan urinalisis. Urinalisis adalah
suatu analisa terhadap penampilan, konsentrasi, dan kandungan urin untuk
mendeteksi adanya kelainan medis, seperti infeksi saluran kemih, penyakit
ginjal, hati (liver), atau diabetes. Sebagian besar produk akhir metabolisme
dan berbagai zat lainnya diekskresikan melalui urin. Pemeriksaan urinalisis
selain memberikan indikasi kondisi ginjal sebagai organ ekskresi, juga
mampu memberikan indikasi berbagai kondisi sistemik seseorang. Metode
pemeriksaan urin yang dilakukan , antara lain metoda dipstick dan metode
standar. Pemeriksaan urinalisis yang biasa dilakukan dengan metode
dipstick antara lain bobot jenis, pH, glukosa, protein, keton, darah, bilirubin,
urobilinogen, nitrit, leukosit esterase. Penggunaan dipstick untuk urinalisis
dengan metoda standar yaitu pemeriksaan protein dan pemeriksaan glukosa.
Metoda standar yang digunakan untuk proteinuria adalah metoda asam
sulfosalisilat, koagulasi dan Bang, sementara metoda standar pada
pemeriksaan glukosuria adalah metoda Benedict (Indranila dan Puspito
2012).
Pemeriksaan urinalisis dapat mengetahui penyakit/gangguan yang
terjadi terutama pada ginjal. Selain urinalisis, kerusakan ginjal dapat
diketahui dari pemeriksaan darah, radiologi, dan biopsi ginjal. Gangguan
pada ginjal antara lain penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik pada
pemeriksaan urinalisis didapatkan hematuria, proteinuria, atau berat jenis
urin rendah, peningkatan ureum dan kreatinin serta peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol serum. Komplikasi penyakit ini antara lain
gangguan pertumbuhan, malnutrisi, anemia, hipertensi, gangguan elektrolit,
dan osteodistrofi rena. Selain itu, penyakit ini mengalami gangguan
elektrolit, asidosis metabolik, penurunan sintesis amonia ginjal, dan
penurunan ekskresi asam (Pardede dan Chunnaedi 2009). Penyakit ginjal
lainnya yaitu batu ginjal, gagal ginjal, oligouria, poliuria dan penyakit yang
dapat dideteksi oleh urinalisis seperti hepatitis dan diabeter melitus.
2

Pratikum ini bertujuan mengetahui berbagai macam pengujian


terhadap urin dan hubungannya dengan diagnosis atau kondisi fungsi organ
tertentu. Memahami prinsip biokimia dalam pemeriksaan urinalisis.
Melakukan berbagai macam metode yang dapat dideteksi oleh urin.

METODE
Praktikum ini dilakukan pada Jumat, 26 Pebruari 2016, pukul 13.00-
16.00 WIB, bertempat di Laboratorium Pendidikan Biokimia, Departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pipet, tabung


reaksi, penangas air, pipet tetes, termometer, urinometer, pH universal,
corong plastik, kertas saring, dan erlenmayer.. Bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah urin probandus, urin kualitatif, asam asetat, pereaksi
Bang, pereaksi sulfosalisilat, pereaksi benedict, kristal amonium sulfat,
amonia, natrium nitropusida, pereaksi diazo, etanol, dan Zn-asetat.

Prosedur

Pemeriksaan visual dan fisik. Urin probandus dan urin kualitatif


diamati bau, warna, pH dengan pH universal, suhu menggunakan
termometer, bobot jenis menggunakan urinometer, dan kadar padatan. Urin
yang telah dilakukan uji fisik dan visual disaring untuk menentukan uji
kualitatif.
Proteinuria. Uji koagulasi, urin disaring kemudian filtrat dipipet
sebanyak 5 mL. urin perobandus dipanaskan hingga mendidih. Urin
ditambahkan 1-3 tete asam asetat 6%. Apabila menjadi jernih kembali maka
kekeruhan disebabkan oleh fosfat dan apabila kekeruhan semakain nyata
maka disebabkan adanya protein. Urin kualitatif dipipet sebanyak 5 mL.
urin kualitatif dipanaskan hingga mendidih. Urin ditambahkan 1-3 tete asam
asetat 6%. Dan diamati kekeruhannya. Uji Bang, filtrat urin probandus dan
urin kualitatif dipipet sebanyak 5 mL dan ditambahkan pereaksi Bang 2 mL
pada masing-masing urin. Masing-masing urin dipanaskan dan diamati
perubahan yang terjadi. Uji asam sulfosalisilat, urin probandus dan urin
kualitatif dipipet sebanyak 3 mL, setiap masing-masing sampel ditambahkan
3 mL perekasi asam sulfosalisilat. Amati kekeruhan yang terjadi pada urin.
Glukosuria (Uji Benedict). Filtrat urin probandus dan urin kualitatif
dipipet sebanyak 4 mL dan masing-masing sampel ditambahakan 2 mL
pereaksi Bang. Pereaksi benedict dipipet sebanyak 5 mL dan ditambahkan
sampel urin sebanyak 8 tetes. Masing-masing sampel dipanaskan selama 10
menit dan amati perubahan warna yang terjaadi.
Ketonuria (Uji Rhotera). Filtrat urin probandus dan urin kualitatif
dipipet sebanyak 5 mL. masing-masing sampel ditambahkan kristal
3

amonium sulfat hingga jenuh. Sampel ditembahakan 2-3 tetes natrium


nitropusida 5% dan 1-2 mL amonium pekat. Sampel diamati perubahan
warna yang terjadi.
Bilirubin (Metode Hyam-Bergh). Filtrat urin probandus dan urin
kualitatif dipipet masing-masing sebanyak 0.5 mL dan setiap sampel urin
ditambahakn 0.5 mL ethanol. Sampel urin yang berakohol ditambahkan 1
mL pereaksi Diazo. Masing-masing sampel urin diamati perubahan warna.
Adanya warna merah eosin menunjukan urin tersebut positif terhadap
bilirubin.
Uribilinogen dan urobilin (Metode Schlessinger). Suspensi Zn-
asetat dibuat dengan cara menambahakan 5 mL ethanol dan kristal Zn-asetat
hingga jenuh. Filtrat urin probandus dan urin kualitatif dipipet sebanyak 5
mL dan ditambahakan 5 mL suspensi Zn-asetat dan sedikit amonia. Sampel
dikocok dan didiamkan. Masing-masing sampel disaring dan diamati
fluoresensi. Apabila terbentuk fluoresensi berwarna hijau menenjukan
sampel positif terhadap uribilin dan apabila ditambahakan lugol dan adanya
flouresensi berwarna hijau menunjukan bahwa sampel positif terhadap
urobilinogen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Urinalisis adalah analisa fisik, kimia, dan mikroskopik terhadap urin.


Berbagai uji urinalisis rutin dilakukan seperti warna, tampilan, dan bau
urine diperiksa,serta pH, protein, keton, glukosa dan bilirubin. Pemeriksaan
urin secara visual dan fisik bertujuan mengetahui kesehatan tubuh seseorang
dengan menggunakan parameter seperti warna, bau, volume, buh, berat jenis,
pH, dan kadar padatan. manfaat urinalysis adalah dapat digunakan untuk
mengetahui adanya potensi gangguan hati, diabetes mellitus, infeksi pada
ginjal atau saluran kemih. Uji urinalisis terdiri dari dua macam, yaitu uji
makroskopik dan uji mikroskopik. Tes mikroskopik mengamati endapan
urin di bawah mikroskop. Sedangkan tes makroskopik dengan cara visual
yakni, pemeriksaan urin meliputi penaksiran dari kenampakan, bau, keadaan,
dan fisik (Izzah et al 2013).
Tabel 1 Penampakan visual dan fisik urin
Hasil
Parameter
Urin probandus Urin kualitatif
Warna Kuning pekat Kuning
Bau Amonia Alkohol
Buih Sedikit Tidak berbuih
Berat jenis terukur (g/mL) 1.022 1.002
Berat jenis terkoreksi 1.026 1.005
(g/mL)
Suhu (⁰C) 33 29
Kadar padatan (g/L) 67.6 13
pH 6 9
4

Contoh perhitungan:

Turinometer = 20 oC
Turin probandus = 33 oC
Bobot jenis urin probandus = 1.022 g/mL
33-20
Faktor Koreksi =
3
= 4.33
=5
33-20
Bobot jenis terkoreksi urin probandus = 3 = 4.33 = 5
Kadar padatan =26 × 2.6
= 67.6 g/1000 mL = 67.6 g/L

Berdasarkan Tabel 1, warna urin probandus lebih kuning pekat


dibandingkan dengan warna urin kualitatif. Hal ini mungkin disebabkan
oleh probandus yang dehidrasi dan kurang mengkonsumsi air mineral. Bau
urin probandus adalah amonia dan urin kualitatif berbau alkohol. bau urin
normal adalah aromatik lemah. Bobot jenis terkoreksi urin probandus adalah
1.026 g/mL sedangkan urin kualitatif adalah 1.005 g/mL. Bobot jenis
normal urin manusia adalah 1.010-1.025 (Carpenito 2009). Kemampuan
ginjal memekatkan urin yaitu dari 1.001-1.035 . Bobot jenis kedua sampel
urin tersebut dalam keadaan normal. BJ urine yang rendah persisten
menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Kadar padatan urin
probandus adalah 67.6 g/L sedangkan urin kualitatif adalah 13 g/L. Urin
probandus lebih banyak dibandingkan dengan urin kualitatif karena urin
probandus lebih banyak mengandung zat sisa sisa pembongkaran seperti
protein. Besar pH urin probandus adalah 6 sedangkan urin kualitatif adaah 9.
Besar pH urin berkisar antara 4.8 – 7.5. Urin keadaan asam menunjukan
adalanya baddan keton dalam urin, sednagkan apabila urin dalam keadaan
basa menunjukan orang tersebut seusai makan, vegetarian, mengkonsumsi
aalkoho, adanya infeksi saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas
menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia) Uliyah 2008).
Selain pemeriksaan urin secara visual dan fisik, urin perlu dilakukan
pemeriksaan seperti pemeriksaan kandungan glukosa, protein, bilirubin, dan
badan keton untuk memeriksa keadaan tubuh terhadap kondisi organ
manusia. Beberapa manfaat urinalisis adalah dapat digunakan untuk
mengetahui adanya potensi gangguan hati, diabetes mellitus, infeksi pada
ginjal atau saluran kemih (Izzah et al 2013). Pemeriksaan urin terbagi
menjadi dua jenis yaitu pemeriksaan kimiawi dan pemeriksaan sedimen.
Sebagaimana namanya dalam pemeriksaan kimia yang diperiksa adalah pH
urin / keasaman, berat jenis, nitrit, protein, glukosa, bilirubin, urobilinogen.
Pemeriksaan sedimen yang diperiksa adalah zat sisa metabolisme yang
berupa kristal, granula termasuk juga bakteri. Dengan pemeriksaan sedimen
maka keberadaan suatu benda normal ataupun tidak normal yang terdapat
dalam urin kita akan dapat menunjukkan keadaan organ tubuh (Djojodibroto
2001). Tebel 1 menunjukan uji kualitatif terhadap urin.
5

Tabel 2 uji kualitatif urin


Hasil Gambar
Uji Urin Urin Urin probandus Urin
probandus kualitatif kualitatif
Koagulasi - -
(kuning (kuning
agak bening)
pekat)

Bang - -
(kuning (kuning
agak bening)
pekat)

Asam - +
sulfosalisilat (kuning (putih
pekat) keruh)

Benedict + -
(biru
kehijauan)

Rothera - +
(kuning (ungu
pekat) kuning
bening)

Bilirubin - -
(kuning) (kuning)
6

Hasil Gambar
Uji Urin Urin Urin probandus Urin
probandus kualitatif kualitatif
Urobilin + +

Keterangan: (+): terjadi reaksi, (-): tidak terjadi reaksi

Uji protein dalam percobaan ini menggunakan uji Koagulasi, uji Bang,
dan Uji sulfosalisilat. Prinsip metode dengan melakukan pemanasan dan
penambahan asam asetat. Pemanasan dilakukan untuk terjadinya denaturasi
protein dalam urin sedangkan penambahan asam bertujuan untuk mencapai
titik isoelektrik protein. Urin yang mengandung protein dicirikan dengan
kekeruhan urin yang terlihan. Uji protein selanjurnya yaitu uji Bang. Prinsip
Uji ini adalah Protein dalam urin akan membentuk kekeruhan atau
gumpalan oleh asam karena mendekati titik isoelektrik protein dibantu
dengan pemanasan, sehingga terbentuk kekeruhan, butiran, kepingan, atau
gumpalan sesuai dengan banyaknya kandungan protein dalam urin. Uji
protein selanjutnya yaitu uji sulfosalisilat. Prinsip metode ini adalah
pengendapan protein oleh asam kuat. Hasil pemeriksaan protein pada urin
probandus dan urin kualitatif memberikan hasil yang negatif untuk semua
jenis uji peotein urin. Apabila terdapat protein dalam urin menunjukan
ginjal akibat kerusakan glomerulus dan atau gangguan reabsorbsi tubulus
ginjal ( Ulyah 2008). Metode alternatif untuk pengukuran proteinuria yaitu
pengukuran kadar albumin urin dengan carik celup. Metode carik celup
merupakan metode yang lebih cepat, murah, dan mudah dilakukan (Syuhada
et al. 2012). Metode lainnya yaitu Metode Ewit’s dan Purdy.
Uji glukosa dalam urin menggunakan menode Benedict . Uji benedict
digunakan untuk mengidentifikasi glukosa dalam urin melalui reaksi gula
pereduksi. Reaksi benedict terdiri atas tembaga sulfat dalam larutan natrium
karbonat dan natrium sitrat yang dapat mereduksi glukosa yang terlebih
dahulu, glukosa dioksidasi dalam bentuk garam asam glukoronat. Larutan
alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang mengandung gugus aldehid
atau keton bebas, dengan membentuk kupro oksida berwarna. Reagen
benedict mengandung kupro sulfat, natrium karbonat, dan natrium sulfat.
Larutan benedict dilakukan pada suasana basa yang menyebabkan terjadinya
trasformasi isomerik. Reduksi ion Cu+ dari CuSO4 oleh gula pereduksi akan
berlangsung dengan cepat dan membentuk Cu2O yang merupakan endapan
merah bata (Bintang 2010). Hasil positif dalam urin yang mengandung
glukosa adalah berwarna hijau, kuning, dan merah bata. Berdasarkan Tabel
2, hasil urin probandus adalah positif mengandung glukosa, tetapi
kandungan glukosa dalam urin perobandus sangat kecil karean berwarna
hiaju muda. Hal ini dapat disebabkan oleh konsumsi glukosa yang berlebih
7

atau terdapat masalah terhadap hormon insulin. Apabila urin mengandung


glukosa dapat diindikasi bahwa seseorang mengalami diabetes melitus.
Metode lainnya unruk menggukur glikosa dalam urin adalah metode Fehling.
Uji untuk mengetahui adanya badan keton dalam urin yaitu
menggunakan metode Rhotara. Prinsip uji ini adalah natrium nitroprusid
akan bereaksi dengan asam aseto asetat dan aseton dalam suasana basa akan
membentuk senyawa berwarna ungu pada urin. Hasil menunjukan urin
probandus negatif yang menunjukan tidak ada badan keton dalam urin,
sedangkan pada urin kualitatif mengandung badan keton. Peningkatan kadar
keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan
cadangan basa (misalnya bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan
asidosis ( Ethel 2003).
Pemeriksaan bilirubin dalam urin menggunakan metode Benzidin.
Prinsip metode ini adalah berdasarkan reaksi antara garam diazonium
(diazo) dengan bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna
biru, ungu tua atau merah eosin. Garam diazonium terdiri dari p-
nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang
dipakai adalah asam sulfo salisilat. Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dL urin
akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati
atau saluran empedu. Hasil menunjukan bahwa urin probandus dan urin
kualitatif tidak mengandung bilirubin (Ethel 2003). Metode lain untuk
menguji adanya bilirubin dalam urin adalah dengan metode Rosin.
Pemeriksaan Urobilinogen dan Urobil dalam urin menggunakan
metode Schlessinger. Metode ini menggunakan Zn-asetat jenuh berakohol.
Apabila urin mengandung uribilin makan akan ada floresensi berwarna hijau
sedangkan apabila ditambahkan dnegan lugol dan membentuk floresensi
berwarna hijau maka mengandung urobilinogen. Urin normal mengandung
urobilin dan tidak mengandung urobilinogen. Apabila mengandung
urobilinigen menunjukkan adanya obstruksi duktus biliverus parsial.
Metode lainnya untuk menentukan adanya urobilinogen adalah test Ehrlich
(Guyton dan Hall 2006)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Urinalisis merupakan suatu tes urin untuk memerikasa


gangguan/penyakit yang disebabkan oleh organ ginjal atau organ lainnya
seperti hati. Urinalisis yang digunakan pemeriksaan urin secara fisik, visual,
kimiawi, dan sedimen. Hasil pemeriksaan urin probandus menunjukan hasil
yang baik secara visual, fisik dan kualitatif kimia.
8

Saran

Perlu dilakukan metode lain dalam pemeriksaan urin seperti


pemeriksaan urin yang dilakakukan adalah secara kimiawi dan sendimen.
Menggunakan metode yang menggunakan alat pemeriksaan urin. Perlu
dilakukan pemeriksaan urin secara kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Ali AS, Ismoyowati, Diana I. 2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan
hematokrit pada berbagai jenis itik lokal terhadap penambahan
probiotik dalam ransum. J Ilmiah Peternakan. 1(3): 1001-1013
Anthara IMS, dan Suartha IN. 2011. Homeostasis cairan tubuh pada kucing
dan anjing. B. Veteriner Udayana. 3(1): 23-37
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga
Carpenito LG. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis.
Kadar KS, Eviriyani D, Yudha EK, Ester M, penerjemah; Mardella
EA, Issuryanti M, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan
dari: Nursing Diagnosis: Aplication to Clinical Practice.Ed ke 9
Djojodibroto RD. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical
Check Up): Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Jakarta (ID): Pustaka
Populer Obor.
Ethel S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta (ID): EGC
Penerbit Buku Kedokteran.
Guyton dam Hall. 2006. Buku Ajar Fsiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta
(ID): EGC
Indranila KS, dan Puspito L. 2012. Akurasi pemeriksaan carik celup pada
urinalisis proteinuria dan glukosuria dibandingkan dengan metoda
standar. J. Kedokteran dan Kesehatan.5(1): 19-23
Izzah A, Ginardi RV, Saikhu A. 2013. Pendekatan Algoritma Heuristik dan
Neural Network untuk Screening Test pada Urinalysis. J Cibermatika.
1(2): 29-35
Pardede SO, dan Chunnaedi S. 2009. Penyakit ginjal kronik pada anak. J.
Sari Pediatri. 11(3): 199-203
Syuhada, Noormartany, Alamsyah M, Nina SD. 2010. Korelasi proteinuria
metode rasio albumin-kreatinin urin dengan metode kromatografi
pada preeklamsi. MKB. 44(2): 218-223
Uliyah M. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Jakarta (ID):Salemba
Medika.
9

Anda mungkin juga menyukai