PENDAHULUAN
Hampir di setiap wilayah Indonesia terdapat banyak sungai besar maupun kecil yang
menguasai hampir 80% hajat hidup masyarakat Indonesia, terutama petani sebagai basis
dasar negara Agraris. Kebutuhan akan ketersediaan air pada suatu daerah sangatlah perlu
diperhatikan dikarenakan air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang tidak
bisa dipisahkan dari kehidupannya. Indonesia merupakan daerah yang memiliki dua musim
yakni musim kemarau dan musim penghujan. Sehingga perlu dikembangkan potensi -
potensi sungai tersebut guna meningkatkan hasil produksi pertanian, salah satunya dengan
membangun bendung.
Bendung adalah suatu bangunan yang dibuat dari pasangan batu kali, bronjong atau
beton, yang terletak melintang pada sebuah sungai yang tentu saja bangunan ini dapat
digunakan pula untuk kepentingan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air minum,
pembangkit listrik atau untuk penggelontoran suatu kota. Menurut macamnya bendung
dibagi dua, yaitu bendung tetap dan bendung sementara, bendung tetap adalah bangunan
yang sebagian besar konstruksi terdiri dari pintu yang dapat digerakkan untuk mengatur
ketinggian muka air sungai sedangkan bendung tidak tetap adalah bangunan yang
dipergunakan untuk meninggikan muka air di sungai, sampai pada ketinggian yang
diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier.
Dalam Laporan Irigasi Bagunan Air II ini, penulis mencoba untuk merencanakan
pembagunan bendung di suatu daerah. Untuk keperluan perencanaan dan pembangunan
suatu konstruksi bendung, diperlukan pula data-data yang nanti akan dipergunakan untuk
menentukan dimensi, luasan, dan bagian-bagian bendung yang perlu dibangun. Data-data
tersebut, misalnya data topografi, data hidrologi, data morfologi, data geologi, data mekanika
tanah, standar perencanaan (PBI, PKKI, PMI, dll), data lingkungan, dan data ekologi. Selain
itu, diperlukan juga data-data terkait tentang curah hujan di derah tersebut, data debit banjir,
dan data-data lain yang terkait dengan keadaan hidrologis daerah tersebut. Semua data-
data ini dipergunakan untuk perencanaan dan pembangunan sebuah konstruksi bendung.
2.1 UMUM
2.1.1 PENGERTIAN BENDUNG
Bangunan bendung adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai atau
sudetan sungai untuk meninggikan taraf muka air sehingga air sungai dapat disadap dan
dialirkan secara gravitasi ke daerah yang membutuhkannya. Bendung adalah bangunan
melintang sungai yang berfungsi untuk meninggikan muka air sungai agar bisa disadap.
Bendung merupakan salah satu bagian dari bangunan utama. Bangunan Utama adalah
bangunan air (hydraulic structure) yang terdiri dari bagian-bagian: bendung (weir structure),
bangunan pengelak (diversion structure), bangunan pengambilan (intake structure),
bangunan pembilas (flushing structure) dan bangunan kantong lumpur (sediment trap
structure).Bendung adalah suatu bangunan yang dibuat dari pasangan batu kali, bronjong
atau beton, yang terletak melintang pada sebuah sungai yang tentu saja bangunan ini
dapat digunakan pula untuk kepentingan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air
minum, pembangkit listrik atau untuk pengendali banjir.
Sebuah bendung memiliki fungsi, yaitu untuk meninggikan muka air sungai dan
mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan tepi kiri sungai
untuk mengalirkannya ke dalam saluran melalui sebuah bangunan pengambilan jaringan
irigasi. Fungsi bendung ini berbeda dengan fungsi bendungan dimana sebuah bendungan
berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya di musim hujan waktu air sungai
mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan. Air yang ditampung di dalam
bendungan ini dipergunakan untuk keperluan irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan-
kebutuhan lainnya. Kelebihan dari sebuah bendungan, yaitu dengan memiliki daya tampung
tersebut, sejumlah besar air sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk
dan baru dilepas mengalir ke dalam sungai lagi di hilirnya sesuai dengan kebutuhan saja
pada waktu yang diperlukan.
Bendung juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang dibangun secara
melintang sungai, sedemikian rupa agar permukaan air sungai di sekitarnya naik sampai
ketinggian tertentu, sehingga air sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap ke saluran-
saluran pembagi kemudian hingga ke lahan-lahan pertanian .
a. Keadaan Topografi
1. Dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga
harus dilihat elevasi sawah tertinggi yang akan diari;
2. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui maka
elevasi mercu bendung dapat ditetapkan;
3. Dari kedua hal di atas, lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat
diseleksi.
b. Keadaan Hidrologi
c. KondisiTopografi
1. Pola aliran sungai meliputi kecepatan dan arahnya pada waktu debit
banjir, sedang dan kecil
2. Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir, sedang dan kecil;
3. Tinggi muka air pada debit banjir rencana;
4. Potensi dan distribusi angkutan sedimen.
f. Biaya Pelaksanaan
Bendung untuk melimpahkan aliran tubuh bendungnya harus kuat dan stabil. Untuk
itu bentuk tubuh bendung bagian udiknya dapat dibuat tegak atau miring, sedangkan bagian
hilirnya dengan kemiringan. Arah penempatan pelimpah umumnya tegak lurus terhadap
aliran sungai.
Peredam energy Fungsi dari pelimpah dan peredam energi di atas diantaranya adalah untuk
penuntun dan pengarah saluran, pengatur kapasitas aliran (debit), untuk kelancaran
dari saluran pengatur, untuk mereduksi energi yang terdapat dalam aliran. Secara
garis besar dapat dilihat pada gambar dan komposisi dibawah ini
Gambar 2.3 saluran pengatur dengan ambang bebas pada sebuah bangunan
pelimpah.
Untuk ambang berbentuk persegi empat dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut ;
ho = D/3 ........................................................................................................(2.1)
dimana :
Q = Debit banjir ( m3/det )
D = Kedalaman air tertinggi didalam saluran pengarah aliran(m)
C = Koefisien pengaliran masuk ke saluran pengarah (penampang
setengah lingkaran C = 1 dan c penampang persegi empat C = 0,82) pengarah
(m)
A = Penampang basah didalam saluran pengarah (m2)
Vo = Kecepatan rata-rata aliran didalam saluran pengarah (m/det)
1. Pelimpah Lurus
2. Pelimpah lengkung
Gambar 2.6 contoh gambar denah dan potongan bangunan pelimpah dengan
bentuk gergaji
Dua tipe mercu bendung tetap di sungai yang biasa digunakan di Indonesia adalah
tipe mercu bulat dan tipe mercu ogee, sebagaimana diuraikan di bawah ini:
1. Mercu bulat
2. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh
karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfer pada permukaan
mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih
rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, US. Army Corps of
Engineers telah mengembangkan persamaan berikut :
Y/hd = (I/k) . (X/hd)n ...............................................................................................(2.5)
Dimana:
X dan Y : koordinat-koordinat permukaan hilir; hd : tinggi energy rencana
diatas mercu;
K dan n : parameter yang tergantung pada kecepatan aliran dan kemiringan
hilir.
Harga k dan n
Kemiringan permukaan k N
hilir
Vertikal 2.000 1.850
1 - 0.33 1.936 1.836
1 - 0.67 1.939 1.810
1-1 1.873 1.776
Bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan permukaan hilir, seperti
terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.7 Bentuk mercu bendung dengan tipe ogee
dimana :
Be = lebar efektif mercu bendung
B1 = lebar bendung sebenarnya
B2 = lebar bagian penguras = Bs – ns . ts
Bs = lebar total bagian penguras
ns = jumlah pilar penguras
ts = tebal masing-masing pilar penguras
n = jumlah pilar di atas mercu
Kp = koefisien konstraksi pada pilar
Ka = koefisien konstraksi pada dinding samping/abutments
H1 = tinggi energi total di atas mercu pelimpah
dimana:
Q = debit yang melewati pelimpah (m3/detik)
Cd = koef. derbit ( = CoC1C2)
Co= merupakan fungsi dari H1/r
C1= merupakan fungsi dari p/H1
C2= merupakan fungsi dari p/H1 dan kemiringan muka mercu
g = percepatan grafitasi (m/detik2)
b = lebar efektif mercu (m)
H1 = tinggi energi air di atas mercu
dimana,
Bangunan pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu air yang terletak di
samping kanan atau kiri bendung. Fungsi bangunan ini adalah untuk mengelakkan air dari
sungai dalam jumlah yang diinginkan untuk kebutuhan irigasi. Pembilas pengambilan
dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka untuk menjaga, jika terjadi muka air
tinggi selama banjir. Besarnya bukaan pintu tergantung dengan kecepatan aliran masuk
yang diinginkan. Kecepatan ini tergantung pada ukuran butir bahan yang diangkut. Elevasi
lantai intake diambil minimal satu meter di atas lantai hulu bendung, karena sungai
mengangkut pasir dan kerikil. Pada keadaan ini, makin tinggi lantai dari dasar sungai maka
akan makin baik, sehingga pencegahan angkutan dasar masuk ke intake juga makin baik.
Tetapi, apabila lantai intake terlalu tinggi maka debit air yang tersadap menjadi sedikit, untuk
itu perlu membuat intake ke arah melebar. Agar penyadapan air dapat terpenuhi dan
sedimen masuk ke intake dapat terhindari, maka perlu diambil perbandingan tertentu antara
lebar dengan tinggi bukaan. Bangunan penyadap atau intake adalah suatu unit yang
berfungsi untuk menyadap atau mengambil air baku dari badan air sesuai dengan debit
yang diperlukan untuk pengolahan. Variasi kualitas air permukaan sangat berarti dalam
menentukan titik pengambilan air. Dimana terdapat adanya variasi yang konstan (tidak
berfluktuasi), di tempat seperti inilah merupakan titik pengambilan yang diharapkan.
Analisa kualitas air permukaan pada setiap bagian penampang di titik yang dinilai cocok
untuk pengambilan air sangat penting bagi penetapan lokasi intake, terutama intake
langsung. Dan analisa kualitas pada bagian air permukaan horisontal sangat pokok untuk
menetapkan titik pengambilan semua jenis intake.
Rumus :
Qn = 1,2 x Q ....................................................................................................(2.12)
Qn = μ.a.b. 2.g.z .....................................................................................................(2.13)
Beberapa jenis intake dalam kaitannya dengan tinjauan kuantitas air permukaan
adalah sebagai berikut ;
1. Impounding Reservoir Intake
Intake ini diterapkan apabila aliran air permukaan pada musim kemarau kurang
mencukupi kebutuhan air. Dengan mempertimbangan kehilangan air dengan
berbagai cara, maka kapasitas impounding reservoir harus mencukupi kebutuhan air
hari maksimum pada musim kemarau, disamping adanya kehilangan air tersebut.
Dalam aplikasinya impounding reservoir perlu diperhatikan mengenai; lokasi, area
penangkapan air dan penyiapan lahan, untuk memberikan proteksi bahaya
pencemaran dan problem lainnya.
2. Canal Intake
Air permukaan dapat diambil dari kanal sebagai intake, dimana pengambilan airnya
ditampung pada sebuah penampungan (chamber). Dari penampungan ini air
dialirkan menuju instalasi pengolahan dengan pipa yang dilengkapi dengan “bell
mouth” atau penyaring mulut loncenng.
3. Intake Langsung
Intake ini diterapkan pada sungai dengan kedalaman air yang cukup dalam. Intake
ini lebih murah jika dibandingkan dengan intake lainnya, karena iar langsung diambil
melalui pipa. Disamping air cukup dalam, juga tebing harus tahan terhadap erosi,
sebagai factor yang harus diperhatikan dalam intake langsung.
2.5.2 KRITERIA PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMBILAN
Berikut beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam perencanaan bangunan
pengambilan :
1. Bell mouth strainer
a. Kecepatan melalui lubang strainer 0,15-0,3m/sec.
b. Letak strainer 0,6-1 m dibawah tinggi muka air minimum.
2. Sumuran pengumpul
a. Dasar sumuran diambil 1 m dibawah strainer.
b. Konstruksi harus kuat, penempatan pipa dan perlengkapannya dapat
mudah dioperasikan dan dipelihara.
c. Waktu detensi tidak lebih dari 20 menit.
3. Pipa penyalur air baku dengan pengaliran gravitasi
a. Kecepatan aliran 0,6 – 1,5 m/sec untuk mencegah iritasi dan
sedimentasi pada pipa.
b. Ukuran diameter pipa ditetapkan dengan menjaga kecepatan aliran 0,6
m/sec pada saat level air terendah dan tidak lebih dari 1,5 m/sec saat
level air tertinggi.
4. Pipa penyalur air baku dengan pangaliran menggunakan pompa
a. Kecepatan aliran berkisar antara 1 – 1,5 m/sec dengan pengaturan
diameter sama seperti pengaturan pada pengaliran dengan gravitasi.
b. Pusat pompa ditentukan tidak kurang dari 3,7 m dibawah level air
terendah dan tidak lebih dari 4 m diatas level air terendah.
5. Screen
a. Jarak antara kisi adalah 25,4 76,2 mm
b. Lebar kisi 0,25 – 5 inch
c. Kemiringan kisi 30° - 45° dari horizontal
d. Kehilangan tekanan pada kisi 0,01 – 0,8 m
Gambar 2.9 contoh bangunan pengambilan
Tipe (2) sekarang umum dipakai; tipe (1) adalah tipe tradisional; tipe (3)
dibuat di luar lebar bersih bangunan bendung dan tipe (4) menggabung
pengambilan dan pembilas dalam satu bidang atas bawah. Perencanaan pembilas
dengan dinding pemisah dan pembilas bawah telah diuji dengan berbagai
penyelidikan model.
2) Lebar bangunan
a. Lebar pembilas total dapat diambil 1/6 – 1/10 dari lebar bentang
bendung,Untuk sungai – sungai yang lebarnya kuranng dari 100
meter,
b. Lebar satu lubang maksimum 2.50 m untuk kemudahan operasi
pintu, Dan jumlah lubang tidak lebih dari tiga buah.
b) Jenis Shocklitsch
Bentuk hidrolis kolam olak jenis ini sama dengan tipe Vlughter, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.32 di bawah ini :
c) Jenis USBR
Berdasarkan bilangan Froude, kolam olak dikelompokkan sebagai berikut
(Dirjen Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1986) :
1. Untuk Fr ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak. Pada saluran tanah
bagian hilir harus dilindungi dari bahaya erosi.
3. Jika 2,5 < Fr ≤ 4,5 maka loncatan air tidak terbentuk dan loncatan
menimbulkangelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Kolam olak yang
digunakan untuk menimbulkan turbulensi (olakan) yakni tipe USBR tipe IV.
Gambar 2.17 Kolam Olak USBR Type III
Menghitung stabilitas bendung harus di tinjau pada saat kondisi normal dan ekstrem
seperti kondisi saat banjir. Bangunan akan stabil bila dilakukan, kontrol terhadap gaya-gaya
yang bekerja tidak menyebabkan bangunan bergeser, terangkat atau terguling, ada
beberapa gaya yang harus dihitung untuk mengetahui stabilitas bendung.
Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan yang penting pada perencanaan adalah:
1. Tekanan air gaya hidrostatis
2. Gaya tekanan uplift
3. Tekananan lumpur
4. Gaya gempa
5. Berat sendiri bangunan
Selanjutnya gaya-gaya yang bekerja pada bangunan itu dianalisis dan di kontrol
stabilitasnya terhadap faktor-faktor keamanannya.
Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik.
Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air akan
selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya
lebih mudah, gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air dinamik
jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung dengan tinggi energi rendah.
Gaya tekan ke atas. Bangunan bendung mendapat tekanan air bukan hanya pada
permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh bangunan itu. Gaya tekan
ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air dalam, menyebabkan berkurangnya berat
efektif bangunan diatasnya.
Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada pondasi batuan:
Di mana:
A = luas dasar, m2
Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki
daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang
vertikal, ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas dibawah bendung dengan
cara membuat beda tinggi energi pada bendung sesuai panjang relatif di sepanjang pondasi
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x disepanjang dasar
bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
Px = Hx – Lx /L . ∆H ……………………………………….........…………………………(2.15)
dengan:
Px : gaya angkat pada x (kg/m2),
L : panjang total bidang kontak bendung dan tanah bawah (m),
Lx : jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai ke x (m),
H : beda tinggi energi (m),
Hx : tinggi energi di hulu bendung (m).
L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane, bergantung kepada arah
bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut 45 atau lebih terhadap bidang horisontal,
dianggap vertikal.
Gaya akibat tekanan lumpur adalah gaya-gaya yang terjadi terhadap tubuh bendung
akibat endapan lumpur di udik bendung setelah mencapai mercu.
PS : gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara
horisontal,
S : berat lumpur (t/m3),
h : dalamnya lumpur (m),
Φ : sudut gesekan (0).
Beberapa andaian/asumsi dapat dibuat seperti berikut:
𝐺−1
ɣs = ɣs’ ……………………………………………………........……….………..(2.16)
𝐺
S’ : berat volume kering tanah (t/m2),
G : berat volume butir (t/m2).
Sudut gesekan dalam, biasa diandaikan 30 untuk kebanyakan hal menghasilkan:
Ps =1,67h2.
Rumus lain untuk mencari gaya tekan lumpur:
Ps = Luas x γ lumpur x Ka x 1meter lebar bendung
dengan:
Ps : besar gaya lumpur (ton),
γ lumpur : berat lumpur (t/m2),
Φ : sudut gesekan dalam (0).
Gaya-gaya akibat gempa adalah gaya-gaya yang terjadi terhadap tubuh bendung
akibat terjadinya gempa, sedangkan prinsip perhitungan gaya-gayanya adalah berat sendiri
dari setiap segmen yang diperhitungkan dikalikan dengan koefisien gempa yang nilai
koefisiennya sesuai dengan posisi bendung terletak pada zona gempa berapa. Harga-harga
gaya gempa diberikan dalam bagian parameter bangunan (KP-06). Harga-harga tersebut
didasarkan pada peta Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan resiko. Faktor
minimum yang akan dipertimbangkan adalah 0,1g percepatan gavitasi sebagai percepatan.
Faktor ini hendaknya sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang paling tidak aman yakni
arah hilir, untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di Indonesia, maka
gaya gempa harus diperhitungkan terhadap kontruksi.
Rumus gaya gempa:
K = f x G…………………………………………………………………….................……….(2.17)
K : gaya gempa komponen horisontal (kn),
f : koefisien gempa (E),
G : berat kontruksi (kn).
Rumus untuk mencari koefisien gempa (f): dengan:
f = Ad / G ………………………………………………………………….............…(2.18)
Ad = n ( Ac x z ) m ……………………………………………………............….….(2.19)
dengan:
Ad : percepatan gempa (cm/dtk2),
n/m : koefisien untuk jenis tanah,
Ac : percepatan kejut dasar (cm/ dtk2),
f : koefisien Gempa,
g : koefisien grafitasi (9,81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2),
z : koefisien zona.
Berat bangunan tergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan
itu. Untuk tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-harga berat volume adalah
pasangan batu = 2,2 t/m3, beton tumbuk= 2,3 t/m3 dan beton bertulang = 2,4 t/m3
Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran
maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat
volume 2,65 t/m3, berat volumenya lebih dari 24 t/m3. Peninjauan stabilitas bendung, maka
potongan-potongan yang ditinjau terutama adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena
potongan ini adalah yang terlemah.
Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi, berarah vertikal ke bawah yang garis
kerjanya melewati titik berat konstruksi.
Peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang diperhitungkan adalah
luas bidang kali berat jenis kontruksi (untuk pasangan batu kali biasanya diambil 1,80).
Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi yang berbentuk segitiga-segitiga,
segi empat atau trapesium. (http://www.jurnal untad,com.18 Maret 2013).
dengan:
SF : nilai keamanan=1.5,
ΣRV : jumlah gaya vertikal (ton),
ΣRH : jumlah gaya horisontal (ton),
F :koefisien geser antara konstruksi dengan tanah dasar untuk perencanaan ini
diambil f=0.75
𝛴𝐻 𝑓
= tan 𝜃 < ……………………………………………….......................…….(2.21)
𝛴(𝑉−𝑈) 𝑆
dengan:
H : keseluruhan gaya horisontal yang bekerja pada bangunan (kN),
(V - U): keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas yang bekerja
pada bangunan (kN),
Φ : sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal, (0)
F : koefisien gesekan
S : faktor keamanan.
Bangunan-bangunan kecil dimana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar
dan terjadinya bencana besar belum dipertimbangkan, harga-harga faktor keamanan (S)
yang dapat diterima adalah 2,0 untuk kondisi pembebanan normal dan 1,5 untuk kondisi
pembebanan ekstrim (Asiyanto, 2011). Kondisi pembebanan ekstrim adalah tak ada aliran di
atas mercu selama gempa, atau banjir rencana maksimum. Harga-harga untuk koefisien
gesekan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
dengan:
SF : nilai keamanan=1,5,
ΣMV : jumlah momen vertikal (t.m),
ΣMH : jumlah momen horizontal (t.m).
Harga-harga untuk beton sekitar 4,0 t/m2, pasangan batu sebaiknya mempunyai
kekuatan minimum 1,5 sampai 3,0 t/m2.
Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada distribusi
gaya-gaya melalui momen lentur (bending momen).
Tebal lantai kolam olak dihitung sebagai berikut:
𝑃𝑥−𝑊𝑥
Dx > S ………………………..…………...........................................……….(2.23)
𝛾
dengan:
dx : tebal lantai pada titik x, (m),
px : gaya angkat pada titik x, (kg/m2),
wx : kedalaman air pada titik x, (m),
ɣ : berat jenis bahan, (kg/m3),
S : faktor keamanan (=1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untuk kondisi ekstrim).
Untuk mendapatkan daya dukung tanah yang diijinkan, maka diambil faktor aman sebesar =
3, sehingga rumus menjadi :
qn= q – Dfxɣ...............................................................................................................(2.25)
dengan:
qn : daya dukung tanah diijinkan (kN/m2),
q : beban di atasnya (kN/m2),
γ : berat volume tanah (t/m2).
Faktor aman, dihitung dengan rumus;
𝑞𝑢𝑛
F= ……………………................………….……………………………………………..(2.26)
𝑞𝑛
dengan:
F : angka keamanan
qun : kapasitas dukung ultimit netto (kN/m2),
qn : daya dukung tanah yang diijinkan(kN/m2).
2.9.8 PENURUNAN
Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami regangan atau penurunan
(settlement). Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh dua akibat, yaitu
berubahnya susunan tanah dan berkurangnya rongga pori di dalam tanah tersebut. Jumlah
dari regangan diseluruh kedalaman lapisan tanah, merupakan penurunan total tanah.
Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera dan penurunan
konsolidasi. Penurunan yang terjadi pada tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus
kering atau tidak jenuh terjadi dengan segera sesudah beban bekerja, penurunan
konsolidasi terjadi pada tanah berbutir halus yang terletak di bawah muka air tanah,
penurunan yang terjadi memerlukan waktu yang lamanya tergantung pada kondisi lapisan
tanah. Penurunan segera adalah penurunan yang dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang
tertekan, dan terjadi pada volume konstan. Penurunan pada tanah-tanah berbutir kasar dan
tanah-tanah berbutir halus yang tidak jenuh termasuk tipe penurunan segera, karena
penurunan terjadi segera, setelah terjadi penerapan beban. (Hardiyatmo, 2010).
Penurunan pondasi pada tanah granuler dapat dihitung dari hasil uji kerucut statis
(sondir). De Beer dan Marten mengusulkan persamaan angka kompresi (C) yang dikaitkan
dengan persamaan Buismann, sebagai berikut:
1,5𝑞𝑐
C= 𝑃𝑜′
…………………………………………….…………………………...................……(2.27)
Dengan:
C : Angka pemampatan
qc : Tahanan kerucut statis atau tahanan konus sondir
po’ : Tekanan overburden efektif rata-rata atau tegangan efektif di tengah-tengah
lapisan ditinjau.
Nilai C disubstitusikan ke dalam persamaan Terzaghi untuk penurunan pada lapisan tanah
yang ditinjau, yaitu:
𝐻 𝑃𝑜+ ∆𝑃
Si= 𝐶 ln 𝑃𝑜
……………………………………………………………....................………(2.28)
dengan:
Si : penurunan akhir dari lapisan setebal H. (m),
po’ : tekanan overburden efektif rata-rata, atau tegangan efektif sebelum penerapan
beban, di tengah-tengah lapisan. (kN/m2),
Δp : tambahan tegangan vertikal di tengah-tengah lapisan yang ditinjau terhadap
tekanan pondasi netto. (kN/m2).
2.9.9 EROSI BAWAH TANAH (PIPING)
Bangunan utama seperti bendung harus dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah
tanah dan bahan runtuh akibat naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir
bangunan. Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan beberapa metode
empiris, seperti metode Bligh, metode Lane, dan metode Koshia. Metode Lane yang juga
disebut metode angka rembesan Lane adalah metode yang dianjuran untuk mencek
bangunan-bangunan utama untuk mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini
memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai, untuk bangunan-bangunan yang relatif
kecil, metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi
penggunaannya lebih sulit. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah
bangunan di sepanjang bidang kontak bangunan/pondasi dengan beda tinggi muka air
antara kedua sisi bangunan, disepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam
dari 45 dianggap vertikal dan yang kurang dari 45 dianggap horisontal. Jalur vertikal
dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal,
(Hardiyatmo, 2010). Rumusnya adalah:
𝛴𝐿ℎ+ 𝛴𝐿ℎ
Lw = …………………………………………………….....................……………(2.29)
3
dengan:
Lw : Weight - creep - distance,
ΣLh : Jumlah panjang horisontal (m),
ΣLv : Jumlah panjang vertikal (m),
Weight – creep – ratio (WCR) dapat dihitung dengan rumus:
𝛴𝑙𝑤
WCR = …………………………………..……………….....................……….….(2.30)
𝐻1−𝐻2
dengan:
Lw : Weight - creep - distance,
H1 : Tinggi muka air hulu (m),
H2 : Tinggi muka air hilir (m).