Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Air merupakan salah satu zat yang paling banyak ditemukan dibumi, hal ini
disebabkan karena hampir semua bagian dari bumi ini dipenuhi oleh air. Air merupakan hal
yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan setiap makhluk hidup. Selain itu air dengan debit
yang berlebih pada aliran sungai juga dapat menimbulkan bencana, seperti banjir

Hampir di setiap wilayah Indonesia terdapat banyak sungai besar maupun kecil yang
menguasai hampir 80% hajat hidup masyarakat Indonesia, terutama petani sebagai basis
dasar negara Agraris. Kebutuhan akan ketersediaan air pada suatu daerah sangatlah perlu
diperhatikan dikarenakan air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang tidak
bisa dipisahkan dari kehidupannya. Indonesia merupakan daerah yang memiliki dua musim
yakni musim kemarau dan musim penghujan. Sehingga perlu dikembangkan potensi -
potensi sungai tersebut guna meningkatkan hasil produksi pertanian, salah satunya dengan
membangun bendung.

Bendung adalah suatu bangunan yang dibuat dari pasangan batu kali, bronjong atau
beton, yang terletak melintang pada sebuah sungai yang tentu saja bangunan ini dapat
digunakan pula untuk kepentingan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air minum,
pembangkit listrik atau untuk penggelontoran suatu kota. Menurut macamnya bendung
dibagi dua, yaitu bendung tetap dan bendung sementara, bendung tetap adalah bangunan
yang sebagian besar konstruksi terdiri dari pintu yang dapat digerakkan untuk mengatur
ketinggian muka air sungai sedangkan bendung tidak tetap adalah bangunan yang
dipergunakan untuk meninggikan muka air di sungai, sampai pada ketinggian yang
diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier.

Dalam Laporan Irigasi Bagunan Air II ini, penulis mencoba untuk merencanakan
pembagunan bendung di suatu daerah. Untuk keperluan perencanaan dan pembangunan
suatu konstruksi bendung, diperlukan pula data-data yang nanti akan dipergunakan untuk
menentukan dimensi, luasan, dan bagian-bagian bendung yang perlu dibangun. Data-data
tersebut, misalnya data topografi, data hidrologi, data morfologi, data geologi, data mekanika
tanah, standar perencanaan (PBI, PKKI, PMI, dll), data lingkungan, dan data ekologi. Selain
itu, diperlukan juga data-data terkait tentang curah hujan di derah tersebut, data debit banjir,
dan data-data lain yang terkait dengan keadaan hidrologis daerah tersebut. Semua data-
data ini dipergunakan untuk perencanaan dan pembangunan sebuah konstruksi bendung.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan dari pembuatan Laporan Irigasi Bangunan Air II ini untuk
memberi gambaran tentang bendung dan bagian-bagiannya, dan fungsinya dalan
kehidupan manusia. Serta bertujuan untuk membantu mahasswa agar mampu memahami
bagaimana cara mendesain serta merencanakan bendung dan bangunan pelengkap.
permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah apa itu bendung, bagian-bagiannya
serta fungsinya dalam kehidupan manusia.

1.3 LINGKUP PEKERJAAN


Dalam Laporan Irigasi Bangunan Air II ini, berikut beberapa ruang lingkupnya :
a. Mempelajari laporan berisi teori tentang bangunan utama dan bangunan pelengkap
b. Mempelajari tentang cara mendesain bendung dan bangunan utama
c. Menggambar denah dan potongan bendung
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 UMUM
2.1.1 PENGERTIAN BENDUNG
Bangunan bendung adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai atau
sudetan sungai untuk meninggikan taraf muka air sehingga air sungai dapat disadap dan
dialirkan secara gravitasi ke daerah yang membutuhkannya. Bendung adalah bangunan
melintang sungai yang berfungsi untuk meninggikan muka air sungai agar bisa disadap.
Bendung merupakan salah satu bagian dari bangunan utama. Bangunan Utama adalah
bangunan air (hydraulic structure) yang terdiri dari bagian-bagian: bendung (weir structure),
bangunan pengelak (diversion structure), bangunan pengambilan (intake structure),
bangunan pembilas (flushing structure) dan bangunan kantong lumpur (sediment trap
structure).Bendung adalah suatu bangunan yang dibuat dari pasangan batu kali, bronjong
atau beton, yang terletak melintang pada sebuah sungai yang tentu saja bangunan ini
dapat digunakan pula untuk kepentingan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air
minum, pembangkit listrik atau untuk pengendali banjir.

Gambar 2.1 contoh bendung Toliwang Halmahera Utara

Sebuah bendung memiliki fungsi, yaitu untuk meninggikan muka air sungai dan
mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan tepi kiri sungai
untuk mengalirkannya ke dalam saluran melalui sebuah bangunan pengambilan jaringan
irigasi. Fungsi bendung ini berbeda dengan fungsi bendungan dimana sebuah bendungan
berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya di musim hujan waktu air sungai
mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan. Air yang ditampung di dalam
bendungan ini dipergunakan untuk keperluan irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan-
kebutuhan lainnya. Kelebihan dari sebuah bendungan, yaitu dengan memiliki daya tampung
tersebut, sejumlah besar air sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk
dan baru dilepas mengalir ke dalam sungai lagi di hilirnya sesuai dengan kebutuhan saja
pada waktu yang diperlukan.
Bendung juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang dibangun secara
melintang sungai, sedemikian rupa agar permukaan air sungai di sekitarnya naik sampai
ketinggian tertentu, sehingga air sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap ke saluran-
saluran pembagi kemudian hingga ke lahan-lahan pertanian .

2.1.2 KLASIFIKASI BENDUNG


Adapun klasifikasi bendung sebagai berikut:
1. Bendung berdasarkan fungsinya:
a. Bendung penyadap, digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk
berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air baku dan sebagainya
b. Bendung pembagi banjir, dibangun di percabangan sungai untuk
mengatur muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir
dandebit rendah sesuai dengan kapasitasnya
c. Bendung penahan pasang, dibangun dibagian sungai yang dipengaruhi
pasang surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin.
2. Bendung berdasarkan tipe strukturnya:
a. Bendung tetap, bendung tetap adalah jenis bendung yang tinggi
pembendunganya tidak dapat diubah, sehingga muka air di hulu bendung
tidak dapat diatur sesuai yang dikehendaki. Pada bendung tetap elevasi
muka air dihulu bendung berubah sesuai dengan debit sungai yang
sedang melimpas (muka air tidak bisa diatur naik ataupun turun).
Bendung tetap biasanya dibangun pada daerah hulu sungai. Pada daerah
hulu sungai kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih curam dari
pada di daerah hilir.
b. Bendung gerak, bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi
pembendunganya dapat diubah susuai yang dikehendaki. Pada bendung
gerak elevasi muka air di hulu bendung dapat dikendalikan naik atau
turun sesuai yang dikehendaki dengan membuka atau menutup pintu air.
Bendung gerak biasanya dibangun pada hilir sungai atau muara.
3. Berdasarkan dari segi sifatnya:
a. Bendung permanen, seperti bendung pasangan batu, beton, dan
kombinas beton dan pasangan batu.
b. Bendung semi permanen, seperti bendung broncong
c. Bendung darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti bending
tumpukan batu dan sebagainya.

2.1.3 KOMPONEN UTAMA BENDUNG


Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi terdiri
atas berbagai komponen, yaitu:
a. Tubuh bendung, antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung
dengan bangunan peredam energinya. Terletak kurang lebih tegak lurus arah
aliran sungai saat banjir dan sedang. Maksudnya agar arah aliran utama
menuju bendung dan yang keluar dari bendung terbagi merata, sehingga
tidak menimbulkan pusaran-pusaran aliran di udik bangunan pembilas dan
intake.
b. Bangunan intake, antara lain terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding
banjir, pilar penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan, rumah
pintu dan perlengkapan lainnya. Bangunan ini terletak tegak lurus (90˚) atau
menyudut (45˚-60˚) terhadap sumbu bangunan bilas. Diupayakan berada di
tikungan luar aliran sungai, sehingga dapat mengurangi sedimen yang akan
masuk ke intake.
c. Bangunan pembilas, dengan indersluice atau tanpa indersluice, pilar
penempatan pintu, saringan sampah, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah
pintu, saringan batu dan perlengkapan lainnya. Terletak berdampingan dan
satu kesatuan dengan intake, di sisi bentang sungai dan bagian luar tembok
pangkal bendung, dan bersama-sama dengan intake, dan tembok pangkal
udik yang diletakkan sedemikian rupa dapat membentuk suatu tikungan luar
aliran (coidalflow). Aliran ini akan melemparkan angkutan sedimen ke arah
luar intake/bangunan pembilas menuju tubuh bendung, sehingga akan
mengurangi jumlah angkutan sedimen dasar masuk ke intake.
d. Bangunan pelengkap lain yang harus ada pada bendung antara lain yaitu
tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai, pengarah arus
tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa tanggul, penangkap sedimen
atau tanpa penangkap sedimen, tangga, penduga muka air, dan sebagainya.
2.1.4 SYARAT-SYARAT KONSTRUKSI BENDUNG
Syarat bendung harus memenuhi beberapa faktor yaitu:
a. Bendung harus stabil dan mampu menahan tekanan air pada waktu
banjir.
b. Pembuatan bendung harus memperhitungkan kekuatan daya dukung
tanah dibawahnya.
c. Bendung harus dapat menahan bocoran (seepage) yang disebabkan oleh
aliran air sungai dan aliran air yang meresap ke dalam tanah.
d. Tinggi ambang bendung harus dapat memenuhi tinggi muka air minimum
yang diperlukan untuk seluruh daerah irigasi.
e. Bentuk peluap harus diperhitungkan, sehingga air dapat membawa pasir,
kerikil dan batu-batu dari sebelah hulu dan tidak menimbulkan kerusakan
pada tubuh bendung.

2.2 PEMILIHAN LOKASI BENDUNG


Dalam pemilihan lokasi bendung hendaknya dipilih lokasi yang paling
menguntungkan dari beberapa segi. Misalnya dilihat dari segi perencanaan,
pengamanan bendung, pelksanaan, pengoperasian, dampak pembangunan dan
sebagainya. Dari beberapa pengalaman dalam memilih lokasi bendung, tidak semua
persyaratan yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Sehingga lokasi bendung ditetapkan
pada persyaratan yang dominan. Pemilihan lokasi bendung didasarkan pada
beberapa faktor, yaitu :

a. Keadaan Topografi

1. Dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga
harus dilihat elevasi sawah tertinggi yang akan diari;
2. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui maka
elevasi mercu bendung dapat ditetapkan;
3. Dari kedua hal di atas, lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat
diseleksi.

b. Keadaan Hidrologi

· Dalam pembuatan bendung, yang patut diperhitungkan juga adalah faktor –


faktor hidrologinya, karena menentukan lebar dan panjang bendung serta tinggi
bendung tergantung pada debit rencana. Faktor – faktor yang diperhitungkan, yaitu
masalah banjir rencana, perhitungan debit rencana, curah hujan efektif, distribusi
curah hujan, unit hidrograf, dan banjir di site atau bendung.

c. KondisiTopografi

Dilihat dari lokasi, bendung harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu :

1. Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi; bila bendung dibangun di palung


sungai, maka sebaiknya ketinggian bendung dari dasar sungai tidak lebih
dari tujuh meter, sehingga tidak menyulitkan pelaksanaannya.
2. Trase saluran induk terletak di tempat yang baik; misalnya penggaliannya
tidak terlalu dalam dan tanggul tidak terlalu tinggi – untuk tidak
menyulitkan pelaksanaan, penggalian saluran induk dibatasi sampai
dengan kedalaman delapan meter.
3. Penempatan lokasi intake yang tepat dilihat dari segi hidraulik dan
angkutan sedimen; sehingga aliran ke intake tidak mengalami gangguan
dan angkutan sedimen yang akan masuk ke intake juga dapat dihindari.

d. Kondisi Hidraulik dan Morfologi

1. Pola aliran sungai meliputi kecepatan dan arahnya pada waktu debit
banjir, sedang dan kecil
2. Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir, sedang dan kecil;
3. Tinggi muka air pada debit banjir rencana;
4. Potensi dan distribusi angkutan sedimen.

e. Kondisi Tanah Pondasi

· Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah pondasinya cukup baik


sehingga bangunan akan stabil. Faktor lain yang harus dipertimbangkan pula yaitu
potensi kegempaan dan potensi gerusan karena arus dan sebagainya.

f. Biaya Pelaksanaan

· Biaya pelaksanaan pembangunan bendung juga menjadi salah satu faktor


penentu pemilihan lokasi pembangunan bendung. Dari beberapa alternatif lokasi
ditinjau pula dari segi biaya yang paling murah dan pelaksanaan yang tidak terlalu
sulit.
2.3 PERENCANAAN PELIMPAH
2.3.1 PENGERTIAN BANGUNAN PELIMPAH

Bendung untuk melimpahkan aliran tubuh bendungnya harus kuat dan stabil. Untuk
itu bentuk tubuh bendung bagian udiknya dapat dibuat tegak atau miring, sedangkan bagian
hilirnya dengan kemiringan. Arah penempatan pelimpah umumnya tegak lurus terhadap
aliran sungai.

Terdapat berbagai type bangunan pelimpah dan untuk menentukan type


bangunan yang sesuai diperlukan suatu studi yang luas dan mendalan sehingga
diperoleh altematif yang ekonomis. Bangunan pelimpah yang paling umum
dipergunakan pada bendungan urugan yaitu pelimpah terbuka dengan ambang
tetap. Bangunan ini biasanya terdiri dari empat bahagian utama yaitu :

a. Saluran pengarah aliran


b. Saluran pengatur aliran
c. Saluran peluncur

Peredam energy Fungsi dari pelimpah dan peredam energi di atas diantaranya adalah untuk
penuntun dan pengarah saluran, pengatur kapasitas aliran (debit), untuk kelancaran
dari saluran pengatur, untuk mereduksi energi yang terdapat dalam aliran. Secara
garis besar dapat dilihat pada gambar dan komposisi dibawah ini

Didalam merencanakan bangunan pelimpah, perencanaan dilakukan secara


bertahap untuk seluruh bagian dari bangunan pelimpah itu sendiri yang akan
diuraikan di bawah ini.

1. Saluran pengarah aliran


Sesuai dengan fungsinya sebagai penuntun dan pengarah aliran agar aliran
tersebut senantiasa dalam kondisi hidrolis yang baik, maka kecepatan masuknya
aliran air direncanakan tidak melebihi 4 mldet dan lebar salurannya makin
mengecil kearah hilir, apabila kecepatan tersebut melebihi 4 mldet aliran akan
bersifat heliosiodal dan kapasitas pengalirannya akan menurun. Disamping itu
aliran helisiodal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidro dinamis
pada bangunan pelimpah. Kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya
diambi llebih besar dari 115X tinggi rencana limpasan diatas mercu ambang
pelimpah.
Gambar 2.2 saluran pengarah aliran ambang pengatur debit pada sebuah
bangunan pelimpah.

Selain didasarkan pada kedua persyaratan tersebut, bentuk dan dimensi


saluran pengarah aliran biasanya disesuaikan dengan kondisi topografi setempat
serta dengan persyaratan aliran hidrolis yang baik.

2. Saluran pengatur aliran


Sesuai dengan fungsinya sebagai pengatur kapasitas aliran (debit) air yang
melintasi bangunan pelimpah maka bentuk dan sisitim kerja saluran pengatur
aliran ini harns disesuaikan dengan ketelitian pengaturan yang disyaratkan untuk
bagian ini, bentuk serta dimensinya diperoleh dari perhitungan-perhitungan
hidrolika yang didasarkan pada rumus-rumus empiris dan untuk selanjutnya
akan diberikan beberapa contoh tipe saluran pengatur aliran.

a. Type ambang bebas (Flowing into canal type)


Guna memperoleh lebar ambang lihat gambar 2.2 dapat digunakan
rumus sebagai berikut :

penampang trapesium dan penampang


persegi

Elevasi permultaan banjir

Gambar 2.3 saluran pengatur dengan ambang bebas pada sebuah bangunan
pelimpah.

Untuk ambang berbentuk persegi empat dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut ;
ho = D/3 ........................................................................................................(2.1)

b = ( Q/1,704 C) D3/2 .................................................................................(2.2)

Untuk ambang berbentuk trapesium dapat dihitung dengan rumus sebagai


berikut :

3 (2Zd + bl √6Z2D2+ l6Z pb + 9b2)


ho = - 10𝑧
...................................................................(2.3)

Q = AVo = C √2gho (D − ho) {b + z (D − ho)} ................................................(2.4)

dimana :
Q = Debit banjir ( m3/det )
D = Kedalaman air tertinggi didalam saluran pengarah aliran(m)
C = Koefisien pengaliran masuk ke saluran pengarah (penampang
setengah lingkaran C = 1 dan c penampang persegi empat C = 0,82) pengarah
(m)
A = Penampang basah didalam saluran pengarah (m2)
Vo = Kecepatan rata-rata aliran didalam saluran pengarah (m/det)

Urutan perhitungan dilakukan sebagai berikut :


1. Tentukan terlebih dahulu besarnya kedalaman air tertinggi didalam
saluran pengarah (D) dan kemiringan dinding saluran pengarah (Z= D Cos 0)
2. Tentukan lebar ambang dengan menggunakan rumus 8.4 dengan
cara coba-coba

2.3.2 BENTUK BANGUNAN PELIMPAH

Terdapat beberapa bentuk pelimpah bendung seperti :

1. Pelimpah Lurus

Umumnya banyak digunakan dan dikembangkan untuk bendung tetap.


Dibangun melintang di palung sungai dan tegak lurus antara tembok pangkal dan
pilar pembilas bendung.mengarah tegak lurus terhadap aliran utama sungai. Aliran
sungai yang keluar dari bendung ke hilir akan merata dan tidak terkonsentrasi pada
satu bagian.
Gambar 2.4 contoh gambar bangunan pelimpah dengan bentuk lurus

2. Pelimpah lengkung

Adalah alternative lain dari bentuk lurus. Lengkungan pelimpah berbentuk


cembung mengarah ke udik. Jarak lengkung biasanya sekitar 1/10 s/d 1/20 dari lebar
bentang. Bentuk ini akan melimpahkan aliran sungai lebih besar karena bentangnya
lebih panjang .

Gambar 2.5 contoh gambar bangunan pelimpah dengan bentuk lengkung

3. Pelimpah bentuk lain

Dibuat dengan maksud- maksud tertentu, pelimpah bentuk U, ini dimaksudkan


agar dapat melimpahkan aliran sungai dari sisi yang lain, karena di udik bendung
terdapat percabangan sungai. Ada juga pelimpah bentuk < yang dijumpai pada
bendung Karang Talun di K.Progo,Yogyakarata.

4. Pelimpah bentuk gergaji


Kapasitas pelimpahan akan menjadi jauh lebih besar dan dapat dikembangkan di
daerah pedataran untuk mengurangi daerah genangan banjir di bagian udik
bendung.

Gambar 2.6 contoh gambar denah dan potongan bangunan pelimpah dengan
bentuk gergaji

2.4 MERCU BENDUNG


2.4.1 DEFENISI DAN FUNGSI
Mercu bendung adalah bagian dari bendung yang berfungsi untuk mengatur
tinggi air minimum, melewatkan debit banjir dan untuk membatasi tinggi genangan
yang akan terjadi di udik bendung. Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh
bendung dimana aliran dari udik dapat melimpah ke hilir. Letak mercu bendung
bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran sungai agar aliran
yang menuju bendung terbagi merata.

2.4.2 TIPE MERCU BENDUNG


Bentuk mercu bendung (merujuk pada KP-02, Bagian 4.2.2). Untuk menjaga
agar kondisi aliran yang melimpah diatas mercu stabil, bentuk mercu bendung harus
direncanakan secara hati-hati dari segi hidrolis.

Dua tipe mercu bendung tetap di sungai yang biasa digunakan di Indonesia adalah
tipe mercu bulat dan tipe mercu ogee, sebagaimana diuraikan di bawah ini:
1. Mercu bulat

Gambar 2.7 Tipe mercu bendung dengan bentuk bulat


Mercu bendung bulat mempunyai koefisien debit yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan mercu bendung ambang lebar. Pada sungai, ini akan banyak memberikan
keuntungan karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka air hulu selama
banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung streamline dan
tekanan negatif pada mercu.

2. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh
karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfer pada permukaan
mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih
rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.

Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, US. Army Corps of
Engineers telah mengembangkan persamaan berikut :
Y/hd = (I/k) . (X/hd)n ...............................................................................................(2.5)
Dimana:
X dan Y : koordinat-koordinat permukaan hilir; hd : tinggi energy rencana
diatas mercu;
K dan n : parameter yang tergantung pada kecepatan aliran dan kemiringan
hilir.

Harga k dan n

Kemiringan permukaan k N
hilir
Vertikal 2.000 1.850
1 - 0.33 1.936 1.836
1 - 0.67 1.939 1.810
1-1 1.873 1.776

Bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan permukaan hilir, seperti
terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.7 Bentuk mercu bendung dengan tipe ogee

3. Tipe Mercu Vlughter


Tipe ini digunakan pada tanah dasar alluvial dengan kondisi sungai tidak
membawa batuan-batuan besar. Tipe ini banyak dipakai di Indonesia.

Gambar 2.8 Bentuk mercu bendung dengan tipe vlughter

2.4.3 KOMPONEN DAN PARAMETER MERCU BENDUNG


1. Penentuan Elevasi Mercu
Elevasi mercu bendung ditentukan oleh muka air rencana akibat kebutuhan
irigasi (kebutuhan tinggi genangan di sawah, kehilangan energi ditingkat tersier-
sekunder-primer, kehilangan energi diintake, kehilangan energi dibangunan air dan
bangunan ukur, dll), kehilangan energi pada kantong lumpur akibat pembilasan
sedimen, kehilangan energi pada pintu pembilas akibat pembilasan sedimen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan elevasi mercu bendung adalah :
a. Elevasi sawah tertinggi
b. Tinggi genangan air disawah
c. Kehilangan tinggi tekan selama perjalanan :
1. Dari saluran tersier ke sawah
2. Dari saluran sekunder ke tersier
3. Dari saluran primer ke sekunder
4. Dari sungai ke saluran primer/intake
5. Pada bangunan ukur
6. Akibat kemiringan saluran
7. Persediaan tinggi tekan
8. Untuk eksploitasi bangunan lain

2. Penentuan Lebar Bendung


Perencanaan lebar mercu bendung diusahakan mendekati lebar rata-rata
palung sungai pada bagian yang stabil, yang dimaksudkan untuk menghindari
berubahan aliran akibat pelebaran atau penyempitan, sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya gerusan (turbulensi aliran) dibagian hulu bangunan.
Lebar efektif mercu bendung dihitung berdasarkan persamaan berikut ini :
Be = B1 – 0.8 . B2 - 2 (n . Kp + Ka) . H1 …………………….....………(2.6)

dimana :
Be = lebar efektif mercu bendung
B1 = lebar bendung sebenarnya
B2 = lebar bagian penguras = Bs – ns . ts
Bs = lebar total bagian penguras
ns = jumlah pilar penguras
ts = tebal masing-masing pilar penguras
n = jumlah pilar di atas mercu
Kp = koefisien konstraksi pada pilar
Ka = koefisien konstraksi pada dinding samping/abutments
H1 = tinggi energi total di atas mercu pelimpah

3. Tinggi Energi dan Debit Pelimpah


Tinggi energi diatas mercu bendung merupakan estimasi kenaikkan muka air
pada saat kejadian banjir rancangan di atas mercu bendung dengan adanya
halangan air oleh bendung, sehingga dapat direncanakan tinggi abutmet bendung
dan tanggul pengaman di hulu mercu setelah ditambah tinggi jagaan.
Debit yang melalui pelimpah adalah debit banjir rancangan dengan kala ulang 100
tahun, dengan ambang tetap tipe pendek dihitung berdasarkan rumus :

Q = Cd ⅔ (⅔ g)0,5 b H11,5 …………………………………...............………(2.7)

dimana:
Q = debit yang melewati pelimpah (m3/detik)
Cd = koef. derbit ( = CoC1C2)
Co= merupakan fungsi dari H1/r
C1= merupakan fungsi dari p/H1
C2= merupakan fungsi dari p/H1 dan kemiringan muka mercu
g = percepatan grafitasi (m/detik2)
b = lebar efektif mercu (m)
H1 = tinggi energi air di atas mercu

4. Profil Muka Air Sungai Pada Hilir Bendung


Profil muka air sungai dibagian hilir bendung merupakan cerminan kondisi
elevasi muka air di sungai dibagian hilir yang menjadi salah satu acuan dalam
perencanaan tipe dan dimensi kolam olak, dimana kondisi kedalaman air di bagian
hilir bendung (y2) terhadap kedalaman air konjugasi dari kolam olak (yd) sangat
berpengaruh pada karakteristik aliran pada kolam olak dan sesudah kolam olak.
Sedangkan profil muka air di bagian hulu bendung merupakan masukan untuk
menafsirkan dan memperkirakan kecepatan aliran datang dan kemampuan/daya
angkut material dasar (bed load) yang berguna dalam pemilihan tipe kolam olak.
Prinsip dalam metode tahapan standar adalah sebagai berikut :

h1 + EL1 + V12/2g = h2 + EL2 + V22/2g = hf – he…………............……………….(2.8)

dimana,

h1 : kedalaman air di titik 1


h2 : kedalaman air di titik 2
EL1 : elevasi dasar sungai di titik 1
EL2 : elevasi dasar sungai di titik 2
V1 : kecepatan air di titik 1
V2 : kecepatan air di titik 2
g : percepatan grafitasi
hf : kehilangan akibat gesekan = Sf* . ∆x
Sf* : kemiringan gesekan
∆x : jarak antar titik
he : k [(V12 –V22)/2g]
k : faktor perubahan bentuk penampang
0.10 ~ 0.30 : untuk penyempitan aliran
0.20 ~ 0.50 : untuk penyebaran aliran

Sf* dihitung dengan persamaan :

Sf* = (Sf1 +Sf2)/2………………………………………….......……………(2.9)


Sf1 = (V12 n) / R14/3………………………….………………...…....……….(2.10)
Sf2 = (V22 n) / R24/3 …………………………….……………....…...………(2.11)
n : koefisien kekasaran Manning
R : jari-jari hidrolis

2.5 PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMBILAN


2.5.1 DEFENISI DAN RUMUS

Bangunan pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu air yang terletak di
samping kanan atau kiri bendung. Fungsi bangunan ini adalah untuk mengelakkan air dari
sungai dalam jumlah yang diinginkan untuk kebutuhan irigasi. Pembilas pengambilan
dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka untuk menjaga, jika terjadi muka air
tinggi selama banjir. Besarnya bukaan pintu tergantung dengan kecepatan aliran masuk
yang diinginkan. Kecepatan ini tergantung pada ukuran butir bahan yang diangkut. Elevasi
lantai intake diambil minimal satu meter di atas lantai hulu bendung, karena sungai
mengangkut pasir dan kerikil. Pada keadaan ini, makin tinggi lantai dari dasar sungai maka
akan makin baik, sehingga pencegahan angkutan dasar masuk ke intake juga makin baik.
Tetapi, apabila lantai intake terlalu tinggi maka debit air yang tersadap menjadi sedikit, untuk
itu perlu membuat intake ke arah melebar. Agar penyadapan air dapat terpenuhi dan
sedimen masuk ke intake dapat terhindari, maka perlu diambil perbandingan tertentu antara
lebar dengan tinggi bukaan. Bangunan penyadap atau intake adalah suatu unit yang
berfungsi untuk menyadap atau mengambil air baku dari badan air sesuai dengan debit
yang diperlukan untuk pengolahan. Variasi kualitas air permukaan sangat berarti dalam
menentukan titik pengambilan air. Dimana terdapat adanya variasi yang konstan (tidak
berfluktuasi), di tempat seperti inilah merupakan titik pengambilan yang diharapkan.
Analisa kualitas air permukaan pada setiap bagian penampang di titik yang dinilai cocok
untuk pengambilan air sangat penting bagi penetapan lokasi intake, terutama intake
langsung. Dan analisa kualitas pada bagian air permukaan horisontal sangat pokok untuk
menetapkan titik pengambilan semua jenis intake.

Rumus :

Qn = 1,2 x Q ....................................................................................................(2.12)
Qn = μ.a.b. 2.g.z .....................................................................................................(2.13)

Di mana : Qn = Debit rencana ( m/dt )

Q = Kebutuhan air di sawah ( m/dt )


μ = Koefisien debit
a = Tinggi bukaan ( m )
b = Lebar bukaan ( m )
g = Gaya gravitasi ( m/dt2)
z = Kehilangan tinggi energi pada saat bukaan antara 0,15 – 0,3 m

Beberapa jenis intake dalam kaitannya dengan tinjauan kuantitas air permukaan
adalah sebagai berikut ;
1. Impounding Reservoir Intake
Intake ini diterapkan apabila aliran air permukaan pada musim kemarau kurang
mencukupi kebutuhan air. Dengan mempertimbangan kehilangan air dengan
berbagai cara, maka kapasitas impounding reservoir harus mencukupi kebutuhan air
hari maksimum pada musim kemarau, disamping adanya kehilangan air tersebut.
Dalam aplikasinya impounding reservoir perlu diperhatikan mengenai; lokasi, area
penangkapan air dan penyiapan lahan, untuk memberikan proteksi bahaya
pencemaran dan problem lainnya.
2. Canal Intake
Air permukaan dapat diambil dari kanal sebagai intake, dimana pengambilan airnya
ditampung pada sebuah penampungan (chamber). Dari penampungan ini air
dialirkan menuju instalasi pengolahan dengan pipa yang dilengkapi dengan “bell
mouth” atau penyaring mulut loncenng.
3. Intake Langsung
Intake ini diterapkan pada sungai dengan kedalaman air yang cukup dalam. Intake
ini lebih murah jika dibandingkan dengan intake lainnya, karena iar langsung diambil
melalui pipa. Disamping air cukup dalam, juga tebing harus tahan terhadap erosi,
sebagai factor yang harus diperhatikan dalam intake langsung.
2.5.2 KRITERIA PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMBILAN
Berikut beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam perencanaan bangunan
pengambilan :
1. Bell mouth strainer
a. Kecepatan melalui lubang strainer 0,15-0,3m/sec.
b. Letak strainer 0,6-1 m dibawah tinggi muka air minimum.
2. Sumuran pengumpul
a. Dasar sumuran diambil 1 m dibawah strainer.
b. Konstruksi harus kuat, penempatan pipa dan perlengkapannya dapat
mudah dioperasikan dan dipelihara.
c. Waktu detensi tidak lebih dari 20 menit.
3. Pipa penyalur air baku dengan pengaliran gravitasi
a. Kecepatan aliran 0,6 – 1,5 m/sec untuk mencegah iritasi dan
sedimentasi pada pipa.
b. Ukuran diameter pipa ditetapkan dengan menjaga kecepatan aliran 0,6
m/sec pada saat level air terendah dan tidak lebih dari 1,5 m/sec saat
level air tertinggi.
4. Pipa penyalur air baku dengan pangaliran menggunakan pompa
a. Kecepatan aliran berkisar antara 1 – 1,5 m/sec dengan pengaturan
diameter sama seperti pengaturan pada pengaliran dengan gravitasi.
b. Pusat pompa ditentukan tidak kurang dari 3,7 m dibawah level air
terendah dan tidak lebih dari 4 m diatas level air terendah.
5. Screen
a. Jarak antara kisi adalah 25,4 76,2 mm
b. Lebar kisi 0,25 – 5 inch
c. Kemiringan kisi 30° - 45° dari horizontal
d. Kehilangan tekanan pada kisi 0,01 – 0,8 m
Gambar 2.9 contoh bangunan pengambilan

2.6 PERENCANAAN BANGUNAN PEMBILAS


2.6.1 DEFENISI DAN FUNGSI
Pada tubuh bendung tepat di hilir pengambilan, dibuat bangunan guna mencegah
masuknya bahan sedimen kasar ke dalam jaringan saluran irigasi yang disebut dengan
bangunan pembilas. Bangunan pembilas merupakan salah satu perlengkapan pokok
bendung yang terletak didekat intake dan hilir setelah kantong lumpur.

Bangunan pembilas di rancang pada bendung yang dibangun di sungai dengan


volume angkutan muatan sedimen dasar relatif besar, yang dikhawatirkan mengganggu
pengaliran ke intake. Tinggi tekan yang cukup, diperlukan untuk efektivitas pembilasan
sehingga penentuan elevasi mercu bendung perlu mempertimbangkan hal ini. Selain itu
perlu pula diusahakan pengaliran dengan sifat aliran sempurna melalui atas pintu bilas. Juga
harus mempertimbangkan tidak akan mengakibatkan penggerusan setempat di hilir
bangunan yang akan membahayakan bangunan. Bangunan pembilas dirancang pada
bendung yang dibangun di sungai dengan angkutan sedimen yang relatif besar yang
dikhawatirkan mengganggu aliran ke bangunan pengambilan. Oleh karenanya diperlukan
tinggi tekan yang cukup untuk pembilasan dan pertimbangan tidak akan terjadi penggerusan
setempat di hilir bangunan.
Gambar 2.10 contoh bangunan pembilas

2.6.2 MACAM-MACAM BANGUNAN PEMBILAS

Menurut Mawardi dan Memed (2002), bangunan pembilas dapat


dibedakan menjadi

1. Tipe konvensional tanpa undersluice


2. Tipe undersluice dan shunt undersluice

Secara umum macam bangunan pembilas dibedakan atas :

a. Bangunan pembilas konvensional terdiri 1 dan 2 pintu, umumnya dibangun di


bendung kecil (bentang 20 m). Seperti bangunan tua warisan belanda.
b. Bangunan pembilas undersluice untuk bendungan irigasi, ditempatkan pada
bentang dibagian sisi yang arahnya tegak lurus sumbu bendung.
c. Bangunan pembilas shunt undersluice digunakan di bendung sungai ruas hulu,
untuk menghindarkan benturan batu/benda padat lainnya terhadap bendungan.
d. Bangunan pembilas bawah tipe box.

Tipe (2) sekarang umum dipakai; tipe (1) adalah tipe tradisional; tipe (3)
dibuat di luar lebar bersih bangunan bendung dan tipe (4) menggabung
pengambilan dan pembilas dalam satu bidang atas bawah. Perencanaan pembilas
dengan dinding pemisah dan pembilas bawah telah diuji dengan berbagai
penyelidikan model.

a. Bangunan Pembilas Konvensional


Tipe bangunan pembilas konvensional, terdiri dari satu dan dua lubang pintu.
Umumnya dibangun pada bendung kecil dengan bentang berkisar 20 m dan banyak
terdapat pada bendung tua warisan Belanda di Indonesia.

Gambar 2.11. Bangunan Pembilas Konvensional dan Skema

b. Bangunan Pembilas Undersluice

Bangunan pembilas dengan undersluice banyak dijumpai pada bendung


yang dibangun sesudah tahun 1970-an, untuk bendung irigasi teknis. Pembilas
ditempatkan pada bentang dibagian sisi yang arahnya tegak lurus sumbu
bendung.Pembilas bawah direncanakan untuk mencegah masuknya angkutan
sedimen dasar dan fraksi pasir yang lebih kasar kedalam pengambilan. Mulut
pembilas bawah ditempatkan dihulu pengambilan dimanaujung penutup pembilas
membagi air menjadi dua lapisan, lapisan atas mengalir ke pengambilan dan
pembilas bawah lewat bendung.

c. Bangunan Pembilas Shunt Undersluice

Bangunan pembilas shunt underslice adalah bangunan undersluice yang


penempatannya diluar bentang sungai dan diluar pangkal bendung, dibagian
samping melengkung kedalam dan terlindung tembok pangkal.

Pembilas shunt undersluice dipilih pada bendung-bendung yang dibangun


di sungai ruas hulu. Bermaksud agar pilar dan bangunan undersluice terhindar
dari bahaya benturan batu dan kayu yang hanyut sewaktu banjir. Manfaatnya
yaitu kapasitas pelimpah bendung tidak dikurangi oleh adanya pilar pembilas
atau seluruh bentang bendung tidak terganggu melimpahkan debit banjir sungai.
Gambar 2.12. Bangunan Pembilas Shunt Undersluice

2.6.3 TATA LETAK DAN KOMPONEN


2.6.3.1 Tata letak

Tata letak banguna pembilas undersluice diatur seperti berikut:


a) Merupakan satu kesatuan dengan bangunan intake.
b) Pintu pembilas diletakan segaris dengan sumbu bendung.
c) Bangunan diletakkan di sisi luar tubuh bendung dekat tembok pangkal,
arahnya tegak lurus sumbu bendung,
d) Mulut undersluice mengarah ke udik bukan kea rah samping.

Tata letak bangunan pembilas shunt undersluice diatur seperti berikut:


a) Satu kesatuan dengan bangunan intake,
b) Ditempatkan di bagian luar tubuh bendung dan atau di luar tembok
pangkal bendung,
c) Mulut undersluice mengarah kesamping bukan ke arah udik,
Pilar pembilas berfungsi sebagai tembok pangkal.\
2.6.3.2 Komponen
Komponen bangunan pembilas undersluice terdiri dari:
a) Undersluice dan perlengkapannya,
b) Pintu pembilas dan perlengkapannya,
c) Pilar – pilar penempatan pintu,
d) Tembok baya – baya/guide wall,
e) Jembatan
f) Rumah pintu,
g) Sponeng pintu dan sponeng cadangan,
h) Tembok pangkal,
i) Tangga dan lain – lain,
Bangunan undersluice terdiri bagian – bagiannya yaitu:
a) Lubang/terowongan,
b) Plat undersluice,
c) Lantai dengan lapisan tahan aus,
d) Tembok penyangga bila lubang lebih dari satu buah,
e) Mulut undersluice,
f) Pintu bilas atas dan bawah,
g) Saringan batu dan sebagainya.

2.6.4 TATA CARA DAN DESAIN


2.6.4.1 Tata cara desain

Dalam mendesain bendungan undersluice harus mempertimbangkan lokasi


bangunan intake dan merupakan satu kesatuan dengan intake. Urutan kegiatan
dalam mendesain undersluice lurus yaitu:
a) Tentukan lebar undersluice dengan memperhatikan lebar pintu bilas dan
lebar intake,
b) Tentukan arah dan letak mulut undersluice,
c) Tentukan panjang undersluice dengan memperhatikan bahwa mulut
undersluice harus terletak di udik intake; panjang undersluice biasanya
berkisar antara 5 – 20 m,
d) Tentukan letak elevasi plat bagian atas undersluice dengan
memperhatikan elevasi ambang/lantai intake,
e) Tentukan ketebalan plat undersluice; biasanya berkisar antara 0.20 m –
0.35 m,
f) Tentukan tinggi lubang dan elevasi lantai underssluice; biasanya setinggi
1.50 m.
2.6.4.2 Dimensi Bangunan Undersluice
1) Bentuk mulut
a. Mulut undersluice diletakan di udik mulut intake dengan arah
tegak lurus aliran menuju intake atau meyudut 450 terhadap
tembok pangkal,
b. Lebar mulut undersluice harus lebih besar dari pada 1.2 kalii lebar
intake,
c. Elevasi bagian atas plat undersluice diletakan sama tinggi atau
lebih rendah dari pada elevasi ambang/lantai intake,
d. Lubang terdiri atas dua bagian atau lebih,
e. Bila lebar mulut bagian udik jauh lebih besar dari bagian hilir dapat
dipersempit dengan tembok penyangga.

2) Lebar bangunan
a. Lebar pembilas total dapat diambil 1/6 – 1/10 dari lebar bentang
bendung,Untuk sungai – sungai yang lebarnya kuranng dari 100
meter,
b. Lebar satu lubang maksimum 2.50 m untuk kemudahan operasi
pintu, Dan jumlah lubang tidak lebih dari tiga buah.

3) Tinggi dan panjang undersluice


a. Tinggi lubang undersluice diambil 1.50 meter; usahakan lebih
tinggi dari 1.00 m tetapi tidak lebih tinggi dari 2.00 meter; agar
memenuhi ketinggian tersebut lantai undersluice bias dibuat lebih
tinggi atau lebih rendah daripada lantai bendung,
b. Panjangnya di tentukan bahwa mulut undersluice harus terletak
dibagian udik intake,
c. Bentuk lantai undersluice rata tanpa kemiringan.

4) Elevasi lantai lubang


Elevasi lantai undersluice direncanakan
a. Sama tinggi dengan lantai udik bendung,
b. Lebih rendah dari lantai udik bendung,
c. Lebih tinggi dari lantai udik bending

2.7 PERENCANAAN BANGUNAN PEREDAM ENERGI


2.7.1 DEFENISI DAN FUNGSI
Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan lagi ke
dalam sungai, maka aliran dengankecepatan uang tinggi dalam kondisi aliran- aliran
sub kritis. Dengan demikian kandungan energy dengan daya pengerus yang sangat
kuat harus di redusit hingga mencapai tingkat normal kembali, sehingga aliran
tersebut kembali kedalam sungai tanpa membahayakan kestabilan alur sungai yang
bersangkutan.guna meredusir energy yang terdapat di dalam aliran tersebut, maka di
ujung hilir saluran peluncur biasanya di buat suatu bangunan yang di sebut peredam
energy pencegah gerusan ( scour protection stilling basin).
Bangunan pemecah energy terdiri dari beberapa tipe yang penggunaannya di
sesuaikan dengan kondisi topografi serta sistim kerjanya. Agar diperoleh tipe peredam
energy yang sesuai, maka perlu di pertimbangkan hal- hal sebagai berikut :
a) Gambar karakteristik hidrolis pada peredam energy yag direncanakan
b) Hubungan lokasi antara peredam energy dengan tubuh bendung
c) Karakteristi hidrolis dan karakteristik konstruksi dari bangunan pelmpah.
d) Kondisi- kondisi topografi, geologi dan hidrolis di daerah tempat
kedudukan calon peredam energi.
e) Situasi serta tingkat perkembangan dari sungai disebelah hilirnya.

Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan di hilir


tubuh bendung yang terdiri dari berbagai tipe, bentuk dan kanan kirinya dibatasi oleh
tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan temboksayap hilir dengan bentuk
tertentu. Fungsi bangunan yaitu untuk meredam energi air akibat pembendungan,
agar air di hilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat yang
membahayakan struktur. Peredam energi harus didesain dengan memperhatikan
tinggi terjunan, penggerusan lokal dan degradasi dasar sungai, benturan dan abrasi
sedimen dan benda padat lainnya, rembesan dan debit rencana sesuai dengan
kriteria keamanan dan resiko akibat penggerusan, pelimpah dan kekuatan struktur.

2.7.2 JENIS-JENIS BANGUNAN PEREDAM ENERGI


Beberapa jenis bangunan peredam energy adalah sebagai berikut (Dirjen
Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1986) :
a) Jenis Vlughter
Bentuk1 hidrolisnya merupakan pertemuan suatu penampang lurus yang
merupakan suatu pematan energi yang diakibatkan oleh jatuhan langsung karena
aliran air.
Menurut Vlughter bentuk dan hidrolis ruang olak dipengaruhi oleh :
1.Tinggi muka air udik di atas mercu = H
2.Perbedaan muka air udik dan di hilir = Z
Kolam olak jenis ini digunakan pada tanah dasar aluvial dengan sungai yang
tidak banyak membawa batu-batu besar. Dalamnya lantai ruang olakan dari puncak
mercu tidak lebih dalam dari 8 meter atau perbedaan muka air di udik dan hilir tidak
lebih dari 4,5 meter.
Gambar 2.13 Kolam Olak Menurut Vlughter

b) Jenis Shocklitsch
Bentuk hidrolis kolam olak jenis ini sama dengan tipe Vlughter, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.32 di bawah ini :

Gambar 2.14 Kolam Olak Jenis Shocklitsch

Berdasarkan eksperimen bentuk hidrolis kolam olak dipengaruhi oleh


faktor-faktor sebagai berikut :
1. Tinggi muka air udik di atas mercu
2. Perbedaan tinggi antara garis tinggi (energi) air udik mercu dengan
muka air dihilir mercu.
Kolam olak tipe ini memiliki sifat yang sama dengan tipe Vlughter dan
dipakai apabila harga R atau D pada tipe Vlughter terlalu besar sehingga pengalian
untuk lantai kolam olakan beserta koperannya terlalu dalam.

c) Jenis USBR
Berdasarkan bilangan Froude, kolam olak dikelompokkan sebagai berikut
(Dirjen Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1986) :
1. Untuk Fr ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak. Pada saluran tanah
bagian hilir harus dilindungi dari bahaya erosi.

Gambar 2.15 Kolam Olak Usbr Type I


2. Bila 1,7 < Fr ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam
energi secara efektif. Kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja
dengan baik.

Gambar 2.16 Kolam Olak USBR Type II

3. Jika 2,5 < Fr ≤ 4,5 maka loncatan air tidak terbentuk dan loncatan
menimbulkangelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Kolam olak yang
digunakan untuk menimbulkan turbulensi (olakan) yakni tipe USBR tipe IV.
Gambar 2.17 Kolam Olak USBR Type III

4. Untuk Fr ≥ 4,5 merupakan kolam olak yang paling ekonomis,


karena kolam ini pendek. Kolam olak yang sesuai adalah USBR tipe III.

Gambar 2.18 Kolam Olak USBR Type IV

d) Kolam Olak Bucket


Pada umumnya kolam olak Bucket ini hampir sama dengan kolam olak tipe
Vlughter, namun lebih baik penggunannya pada daerah yang sangat kokoh dan kuat.
Konstruksi lantai kolam olak Bucket ini lebih aman terhadap daerah banjir yang
membawa batu-batu.
1. Solid Bucket
Kolam olak Solid Bucket digunakan bila loncatan air membawa
material/batubatu yang dianggap menghancurkan lantai ruang olak, maka
kolam olak dibuat agak melingkar sampai pada bagian cut off.
Gambar 2.19 Kolam Olak Solid Bucket
2. Sky Jump
Kolam olak Sky Jump digunakan bila loncatan air sungai tinggi dan
keadaan air di belakang kolam olak kecil sehingga perlu memperhitungkan
loncatan air.

Gambar 2.20 Kolam Olak Sky Jump

2.9 ANALISA STABILITAS BENDUNG

2.9.1 PENGERTIAN STABILITAS BENDUNG

Stabilitas bendung merupakan perhitungan kontruksi untuk menentukan ukuran


bendung agar mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja padanya
dalam segala keadaan, dalam hal ini termasuk terjadinya angin kencang dan gempa bumi
hebat dan banjir besar. Syarat-syarat stabilitas kontruksi seperti lereng di sebelah hulu dan
hilir bendung tidak mudah longsor, harus aman terhadap geseran, harus aman terhadap
rembesan, dan harus aman terhadap penurunan bendung.

Perhitungan konstruksi yang dilakukan untuk menentukan dimensi/ ukuran bendung


(weir) supaya mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja pada bendung
dalam keadaan apapun, termasuk banjir besar dan gempa bumi. Penyelidikan geologi
teknik, ditujukan untuk mengetahui apakah pondasi bendung cukup kuat, apakah rembesan
airnya tidak membahayakan konstruksi, dan apakah bendung akan dapat dioperasikan bagi
penggunaan airnya dalam jangka waktu yang lama minimal 30 tahun (Mawardi & Memet,
2010).
2.9.2 SYARAT-SYARAT STABILITAS BENDUNG

Syarat-syarat stabilitas bendung antara lain:


1. Pada konstruksi batu kali dengan selimut beton, tidak boleh terjadi tegangan tarik.
2. Momen tahan lebih besar dari pada momen guling.
3. Konstruksi tidak boleh menggeser.
4.Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang diijinkan.
5. Setiap titik pada seluruh konstruksi harus tidak boleh terangkat oleh gaya keatas
(balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah).
Stabilitas bendung akan terancam dari bahaya-bahaya sebagai berikut:
1. Bahaya geser/gelincir (sliding)
a. Sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas pondasi.
b. Sepanjang pondasi.
c. Sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi.
Bendung dinyatakan stabil terhadap bahaya geser apabila hasil perbandingan
antara jumlah gaya vertikal dikalikan sudut geser tanah dengan jumlah gaya-gaya
horisontal harus lebih besar dari nilai keamanan yang ditentukan.
2. Bahaya guling (overturning)
a. Di dalam bendung.
b. Pada dasar (base).
c. Pada bidang di bawah dasar.
Bangunan akan aman terhadap guling, apabila semua gaya yang bekerja pada
bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus memotong
bidang guling dan tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan manapun, tiap bagian
bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada distribusi gaya-gaya
melalui momen lentur.

2.9.3 GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA BENDUNG

Menghitung stabilitas bendung harus di tinjau pada saat kondisi normal dan ekstrem
seperti kondisi saat banjir. Bangunan akan stabil bila dilakukan, kontrol terhadap gaya-gaya
yang bekerja tidak menyebabkan bangunan bergeser, terangkat atau terguling, ada
beberapa gaya yang harus dihitung untuk mengetahui stabilitas bendung.
Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan yang penting pada perencanaan adalah:
1. Tekanan air gaya hidrostatis
2. Gaya tekanan uplift
3. Tekananan lumpur
4. Gaya gempa
5. Berat sendiri bangunan
Selanjutnya gaya-gaya yang bekerja pada bangunan itu dianalisis dan di kontrol
stabilitasnya terhadap faktor-faktor keamanannya.

2.9.3.1 TEKANAN AIR

Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik.
Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air akan
selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya
lebih mudah, gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air dinamik
jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung dengan tinggi energi rendah.

Gaya tekan ke atas. Bangunan bendung mendapat tekanan air bukan hanya pada
permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh bangunan itu. Gaya tekan
ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air dalam, menyebabkan berkurangnya berat
efektif bangunan diatasnya.

Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada pondasi batuan:

Wu = c w [h2 + . ξ (h1 – h2)] A .....................................................................................(2.14)

Di mana:

c = proposi luas di mana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1, untuk semua tipe


pondasi)

w = berat jenis air, kN/m3

h2 = kedalaman air hilir, m

ξ = proposi tekanan (proportion of net head)

h1 = kedalaman air hulu, m

A = luas dasar, m2

Wu = gaya tekan ke atas resultante, kN


Gambar 2.21. Gaya angkat untuk bangunan yang dibangun pada pondasi Buatan

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki
daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang
vertikal, ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas dibawah bendung dengan
cara membuat beda tinggi energi pada bendung sesuai panjang relatif di sepanjang pondasi
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x disepanjang dasar
bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
Px = Hx – Lx /L . ∆H ……………………………………….........…………………………(2.15)
dengan:
Px : gaya angkat pada x (kg/m2),
L : panjang total bidang kontak bendung dan tanah bawah (m),
Lx : jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai ke x (m),
H : beda tinggi energi (m),
Hx : tinggi energi di hulu bendung (m).
L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane, bergantung kepada arah
bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut 45 atau lebih terhadap bidang horisontal,
dianggap vertikal.

2.9.3.2 TEKANAN LUMPUR

Gaya akibat tekanan lumpur adalah gaya-gaya yang terjadi terhadap tubuh bendung
akibat endapan lumpur di udik bendung setelah mencapai mercu.
PS : gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara
horisontal,
S : berat lumpur (t/m3),
h : dalamnya lumpur (m),
Φ : sudut gesekan (0).
Beberapa andaian/asumsi dapat dibuat seperti berikut:
𝐺−1
ɣs = ɣs’ ……………………………………………………........……….………..(2.16)
𝐺
S’ : berat volume kering tanah (t/m2),
G : berat volume butir (t/m2).
Sudut gesekan dalam, biasa diandaikan 30 untuk kebanyakan hal menghasilkan:
Ps =1,67h2.
Rumus lain untuk mencari gaya tekan lumpur:
Ps = Luas x γ lumpur x Ka x 1meter lebar bendung
dengan:
Ps : besar gaya lumpur (ton),
γ lumpur : berat lumpur (t/m2),
Φ : sudut gesekan dalam (0).

2.9.3.3 GAYA GEMPA

Gaya-gaya akibat gempa adalah gaya-gaya yang terjadi terhadap tubuh bendung
akibat terjadinya gempa, sedangkan prinsip perhitungan gaya-gayanya adalah berat sendiri
dari setiap segmen yang diperhitungkan dikalikan dengan koefisien gempa yang nilai
koefisiennya sesuai dengan posisi bendung terletak pada zona gempa berapa. Harga-harga
gaya gempa diberikan dalam bagian parameter bangunan (KP-06). Harga-harga tersebut
didasarkan pada peta Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan resiko. Faktor
minimum yang akan dipertimbangkan adalah 0,1g percepatan gavitasi sebagai percepatan.
Faktor ini hendaknya sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang paling tidak aman yakni
arah hilir, untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di Indonesia, maka
gaya gempa harus diperhitungkan terhadap kontruksi.
Rumus gaya gempa:
K = f x G…………………………………………………………………….................……….(2.17)
K : gaya gempa komponen horisontal (kn),
f : koefisien gempa (E),
G : berat kontruksi (kn).
Rumus untuk mencari koefisien gempa (f): dengan:
f = Ad / G ………………………………………………………………….............…(2.18)
Ad = n ( Ac x z ) m ……………………………………………………............….….(2.19)
dengan:
Ad : percepatan gempa (cm/dtk2),
n/m : koefisien untuk jenis tanah,
Ac : percepatan kejut dasar (cm/ dtk2),
f : koefisien Gempa,
g : koefisien grafitasi (9,81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2),
z : koefisien zona.

2.9.3.4 BERAT BANGUNAN

Berat bangunan tergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan
itu. Untuk tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-harga berat volume adalah
pasangan batu = 2,2 t/m3, beton tumbuk= 2,3 t/m3 dan beton bertulang = 2,4 t/m3
Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran
maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat
volume 2,65 t/m3, berat volumenya lebih dari 24 t/m3. Peninjauan stabilitas bendung, maka
potongan-potongan yang ditinjau terutama adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena
potongan ini adalah yang terlemah.
Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi, berarah vertikal ke bawah yang garis
kerjanya melewati titik berat konstruksi.
Peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang diperhitungkan adalah
luas bidang kali berat jenis kontruksi (untuk pasangan batu kali biasanya diambil 1,80).
Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi yang berbentuk segitiga-segitiga,
segi empat atau trapesium. (http://www.jurnal untad,com.18 Maret 2013).

2.9.4 KONTROL STABILITAS PADA BENDUNG

Penyebab runtuhnya suatu bangunan gravitasi yaitu: 1. Geser (sliding)

a. Sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas pondasi


b. Sepanjang pondasi, atau
c. Sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalampondasi
2. Guling (overturning)
a. Di dalam bendung
b. Pada dasar (base), atau
c. Pada bidang di bawah dasar.
2.9.5 KEAMANAN TERHADAP GESER
Tangen , sudut antara garis vertikal dan resultan semua gaya, termasuk gaya
angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus kurang dari
koefisien gesekan yang diijinkan pada bidang tersebut.
𝛴𝑅𝑣
SF = f ……………………………………................................…………...…………(2.20)
𝛴𝑅ℎ

dengan:
SF : nilai keamanan=1.5,
ΣRV : jumlah gaya vertikal (ton),
ΣRH : jumlah gaya horisontal (ton),
F :koefisien geser antara konstruksi dengan tanah dasar untuk perencanaan ini
diambil f=0.75

𝛴𝐻 𝑓
= tan 𝜃 < ……………………………………………….......................…….(2.21)
𝛴(𝑉−𝑈) 𝑆

dengan:
H : keseluruhan gaya horisontal yang bekerja pada bangunan (kN),
(V - U): keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas yang bekerja
pada bangunan (kN),
Φ : sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal, (0)
F : koefisien gesekan
S : faktor keamanan.
Bangunan-bangunan kecil dimana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar
dan terjadinya bencana besar belum dipertimbangkan, harga-harga faktor keamanan (S)
yang dapat diterima adalah 2,0 untuk kondisi pembebanan normal dan 1,5 untuk kondisi
pembebanan ekstrim (Asiyanto, 2011). Kondisi pembebanan ekstrim adalah tak ada aliran di
atas mercu selama gempa, atau banjir rencana maksimum. Harga-harga untuk koefisien
gesekan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Harga-harga Perkiraan untuk Koefisisan Gesekan


Bahan F
Pasangan batu pada pasangan batu 0.60 – 0.75
Batu keras berkualitas baik 0.75
Kerikil 0.50
Pasir 0.40
Lempung 0.30

2.9.6 KEAMANAN TERHADAP GULING


Bangunan aman terhadap guling, maka resultan semua gaya yang bekerja pada
bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus memotong bidang
ini pada teras, tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan manapun. Besarnya tegangan
dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada harga-harga maksimal yang
dianjurkan, untuk pondasi, harga-harga daya dukung yang disebutkan dalam bagian
parameter bangunan bisa digunakan (Soedibyo, 2003). Rumus:
𝛴𝑀𝑣
𝑆𝐹 = …………………………………………………...................…………………….(2.22)
𝛴𝑀ℎ

dengan:
SF : nilai keamanan=1,5,
ΣMV : jumlah momen vertikal (t.m),
ΣMH : jumlah momen horizontal (t.m).
Harga-harga untuk beton sekitar 4,0 t/m2, pasangan batu sebaiknya mempunyai
kekuatan minimum 1,5 sampai 3,0 t/m2.
Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada distribusi
gaya-gaya melalui momen lentur (bending momen).
Tebal lantai kolam olak dihitung sebagai berikut:
𝑃𝑥−𝑊𝑥
Dx > S ………………………..…………...........................................……….(2.23)
𝛾

dengan:
dx : tebal lantai pada titik x, (m),
px : gaya angkat pada titik x, (kg/m2),
wx : kedalaman air pada titik x, (m),
ɣ : berat jenis bahan, (kg/m3),
S : faktor keamanan (=1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untuk kondisi ekstrim).

2.9.7 KAPASITAS DUKUNG TANAH


Analisis kapasitas dukung (bearing capacity) mempelajari kemampuan tanah dalam
mendukung beban pondasi dari struktur yang terletak di atasnya. Kapasitas dukung
menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu
tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah disepanjang bidang-bidang gesernya
(Hardiyatmo,2010).
Menghitung kapasitas dukung pondasi dihitung dengan rumus Terzaghi berikut:
qu = C x Nc + ɣt x D x Nq + 0.5 x ɣt x B x Nɣ ………………………………………………..(2.24)
dengan:
qu : kapasitas dukung batas persatuan luas (t/m3),
C : kohesi tanah dibawah dasar pondasi,
γt : berat jenis tanah (t/m3),
D : kedalaman pondasi (m),
B : lebar pondasi (m),
Nc,Nq,Nγ : faktor daya dukung terzaghi yang nilainya didasarkan pada sudut geser
dalam (φ) dari tanah dobawah dasar pondasi.(untuk nilai Nc,Nq,Nγ dapat dilihat pada
Tabel2.2.

Tabel 2.2 Nilai-nilai Kapasitas Dukung Terzaghi


Keruntuhan Geser
Φ Umum
Nc Nq Nɣ
0 5,7 1,0 0,0
5 7,3 1,6 0,5
10 9,6 2,7 1,2
15 12,9 4,4 2,5
20 17,7 7,4 5
25 25,1 12,7 9,7
30 37,2 22,5 19,7
34 52,6 36,5 35
35 57,8 41,4 42,4
40 95,7 81,3 100,4
45 172,3 173,3 297,5
48 258,3 287,9 780,1
50 347,6 415,1 1153,2

Untuk mendapatkan daya dukung tanah yang diijinkan, maka diambil faktor aman sebesar =
3, sehingga rumus menjadi :
qn= q – Dfxɣ...............................................................................................................(2.25)
dengan:
qn : daya dukung tanah diijinkan (kN/m2),
q : beban di atasnya (kN/m2),
γ : berat volume tanah (t/m2).
Faktor aman, dihitung dengan rumus;
𝑞𝑢𝑛
F= ……………………................………….……………………………………………..(2.26)
𝑞𝑛

dengan:
F : angka keamanan
qun : kapasitas dukung ultimit netto (kN/m2),
qn : daya dukung tanah yang diijinkan(kN/m2).

2.9.8 PENURUNAN
Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami regangan atau penurunan
(settlement). Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh dua akibat, yaitu
berubahnya susunan tanah dan berkurangnya rongga pori di dalam tanah tersebut. Jumlah
dari regangan diseluruh kedalaman lapisan tanah, merupakan penurunan total tanah.
Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera dan penurunan
konsolidasi. Penurunan yang terjadi pada tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus
kering atau tidak jenuh terjadi dengan segera sesudah beban bekerja, penurunan
konsolidasi terjadi pada tanah berbutir halus yang terletak di bawah muka air tanah,
penurunan yang terjadi memerlukan waktu yang lamanya tergantung pada kondisi lapisan
tanah. Penurunan segera adalah penurunan yang dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang
tertekan, dan terjadi pada volume konstan. Penurunan pada tanah-tanah berbutir kasar dan
tanah-tanah berbutir halus yang tidak jenuh termasuk tipe penurunan segera, karena
penurunan terjadi segera, setelah terjadi penerapan beban. (Hardiyatmo, 2010).
Penurunan pondasi pada tanah granuler dapat dihitung dari hasil uji kerucut statis
(sondir). De Beer dan Marten mengusulkan persamaan angka kompresi (C) yang dikaitkan
dengan persamaan Buismann, sebagai berikut:
1,5𝑞𝑐
C= 𝑃𝑜′
…………………………………………….…………………………...................……(2.27)

Dengan:
C : Angka pemampatan
qc : Tahanan kerucut statis atau tahanan konus sondir
po’ : Tekanan overburden efektif rata-rata atau tegangan efektif di tengah-tengah
lapisan ditinjau.
Nilai C disubstitusikan ke dalam persamaan Terzaghi untuk penurunan pada lapisan tanah
yang ditinjau, yaitu:
𝐻 𝑃𝑜+ ∆𝑃
Si= 𝐶 ln 𝑃𝑜
……………………………………………………………....................………(2.28)

dengan:
Si : penurunan akhir dari lapisan setebal H. (m),
po’ : tekanan overburden efektif rata-rata, atau tegangan efektif sebelum penerapan
beban, di tengah-tengah lapisan. (kN/m2),
Δp : tambahan tegangan vertikal di tengah-tengah lapisan yang ditinjau terhadap
tekanan pondasi netto. (kN/m2).
2.9.9 EROSI BAWAH TANAH (PIPING)
Bangunan utama seperti bendung harus dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah
tanah dan bahan runtuh akibat naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir
bangunan. Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan beberapa metode
empiris, seperti metode Bligh, metode Lane, dan metode Koshia. Metode Lane yang juga
disebut metode angka rembesan Lane adalah metode yang dianjuran untuk mencek
bangunan-bangunan utama untuk mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini
memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai, untuk bangunan-bangunan yang relatif
kecil, metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi
penggunaannya lebih sulit. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah
bangunan di sepanjang bidang kontak bangunan/pondasi dengan beda tinggi muka air
antara kedua sisi bangunan, disepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam
dari 45 dianggap vertikal dan yang kurang dari 45 dianggap horisontal. Jalur vertikal
dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal,
(Hardiyatmo, 2010). Rumusnya adalah:

𝛴𝐿ℎ+ 𝛴𝐿ℎ
Lw = …………………………………………………….....................……………(2.29)
3

dengan:
Lw : Weight - creep - distance,
ΣLh : Jumlah panjang horisontal (m),
ΣLv : Jumlah panjang vertikal (m),
Weight – creep – ratio (WCR) dapat dihitung dengan rumus:

𝛴𝑙𝑤
WCR = …………………………………..……………….....................……….….(2.30)
𝐻1−𝐻2
dengan:
Lw : Weight - creep - distance,
H1 : Tinggi muka air hulu (m),
H2 : Tinggi muka air hilir (m).

Anda mungkin juga menyukai