Anda di halaman 1dari 10

I.

Daftar isi
Bab.1 perkembangan kolonialisme dan imperialisme
di indonesia

Bab.2 proklamasi kemerdekaan indonesia

II. Tujuan
1. Memberi KETERANGAN
2. MENJELASKAN ISI MATERI

iii. ISI LAPORAN


1.OBYEKTIF

2.LENGKAP

3.BERBAHASA RESMI

iv. LANGKAH-LANGKAH
1.MENCARI MATERI

2.MENCATAT MATERI

3.MENGEMBANGKAN MATERI MENJADI KERANGKA


LAPORAN

4.MENGEMBANGKAN KERANGKA LAPORAN


BAB 1 : PERKEMBANGAN KOLONIALISME &
IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA
a. Proses Kedatangan Bangsa Barat Hingga Terbentuknya
Pemerintahan Kolonial

1. Latar belakang kedatangan Bangsa Eropa ke Indonesia


a. Adanya Perang Salib (1070-1291); Perang ini mengakibatkan kota Konstantinopel (Byzantium)
jatuh ke tangan Turki Utsmani pada tahun 1453. Sehingga penguasa Turki pada saat itu yakni
Sultan Mahmud II menutup pelabuhan Konstantinopel bagi orang-orang Eropa. Hal ini membuat
orang-orang Eropa kesulitan mendapat rempah-rempah.
b. Keinginan mencari rempah-rempah; Keadaan ini karena adanya hal-hal di atas, sehingga
rempah-rempah sulit dicari dan mahal harganya. Oleh sebab itu orang-orang Eropa berupaya
untuk mencari daerah asal rempah-rempah.
c. Penjelajahan samudra; Faktor pendorong penjelajahan samudra diantaranya keinginan mencari
kekayaan (gold), keinginan menyebarkan agama (gospel), keinginan mencari kejayaan (glory),
adanya semangat reconguesta (semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di mana pun
yang dijumpainya sebagai tindak lanjut dari Perang Salib), perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, adanya buku Imago Mundi yang menceritakan perjalanan Marco Polo (1271-1292),
adanya teori Heliosentris dari ajaran Copernicus yang menyatakan bahwa bumi itu bulat.

2. Bangsa Eropa yang melakukan penjelajahan


a. Bangsa Portugis, tokoh yang melakukan penjelajahan diantaranya:
1) Bartholomeu Diaz (1450-1500), berhasil mengarungi samudra hingga ke Benua Afrika (Tanjung
Harapan) pada tahun 1486.
2) Vasco da Gama (1469-1524), berhasil mendarat di Calkuta India pada 22 Mei 1498.
3) Alfonso d’ Albuquerque (1453-1515), berhasil mendarat di Malaka dan merebutnya pada tahun
1511.
b. Bangsa Spanyol, tokoh yang melakukan penjelajahan diantaranya:
1) Christopher Columbus (1451-1506), bersama Amerigo Vespucci menemukan Benua Amerika.
2) Ferdinand Magelhaens (1519-1521), melakukan ekspedisi hingga ke Kepulauan Filipina pada
tahun 1920.
3) Ferdinand Cortez, berhasil menduduki Mexico tahun 1519 dengan menaklukkan suku Indian
yaitu Kerajaan Aztec dan suku Maya di Yucatan.
4) Pizzaro, berhasil menaklukkan kerajaan Indian di Peru yaitu suku Inca tahun 1530.
c. Bangsa Inggris, tokoh yang melakukan penjelajahan diantaranya:
1) Sir Francis Drake (1577-1580), melakukan pelayaran keliling dunia hingga memborong rempah-
rempah di Ternate.
2) Pilgrim Fathers, melakukan pelayaran pada tahun 1607 hingga mendarat di Amerika Utara.
3) Sir James Lancester berhasil mendarat di Aceh dan Penang pada tahun 1591, pada tahun 1602
berhasil mendarat di Aceh yang dilanjutkan ke Banten.
4) Sir Henry Middleton, pada tahun 1604 berhasil mendarat di Ternate, Tidore, Ambon dan Banda.
5) William Dampier, pada tahun 1688 berhasil mendarat di Australia kemudian melanjutkan
pelayaran dengan menelusuri pantai ke arah Utara.
6) James Cook, pada tahun 1770 berhasil mendarat di Pantai Timur Australia sehingga diklaim
sebagai penemu Benua Australia.
d. Bangsa Belanda, tokoh yang melakukan penjelajahan diantaranya:
1) Barentz, pada tahun 1594 mencari daerah Timur (Asia) melalui jalur lain yaitu ke Utara.
2) Cornelis de Houtman, pada tahun 1596 berhasil mendarat di Banten.
3) Jacob van Neck, berhasil mendarat di Banten pada 28 November 1598 dan berhasil mendapatkan
rempah-rempah yang banyak. Sehingga banyak pedagang Belanda yang datang ke Indonesia.
Atas usulan Johan van Oldenbarnevelt dibentuklah kongsi dagang Belanda pada 20 Maret 1602
yang bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). VOC dipimpin oleh Gubernur
Jenderal, sebagai Gubernur Jenderal yang pertama yaitu Gubernur Jenderal Pieter Both pada
tahun 1609. Kemudian diganti oleh Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen tahun 1617.
Tujuan dari pembentukan kongsi dagang ini adalah menghindarkan persaingan yang tidak
sehat antarpedagang Belanda sendiri, memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan
dengan pedagang-pedagang Eropa lain misalnya East India Company (EIC), membantu
pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spanyol yang menguasainya,
melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Dalam menjalankan tugasnya, VOC memiliki hak khusus yaitu hak oktroi (hak untuk dapat
bertindak sebagai negara sendiri). Hak tersebut meliputi memonopoli perdagangan, memiliki
tentara sendiri dan mendirikan benteng-benteng, mencetak dan mengedarkan mata uang sendiri,
mengangkat pegawai dari kalangan Belanda atau pribumi, membuat peradilan sendiri,
memerintah di negeri jajahan.
Setelah berkuasa ± 200 tahun, VOC mengalami kebangkrutan dan dibubarkan pada tanggal
31 Desember 1799. Hal ini disebabkan kas VOC kosong, pegawai VOC yang korupsi,
banyaknya biaya untuk perang, tidak mampu bersaing dengan kongsi dagang lain, adanya
perdagangan gelap.
4) Abel Tasman, berhasil berlayar mencapai perairan di sebelah Tenggara Australia dan
menemukan Pulau Tasmania pada tahun 1642.

B. Kebijakan Pemerintah Kolonial serta Pengaruhnya


Terhadap Kehidupan Ekonomi Rakyat

1. Kebijakan pemerintahan kolonial pada masa Herman Willem Daendels (1808-


1811)
Gubernur Jenderal Daendels di kirim ke Indonesia pada tanggal 1 Januari 1808 atas perintah
dari Kaisar Louis Napoleon Bonaparte dari Prancis. Tugas utama dari Daendels yaitu
mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris. Untuk melaksanakan tugasnya
tersebut Daendels mengambil langkah-langkah yaitu merekrut tentara, pendirian benteng, pabrik
mesiu/senjata di Semarang dan Surabaya serta rumah sakit tentara; membuat jalan dari Anyer
sampai Panarukan dengan panjang sekitar 1.100 km; membangun pelabuhan di Anyer dan Ujung
Kulon untuk kepentingan perang; memberlakukan kerja rodi atau kerja paksa untuk membangun
pangkalan tentara.
Untuk memperoleh dana guna membiayai program-programnya tersebut, Daendels
melakukan tindakan yaitu contingenten (kewajiban menyerahkan sebagian hasil bumi),
verplichte leverantie (kewajiban rakyat menjual hasil bumi kepada Belanda), preanger stelsel
(kewajiban bagi rakyat Priangan menanam kopi), menjual tanah-tanah milik negara kepada
kalangan kaum swasta.
Karena langkah-langkahnya yang kejam tersebut, maka Kaisar Louis Napoleon Bonaparte
pada tahun 1811 menarik Daendels kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur
Jenderal Jan Willem Janssens.
2. Kebijakan pemerintahan kolonial pada masa Jan Willem Janssens (1811)
Sebagai seorang Gubernur Jenderal, ternyata Janssens seorang yang lemah dan kurang
cakap. Pada saat Inggris melakukan serangan ke Jawa, Janssens tidak dapat berbuat banyak. Ia
menyerah kepada Inggris dan menandatangani perjanjian yang disebut Kapitulasi Tuntang pada
17 September 1811. Di mana isi dari perjanjian tersebut yaitu seluruh militer Belanda yang
berada di wilayah Asia Timur harus diserahkan kepada Inggris dan menjadi tawanan militer
Inggris, utang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris, Pulau Jawa dan Madura serta semua
pelabuhan Belanda di luar Jawa menjadi daerah kekuasaan Inggris. Atas dasar perjanjian tersebut
Indonesia dikuasai Inggris dengan Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderalnya.
3. Kebijakan pemerintah pada masa Thomas Stamford Raffles (1811-1816)
a. Bidang ekonomi, diantaranya:
1) Menghapus kebijakan contingenten dari Daendels dan menggantinya dengan sistem sewa tanah
(landrente).
2) Menjual tanah antara lain di Surabaya, Semarang, Surakarta, Priangan, dan Karawang kepada
kalangan Partikelir.
3) Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi juga dihapuskan.
4) Penghapusan kerja rodi dan perbudakan.
5) Penghapusan sistem monopoli.
Sistem sewa tanah yang diterapkan oleh Raffles mengalami kegagalan, karena: besar
kecilnya pajak bagi setiap pemilik tanah sulit ditentukan, jumlah pegawai yang sangat terbatas,
masyarakat pedesaan belum mengenal uang.
b. Bidang pemerintahan diantaranya:
1) Membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan termasuk Yogyakarta dan Surakarta.
2) Membentuk Badan Pengadilan (landroad) di setiap karesidenan.
3) Menjadikan para Bupati sebagai pegawai pemerintahan dengan memberi gaji setiap bulan.
c. Sumbangan Raffles yang diberikan kepada Indonesia diantaranya:
1) Membentuk susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pengadilan Inggris.
2) Menulis buku yang berjudul History of Java.
3) Menemukan bunga Rafflesia-Arnoldi.
4) Merintis adanya Kebun Raya Bogor.
Karena adanya perubahan politik di Eropa, mengakibatkan pemerintahan di Indonesia juga
berubah. Menyerahnya Kaisar Louis Napoleon Bonaparte kepada Inggris membuat Belanda
lepas dari Prancis. Pada tahun 1814, Belanda dan Inggris melakukan pertemuan di London yang
hasilnya termuat dalam Convention of London yang berisi penyerahan kembali daerah
kekuasaan kepada pihak Belanda yang dulu direbut Inggris termasuk Indonesia. Penyerahan
wilayah Hindia Belanda dari Inggris kepada Belanda berlangsung di Batavia pada tanggal 19
Agustus 1816. Inggris diwakili oleh John Fendall dan Belanda diwakili oleh Mr. Ellout, van der
Capellen dan Buyskes.
4. Kebijakan pemerintah kolonial Belanda II
a. Tanam paksa (cultuur stelsel)
1) Pengertian tanam paksa
Sistem tanam paksa adalah kebijakan yang mewajibkan petani menyerahkan tanahnya untuk
ditanami tanaman yang laku di pasar internasional seperti kopi, teh, lada, kina, dan tembakau.
2) Latar belakang diberlakukannya tanam paksa
Latar belakang diberlakukannya tanam paksa yaitu untuk memperoleh pendapatan sebanyak
mungkin dalam waktu yang singkat agar utang Belanda cepat diatasi. Sistem tanam paksa
dilaksanakan pada masa pemerintahan Johannes van den Bosch.
3) Ketentuan-ketentuan Tanam Paksa termuat di dalam Staatblat (Lembaran Negara) No. 22 Tahun
1834, yang isinya sebagai berikut:
a) Rakyat wajib menyiapkan 1/5 dari lahan garapan untuk ditanami tanaman wajib.
b) Lahan tanaman wajib bebas pajak, karena hasil yang disetor sebagai pajak.
c) Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak akan dikembalikan.
d) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib, tidak boleh melebihi waktu
yang diperlukan untuk menanam padi.
e) Rakyat yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari dalam setahun di perkebunan
atau pabrik milik pemerintah.
f) Jika terjadi kerusakan atau gagal panen, menjadi tanggung jawab pemerintah.
g) Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada para penguasa pribumi (kepala desa).
Dalam pelaksanaan tanam paksa banyak mengalami pelanggaran dari ketentuan semula,
banyak petani dan pribumi yang sangat dirugikan. Pelanggaran yang lain yaitu adanya cultuur
procenten (hadiah yang diberikan kepada pegawai tanam paksa bila dapat menyetorkan hasil
melebihi ketentuan yang ditetapkan).
Dampak yang diakibatkan dari tanam paksa yaitu menimbulkan reaksi dari Belanda sendiri,
di mana terjadi pertentangan antara golongan liberal dan humanis terhadap pelaksanaan sistem
tanam paksa. Tokoh yang menentang sistem tanam paksa diantaranya:
1). Baron van Hoevell (1812-1879) berupaya menghapus tanam paksa melalui parlemen.
2). Edward Douwes Dekker (1820-1887) menulis buku Max Havelaar (1860) yang menceritakan
tentang keadaan pemerintahan kolonial yang bersifat menindas dan korup di Jawa. Dalam
bukunya tersebut ia menggunakan nama samaran yaitu Multatuli.
3). Fransen van de Putte menerbitkan artikel Suiker Contracten (perjanjian gula).
Menghadapi berbagai reaksi yang ada, pemerintah Belanda mulai menghapus sistem tanam
paksa secara bertahap. Tanam paksa lada dihapus pada tahun 1860, tanam paksa nila dan teh
dihapus pada tahun 1865. Dan sistem tanam paksa secara resmi dihapuskan pada tahun 1870
berdasarkan UU Landreform (UU Agraria).
b. Pelaksanaan politik pintu terbuka
Untuk mengganti sistem tanam paksa yang diterapkan Belanda di Indonesia, pemerintah
Belanda menerapkan kebijakan politik liberal (politik pintu terbuka). Untuk melaksanakan
politik tersebut pemerintah Belanda mengeluarkan UU Agraria tahun 1870, yang pokok-
pokoknya berisi tentang: Pribumi diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada
pengusaha swasta; Pengusaha dapat menyewa tanah dari gubernemen dalam jangka waktu 75
tahun.
Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan UU Gula (Suiker Wet)
tahun 1870. Isi dari UU ini yaitu: Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus
secara bertahap; Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil
alih oleh swasta.
c. Politik etis
Politik ini dikemukakan oleh van Deventer dan disebut politik balas budi karena Belanda
memiliki banyak utang budi kepada rakyat Indonesia yang dianggap telah membantu
kemakmuran Belanda. Dalam politik ini berisi tentang tiga hal yang sering disebut Trilogi van
Deventer. Isi dari trilogi van Deventer yaitu: Irigasi (pengairan); Edukasi (pendidikan); Migrasi
(perpindahan penduduk).

C. Perbedaan Pengaruh Kolonial


Kolonialisme sangat memengaruhi kehidupan di Indonesia. Pengaruh kolonial Barat
mencakup aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Akan tetapi pengaruh di satu daerah
dengan daerah lain dapat berbeda, hal ini tergantung dari adanya:
1.Persaingan bangsa Eropa dalam menguasai wilayah Indonesia sehingga diperlukan kekuatan
untuk tetap mengusainya
2.Daerah jajahan yang strategis dalam jalur pelayaran dan perdagangan internasional.
3.Perbedaan persebaran sumber daya alam dan sumber daya manusia.
4.Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial.
Daerah Indonesia yang dijadikan sebagai pusat kolonial yaitu Pulau Jawa, selain itu di pulau
ini juga dijadikan sebagai tempat perkebunan, pertanian, pertambangan, maupun pemerintahan.
Sehingga Pulau Jawa lebih cepat berkembang bila dibanding dengan pulau-pulau lain di
Indonesia.

Bab 2: proklamasi kemerdekaan indonesia


1. Latar Belakang

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh
Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari
kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau Dokuritsu
Junbi Cosakai, berganti nama menjadi PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau
disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan
tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua
dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat
dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya.

Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua
BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km disebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu
Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan
akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10
Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah
kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan
menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Pada tanggal 12 Agustus
1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta
dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara
kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24
Agustus. Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,
Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena
menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat
sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis,
antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di
Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi
kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat
sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa
Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan
Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut
Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan
kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh
mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk
lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya
pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI.
Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan
pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk
memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut
kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda
Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut
kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab
ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari
Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No
2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi
Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan
oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan.Rapat PPKI
pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.
Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

2. Peristiwa Rengasdengklok

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana--yang konon kabarnya
terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang
tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dinihari tanggal 16
Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain,
mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan
Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini,
mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap
untuk melawan Jepang, apapun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan
tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui
untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk
mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan
Drs.Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda
untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka
pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks
pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka
tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum
perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.

3. Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda


Maeda

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto,
Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang
(Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda
Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan
Umum pemerintahan militerJepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura
mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari
Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan
proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di
Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah
itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu.
Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin
dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam
meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah
Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah
Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.

Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan
Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshiguna melakukan rapat untuk menyiapkan teks
Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura,
Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh
Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro
(Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang mendengarkan
penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia
ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu
hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa
pemindahan kekuasaan itu berarti. Bung Hatta, Subardjo, B. M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti
Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim
Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik
naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman,
milik Mayor(Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan
di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan kekediaman Soekarno,
Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarangJl. Proklamasi no. 1).

4. Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi

Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis
diruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik,
Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu
adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia
itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan
Trimurti.

Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung
pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati,
dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan
Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera
namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit.
Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed
untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera
Merah Putih ( Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya.
Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera
pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai
berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang
terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke
Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak.
Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan
menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang
selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.

Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk


Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M.
Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil Presiden akan dibantu
oleh sebuah Komite Nasional.
NAMA KELOMPOK: - YOGA DATOR
- JOHAN ARIE
- GABRIEL T.R.S.
- BRILLIAN MERQUIS W.

Anda mungkin juga menyukai