Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal
yang sangat pokok berdasarkan kemampuan itu, umat manusia telah
berkembang selama berabad – abad yang lalu dan tetap terbuka
kesempatan luas baginya untuk memperkaya diri dan mencapai taraf
kebudayaan yang lebih tinggi.
Misalnya, para ahli teknologi berusaha terus untuk menemukan
sumber – sumber energi yang baru, dengan mempergunakan hasil
penemuan ilmiah yang telah digali oleh generasi – generasi terdahulu.
Namun, tanpa dibekali kemampuan belajar, kemajuan di bidang
teknologi ini tidak mungkin.
Masing – masing manusia pun mengalami banyak perkembangan
di berbagai bidang kehidupan. Perkembangan ini dimungkinkan karena
adanya kemampuan untuk belajar, yaitu mengalami perubahan –
perubahan, mulai dari saat lahir sampai mencapai umur tua.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagimanakah teori belajar dalam perspektif Psikologi Pendidikan?
2. Bagaimana hakikat teori behaviorisme?
3. Bagaimana cara penerapan behaviorisme dalam pendidikan dan
pembelajaran?
4. Bagaimana pandangan teori kognitivisme tentang belajar ?
5. Bagaiamana bentuk perkembangan kognitif menurut Peaget dan
Discovery Learning Bruner?

1
1.3 Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa
dapat memahami bentuk-bentuk teori belajar berdasarkan pemikiran
para ahli dalam perspektif Psikologi Pendidikan. Mahasiswa pula dapat
memahami hakikat teori behaviorisme dan cara penerapannya,
kognitivisme, serta bentuk perkembangan kognitif menurut teori Peaget
dan Discovery Learning Bruner. Dengan demikian teori tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan dalam mengatasi berbagai masalah dalam dunia
pendidikan serta diterapkan dalam kehidupan agar tercipta proses
pendidikan yang baik.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar dalam Perspektif Psikologi Pendidikan
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalaha semata-mata
mengumpulkan atau menghafalkan fakta – fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi / materi pelajaran. Disamping itu, ada pula orang yang memandang
belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan
menulis. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan merasa bangga
ketika anak – anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan
sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan
oleh guru.Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi tersebut, ada
beberapa definisi menurut ahlinya.
Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya
Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, berpendapat
bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi dan penyesuaian tingkah laku
yang berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam
pernyataan ringkasnya bahwa belajar adalah… a process of progressive
behavior adaptation.
Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory
berpendapat Learning is a change in organism due to experience which can
effect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang
terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku oganisme tersebut.
Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi, secara
umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah
laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. (Syah, 2008: 89-92)

3
2.2 Hakikat Teori Behaviorisme
2.2.1 Sejarah Perkembangan Psikologi Behaviorisme
Behaviorisme merupakan transisi dari psikologi sebelumnya
(psikologi struktualisme dan fungsionalisme). Psikologi behaviorisme
memaknai belajar sebagai studi tentang perilaku dan system ini
mendapat dukungan kuat dalam perkembangannya pada abad ke-20 di
Amerika Serikat.
Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme meneliti
psikologi secara obyektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran
merupakan hal yang dubious, sesuatu yang tidak dapat diobservasi
secara nyata dan langsung. Psikologi behaviorisme dikembangkan J.B
Watson dengan makalahnya yang berjudul “Psychology as
Behaviorist View it”. Pemikiran Watson terhadap tingkah laku
manusia cenderung kepada hal yang tampak dari pada berdasarkan
berdasarkan kesadaran dan proses mental.
Landasan pemikiran behaviorisme adalalah pemikiran filsuf
Inggris serta John Locke tentang kepasifan mental yang bermakna
bahwa isi pemikiran bergantung pada lingkungan. Landasan
pemikiran behaviorisme diilhami pula dari pemikiran dan penelitian
Pavlov pada tahun 1849-1936. Ilmuan Rusia ini lebih dulu
mencetuskan tentang tingkah laku manusia sebagai hasil dari
pembelajaran, adapun lingkungan adalah faktor utama dalam
menciptakan kecerdasan manusia. Hasil penelitian Pavlov
dikembangkan oleh Ilmuwan Amerika (Watson), sehingga menjadi
aliran psikologi behaviorisme. (Meha, 2014: 100)

2.2.2 Belajar menurut Tokoh Behaviorisme


Behaviorisme adalah aliran psikologi yang menekankan pada
tigkah laku dan perilaku manusia sebagai makhluk reaktif yang yang
memberikan respon terhadap lingkungan sekitar. Pengertian belajar
menurut behaviorisme berpengaruh pada arah pengembangan teori

4
dan praktek pendidikan dan pembelajaran. Aliran behaviorisme
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Menurut aliran behaviorisme belajar terdiri dari dua komponen
penting yakni input (berupa stimulus) dan out put (berupa respon).
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada peserta didik,
sedangkan respon adalah tanggapan atau reaksi peserta didik terhadap
stimulasi yang diberikan oleh guru. (Meha, 2014: 101)

2.2.3 Prinsip – prinsip Pembelajaran Behaviorisme


Teori belajar behaviorisme mengutamakan pengukuran dan
pengamatan, sebab pengukuran dan pengamatan merupakan suatu hal
penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut. Adapun prinsipnya sebagai berikut:
 Reinforcement and Punishment
Reinforcement adalah tindakan penguatan untuk meningkatkan
frekuensi perilaku. Adapun punishment atau hukuman adalah
tindakan penguatan yang dirancang untuk memperlemah perilaku.
 Primary and Secondary Reinforcement
Penguatan primer adalah bentuk penguatan yang diberikan dalam
wejud pemuasan kebutuhan dasar manusia. Tindakan penguatan
sekunder ialah penguatan memperoleh nilainya kalau dikaitkan
dengan tindakan penguatan primer atau tindakan sekunder lain
yang sudah terbentuk dengan baik.
 Prinsip Premarck
Salah satu prinsip perilaku yang digunakan untuk meningkatkan
kegiatan yang kurang diinginkan, dengan menghubungkannya pada
kegiatan yang lebih menyenangkan.
 Operant Conditioning
Operant Conditioning menekankan pembentukan perilaku sebagai
dampak dari efek yang ditimbulkannya. Jika efek tersebut

5
berdampak pada penguatan hubungan stimulus dan responsnya,
maka perilaku tersebut akan cenderung diulang.

2.3 Cara Penerapan Behaviorisme dalam Pendidikan dan Pembelajaran


Aliran Behaviorisme, dewasa ini hampir tidak ada yang mengikuti
secara konsekuen. Namun demikian pengaruh pendapat Watson itu masih
tetap besar, terutama di Amerika Serikat, yaitu dalam bentuk aliran yang
sudah direvisi: Neo Behaviorisme, pendukung-pendukung aliran ini antara
lain Edward Chace Tolman, Chark Hulk, dan Edward R. Guthrie.
(Suryabrata, 2014: 271)
Faktanya, penerapan behaviorisme dalam proses pembelajaran dan
pendidikan ini, sering kali kita rasakan di Indonesia, yaitu seorang pengajar
atau pendidik hanya memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)
kepada siswanya, siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkannya.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristime
ini memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tidak berubah.
Pengetahuan terstruktur rapi, sehingga belajar adalah menjiplak struktur
pengetahuan yang sudah ada melalui proses pemahaman.
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dinggap
sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan penguatan dari pendidik, dan
siswa dianggap tidak bisa berpikir secara kritis dan kreatif, karna dalam
proses ini siswa hanya mengikuti arahan dari guru tanpa memodifikasinya
sedikit pun atau hanya menjiplak pengetahuan pengajarnya.
Teori Behaviorisme ini banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks dan tidak mampu menjelskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon, sebagai jawaban dari permasalahan tersebut, muncullah teori
kognitivisme.

6
2.4 Pandangan Teori Kognitivisme tentang Belajar
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Bagi
penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks.(Uno, 2006: 10)
Teori ini sangat berbanding terbalik dengan teori behaviorime, teori
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya, bahwa
belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
melainkan tingkah laku seseorah ditentukan oleh presepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Teori kognitif juga berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosoi, dan aspek-
aspek kejiwaan lainnya.
Prinsip umum teori belajar kognitif, antara lain:
 Lebih mementingkan proses dari pada hasil
 Disebut model perseptual
 Tingkah laku seseorang ditentukan oleh presepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya
 Belajar merupakan perubahan presepsi dan pemahaman yang tidak selalu
dapat terlihat sebagai tingkah laku yang ampak
 Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajar menjadi
komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara
terpiah-pisah, akan kehilangan makna
 Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
 Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
(Darmasi, 2017:10)

7
2.5 Perkembangan Kognitif menurut Peaget dan Discovery Lerning Bruner
2.5.1 Perkembangan Kognitif Menurut Peaget
Persoalan mengenai usia berapa hari, berapa minggu, atau
berapa bulan aktivitas ranah kognitif mulai memengaruhi
perkembangan manusia sulit ditentukan. Namun yang lebih mendekati
kepastian dan dapat dipedomani ialah hasil-hasil riset para ahli
psikologi kognitif yang menyimpulkan bahwa aktivitas ranah kognitif
manusia itu pada prinsipnya sudah berlangsung sejak masa bayi, yakni
rentang kehidupan antara0-2 tahun.
Hasil riset kognitif yang dilakukan selama kurun waktu sekitar
30 tahun terakhir ini menyimpulkan bahwa semua bayi manusia sudah
berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang berasal dari
penglihatan, pendengaran, dan informasi-informasi lain yang diserap
melalui indera-indera lainnya. Selain itu, bayi juga berkemampuan
merespons informasi-informasi tersebut secara sistematis.
Artinyabayi manusia memulai kehidupan sebagai organisme sosial
(makhluk hidup bermarsyarakat) yang betul-betul mampu belajar, dan
sebagai makhluk hidup betul-betul yang mampu memahami.
Selanjutnya, seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi
kognitif dan psikologi anak, Jean Pieget (1896-1980),
mengklarifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat
tahapan, yaitu :
1. Tahap sensory-motor,yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 0-2 tahun
2. Tahap pre-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 2-7 tahun
3. Tahap concrete –operational, yakni perkembangan ranah kognitif
yang terjadi pada usia 7-11 tahun
4. Tahap formal-operational, yakni perkembangan ranah kognitif
yang terjadi pada usia 11-15 tahun.

8
2.5.2 Perkembangan Kognitif MenurutDiscovery Learning Bruner
Bruner telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang
memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada
pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan
pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana
manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan menstransformasi
pengetahuan. Dasar pemikiran teorinyamemandang bahwa manusia
sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner
menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar
informasi yang diberikan kepada dirinya.
Teori belajar kognitif lebih mengutamakan proses belajar
daripada hasil belajarnya. Pendapat aliran kognitif bahwa belajar tidak
hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tapi lebih dari
itu belajar melaibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Teori
kognitif menerangkan bahwa pembelajaran adalah perubahan dalam
pengetahuan yang disimpan didalam memori. Teori kognitif ini
bermaksud penambahan pengetahuan kedalam ingatan jangka panjang
atau perubahan pada skema atau struktur pengetahuan. Pengkajian
terhadap belajar kognitif memerlukan penggambaran tentang
perhatian, memori dan elaborasi, pelacakan kembali dan pembuatan
informasi yang perolehan pengetahuan, tapi pandangan yang baru
mengutamakan pembinaan atau penggunaan ilmu pengetahuan dalam
proses pembelajaran kognitif ini melaibatkan dua proses mental yang
penting yaitu persepsi dan pembentukan konsep (panganggapan).
Maka menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui
belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar
penemuan itu akan bertahan lama dan mempunyai efek transter yang
lebih baik. Dengan belajar penemuan akan meningkatkan penalaran
dan kemampuan untuk berfikir secara bebas dan melatih

9
keterampilan-keterampilan kognitif agar dapat menemukan dan
memecahkan masalah.
Maka dalam pengajaran disekolah Bruner mengajukan bahwa
dalam pembelajaran hendaknya mencakup:
1. Pengalaman-pengalaman secara optimal untuk mau dan dapat
belajar.
2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman secara optimal.
3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal,
dengan memperhatikan fakta-fakta belajar sebelumnya, tingkat
perkembangan anak sifat materi pelajaran-pelajaran dan perbedaan
individu.
4. Bentuk dan pemberian reinforsemen, seseorang murid belajar
dengan cara menemui struktur konsep yang dipelajari.
Menurut Bruner dalam Worrel dan stilwell (1981)
pembelajaran sesuatu tidak perlu penunggu sampai anak mencapai
suatu tahap perkembangan tertentu. Apabila bahanpembelajaran yang
diberikan diatur dengan baik, seseorang dapat belajar meskipun
umurnya belum memadai.
Dalam kaitannya dengan penataan isi bahan pembelajaran,
setiap disiplin ilmu memiliki konseep, prinsip dan prosedur yang
harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara terbaik untuk
belajar adalah memahami konsep, arti dan hubungannya dengan
konteks hingga sampai pada kesimpulan / discovery learning. Maka
dari itu Bruner mengemukakan pentingnya teori ini, proses belajar
akan berjalan dengan baik apabila peserta didik diberikan kesempatan
untuk menemukan suatu aturan (konsep, prinsip, prosedur) melalui
contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya.
Maka demikian juga guru harus memberikankesempatan kepada
muridnya dalam menemukan bagi mereka sendiri dan mempelajari
konsep-konsep didalam bahasa yang dimengerti oleh mereka.

10
PASAL V
TEKUN, KONTINUITAS DAN MINAT
Bersungguh-sungguh, kontinu dan tidak kenal berhenti dalam belajar
merupakan keharusan bagi setiap penuntut ilmu. Sesuai dengan firman Allah : “
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami, sungguh akan
Kami tunjuukan kepada mereka jalan-jalan Kami”.
ada tiga unsur pokok untuk memperoleh kesuksesan dalam menekuni Ilmu dan
Fiqih, yaitu :
1. Orang yang belajar
2. Seorang guru yang mengajar
3. Seorang ayah, jika ia masih hidup

Jika ingin hidup sukses, maka kita harus mengorbankan segala jerih payah
kita dan tekun dalam menuntut ilmu. Harta benda saja takkan bisa kita dapatkan
tanpa bersusah payah, apalagi dengan ilmu. Jika kita ingin mendapatkan
kemuliaan tetapi kita tak mau berjuang lebih, padahal orang yang mencari
mutiara, ia harus menyelami lautan dengan segala macam rintangan untuk
mendapatkannya. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair: “Barangsiapa
yang bercita-cita tinggi tanpa mau bersusah payah sama dengan mengukur umur
dalam meraih sesuatu yang mustahil”
Maka, seorang penuntut ilmu harus belajar secara kontinu, terus
menerus,terutama di permulaan dan akhir malam. Sebab waktu antara maghrib
dan isya’ serta waktu sahur adalah waktu yang penuh keberkahan. Akan tetapi.
Sering timbul rasa malas bagi para penuntut ilmu. Ilmu tak dapat didapatkan
secara baik, jika seorang penuntut ilmu bermalas-malasan. Tak ada seorang
pemalas yang bernasib untung , melainkan terjebak dalam penyesalah dan
terhalang seluruh harapannya. Untuk menjaga konsentrasi dan menjauhi sifat
malas dalam menuntut ilmu, kita dianjurkan untuk sedikitkanlah tidur dan
hindarilah kenyang. Bahwasanya Nabi SAW bersabda:”Tiga golongan manusia
sangat dibenci Allah Ta’ala tanpa berbuat dosa, yaitu: orang yang banyak
makan, orang bakhil (kikir) dan orang sombong”.

11
Penuntut ilmu harus memiliki minat dan cita-cita yang tinggi. Sebab modal
pokok untuk menghasilkan segala sesuatu adalah faktor kesungguhan dn cita-cita
yang kuat. Orang yang memiliki cita-cita tinggi, namun ia tidak bersungguh-
sungguh, atau dapat bersungguh-sungguh tetapi tidak memiliki minat dan cita-cita
yang tinggi, maka tidak akan berhasil meperoleh ilmu kecuali sedikit.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif
2. Teori belajar behaviorisme mengutamakan pengukuran dan pengamatan,
sebab pengukuran dan pengamatan merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut
3.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristime ini
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tidak berubah.
Pengetahuan terstruktur rapi, sehingga belajar adalah menjiplak struktur
pengetahuan yang sudah ada melalui proses pemahaman.
4. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajarnya, bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorah ditentukan oleh
presepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan
tujuan belajarnya
5. Perkembangan kognitif menurut Peaget menyatakan bahwa aktivitas
kognitif manusia itu pada prinsipnya sudah berlangsung sejak masa bayi,
yakni rentang kehidupan antara0-2 tahun yang kemudian Ia bagi menjadi
empat tahap. Sedangkan teori Disovery Learning Burner lebih
menekankan pada keaktifan siswa dalam menemukan sesuatu baru, siswa
dituntut untuk berfikir kritis dalam menerima suatu ilmu.

13
3.2 Saran
Karena begitu pentingnya kita sebagai calon pendidik dalam
memahami bagaimana cara melakukan pengajaran yang baik, maka dari itu
memahami dan mempelajari teori belajar berdasarkan pemikiran para ahli
psikologi pendidikan adalah salah satu keharusan, yang dipercaya mampu
mengatasi berbagai masalah dalam ranah pendidikan dan pengajaran. Kita
sebagai generasi penerus bangsa, wajib hukumnya memahami teori belajar
yang merupakan syarat penting sebagai acuan dalam menyelenggarakan
pendidikan dengan baik.

14
DAFTAR PUSTAKA
Darmasi. 2017. Pengembangan Model Metode Pembelajaran dalam Dinamika
Belajar Siswa.Yogyakarta :Deepublish.
Meha, Nehru. 2014. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Suryabrata, Sumadi. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers.
Syah, Muhibbin. 2014. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Uno,Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta :
Bumi Aksara.

15

Anda mungkin juga menyukai