Anda di halaman 1dari 18

A.

PENDAHULUAN

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan
tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala
sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau
bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-
Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah
tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya.
Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai
potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang bersifat langsung
maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2) properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin, 3)
lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan, 4) kualitas produk barang
dan jasa, 5) nama baik perusahaan.

fakta mengenai ergonomi dan K3 internasional atau secara global:

ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di
lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan
oleh penyakit fatal yang timbul di ligkungan kerja.

Hal tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami kecelakaan kerja dan
sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit di lingkungan kerja.

Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross Domestic Prodct
(GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan dan penyakit di lingkungan
kerja, kompensasi untuk para pekerja, terhentinya produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja.

Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka kematian, terutama di
negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih besar lagi jika sistem pelaporan
dan notifikasi nya lebih baik.

Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja konstruksi memiliki potensi
meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih besar.

Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak & gas, pertambangan, dan
perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat paparan asbestos, batu bara dan silica, masih menjadi
perhatian di negara negara maju dan berkembang. Bahkan kematian akibat kecelakaan kerja dari
paparan asbestos saja sudah mencapai angka 100.000 dan selalu bertambah setiap tahunnya.

Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit akibat kerja. "Apa yang
terjadi di Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan massal sunyi," kata seorang narasumber.
B. IDENTIFIKASI BAHAYA

Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau pengenalan
bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik,
kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor
risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang
digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah
yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan
material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan
kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan
bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko
secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi
kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan
toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.

Penilaian Pajanan

Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola pajanan
kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan
yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan
yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya
mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan
konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan
dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor
risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.

Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi
pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat
pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta
kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.

· Karakterisasi Risiko

Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan pada
pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk
daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat
terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan
mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik)
dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.

· Penilaian Risiko

Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :

1. Menentukan personil penilai


Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang
berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan.
Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim
yang terdiri dari beberapa orang.

2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai

Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan,
proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.

3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja

Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat umum sampai
kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan
mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja,
kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.

4. Identifikasi potensi bahaya

Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui :
inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi,
laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan
pekerja, lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya. Selanjutnya
diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau
tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.

5. Mencari informasi / data potensi bahaya

Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar,
pengalaman atau informasi lain yang relevan.

6. Analisis Risiko

Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian,
cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan
dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik,
perbaikan senantiasa akan diperoleh.

7. Evaluasi risiko

Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat menentukan
dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut.
Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.

8. Menentukan langkah pengendalian


Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun
kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai
cara seperti : Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan
kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih
dari berbagai cara seperti :

a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control,


pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.

b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan
risiko, c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.

d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala,
pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.

e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan
kebutuhan.

9. Menyusun pencatatan / pelaporan

Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan
pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.

10. Mengkaji ulang penelitian

Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam
proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan
berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

C. FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA

Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat kerja,
Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka
pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja
dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya
yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor
lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa
bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor
manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan
pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.

Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dikelompokkan
antara lain sebagai berikut :
1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan
terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas
& dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.

a) Radiasi

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau
gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita
kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan
(microwave oven), komputer, dan lain-lain.

Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di
udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan
Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di
dalam air.

Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion.

Radiasi Pengion

Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif
dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah
partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik
khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X,
partikel neutron.

Radiasi Non Pengion

Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi
dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam
jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan
melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi
seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak
(yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).

Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan sumber radiasi pada
suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :

· Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya diperlukan suatu
alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara
spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha,
detektor gamma, detektor neutron, dll.
· Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi dan lain-
lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat
detektor radiasi.

Pengaruh radiasi terhadap manusia

Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada
perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam
tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek
genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena
paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar
radiasi.

Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat
dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah
dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti
epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah.
Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda
merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar
radiasi, seperti katarak dan kanker.

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek
deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel
akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi
dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.

Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan
radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari
paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di
atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat
keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang
yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang,
kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis
ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.

Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan
perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat
pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini
mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel
seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi
secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten
yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan
tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami
perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada
turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel
tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang
bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan
radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik dapat
dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu.

· Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.

· Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.

· Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.

· Contoh : Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran,


Laser : komunikasi, pembedahan .

Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan

Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi untuk
mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang telah
direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :

1. Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz
manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika kegiatan itu
akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat dibandingkan dengan
kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.

2. Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh melalmpaui Nilai
Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah
munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.

3. Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably


achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan pemanfaatan
tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin
agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.

b) Kebisingan

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan,
saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan
kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang
disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat
diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap
kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.

Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama
pajanan.
· Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang
pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.

· Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan
tuli yang bersifat sementara maupun kronis.

· Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .

· Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.

Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam
jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di
telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari
berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan
dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).

Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3
kategori:

1) Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh
bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.

2) Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara 31,5 .
8.000 Hz.

3) Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang
menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.

Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising
atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat
diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.

Jenis Bunyi

Halilintar 120 DB

Meriam 110 DB

Mesin uap 100 DB

Jalan yang ramai 90 DB

Pluit 80 DB

Kantor gaduh 70 DB

Radio 60 Db
Rumah gaduh 50 DB

Kantor pada umumnya 40 DB

Rumah tenang 30 DB

Kantor perorangan 20 DB

Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air 10 DB

Tabel Skala Intensitas Kebisingan

Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-
1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan
Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:

1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat
kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan energi
kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.

2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus
dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.

3) Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah
rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat
pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.

Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera
pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang
dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab
itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus
dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran.
Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa
pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan
yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap
orang lain.

Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising
ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah
persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang
terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung
berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain
dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi
bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.

Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih
adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya
tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.

c) Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )

Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena
mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan
dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang
cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan
menghindarkan dari kesalahan kerja.

Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan
kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik
arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi
dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin
tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap
objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.

Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi
para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-
pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.
Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna
mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan
rangkap atau kabur.

Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur
pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

· Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar

belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus

berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.

· Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.Disamping itu di
bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
· Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya
tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.

· Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan /


pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila
pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus
dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :

a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang

menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan


sedemikian rupa sehingga

tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.

c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung
memasukkan sinar matahari.

d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.

e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan
kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.

Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal
sebagai berikut :

· Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

· Kelemahan mental

· Kerusakan alat penglihatan (mata).

· Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

· Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja
(pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara
lain sebagai berikut :

Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke
tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,

seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak mencukupi
ruangan tempat kerja, harus diganti

dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan
panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang
yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar

serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,
berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik :
meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping,
kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.

d) Getaran

· Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo,
lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.

· Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang
berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan
peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white
fingers”(VWF).

· Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem
musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.

· Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.

Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:

· 3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.

· 6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan volume
perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.

· 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.

· 13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.

· < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak enak
dan kurang ada perhatian.
Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam
proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui :
inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui
kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan
kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara
masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:

Pernapasan ( inhalation ),

Kulit (skin absorption )

Tertelan ( ingestion )

Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.

Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah

a) Korosi

· Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi
kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.

· Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.

b) Iritasi

· Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan
reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan
sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )

· Contoh :

Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .

Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.

c) Reaksi Alergi

· Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ
pernapasan

· Contoh :

Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners,
turpentine.

Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.


d) Asfiksiasi

· Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada
kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari
19,5% volume udara.

· Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah
oksigenasi normal pada kulit.

· Contoh :

Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium

Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide

e) Kanker

· Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia.

· Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti
menyebabkan kanker pada hewan .

· Contoh :

o Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma) ; 2-


naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);

o Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium

f) Efek Reproduksi

· Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia.

· Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada
keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.

· Contoh :

Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury. Organic
mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.

g) Racun Sistemik

· Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.

· Contoh :

Otak : pelarut, lead, mercury, manganese


Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide

Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers

Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons

Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )

Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit
yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-
penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang
digunakan dalam proses produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor
biologi merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor
biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari
perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan
sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya
dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut :

a) Bakteri

Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri
penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan
dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang
diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.

b) Virus

Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi,
untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus :
influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.

c) Jamur

Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel.
Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.

d) Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja

Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan di tempat kerja,
diantaranya :

Daerah pertanian

Llingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh
mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau keracunan Mycotoxins
yang merupakan hasil metabolisme jamur.
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)

Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri penyebab penyakit
saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran pernapasan lainnya seperti Pneumonia.

Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk dari hewan

Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya : Anthrax yang
penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis, Infeksi Salmonella.

Di Laboratorium

Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk laboratorium yang
menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme pathogen

Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami

Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier fever yaitu
suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang
terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem
pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.

Cara penularan kedalam tubuh manusia

Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk kedalam tubuh
manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :

1. Melalui saluran pernapasan

2. Melalui mulut (makanan dan minuman)

3. Melalui kulit apabila terluka

Mengontrol bahaya dari faktor biologi

Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan pencegahan
antara lain dengan :

1. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang mengandung
organism patogen

2. Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi


3. Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja

4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali setiap bulan

5. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme yang patogen


pada system pendingin.

Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah penularannya
diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.

Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan
ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan
kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun
ketidakserasian antara manusia dan mesin.

Pembebanan Kerja Fisik

· Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat
kesehatan.

· Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka
waktu 8 jam sehari.

· Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila
mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus
disesuaikan.

· Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang
digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas
denyut nadi sebelum bekerja.

Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek
psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan
tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau
pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta
hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya
tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.

Stress

· Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan
atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
· Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan
seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.

· Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan
pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.

Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa
kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang
dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada
alat/mesin, serta bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu
(tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed
additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata
akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu
las), luka bakar akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis,
kebakaran, dan peledakan.

Anda mungkin juga menyukai