“Dugaan Pemalsuan Hasil Kloning Rekaman CCTV, Kasus Jessica
Kumala Wongso”
OLEH Ni Putu Ayu Oka Wiastini (1504505008) IT FORENSIC (A)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2017 Pada awal tahun 2016 lalu, masyarakat digemparkan dengan kasus Jessica Kumala Wongso yang merupakan tersangka pembunuhan temannya, Wayan Mirna Salihin dengan menggunakan kopi yang telah berisi sianida. Sidang kasus Jessica ini memang sangat menarik perhatian masyarakat, karena mendatangkan saksi saksi dan ahli yang sangat banyak, baik dari dalam negeri, maupun berasal dari luar negeri. Pada persidangan kasus Jessica, turut dihadirkan beberapa ahli Digital Forensik untuk memaparkan hasil analisisnya terhadap barang bukti yang di dapatkan dari penyidik. Barang bukti yang dimaksud, yaitu berupa USB Flashdisk yang menyimpan video CCTV yang terdapat di Cafe Olivier Grand Indonesia (TKP). Dikutip dari berita Tribun Lampung (Kamis, 13 Oktober 2016), disebutkan bahwa CCTV hasil kloningan tidak dapat dijadikan barang bukti untuk menjerat Jessica, karena tidak dapat dipastikan keasliannya. Saat persidangan tersebut, Penasihat Hukum Jessica, Yudi Wibowo Sukinto telah mengajukan seorang Ahli Digital Forensik, Rismon Sianipar. Digital Forensik merupakan satu cabang ilmu forensik yang berkaitan dengan bukti legal yang ditemukan pada sistem komputer dan media penyimpanan digital. Digital forensik juga dapat diartikan sebagai penggunaan teknik analisis dan investigasi untuk mengidentifikasi/menemukan, mengumpulkan, memeriksa dan menyimpan bukti/informasi pada sistem komputer atau media penyimpanan digital dengan sebuah standard dan dokumentasi tertentu untuk dapat diajukan sebagai bukti hukum yang sah. Ahli Digital Forensik yang di datangkan tersebut mengungkapkan dan menyatakan dugaan bahwa video CCTV yang digunakan oleh Ahli Digital Forensik yang di datangkan oleh JPU/Jasa Penuntut Umum (M Nuh Al-Azhar) sudah melalui proses tampering/editing yang tujuannya tidak baik. Pihak Penasihat Hukum Jessica mengklaim bahwa alat bukti CCTV tersebut diduga kuat dilakukan proses edititang yang bertujuan untuk menyudutkan pihak terdakwa. Pada berita di Tribun disebutkan “Tayangan CCTV tak autentik dan diragukan. Rekaman CCTV merupakan kloningan bukan barang bukti asli untuk diputar,” ujar Yudi saat membacakan nota pembelaan di sidang kasus pembunuhan Mirna di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (13/10). Pada hasil kloningan CCTV di Cafe Oliver tersebut, terdapat banyak sekali perilaku janggal yang dilakukan oleh Jessica, seperti menggaruk-garuk tangan. Namun, Penasihat Hukum Jessica menyebutkan bahwa perilaku mengusap tangan merupakan kebiasaan terdakwa. Sehingga, Penasihat Hukum Jessica mengklaim bahwa perilaku menggaruk tangan tersebut merupakan hasil editiing yang dilakukan oleh Ahli Digital Forensik yang di datangkan oleh JPU. Namun, dari pernyataan yang diungkapkan pada berita tersebut tidak sepenuhnya benar. Menurut pendapat saya, terdapat beberapa pendapat dari para ahli yang kurang tepat,. Tidak sepenuhnya video CCTV hasil kloningan tidak dapat di jadikan barang bukti. Hal yang sebenarnya telah dilakukan pada sidang tersebut adalah Ahli Digital Forensik yang di datangkan oleh JPU (M Nuh Al-Azhar), telah mengekstrak video CCTV yang awalnya memiliki format DVR. Hasil ekstrak/kloning tersebut kemudian dilakukan sebuah proses melalui teknologi digital forensik agar gambar yang terdapat pada video CCTV tersebut menjadi jelas, sehingga video tersebut akan mudah untuk dianalisis oleh tim forensik. Jika video tersebut tidak diproses dengan aplikasi khusus, tentunya Ahli Digital Forensik tidak akan bisa menganalisis video tersebut. Hal tersebut dikarenakan objek/Jessica berada cukup jauh dari kamera CCTV. Sehingga, jika video CCTV tidak diekstrak (masih dalam bentuk DVR), maka pada saat dilakukan proses zoom (memperbesar) gambar yang dihasilkan akan pecah. Itulah yang membuat kehadiran Ahli Digital Forensik sangat membantu untuk menganalisis peristiwa yang sebenarnya terjadi pada saat kejadian tersebut. Namun, dari pihak pengacara dan Penasihat Hukum terdakwa, belum merasa puas dengan hasil kloningan video CCTV tersebut. Mereka beranggapan, hasil rekaman CCTV yang ada pada penyidik tidak sama dengan hasil kloningan CCTV yang ada pada Ahli Digital Forensik. DAFTAR PUSTAKA
Tribun. 13 Oktober 2016. Kuasa Hukum Jessica: "Rekaman CCTV Kloningan
Bukan Barang Bukti Asli untuk Diputar". Diakses 05 September 2017, dari http://lampung.tribunnews.com/2016/10/13/kuasa-hukum-jessica- rekaman-cctv-kloningan-bukan-barang-bukti-asli-untuk-diputar/