Tebu merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting karena 70%
produksi gula dunia berasal dari tanaman. Oleh karenanya investasi di industri gula
berbasis tebu dinilai cukup prospektif untuk dilakukan. Hal tersebut terlihat dari jumlah
produksi gula Indonesia yang tidak sebanding dengan jumlah konsumsi. Kebutuhan akan
gula yang tinggi menuntut adanya tanah perkebunan tebu yang luas.
Hubungan kerjasama antara petani tebu dengan pabrik gula ibarat simbiosis
mutualisme dimana keduanya mendapatkan keuntungan dan tidak ada satupun pihak yang
merasa dirugikan. Petani tebu dapat menjual hasil panennya kemudian digilingkan di
Pabrik gula sehingga ia mendapatkan gula dan hasil lainnya yang dapat dijual kembali. Di
sisi lain pabrik gula yang membeli tebu dari petani dapat melakukan proses produksinya
sesuai dengan kapasitas penggilingannya. Namun, pada kenyataannya hubungan ini tidak
berjalan mulus dimana petani tebu merasa dirugikan karena factor Harga Pokok
Penjualan (HPP) gula yang rendah.
3. Mengapa Jawa Timur memiliki lebih banyak Pabrik Gula dibandingkan dengan jJawa
Tengah dan Jawa Barat
Daerah Jawa Timur memiliki pabrik gula terbanyak di Indonesia. Hal ini
dikarenakan rata-rata lahan kebun tebu juga tersebar luas di daerah jawa Timur. Menurut
data satatistik Perkebunan Indonesia, perkebunan tebu di Jawa Timur menduduki posisi
pertama dalam kategori kebun terbanyak di Indonesia baik perkebunan rakyat,
perkebunan negara, maupun perkebunan swasta. Jawa Timur memiliki iklim dan
lingkungan yang sangat sesuai untuk ditanami tanaman tebu. tanaman tebu tumbuh baik
di daerah tropis, tetapi dapat pula ditumbuhkan di daerah sub tropis sampai garis isoterm
20oC, yaitu pada kawasan yang berada di antara 39oLU dan 35oLS. Suhu rata-rata
tahunan sebaiknya berada di atas 20oC dan tidak kurang dari 17oC. Pertumbuhan yang
optimum dicapai pada suhu 24o – 30oC. Tumbuhan ini dapat hidup pada berbagai
ketinggian, mulai dari pantai sampai dataran tinggi (1400 m di atas permukaan laut/dpl).
Namun, mulai ketinggian 1200 m dpl, pertumbuhan menjadi lambat. Hal ini menandakan
di daerah jawa Timur memiliki potensi yang sangat besar untuk memprosuksi gula.
Melihat potensi produksi gula dengan banyaknya perkebunan tersebut harus
diimbangi dengan adanya industri yang bisa mengolahh atau memproduksi tebu tersebut
menjadi gula. Tujuan dari berdirinya industry atau pabrik tersebut tidak lain untuk
meningkatkan nilai tambah dari tebu tersebut, karena tebu itu sendiri adalah bahan baku
utama dalam pembuatan gula.
4. Apa system tanah tebuh reynoso ?
Pengolahan lahan sawah menggunakan sistem reynoso yaitu membuat got-got
untuk pembuangan dan penampungan air. Hal yang dilakukan sebelum mulai membuka
lahan adalah pemasangan ajir lahan agar yang diolah benar-benar lurus. Menyiku dengan
alat siku untuk menentukan arah got dan juringan sehingga dapat meminimalkan tara
kebun. Pada lahan yang miring pemasangan siku dimulai di daerah yang paling dekat
dengan pembuangan air/patusan yang tanahnya basah/becer.
Pertama-tama yang dilakukan dalam sistem pengolahan tanah Reynoso adalah
pembuatan got keliling, yaitu got yang mengelilingi lahan. Got ini mempunyai lebar 60
cm dengan kedalaman 90 cm. Setelah got keliling selesai, dibuat got mujur yang
posisinya sejajar dengan juringan (deret tanaman tebu nantinya). Ukuran got mujur
adalah lebar 60 cm dan dalamnya 80 cm. Jarak antara got mujur satu dengan lainnya
adalah 62,5 meter. Got terakhir adalah got malang yang posisinya tegak lurus dengan
bakal juringan. Lebar got malang 50 cm dan kedalaman 70 cm, sedangkan jarak antar got
malang adalah 8 meter. Pada prinnsipnya, kedalaman ketiga got tersebut berbeda 10 cm
agar pembuangan air lancar. Setelah pembuatan got selesai, terbagilah lahan tersebut
2
menjadi kotak-kotak dengan luas 500 m . Sehingga dalam satu hektar lahan terdapat 20
kotak, dalam setiap kotak dibuat juringan.
9. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk menentukan tanggal pemanenan tanaman?
Proses pemanenan yang baik adalah yang tepat waktu dan tepat metode dengan
mempertimbangkan kondisi tanaman, iklim, lingkungan, dan lahan di lokasi tertentu.
Dukungan teknologi dan system informasi dapat meningkatkan kecepatan dan keakuratan
perencanaan panen dengan melakukan simulasi dan pengambilan keputusan berbasis
pengetahuan dan kaidah.
Proses pemanenan ditentukan berdasarkan umur panen masing-masing komoditas.
Ketika suatu komoditas telah mencapai umur panen harus segera dipanen. Tetapi sebelum
panen akan lebih baik untuk dilakukanlah proses analisis kemasakan dengan melihat
kriteria atau indicator kemasakan suatu komoditas. Indicator tersebut diantaranya visual
atau kenampakan, fisik, analisis kimia, fisiologis, dan komputasi. Berdasarkan visual atau
penampakan diantaranya melihat warna kulit, bentuk buah, ukuran, dan perubahan bagian
tanaman. Beerdasarkan fisik yang sering dianalisis adalah berat persatuan buah atau biji,
buah lunak, umbi keras, dan buah kemudahan buah dipetik. Berdasarkan analisis kimia,
indicator yang biasanya dianalisis yaitu jumlah kandungan zat padat terlarut, jumlah
kandungan asam, jumlah kandungan pati, dan jumlah kandungan gula. Berdasarkan
fisiologis, indikator yang dianalisis yaitu laju respirasi, jumlah konsentrasi, dan
konsentrassi etilen. Berdasarkan komputasi Kriteria ini menghitung umur tanaman sejak
tanam atau umur buah dari mulai bunga mekar. Pada umumnya adalah tanaman semusim
atau tanaman yang hanya satu kali periode produksi langsung mati. Kelemahan penentuan
saat panen berdasarkan umur adalah umur tanaman (mulai sebar benih sampai panen)
sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga sangat bervariasi. Pada umur tertentu
ternayata tanaman belum siap panen, padahal seharusnya sudah harus dipanen. Misalkan
jagung manis dapat dipanen setelah umur 70 hari sejak tanam, semangak 64-80 hari sejak
tanam.