Presus SH Vero
Presus SH Vero
STROKE HEMORAGIK
Oleh :
Veronica
112016253
Pembimbing
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Sunda
Tanggal Masuk : 14 Juli 2018
Tanggal Periksa : 16 Juli 2018
Dirawat yang ke : Pertama
No. RM : 898836
II. ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 16 Juli pukul 09.00 di Unit Sroke RSPAD
Gatot Subroto
KELUHAN UTAMA
Lengan dan kaki sebelah kanan lemah sejak 2 jam SMRS
KELUHAN TAMBAHAN
Bicara pelo , nyeri kepala
RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN
Tidak ada kelainan
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, E4M6V5, GCS 15
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 170 cm
Gizi : Normal (Index Massa Tubuh = 20,7 kg/m2)
Tanda Vital
Tekanan Darah Kanan: 150/90 mmHg
Tekanan Darah Kiri : 150/90 mmHg
Nadi Kanan : 84 kali per menit
Nadi Kiri : 84 kali per menit
Pernafasan : 20 kali per menit
Suhu : 36,5ºC
Mata : Konjungtiva tidak anemis / konjungtiva tidak anemis
sklera tidak ikterik / sklera tidak ikterik
Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar, Jugular vein
pressure tidak meningkat
Jantung : Bunyi jantung I-II, murni, regular, tidak ada gallop,
tidak ada murmur
Paru : vesikuler kedua lapang paru, tidak ada ronkhi, tidak
ada wheezing
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema
STATUS PSIKIATRI
Tingkah Laku : Wajar
Perasaan Hati : Eutim
Orientasi : Baik
Jalan Pikiran : Koheren
Daya Ingat : Baik
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos mentis, E4M6V5, GCS 15
Sikap Tubuh : Berbaring terlentang
Cara Berjalan : Tidak dapat dinilai
Gerakan Abnormal : Tidak ada
KEPALA
Bentuk : Normosefali
Simetris : Simetris
Pulsasi : Teraba pulsasi Arteri Temporalis dextra dan sinistra
Nyeri tekan : Tidak ada
LEHER
Sikap : Lurus, simetris
Gerakan : Bebas
Vertebra : Normal
Nyeri tekan : Tidak ada
N II ( Optikus )
Ketajaman penglihatan : Baik Baik
Pengenalan warna : Baik Baik
Lapang pandang : Sama dengan pemeriksa
Fundus : Tidak dilakukan
Pupil :
Ukuran pupil : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor : isokor
Posisi : ditengah ditengah
Reflek cahaya langsung : (+) (+)
Reflek cahaya tidak langsung : (+) (+)
Reflek akomodasi/konvergensi: (+) (+)
N V ( Trigeminus )
Menggigit : Baik
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Reflek masseter : (-) (-)
Reflek zigomatikus : (-) (-)
Reflek kornea : Tidak dilakukan
Reflek bersin : Tidak dilakukan
N VII ( Facialis )
Pasif
Kerutan kulit dahi : Simetris
Kedipan mata : Simetris
Lipatan nasolabial : asimetris, sisi kanan lebih mendatar
Sudut mulut : asimetris, sisi kanan lebih rendah
Aktif
Mengerutkan dahi : Simetris
Mengerutkan alis : Simetris
Menutup mata : Simetris
Meringis : Asimetris, tertinggal pada sisi kanan
Mengembungkan pipi : Asimetris, kiri lebih mengembung
Gerakan bersiul : Tidak bisa
Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Tidak dilakukan
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lidah kering : Tidak ada
N VIII ( Vestibulocochlearis )
Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)
Mendengar detik jam arloji : (+) (+)
Test swabach : Tidak dilakukan
Test rinne : Tidak dilakukan
Test weber : Tidak dilakukan
N IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynx : Simetris
Posisi uvula : Di tengah
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan
N X ( Vagus )
Denyut nadi : Teraba, Reguler
Arcus pharynx : Simetris
Bersuara : disartria
Menelan : tidak ada gangguan.
N XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : Normal
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu : Asimetris
N XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : Tidak ada deviasi
Kekuatan lidah : Simetris
Atrofi lidah : Tidak ada
Artikulasi : disartria
Tremor lidah : Tidak ada
SISTEM MOTORIK
Trofi : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Gerakan : Terbatas Bebas
Terbatas Bebas
Kekuatan : 4444 5555
4444 5555
Tonus : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
SISTEM REFLEKS
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Tendon: Kanan Kiri
Refleks Biseps : Normal Meningkat
Refleks Triseps : Normal Meningkat
Refleks Patella : Normal Normal
Refleks Achilles : Normal Normal
Refleks Periosteum : Tidak dilakukan
Refleks Permukaan : Tidak dilakukan
Dinding perut : Simetris Simetris
Cremaster : Tidak dilakukan
Spinchter Anii : Tidak dilakukan
Refleks Patologis
Kanan Kiri
Hoffman tromer : (-) (-)
Babinski : (+) (-)
Chaddok : (+) (-)
Oppenheim : (+) (-)
Gordon : (-) (-)
Schafer : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)
SISTEM SENSIBILITAS
Eksteroseptif
Nyeri : Normal
Suhu : Tidak dilakukan
Taktil : Normal
Proprioseptif
Vibrasi : Tidak dilakukan
Posisi : Normal
Tekan dalam : Normal
FUNGSI OTONOM
Miksi (terpasang kateter urin)
Inkontinentia : tidak ada kelainan
Retensi : tidak ada kelainan
Anuria : tidak ada kelainan
Defekasi
Inkontinentia : tidak ada kelainan
Retensi : tidak ada kelainan
FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi emosi : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi kognisi : Baik
Kesan : Kardiomegali dengan elongasi dan kalsifikasi aorta, infiltrate di lapangan paru kanan
dan suprahilar paru kiri, DD/ pneumonia
Kesan :
- Perdarahan intraparenkim di basal
ganglia dan kapsula eksterna kiri
dengan edema perifokal
- Tidak tampak infark maupun SOL
intracranial pada CT scan saat ini.
V. RESUME
Pasien laki-laki usia 55 tahun, dengan keluhan tangan dan kaki sebelah kanan
mendadak terasa lemah dan sulit untuk digerakkan saat sedang memarkirkan motor sekitar 2
jam SMRS. Pasien sulit bangun dan butuh bantuan untuk bangun dan setelah kejadian pasien
bicara pelo dan mulut tertarik ke kiri. Sebelum serangan, pasien mengatakan bahwa mengalami
nyeri kepala. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang sudah lama namun tidak berobat teratur.
Pasien memiliki riwayat merokok.
Pada pemeriksaan fisik, untuk status internus didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg
sedangkan paru dan jantung dalam batas normal. Status psikiatri dalam batas normal. Pada
status neurologis, kesadaran compos mentis E4M6V5. Pemeriksaan nervi cranialis didapatkan
parese N VII dekstra sentral dan disartria. Pada pemeriksaan motoric ditemukan hemiparese
dextra spastic. Sistem sensibilitas, fungsi otonom, dan fungsi luhur dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan eusinofil, netrofil, dan limfosit rendah.
Didapatkan peningkatan D dimer yaitu 1070 mg/mL. Peningkatan kolestrol total 326 mg/dL,
peningkatan kolesterol LDL 235 mg/dL dan peningkatan asam urat 7,6 mg/dL serta penurunan
magnesium 1,78 mEq/L. Pemeriksaan foto thoraks posisi anteroposterior menunjukkan
Kardiomegali dengan elongasi dan kalsifikasi aorta, infiltrate di lapangan paru kanan dan
suprahilar paru kiri, DD/ pneumonia dan pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras
menunjukkan Perdarahan intraparenkim di basal ganglia dan kapsula eksterna kiri dengan
edema perifokal.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparese dextra spastik , parese N. VII dextra sentral, disartria
Diagnosis topis : hemisfer serebri sinistra,
Diagnosis etiologi : Stroke Hemoragik
Diagnosis sekunder : Hipertensi kronik
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
IVFD RL 15 tpm
Perdipin drip ( Target Sistolik 160 mmHg)
Manitol 4 x 100 mg IV
Citicolin 2 x 500 mg IV
As. Traneksamat 3 x 500 mg IV
Captopril 3 x 25 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Non medikamentosa
Fisioterapi
Edukasi pada pasien dan keluarga
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
Quo ad sanam : Dubia ad malam
BAB II
PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan gejala berupa kelemahan anggota gerak sisi kanan yang
terjadi secara tiba-tiba sehingga pasien terjatuh saat pasien sedang parkir sepeda motor. Setelah
kejadian juga pasien mengeluh bicara pelo dan mulut bengkok. Hal tersebut mengarah kepada
kelumpuhan nervus VII yang sering terjadi pada penyakit serebrovaskular. Dan pada
pemeriksaan kekuatan motoric didapatkan kaki dan tangan kanan dalam derajat 4, yaitu pasien
dapat melawan gaya berat dan dapat pula mengatasi sedikit tekanan yang diberikan. Dengan
keadaan seperti ini maka pasien mengalami suatu hemiparese dextra. Defisit neurologis akut
pada pasien ini mengarah pada suatu lesi vaskular, karena onset lesi vaskular timbul secara
mendadak dan terjadi tanpa didahului pencetus yang jelas seperti trauma atau infeksi
sebelumnya. Berdasarkan data diatas dapat diduga bahwa pasien mengalami stroke, dengan
merujuk pada pengertian stroke itu sendiri yaitu suatu ganguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1,2
Data selanjutnya yang ditemukan adalah mengenai riwayat penyakit dahulu pada
pasien yaitu hipertensi, dimana hal ini termasuk dalam faktor resiko stroke, tepatnya faktor
resiko yang dapat diubah. Hipertensi mempercepat arteriosklerosis sehingga mudah terjadi
oklusi atau emboli pada atau dari pembuluh darah besar.1
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan tekanan darah 150/90
mmHg, sedangkan untuk status neurologis kesadaran compos mentis, E4V5M6. Pemeriksaan
nervi cranialis didapatkan parese N VII dextra sentral serta disartria. Pada pemeriksaan motoric
didapatkan hemiparese dextra spastik. Sistem sensibilitas, fungsi otonom, dan fungsi luhur
dalam batas normal. Hemiparese dextra ditunjukkan dengan penurunan pergerakan dan
kekuatan pada tangan dan kaki kanan pasien. Tipe lesi dari hemiparese dextra ini yaitu tipe
UMN karena didapatkan dari pemeriksaan neurologis dimana pada pasien terjadi peningkatan
dari refleks fisiologis dari otot-otot dextra. Keadaan hiperefleksia ini terjadi karena impuls
inhibisi dari susunan piramidal dan ekstrapiramidal untuk lengkung refleks tidak dapat
disampaikan ke motorneuron medulaspinalis. Dan ditemukan juga adanya refleks patologis
untuk sisi tubuh sebelah kanan.
Parese nervus cranialis VII didapatkan pada pemeriksaan wajah yaitu wajah bagian
bawah terlihat tertarik kesamping kiri dan pada saat pergerakan otot wajah terlihat adanya
perbedaan antara kanan dan kiri. Manifestasi ini timbul dikarenakan walau secara umum
kebanyakan nervus kranialis motorik (N III, IV, V, VI, VII, IX, X, XII, XII) mendapatkan input
motorik bilateral dari korteks serebri. Akan tetapi muskulus yang dipersarafi N. VII ada yang
hanya mendapat input motorik kontralateral saja dari korteks serebri, Di lain pihak N.XII
mendapatkan input motorik dominan dari hemisfer serebri kontralateral. Koneksi kortikal
bilateral ada untuk semua nuklei motorik nervus kranialis kecuali untuk bagian nukleus fasialis
(VII) yang mensuplai muskulus wajah bagian bawah dan bagian nukleus hipoglossus (XII)
yang mensuplai muskulus genioglossus. Otot-otot yang diinervasi nukleus motorik yang
mendapat input kortikal bilateral tidak menjadi lemah setelah terkena lesi unilateral pada
korteks motorik, kapsula interna ataupun jaras motorik desenden setelahnya. Proyeksi dari
hemisferium serebri yang intak cukup untuk mengkompensasi. Sedangkan untuk muskulus
yang hanya menerima input kortikal kontralateral ,jika terjadi lesi unilateral maka akan terlihat
parese. Divisi motorik N.VII menginervasi otot otot wajah. Otot-otot dahi yang mendapat input
kortikal bilateral tidak terganggu karena masih ada kompensasi sehingga pasien masih dapat
memejamkan mata dan menaikkan alis dengan kuat tetapi otot wajah bagian bawah yang hanya
mendapat input kortikal kontralateral tampak lumpuh. Sudut mulut pasien sisi yang parese
tampak lebih rendah, lipatan nasolabial sisi yang lumpuh mendatar dan hanya sudut mulut yang
sehat saja yang dapat terangkat. Temuan ini menunjukkan terjadinya parese nervus VII yang
bersifat spastik.2
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Untuk
membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik kita dapat menggunakan Skor Siriraj
yang telah teruji sensitif karena dapat mengidentifikasi stroke hemoragik dengan angka
ketelitian 89,3% dan stroke non hemoragik sebesar 93,2%.3
Berikut adalah penghitungan dengan menggunakan Siriraj Stroke Score (SSS).3
Hasil Siriraj Stroke Score 1 menunjukkan kesan meragukan. Terdapat sebuah skoring lagi
untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik yaitu Djoenadi Stroke Score,
dengan perbedaan hal-hal yang dinilai. Berikut merupakan penilaiannya.
Berdasarkan penilaian Djoenadi Stroke Score disimpulkan bahwa pasien mengalami stroke
hemoragik karena memiliki skor lebih dari 20.
Terdapat juga algoritma Gadjah mada yaitu dinilai dari adanya penurunan kesadaran, refleks
Babinski, dan juga nyeri kepala. Pada pasien ini didapatkan adanya nyeri kepala dan refleks
Babinski postif yang menandakan terjadinya stroke hemoragik.
Pemeriksaan penunjang yang merupakan baku emas bagi penegakan diagnosis stroke adalah
CT Scan kepala. Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke seperti hematoma, neoplasma, dan abses serebri. Berdasarkan
hasil CT Scan kepala pada pasien menunjukkan adanya Perdarahan intraparenkim di basal
ganglia dan kapsula eksterna kiri dengan edema perifokal yang sesuai dengan gambaran stroke
hemoragik.3
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin yang
diperlukan sebagai dasar dan dapat menunjukkan beberapa keadaan yang dapat berhubungan
dengan stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia. Selain itu ada
pemeriksaan kimia darah, yang dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala
seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan penyakit yang diderita
pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan
terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan
antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke. Modalitas
lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah elektrokardiografi dan foto
thoraks. Pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko stroke.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan peningkatan kadar kolesterol total, dan
kolesterol LDL, serta peningkatan kadar asam urat, dan peningkatan D-dimer.
Setelah diagnosis stroke ditegakkan maka penting untuk merencanakan penanganan pada
pasien. Berikut merupakan panduan tatalaksana pada penderita stroke. Penjelasan selanjutnya
akan melengkapi gambar dibawah ini.4
Terdapat pengobatan umum dan spesifik yang harus dilakukan.
1. Pengobatan umum terdiri dari: 1
- Breathing
dengan memperbaiki jalan nafas dan memastikan fungsi paru tetap baik. Bila pasien
sesak dapat diberikan nasal kanul 2L- 3L.
- Blood
Tekanan darah pasien perlu diperhatikan juga. Tekanan darah pada pasien saat masuk
IGD RSPAD adalah 205/142 mmHg sehingga perlu dilakukan penurunan tekanan
darah bila tekanan darah sistolik >200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) >150
mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat anti hipertensi intravena
secara kontinu dengan penurunan tekanan darah setiap 5 menit. Penurunan tekanan
darah maksimal 20%. Obat yang diberikan pada pasien yaitu perdipin drip dengan
target sistolik 160 mmHg.
- Brain
posisikan kepala 20 sampai 30 derajat untuk mengurangi edema otak. Bila didapatkan
peningkatan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala, muntah proyektil, dan
bradikardi relative, penggunaan obat yang biasa dipalai adalah mannitol 20 % 1- 1,5
gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/kgBB). Pada pasien ini diberikan
mannitol 4 x 100 mg IV. Suhu tubuh juga harus diperhatikan agar tidak meningkat
karena dapat memperbanyak pelepasan neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas,
kerusakan sawar darah otak.
- Bladder
pemasangan folykateter pada keadaan retensio urin dan kondom kateter pada
inkontinensia urin.
- Bowel
pasien masih dapat makan dan minum dengan baik sehingga hanya dibutuhkan cairan
infus isotonik, tidak perlu pemasangan NGT. Monitor defekasi agar teratur
Pemberian neuroprotektor yaitu citicolin 2x 500 mg IV untuk melindungi sel-sel otak dan
meningkatkan aliran darah ke otak. Bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga
menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif.
Citicolin adalah obat kolinergik eksogen yang berasal dari sitidin-5-difosfokolin (CDP-
choline). CDP-Choline adalah salah satu zat yang faktor yang berperan dalam biosistensi
membrane sel. CDP-choline juga dinilai berperan dalam membantu sintesis fosfatidilkolin.
Fosfatidilkolin adalah fosfolipid yang dibutuhkan untuk fungsi gray matter otak. Citicolin
juga dinilai dapat meningkatkan sintesis asetilkolin dan memperbaharui fosfolipid dalam
otak. Obat ini juga dinilai dapat meminimalisir iskemia otak dengan menurunkan radikal
bebas (malondialdehida). Hal ini menjadikan citicolin dianggap memiliki efek
neuroprotektif dan regeneratif, sehingga banyak digunakan pada stroke. Penggunaan
citicolin pada cedera kepala ataupun struk secara umum menunjukkan perbaikan gejala
pada pasien meskipun manfaatnya terbatas dan sangat bergantung pada dosis serta waktu
pemberian. Data-data yang ada menunjukkan hasil terapi yang lebih baik dengan
pemberian citicolin.5
Edukasi pada pasien penting sebagai pencegahan serangan berulang di kemudian hari,
meliputi modifikasi gaya hidup yaitu dengan memberikan nasihat agar berhenti merokok
dan menghindari lingkungan perokok serta penjelasan mengenai aktifitas fisik. Untuk
sementara pasien dianjurkan mengikuti paket latihan fisik dengan pengawasan tenaga
kesehatan professional yaitu dengan melakukan fisioterapi yang berguna untuk
memperbaiki fungsi motoric dan mencegah kontraktur sendi. Jika pasien sudah dapat
melakukan aktifitas fisik maka disarankan agar melakukan paling kurang 30 menit latihan
fisik dengan intensitas sedang yaitu berjalan cepat atau menggunakan sepeda statis.
Intensitas sedang didefinisikan sebagai aktivitas fisik yang cukup berarti hingga
berkeringat atau meningkatkan frekuensi denyut jantung, satu hingga tiga kali seminggu.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sehingga ketika sudah dapat rawat jalan pasien dapat
diberikan antihipertensi Amlodipine 10 mg sehari dan membatasi asupan garam, diit
dengan kaya buah-buahan dan sayur-sayuran. Pengobatan yang cepat dan tepat
diharapakan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama
pengobatan adalah mencegah progresivitas dan mencari dan menghilangkan faktor
predisposisi.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline stroke 2011. 2011. Jakarta:
PERDOSSI.
2. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topik neurologi DUUS edisi 5. Jakarta: EGC; 2018.
h. 97-161.
3. Poungvarin N, Viriyavejakul A, Komontri C. Siriraj stroke score and validation study
to distinguish supratentorial intracerebral haemorrhage from infarction. 1991. NCBI
Journal. Vol.302(6792): 1565–1567.
4. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
5. Doijad R, et al. Therapeutic Applications of Citicoline and Piracetam as Fixed Dose
Combination. 2012. Asian Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences 2(12)
2012, 15-20.