Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN Non ST Elevasi Miokard Infark

A. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan
untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang
meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI).
APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya
berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui penanda biokimia nekrosis miokard
(peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI;
sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/
oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah
progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan
spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya.
Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja
jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2
miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
B. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi


Sumber: farras (2014)(Diakses pada hari senin, 11 april 2016 jam 23.00 WITA ).

Putri & Wijaya (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1 Secara
fisiologis, jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital fungsinya di
bandingkan dengan organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain, apabila fungsi
jantung mengalami gangguan amat besar pengaruhnya terhadap organ-organ tubuh
lainnya terutama ginjal dan otak. Karena fungsi utama jantung adalah sebagai single
pompa yang memompakan darah keseluruh tubuh untuk kepentingan metabolisme
sel-sel demi kelangsungan hidup.

C. Penyebab
Penyebab utama NSTEMI adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang
terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina
tidak stabil (UA) dan infark miokard non-ST elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari
sindrom koroner akut kontinum, di mana plak pecah dan terbentuk trombosis koroner
aliran darah ke daerah miokardium. UA dan NSTEMI juga disebut sindrom koroner
akut non-ST elevasi, untuk membedakan mereka dari akut infark miokard ST elevasi
(STEMI). Dalam UA dan NSTEMI, tidak ditemukan ST elevasi dan gelombang Q
patologis pada EKG. Pada pasien dengan MI akut, alasan mengapa gelombang Q atau
menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi oklusi, sejauh mana daerah
infark menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak pembuluh darah yang
menentukan ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan pada 60-85% kasus, dalam
periode akut NSTEMI menunjukkan bahwa infark arteri yang terkait tidak tersumbat.
Hal ini merupakan alasan terhadap kurangnya kemanjuran fibrinolisis dalam
gangguan ini.

D. Manifestasi klinik
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis
berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan
onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang
memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia
pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual,
diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
E. Patofisiologi
Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan

suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh

obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau prosesvasokonstriksi

koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang

tidak stabil.

Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot

polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi.

Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan

proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel

makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α , dan IL-6. Selanjutnya IL-6

merangsang pengeluaran hsCRP di hati.

F. Patways
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Biomarker Jantung

1. Troponin T dan Troponin I

Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat penting

pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut

(SKA). Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam

mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark).

Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan

troponin I:

1. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen

inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.

2. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat

tropomiosin.

b. EKG (T Inverted dan ST Depresi)

Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST Depresi yang

menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T

menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien

simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai

dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang

tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang

T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi

NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif,

oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat

dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.


c. Echo Cardiografi pada Pasien Non Stemi

1. Area Gangguan

2. Fraksi Ejeksi

Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada

prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume

akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan

apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.

d. Angiografi koroner (Coronari angiografi)

Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien

mengalami derajat stenosis 50% pad pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan

apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di

intervensi dengan pemasangan stent.

H. Penatalaksanaan
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
1. Memeriksa tanda-tanda vital
2. Mendapatkan akses intra vena
3. Merekam dan menganalisis EKG
4. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
5. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta pemeriksaan
koagulasi.
6. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk
mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat masuk, jika
normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada pasien
dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark < 2minggu dengan iskemik
berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark periprosedural.
Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:
1. Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)
2. Aspirin 160 mg (dikunyah).
3. Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila masih nyeri
dada.
4. Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.
Tatalaksana lanjut berdasarkan stratifikasi risiko (skor risiko TIMI)
1. Risiko tinggi/ sedang:
a) Anti iskemik : beta blocker, nitrat, calcium-channel blocker.
b) Beta blocker diberikan pada pasien tanpa kontarindikasi, khususnya pasien dengan
hipertensi dan takikardia.
c) Nitrat intra vena atau oaral efektif mengatasi episode nyeri dada akut.
d) Calcium-channel blocker dipakai untuk mengurangi gejala pada pasien yang telah
menerima nitrat dan beta-blocker, bermanfaat pada pasien yang kontraindikasi beta-
blocker dan pada pasien angina vasospastik.
e) Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.
i. aspirin diberikan pada semua pasien SKA, dosis awal 16o mg-325 mg dan
selanjutnya 75-100 mg per hari untuk jangka panjang.
ii. Pada semua, clopidogrel diberi dengan dosis loading 300mg per oral, selanjutnya
75 mg per hari, clopidogrel dapat diberikan hingga 12 bulan kecuali dengan
komplikasi perdarahan berlebih.
iii. Pasien dengan kontarindikasi aspirin, clopidogrel diberikan sebagai pengganti.
iv. Pasien yang direncanakan menjalani prosedur invasif (PCI= pecutaneous
coronary intervention), clopidogrel diberikan dengan dosis loading 600 mg untuk
mencapai inhibisi fungsi platelet yang lebih cepat dan optimal.
2. Resiko sedang sampai tinggi
a) Anti koagulan/ antitrombin: Heparin
b) Anti koagulan diberi pada semua pasien selain anti platelet.
c) Revaskularisasi koroner
i. angiografi koroner dini (<72 jam ) diikuti oleh revaskularisasu (PCI atau bedah
pintas koroner) direkomendasikan pada pasien dengan risiko sedang dan tinggi.
ii. angiografi koroner urgensi (<24 jam) direkomendasikan pada pasien dengan
angina refrakter atau berulang yabg disertai perubahan segmen ST, gagal jantung,
aritmia yang mengancam hidup dan hemodinamik yang tidak stabil
d) Terapi tambahan: ACE inhibitor atau penghambat reseptor angiotensin.
3. Risiko rendah, diberi terapi:
a) Aspirin
b) Beta-blocker
c) Pertimbangan untuk uji latih jantung (treadmill).
d) Dapat dipulangkan setelah observasi.

I. Focus pengkajian keperawatan


Pemeriksaan FISIK
a. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau Compos
mentis (cm) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi
sistem saraf pusat
b. B1 (breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi nafas melebihi normal dan mengeluh sesak nafas
seperti tercekik. Dispnea cardiak biasanya ditemukan. Sesak nafas terjadi akibat
tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikal kiri yang
meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan
peningkatan curah darah ventrikal kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea
kardiak pada infark miokardium yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.
c. B2 (blood)
1) Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di
daerah substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di
dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada Iinfark Miokard Akut tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan
3) Auskultasi
Teanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang
disebabkan Infark Miokard Akut. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya ditemukan pada Infark Miokard Akut tanpa komplikasi
4) Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
d. B3 (brain)
Kesadaran umum klien biasanya Compos Mentis. Tidak ditemuan sianosis perifer.
Pengkajian objek klien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada
akibat infark pada miokardium.
e. B4 (bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan Infark
Miokard Akut karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.

f. B5 (bowel)
Klien biasanya mengalami mual muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri
tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltik usus yang merupakan tanda
utama Infark Miokard Akut
g. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan,
kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur. Tanda
klinis yang lain ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun
beraktivitas.
Kaji hygienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan
melakukan tugas perawatan diri

J. Fokus Intervensi Keperawatan


Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
ditandai dengan :
 nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
 wajah meringis
 gelisah
 delirium
 perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Kriteria Hasil:
 Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
 ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
 tidak gelisah
 nadi 60-100 x / menit,
 TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
 Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
 Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
 Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis; nafas dalam, perilaku distraksi,
visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
 Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
 Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor
listrik, penurunan karakteristik miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di
RS
Kriteria Hasil :
 Tidak ada edema
 Tidak ada disritmia
 Haluaran urin normal
 TTV dalam batas normal
Intervensi :
 Pertahankan tirah baring selama fase akut
 Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
 Monitor haluaran urin
 Kaji dan pantau TTV tiap jam
 Kaji dan pantau EKG tiap hari
 Berikan oksigen sesuai kebutuhan
 Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
 Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
 Berikan makanan sesuai diitnya
 Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )
3 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
 Daerah perifer dingin
 EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
 RR lebih dari 24 x/ menit
 Kapiler refill Lebih dari 3 detik
 Nyeri dada
 Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
 HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 <>2 > 45 mmHg dan
Saturasi <>
 Nadi lebih dari 100 x/ menit
 Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan
perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
 Daerah perifer hangat
 tak sianosis
 gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
 RR 16-24 x/ menit
 tak terdapat clubbing finger
 kapiler refill 3-5 detik
 nadi 60-100x / menit
 TD 120/80 mmHg
Intervensi :
 Monitor Frekuensi dan irama jantung
 Observasi perubahan status mental
 Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
 Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
 Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
 Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa
O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan protein plasma.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan
keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
 tekanan darah dalam batas normal
 tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
 paru bersih
 berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Intervensi :
 Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
keseimbangan cairan
 Observasi adanya oedema dependen
 Timbang BB tiap hari
 Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
 Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli
atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis ,
kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif )
ditandai dengan :
 Dispnea berat
 Gelisah
 Sianosis
 perubahan GDA
 hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <>2 > 45 mmHg dan Saturasi
<>
Kriteria hasil :
 Tidak sesak nafas
 tidak gelisah
 GDA dalam batas Normal ( pa O2 <>2 > 45 mmHg dan Saturasi <>
Intervensi :
 Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
 Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan
adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
 Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya ,
batuk, penghisapan lendir dll.
 Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
 Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau
tanda vital berubah.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan
gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia,
kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan
selama di RS
Kriteria Hasil :
 klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
 frekuensi jantung 60-100 x/ menit
 TD 120-80 mmHg
Intervensi :
 Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
 Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
 Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
 Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi
bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.
 Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau
memerlukan pelaporan pada dokter.
7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
Tujuan :
cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
 Klien tampak rileks
 Klien dapat beristirahat
 TTV dalam batas normal
Intervensi :
 Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
 Ajarkan tehnik relaksasi
 Minimalkan rangsang yang membuat stress
 Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
 Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana
tenang
 Berikan support mental
 Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung
/ implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang , kebutuhan
perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep,
pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan
kesehatan selama di RS
Kriteria Hasil :
 Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan, tujuan
pengobatan & efek samping / reaksi merugikan
 Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.
Intervensi :
 Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program
audio/ visual, Tanya jawab dll.
 Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas
yang berlebihan,
 Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
 Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja,
rekreasi aktifitas seksual.
Daftar Pustaka

Hazinki Mary Fran. 2004. Handbook of Emergency Cardiovascular Care for Healthcare
Providers, AHA : USA
Joewono Budi Prasetyo. 2003. Ilmu Penyakit Jantung,Airlangga University: Surabaya.
Joyce Levefer. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan
Implikasi Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai