Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ST ELEVASI


MIOKARD INFARK (STEMI) DI RUANG ICCU RSUP SANGLAH
DENPASAR

oleh
Umar Faruq, S. Kep
NIM 162311101303

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan pada Pasien dengan St Elevasi Miokard Infark


(STEMI) di Ruang Di Ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar telah disetujui dan di
sahkan pada:
Hari, Tanggal :
Tempat :

Bali, September 2018


Mahasiswa

Umar Faruq, S.Kep


NIM. 162311101303

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik Ruang ICCU


Keperawatan Gadar Kritis RSUP Sanglah Denpasar

…………………………………………… ……………………………………,…
NIP.
NIP.
Kepala Ruang ICCU

RSUP Sanglah Denpasar

……………………………………………

NIP.
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit
multisistem yang kronik, penyakit autoimun dari jaringan ikat dan
pembuluh darah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada jaringan
tubuh (Hockenberry & Wilson, 2009). SLE juga dikatakan sebagai
penyakit autoimun menahun yang menyerang daya tahan tubuh dan
menyebabkan peradangan seperi pada kulit dan persendian. SLE adalah
penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi
terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem
imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan
penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh.
Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang
berbeda (Mok & Lau, 2013).
Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan
sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan
jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. Perjalanan penyakit
SLE sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian. Penyebab
terjadinya SLE belum diketahui. Berbagai faktor dianggap berperan dalam
penmpangan regulasi sistem imun. Pada anak perempuan, awitan SLE
banyak ditemukan pada umur 9-15 tahun dengan perbandingan pada jenis
kelamin perempuan dan laki-laki sekitar 10:1 (Black & Hawks, 2009).

B. Etiologi
Penyebab atau etiologi dari SLE tidak diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit
SLE, yaitu faktor jenis kelamin, hormonal, dan faktor faktor genetic.
 Faktor genetic memiliki peranan yang sangat penting dalam
kerentanan penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE memiliki
kerabat dekat yang menderita SLE juga.
 Faktor lingkungan, yakni sinar UV yang mengubah struktur DNA di
daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di
daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit.
 SLE dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator
lambat yang memiliki gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat
menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga
memberikan kesempatan obat untuk berikatan degan protein tubuh.
Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuclear (ANA) untuk menyaring
benda asing tersebut.
 Infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem
imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral
sehingga mengaktivasi sel B limfosit non spesifik yang akan memicu
terjadinya SLE.

C. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah
alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-
obatan.

Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai adanya satu atau


beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai
predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal
terhadap sel T CD4, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap sel-
antigen.Sebagai akibatnya munculah sel T autoreaktif yang akan
menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi
autoantibodi maupun yang berupa sel memori.

Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen


yang terutama yang terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini
meliputi DNA, protein histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya
dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau
kompleks protein RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA).
Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan
merupakan komponen integral semua jenis sel atau disebut ANA (anti-
nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk
kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.

Gangguan-gangguan ini memungkinkan terbentuknya deposit


kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun ini
akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya
fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan
aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya
reaksi radang. Reaksi radang inilah yangmenyebabkan timbulnya keluhan/
gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi,
pleura, pleksus koroideus, kulit dan sebagainya.

D. Klasifikasi
Potter & Perry (2005) Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan
menjadi 3 macam yaitu :
1. Discoid Lupus

Dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit lupus yang


menyerang kulit. Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai
oleh batas eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan
telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan,
punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan
karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian
tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap

2. Systemic Lupus Erythematosus

SLE adalah penyakit lupus yang menyerang kebanyakan sistem di


dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati otak dan
sistem saraf. SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi
multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor SLE dikarakterisasi
oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan
sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan

3. Lupus yang disebabkan oleh obat

Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada


asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan
asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh
sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein
tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang
benda asing tersebut. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah
pemakaian obat dihentikan

E. Manifestasi klinis
Farkhati et al (2012) menjelaskan bahwa tanda dan gejala dari SLE
bermacam-macam, dibagi berdasakan pada sistemik yang terkena,
diantaranya :
1. Tanda dan Gejala Secara Umum
 Kelelahan, Kelahan merupakan manifestasi umum yang dijumpai
pada penderita SLE dan biasanya mendahului berbagai
manifestasi klinis lainnya.. Kelelahan ini
 Penurunan berat badan dijumpai pada sebagian penderita LES dan
terjadi dalam beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
Penurunan berat badan ini dapat disebabkan oleh menurunnya
nafsu makan atau diakibatkan gejala gastrointestinal.
 Demam sebagai salah satu gejala konstitusional LES sulit
dibedakan dari sebab lain seperti infeksi karena suhu tubuh lebih
dari 40°C tanpa adanya bukti infeksi lain seperti leukositosis.
Demam akibat LES biasanya tidak disertai menggigil
2. Tanda dan gejala pada Kulit
 Adanya kelainan pada kulit, dapat berupa fotosensitifitas, diskoid
LE (DLE), Subacute Cutaneous Lupus Erythematosus (SCLE),
lupus profundus / paniculitis, alopecia dan Buterfly Rush yang
menetap.
 Adanya lesi vaskuler berupa eritema periungual, vaskulitis atau
bercak yang menonjol bewarna putih perak dan dapat pula
ditemukan bercak eritema pada palatum mole dan durum, bercak
atrofis, eritema atau depigmentasi pada bibir.
3. Tanda dan gejala Muskuloskeletal
Lebih dari 90% penderita SLE mengalami keluhan muskuloskeletal.
Keluhan dapat berupa :
 Nyeri otot (mialgia)
 Nyeri sendi (artralgia) atau merupakan
 Artritis . Keluhan ini sering dianggap sebagai manifestasi artritis
reumatoid karena keterlibatan sendi yang banyak dan simetris.
Namun pada umumnya pada LES tidak meyebabkan kelainan
deformitas.
 Osteoporosis sering didapatkan dan berhubungan dengan aktifitas
penyakit dan penggunaan steroid.
4. Tanda dan Gejala pada Paru
Manifestasi klinis pada paru terjadi sebagai akibat deposisi kompleks
imun pada alveolus atau pembuluh darah paru, baik disertai vaskulitis
atau tidak. Gejala yang timbul umumnya disebabkan karena adanya
pneumonitis, emboli paru, dan hipertensi pulmonum. Pneumonitis
lupus dapat terjadi akut atau berlanjut menjadi kronik. Gejala yang
dikeluhkan dapat berupa :
 Sesak
 Batuk kering
 Ronki di basal.
5. Tanda dan gejala pada Ginjal
Tandan dan gejala pada ginjal umumnya tidak tampak sebelum terjadi
kegagalan ginjal. Penilainan keterlibatan ginjal pada pasien LES harus
dilakukan dengan menilai ada/tidaknya hipertensi, urinalisis untuk
melihat proteinuria dan silinderuria, ureum dan kreatinin, proteinuria
kuantitatif, dan klirens kreatinin. secara histologik,
6. Tanda dan gejala Gastroinestinal
Manifestasi gastrointestinal SLE sulit ditegagkan, karena dapat
merupakan cerminan keterlibatan berbagai organ pada penyakit SLE
atau sebagai akibat pengobatan. Gejala yang biasanya timbul berupa :
 Disfagia
 Dispepsia
 Nyeri abdominal dikatakan berkaitan dengan inflamasi pada
peritoneum.
 Hepatomegali
7. Tanda dan Gejala pada Neuropsikiatrik
Manifestasi neuropsikiatri LES sangat bervariasi, dapat berupa :
 Migraine
 Neuropati perifer
 Kejang
 Anxietas
 Depresi
American College Of Rheumatology (1997) menjelaskan bahwa
diagnosis SLE dapat ditegakkan ketika 4 dari 11 kriteria diagnostik
terpenuhi, yaitu :
1. Eritema malar (butterfly rash) - Eritema yang menetap, rata atau
menonjol, pada daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipat
nasolabial
2. Ruam diskoid – lesi eritema
3. Fotosensitivitas – Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal
terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat
oleh dokter pemeriks
4. Ulserasi mukokutaneous oral dan nasal – rasa sakit pada mulut dan
hidung
5. Artritis non erosif– Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih
sendi perifer, ditandai nyeri tekan, bengkak atau efusia Seroritis –
pleuritis, perikarditis
6. Serositis – adanya pericarditis atauadanya pleuritis
7. Gangguan renal/ nefritis – Proteinuria menetap >0.5 gram per hari
8. Gangguan neurologik – Kejang dan psikosis yang bukan disebabkan
oleh obat-obatan, gangguan metabolik (misalnya uremia,
ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit).
9. Gangguan hematologi – anemia hemolitik, trombositopenia,
leukopenia, limpopenia
10. Gangguan Imunologi - Antibodi antidouble stranded DNA, Antibodi
antinuklear Sm
11. Antibodi antinuklear (ANA)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perludilakukan berupa cekd lengkap,
LED, urinalisis, sel LE, ANA, antibodi anti doublestranded DNA,
antibodi antifosfolipid, antibodi lain (anti-Ro, anti-La, anti-RNP),
faktor rheumatoid, titer komplemen C3, C4,dan CH50, titer IgM ,IgG,
dan IgA, uji Coombs, kreatinin, ureum darah, protein urin >0.5
gram/24 jam (Nefritis),
2. Rontgen toraks
Rongen thorak dilakukan untuk melihat gambaran pada daerah dada
dan adanya gangguan pada fungsi dari ogan paru,penumpukan cairan
di daerah paru, dan penegakan dari SLE
3. USG ginjal
Tindakan USG biasanya dilakukan setelah ada keluhan yang berkaitan
dengan fungsi dan ganguan pada organ ginjal. Pemeriksaan ini untuk
melihat adanya pembengkakan pada ginjal akibat dari SLE, dll.
4. MRI
Pada pasien dengan gejala kejang dan psikis umumnya perlu dilakukan
tindakan MRI kepala untuk melihat adanya gangguan pada fungsi dan
gelombang otak sebagai validasi dalam penegakan diagnosis SLE.

G. Penatalaksanaan
Lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan harus
dilakukan selamanya. Tujuan dari penatalaksanaan SLE adalah mengontrol
manifestasi penyakit, sehingga pasien dapat memiliki kualitas hidup yang
baik, sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan
kematian (Hockenberry & Wilson, 2009). Tatalaksana pada SLE meliputi:
1. Penggunaan obat-obatan untuk mengurangi inflamasi dan
meminimalisir komplikasi. Adapun obat-obatan yang dibutuhkan
seperti:
 Anti-inflamasi non steroid (NSAIDs), untuk mengobati
simptomatik artralgia nyeri sendi.
 Antimalaria, Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka
panjang memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan
 Kortikosteroid, Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti
demam, dermatitis, efusi pleura. Diberikan selama 4 minggu
minimal sebelum dilakukan penyapihan. Dosis tinggi, untuk
mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, dan anemi hemolitik.
 Obat imunosupresan/sitostatika, Imunosupresan diberikan pada
SLE dengan keterlibatan SSP, nefritis difus dan membranosa,
anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten terhadap pemberian
kortikosteroid.
 Kalsium, Semua pasien LES yang mengalami artritis serta
mendapat terapi prednison berisiko untuk mengalami mosteopenia,
karenanya memerlukan suplementasi kalsium.
2. Dialisis atau transplantasi ginjal ; Pasien dengan stadium akhir lupus
nefropati, dapat dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal
3. Diet ; diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan
adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah
garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan
obat tradisional.
4. Aktivitas ; Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah
raga diperlukan untuk mempertahankan tulang dan berat badan
normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering
dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk
menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari
harus menggunakan krim pelindung matahari
5. Penatalaksanaan infeksi Pengobatan segera bila ada infeksi terutama
infeksi bakteri. Setiap kelainan urin harus dipikirkan kemungkinan
pielonefritis
Clinical Pathway
Etiologi
1. genetik
2. lingkungan
3. obat-obatan

System regulasi kekebalan terganggu Reaksi Berulang

Mengaktifasi sel T dan sel B


Fungsi sel T-Supresor abnormal

Peningkatan auto antibody

Penumpukan kompleks Imun Kerusakan jaringan

Inflamasi
Systemic Lupus
Erithematosus (SLE)
Pembengkakan sendi Muskuloskeletal Kulit Paru
Jantung Pembuluh darah Tulang dan sumsum Gastrointestinal Perubahan status
Merangsang reseptor Lesi menetap pada kulit tulang Peradangan dan Ekspansi dada tidak kesehatan
nyeri Hambatan Mobilitas Peradangan pada organ
perikarditis Inflamasi pada arteriole penumpukan cairan
Kegagalan pembentukan adekuat Kurangnya paparan
Fisik gastrointestinal
perifer Perubahan statussel-seldarah merah pada paru informasi
Penebalan
Nyeri perikardium
tekan, dan nyeri kesehatan Nyeri abdomen,
Ketidak efektifan Deficit
saat bergerak Gangguan
Nyeri Akut sirkulasi darah Tubuh kekurangan sel
ke perifer Gangguan citra tubuh darah merah gangguan absorbs
pola nafas pengetahuan
Kontraksi otot jantung makanan, mual, muntah
berkurang
Lesi papiler di ujung
kaki,tangan dan siku Anemia Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi
Penurunan curah
jantung Kelelahan
Kerusaka integritas
kulit Ansietas
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik
difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami
seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas,
anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri
pasien.
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 : Brething
Pada pasien dengan SLE dapat diperiksa terkait fungsi dari paru,
adanya keluhan sesak, irama pernafasan, vocal fremitus paru, dan
adanya penumpukan secret atau cairan didalam rongga paru.
b. B2 : Blood
Kaji adanya Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan
lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan,
siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tangan dan berlanjut nekrosis.
c. B3 : Brain
Kaji adanya penurunan kesadaran, adanya kejang, dan gangguan
sensori pada klien dengan SLE. Kaji tingkat ansietas, dan respon
perilaku dari pasien terhadap pengobatan.
d. B4 : Bleader
Kaji adanya keluhan pada saat BAK, adanya nyeri pada bagian
abdomen, serta adanya hematuri
e. B5 : Bowel
Kaji adanya gangguan pada pola makan, asupan nutrisi, gangguan
eliminasi, melena, dll
f. B6 : Bone
Kaji adanya pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.Lesi akut pada kulit yang terdiri
atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta
pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal, nyeri
b. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera biologis
( inflamasi)
c. Ketidak efektifan pola nafas (00032) berhubungan dengan
gangguan muskuloskeletal
d. Defisiensi pengetahuan (00126) berhubungan kurangnya informasi
e. Ansietas (00146) berhubungan dengan perubahan status kesehatan
f. Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan dengan penyakit,
perubahan fungsi tubuh
g. Penurunan curah jantung (00029) berhubungan dengan perubahan
frekuensi jantung
h. Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan gangguan
sirkulasi
i. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan(00002)
berhubungan dengan faktor biologis
j. Keletihan (00093) berhubungan dengan kelesuan fisiologis
Nursing Planing
No Diagnose NOC NIC RASIONAL
keperawatan
1 Hambatan Pergerakan sendi (0206) Peningkatan latihan (0140) Observasi
mobilitas fisik Pegerakan sendi pasif (0207) Terapi latihan peregangan (0202) - Mengetahui kekuatn otot,
(00085) kriteria hasil Terapi latihan : Ambulasi (0221) perkembangan kesehatan,
berhubungan - Klien meningkat dalam aktivitas Observasi dan batasan mobilitas fisik
dengan gangguan fisik - Kaji kekuatan muskuloskeletal klien klien
musculoskeletal, - Mengerti tujuan dari peningkatan - Kaji tanda-tanda vital Nurse line
nyeri mobilitas - Kaji rentan gerak klien - Memotivasi klien dalam
- Memverbalisasikan perasaan Nursing line melakukan terapi
dalam meningkatkan kekuatan dan - Ajarkan dan motivasi klien untuk mobilitas fisik serta
kemampuan berpindah melakukan program latihan secara rutin menyedika alat bantu yang
- Memperagakan penggunaan alat - Lakukan ROM dibutuhkan untuk lebih
Bantu untuk mobilisasi - Sediakan alat bantu untuk klien seperti mudah dalam
- Kemudahan dalam ADL kruk, kursi roda, dan walker meningkatkan mobilitas
Edukasi - ROM dapat melatih
- Ajarkan teknik ambulasi & perpindahan mobilitas
yang aman kepada klien dan keluarga. Edukasi
- Beri penguatan positif untuk berlatih - Meningkatkan
mandiri dalam batasan yang aman. pengetahuan dan
Kolaborsi keyakinan dari klien
- Kolaborasikan tindakan dan latiha rom khususnya dalam
dengan fiioterapi atau perawat melakukan latihan
Kolaborasi
- Meningkatkan rasio
keberhasilan terapi
2 Nyeri akut (00132) kontrol Nyeri (1605) Managmen Nyeri (1400) Observasi
berhubungan kriteri hasil: Observasi: - Mengetahui skala
dengan agen - Skala nyeri turun dari 8 menjadi 6- Kaji skala nyeri nyeri,dan tingkat
cedera biologis - Pasien mengatakan posisi nyaman - Kaji TTV kenamanan klien serta
( inflamasi) - Suhu normal (36,5-37,5°C) - Kaji rasa nyaman faktor yang dapat
- Dapat tidur dengan nyenyak - Kaji kenyamanan lingkungan mempengaruhinya
- Tekanan darah normal (120/90 - Kaji kenyamanan saat tidur Nurse line
mmHg) Nurse line - Kompres hangat dan
- RR normal (16-24x/menit) - lakukan kompres hangat pada daerah relaksasi otot progresif
- Nadi normal (60-100x/menit) yang nyeri dapat menurunkan sensasi
- lakukan relaksasi otot progresif ketidaknyamanan (nyeri)
Edukasi: yang dirasakan oleh klien
- informasikan penyebab nyeri Edukasi
- ajarkan cara untuk mengalihkan - Meningkatkan
perasaan nyeri pengetahuan dan
Kolaborasi keyakinan dari klien
- Kolaborasi pemberian analgesic khususnya dalam usaha
nemurunkan sensasi nyeri
yang dirasakan
Kolaborasi
- Meningkatkan rasio
keberhasilan terapi
3 Ketidak efektifan Status pernafasan(0415) Monitor pernafasan (3350) Observasi
pola nafas (00032) kriteria hasil: Managemen ventilasi mekanik : non - Mengetahui tanda-tanda
berhubungan - RR normal (16-24x/menit) invasive (3302) vital klien dan keluhan
dengan gangguan - Irama pernafasan regular Observasi yang dirasakan klien
muskuloskeletal - Pasien bernafas tanpa - Cek jalan nafas untuk nantinya sebagai
menggunakan otot bantu - Cek RR acuan tindakan yang akan
pernafasan - Cek irama pernafasan dilakukan atau diberikan
- Pasien mengatakan tidak sesak - Cek otot bantu pernafasan
nafas - Kaji sesak pasien Nurse line
- Kaji saturasi oksigen - Posisi semi fowler dapat
membantu klien untuk
Nurse line menguraki sesak yang
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan dirasakan
ventilasi - Terapi oksigen untuk
- Beri oksigen jika pasien sesak memenuhi kebutuhan
- Latihan nafas dalam oksigenasi klien
Education - Latihan nafas dalam
- Beri penjelasan terkait penyebab sesak sebagai konservatif dalam
nafas upaya mendapatkan
- Ajarkan pasien dan keluarga cara pemenuhan oksigen tubuh
latihan nafas dalam Edukasi
Colaborator - Meningkatkan
- Kolaborasi pemberian bonkodilator pengetahuan dan
dengan dokter keyakinan dari klien
- Kolaborasi dengan radiographer untuk khususnya dalam
foto thorak mengikuti anjuran yang
diberikan
Kolaborasi
- Meningkatkan rasio
keberhasilan terapi
4 Ansietas Control kecemasan diri (1402) penurunan kecemasan (5820) Observasi
Kriteria Hasil : - Mengetahui tingkat
Observasi kecemasan yang dirasaka
- Klien mampu mengidentifikasi klien
dan mengungkapkan gejala cemas - Identifikasi tingkat kecemasan
Nurse line
- Gunakan pendekatan yang
- Mengidentifikasi,mengungkapkan menenangkan - Dapat meningkatkan
dan menunjukkan tehnik untuk -
Nyatakan dengan jelas harapan motivasi klien dalam
mengontol cemas terhadap pelaku pasien melakukan terapi untuk
- Vital sign dalam batas normal Nurse line menurunkan tingkat
- Postur tubuh, ekspresi wajah, - Temani pasien untuk memberikan kecemasan
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas keamanan dan mengurangi takut Edukasi
menunjukkan berkurangnya- Instruksikan pasien menggunakan - Meningkatkan
kecemasan teknik relaksasi pengetahuan klien terkait
Edication faktor pendorong
- Berikan informasi faktual mengenai pengurangan kecemasan
diagnosis, tindakan prognosis yang dirasakan
- Dorong keluarga untuk menemani anak Kolaborasi
- Bantu pasien mengenal situasi yang - Meningkatkan rasio
menimbulkan kecemasan keberhasilan terapi
- Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
Colaborasi
- Kolaborasikan dengan dokter terkait
penggunaan obat anti depresan
5 Defisiensi Pengetahuan: proses penyakit (1803) Pengajaran: prosedur/perawatan (5618) Observasi
pengetahuan - Mengetahui tingkat
(00126) kriteria hasil: Observasi pemahaman klien terkait
berhubungan - observasi terkait pengetahuan pasien sakit yang dialami
- pasien dan keluarga tidak bingung - kaji mimik wajah pasien
kurangnya Nurse line
dengan tindakan keperawatan yang Nurse line
informasi - Meningkatkan
diberikan - penyuluhan terkait penyakit pengetahuan klien
- pasien dapat memahami terkait Education Edukasi
penyakitnya saat ini - beri pengetahuan klien terkait penyakit - Meningkatkan
- pasien dapat patuh dengan
pengobatan yang telah dan terapi yang diberikan pengetahuan klien
Kolaborasi Kolaborasi
- kolaborasi dengan dokter untuk - Meningkatkan rasio
meningkatkan pengetahuan pasien keberhasilan terapi
terkait tindakan medis
7 Penurunan curah Status sirkulasi(0401) Perawatan jantung (4040) Observasi
jantung (00029) Kriteri hasil: Managemen resiko jantung (4050) - Mengetahui tanda-tanda
berhubungan - CRT < 2 detik Managmen cairan (4120) vital khususnya fungsi
dengan perubahan - TTV Normal Observasi dari jntung
frekuensi jantung - Nadi 60-100x/menit - Cek CRT Nurse line
- Suhu 36,5-37,5 °C - Monitor TTV - Meningkatkan asupan O2
- RR 16-24x/menit - Kaji akral dalam darah
- TD: 120/90 mmHg - Kaji irama jantung - Cairan intravena yang
- Akral hangat - Kaji otot bantu nafas sesuai dapat
- Irama jantung regular - Kaji pernafasan cuping hidung mempermudah dan
- Tidak menggunakan otot bantu - Kaji jalan nafas mengurangi beban kerja
pernafasan - Kaji nilai serum dari jantung
- Tidak menggunakan pernafasan Nurse line - ROM dapat melatih
cuping hidung - Beri terapi oksigen mobilitas yang sesuai
- SGOT pria 37 U/L - Beri cairan intravena berisi elektrolit Edukasi
- SGOT wanita 31 U/L dengan laju lambat - Meningkatkan
- SPGT Pria 42 U/L - Lakukan ROM pengetahuan klien terkait
- SPGT wanita 32 U/L Education sakit yang dialami
- Ajarkan pasien dan keluarga terkait Kolaborasi
jenis, penyebab dan pengobatan saat ini - Meningkatkan rasio
- Informasikan kepada pasien dan keberhasilan terapi
keluarga penyebab pasien merasa
lemas
Collaborator
- Konsultasi dengan dokter bila cairan
tidak seimbang
- Konsultasi dengan ahli gizi terkait
dengan peningkatan asupan energy
8 Kerusakan Integritas jaringan kulit dan Pengecekan kulit (3590) Observasi
integritas jaringan membran mukosa (1101) Managemen tekanan (3500) - Mengetahui tanda-tanda
(00046) Kriteria Hasil : Observasi vital dan masalah yang
berhubungan - Integritas kulit yang baik bisa - Kaji suhu dan nadi dialami klien
dengan gangguan dipertahankan - Kaji akral Nurse line
sirkulasi - Melaporkan adanya gangguan - Kaji output dan input - Kompres hangat dan
sensasi atau nyeri pada daerah - Kaji kulit pasien (nekrosis, kemerahan, latihan ROM dapat
kulit yang mengalami gangguan indera perasa) memfasodilatasi darah
- Menunjukkan pemahaman dalam - Kaji kekuatan otot dijaringan sehingga dapat
proses perbaikan kulit dan - Kaji bagian tubuh yang mengalami memperlancar sirkulasi
mencegah terjadinya sedera edema Edukasi
berulang - Kaji kenyamanan posisi pasien - Meningkatkan
- Mampu melindungi kulit dan Nurse line pengetahuan dan
mempertahankan kelembaban kulit - Beri kompres hangat keyakinan dari klien
dan perawatan alami - Berikan terapi ROM khususnya dalam
Educator melakukan latihan
- Informasikan penyebab penyakit Kolaborasi
- Ajarkan keluarga dan pasien terkait - Meningkatkan rasio
dengan inspeksi ekstremitas keberhasilan terapi
- Informasikan penitngnya kompres
hangat
- Informasikan pentingnya ROM pada
pasien dan keluarga
Collaborator
- Kolaborasi pemberikan obat topikal
dengan dokter terkait kerusakan jarigan

9 Ketidak Status Nutrisi ; asupan makanan danManagemen nutrisi (1100) Observasi


seimbangan nutrisi cairan (1008) Monitor nutrisi (1160) - Mengetahui masalah atau
kurang dari kriteri hasil: Observasi keluhan klien erkait nutrisi
kebutuhan(00002) - Px memiliki hasrat untuk makan - Kaji makan px Nurse line
berhubungan - Px dapat merasakan makanan - Kaji IMT - Memotivasi klien dalam
dengan faktor - Px dapat menghabiskan semua - Kaji rasa mual meningkatkan asupan
biologis makanan yang diberikan - Kaji indera perasa dan penciuman px nutrisi sebagai cara untuk
- IMT normal (18) - Kaji makanan yang disukai px memenuhi nutrisi
Nurse line tubuhnya
- Motivasi px untuk makan dengan Edukasi
seimbang - Meningkatkan
Educator pengetahuan dan
- Beri informasi kepada px dan keluarga keyakinan dari klien
terkait gizi yang harus dipenuhi px terkait gizi yang
Collaborator diperlukan
- Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi Kolaborasi
- Meningkatkan rasio
keberhasilan terapi
10 Keletihan (00093) Status kesehatan pribadi (2006) Managemen energy (0180) Observasi
berhubungan kriteri hasil: Observasi - Mengetahui faktor
dengan kelesuan - Px tampak lebih segar - Kaji GCS px keletihan yang dirasakan
fisiologis - Nafsu makan meningkat - Kaji nafsu makan px klien
- Px tidak mengalami gangguan - Kaji aktivitas yang dapat dilakukan px Nurse line
dalam menjalani aktivitas sehari- - Kaji keletihan px - Kebutuhan klien dalam
hari Nurse line melakukan aktifitas
- Bantu px untuk melakukan aktivitas terpenuhi
yang bisa dilakukan Edukasi
Educator - Meningkatkan
- Ajarkan px untuk memanajemen pengetahuan dan klien
energy dalam penggunaan energy
yang sesuai sehingga
Colaborator nantinya tidak mudah
lelah
- Kolaborasika dengan tim kesehatan
Kolaborasi
lain untuk managemen energy
- Meningkatkan rasio
keberhasilan terapi
Daftar Pustaka

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing; clinical


management for possitive outcome (8 ed., Vol. 2). Singapore: Saunders
Elsevier.

Budiarto, E., & Anggraeni, D. (2003). Pengantar epidemiologi. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Bulechek, G. M., H. K. Butcher., J. M. Dochterman., dan C. M. Wagner. 2016.


Nursing Interventions Classification (NIC). Philadelphia: Elsevier

Farkhati, M. Y., Hapsara, S., & Satria, C. D. (2012). Antibodi anti DS-DNA
sebagai faktor prognosis mortalitas pada lupus eritematosus sistemik. Sari
Pediatri , 90

Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Essential of pediatric nursing (Eighth


ed.). Canada: Mosby elsevier.

Mok, C. C., & Lau, C. S. (2013, June 15). Pathogenesis of systemic lupus
erythematosus. British Medical Journal , 481-490.

Moohead, S. M. J., M. L. Maas., dan E. Swanson. 2016. Nursing Outcomes


Classification (NOC).

Potter, & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan; konsep, proses, dan
praktik (4 ed., Vol. 1). (M. Ester, D. Yulianti, I. Parulian, Penyunt., R.
Komalasari, D. Evriyani, E. Novieastari, A. Hany, & S. Kurnianingsih,
Penerj.) Jakarta, DKI Jakarta, Salemba: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC. Ruth F. Craven, EdD, RN,
Fundamentals Of Nursing, Edisi II, Lippincot, Philadelphia,

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan (9


ed.). (E. Wahyuningsih, & D. Widiarti, Penerj.) Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai