Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MATA KULIAH FISIOANATOMI


“PERADANGAN”

Nama kelompok :

 Shyangitha shima devi


 Nensi friska latumahina
 Nur amalia umasagadji
 Nursyahidah payapo
 Rabiah damayanti wael
 Radit sagadji
 Ridwan kalsati
 Rifaldy selay
 Sintya Gloria sea
 Sitti mukhlishah nurlette
 Sri devi salatalohy
 Suindo
 Sunarty tomia
 Vrilian tulaseket
 Wa ode nurmadilla
 Yosina walakutty
 Yusa irasari rumadan
 Zacharias jonasz
 zulfa shafira latarisa

 zulfikram riring

 zulham nahumarury

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan
kuasa-Nya, sehingga dapat diselesaikannya tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Imunologi yang judul “Inflamasi”.

Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi.
Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, dosen imunologi dan
teman- teman saya. Sehingga kendala-kendala yang saya hadapi teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Saya sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Segala kritik dan saran sangat
saya harapkan demi kebaikan dari makalah ini, dan tak lupa penulis ucapkan
terima kasih.

Denpasar, 29 November 2013

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL.............................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1. Pengertian Inflamasi ................................................................. 3
2.2. Penyebab Inflamasi ................................................................... 4
2.2.1.Benda Fisik ...................................................................... 4
2.3.2.Bahan Kimiawi yang Korosif / Toksik. ........................... 4
2.2.3. Benda Infektif .................................................................. 4
2.3..Mekanisme Inflamasi ................................................................ 5
2.3.1.Inflamasi Akut ................................................................. 5
2.3.2.Inflamasi Kronis. ............................................................. 7
2.3.3.Akibat dari radang akut dan kronik. ................................ 7
2.4..Tanda–tanda Inflamasi .............................................................. 9
2.4.1.Rubor ............................................................................... 9
2.4.2. Kalor. ............................................................................... 10
2.4.3. Dolor. ............................................................................... 10
2.4.4.Tumor............................................................................... 10
2.4.5. Functio Laesa .................................................................. 11
2.5..Proses Inflamasi Akut ............................................................... 11
2.5.1. Kontriksi dan Dilaktasi ................................................... 11
2.5.2. Emigrasi........................................................................... 12
2.5.3. Kemotaksis. ..................................................................... 13
2.5.4.Fagositosis ....................................................................... 14
2.5.5. Eksudasi........................................................................... 15

ii
2.6..Macam- macam Sel dan Mediator Inflamasi Kronik................ 16
2.6.1.Makrofag .......................................................................... 16
2.6.2.Limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast .................... 18
2.6.3. Kerjasama seluler pada radang kronik. ........................... 19
2.6.4. Zat Zat / Bahan –bahan yang berperan apabila
terjadi radang. .................................................................... 20
2.7..Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan
Penyembuhan ........................................................................... 20
BAB 3. PENUTUP ........................................................................................ 22
3.1 KESIMPULAN .......................................................................... 22
3.2 SARAN ..................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 23

iii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Daftar Gambar
Gambar 1. Tanda-tanda Inflamasi .................................................................. 9
Gambar 2. Proses Inflamasi ........................................................................... 11
Gambar 3. Kontriksi dan Dilaktasi................................................................. 12
Gambar 4. Emigrasi ....................................................................................... 13
Gambar 5. Kemotaksis ................................................................................... 14
Gambar 6. Fagositosis .................................................................................... 15
Gambar 7. Eksudasi ....................................................................................... 15

Daftar tabel
Tabel 1. Tanda-tanda Inflamasi...................................................................... 9

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap inflamasi atau


peradangan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, karena inflamasi dapat
menyebabkan keadaan yang menggelisahkan. Tetapi inflamasi sebenarnya adalah
gejala yang menguntungkan dan merupakan suatu pertahanan, yang hasilnya
adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan
nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan
pemulihan.
Sifat menguntungkan dari reaksi inflamasi secara dramatis diperlihatkan
dengan apa yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi inflamasi
yang dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan
yang mempunyai efek samping yang menekan reaksi inflamasi. Dalam hal ini, ,
ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyabaran yang cepat
atau infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme yang
biasanya tidak berbahaya.
Reaksi inflamasi itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoodinasi dengan
baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi inflamasi, maka
jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional.
Jika jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah
jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan hidup dengan
sirkulasi yang utuh. Jika cidera yang langsung mematikan hospes, maka tidak ada
petunjuk adanya reaksi inflamasi, karena untuk timbulnya reaksi inflamasi
diperlukan waktu.
Sebab-sebab inflamasi banyak sekali dan beraneka ragam, dan penting
sekali untuk diketahui bahwa inflamasi dan infeksi itu tidak bersinonim. Dengan
demikian, maka infeksi (adanya mikrooganisme hidup dalam jaringan) hanya
merupakan salah satu penyebab dari inflamasi. Inflamasi dapat terjadi dengan

1
mudah steril sempurna, seperti waktu sebagian jaringan mati karena hilangnya
suplai darah. Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan inflamasi, maka
pemahaman proses ini merupakan dasar bagi ilmu biologi dan kesehatan. Tanpa
memahami proses ini, orang tidak dapat memahami prinsip-prinsip penyakit
manular, pembedahan, penyembuhan luka, dan respon terhadap berbagai trauma
atau prinsip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi bencana kematian jaringan,
sperti stroke, serangan jantung dan sebagainya.
Walaupun ada banyak sekali penyebab inflamasi dan ada berbagai keadaan
dimana dapat timbulnya inflamasi, kejadiannya secara garis besar cenderung
sama, hanya saja pada pada berbagai jenis inflamasi terdapat perbedaan secara
kuanntitatif. Oleh karena itu, reaksi inflamasi dapat dipelajari sebagai gejala
umum dan memperlakukan perbedaan kuantitatif secara sekunder.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dibuat beberapa rumusan masalah, antara lain:
1. Apa pengertian inflamasi?
2. Apa saja penyebab inflamasi?
3. Bagaimana mekanisme inflamasi?
4. Bagaimana tanda-tanda inflamasi?
5. Apa saja macam- macam sel dan mediator inflamasi kronik ?
6. Bagaimana proses inflamasi akut?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi peradangan dan penyembuhan?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang dapat disampaikan oleh penulis terkait dengan
makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui pengertian inflamasi.
2. Mengetahui sebab inflamasi dapat terjadi.
3. Mengetahui mekanisme inflamasi.
4. Mengetahui tanda- tanda inflamasi.
5. Mengetahui macam- macam sel dan mediator inflamasi kronik.
6. Mengetahui proses inflamasi akut.
7. Mengetahui faktor yang mempengaruhi peradangan dan penyembuhan.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Inflamasi

Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau


kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator
inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang
menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan disertai
gangguan fungsi.

Inflamasi atau peradangan adalah suatu respon protektif yang ditujukan


untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan
nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal Inflamasi melaksanakan tugas
pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen
berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan
berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat
terjadinya jejas. Dengan demikian, inflamasi juga terkait erta dengan proses
perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim,
dan atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa.

Pada saat respon radang meliputi suatu perangkat kompleks berbagai


kejadian yang sangat harmonis, garis besar suatu inflamasi adalah sebagai berikut.
Stimulus awal radang memicu pelepasan mediator kimia dari plasma atau dari
jaringan ikat. Mediator terlarut itu, bekerja bersama atau secara berurutan,
memperkuat respon awal radang dan mempengaruhi perubahannya dengan
mengatur respon vaskular dan selular berikutnya. Respon radang diakhiri ketika
stimulus yang membahayakan menghilang dan mediator radang telah hilang,
dikatabolisme atau diinhibisi.

Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik : nyeri (dolor), panas
(kolor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa).
Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi
arteriol, kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah;

3
eksudasi cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam fokus
peradangan.

2.2.Penyebab Inflamasi
2.2.1. Benda Fisik
a) Benda – benda Traumatik :
 Jarum
 Pisau
 Kapak
 Tombak
 Panah
 Binatang buas
b) Suhu
c) Listrik
 Voltase tinggi
d) Radiasi
 Sinar X
 Nuklir
2.2.2. Bahan Kimiawi yang Korosif / Toksik :
a. HNO3
b. H2SO4
c. Toksin : Bisa Ular / Kalajengking
2.2.3. Benda Infektif
a. Bakteri / Kuman / Basil
1) Golongan Kokus
a) Stafilokokus
b) Streptokokus
c) Meningokokus
d) Pneumokokus
e) Diplokokus
2) Golongan virus

4
a) RNA : Polio, rabies
b) DNA : HIV
3) Golongan Ricketsia
4) Golongan Klamidia
5) Golongan mikrobakterium :
a) KP
b) MH
b. Golongan Parasit
1) Malaria
2) Sifilis
3) Kencing tikus
4) Cacing : Cacing Kremi, cacing pita, cacing tambang, cacing
gelang
5) Elephanthiasis
c. Golongan Jamur- jamur
1) Kandida sp
2) Kriptokokus neoformans
3) Epidermophyta
4) Aspergyllus sp
5) Tinea : Ingunialis, Kapitis, Versikolor
2.3.Mekanisme Inflamasi
2.3.1. Inflamasi Akut
Yaitu reaksi jaringan terhadap cidera sel yang berlangsung secara
singkat, beberapa jam atau beberapa hari dengan adanya perubahan
vaskuler dan eksudasi.

inflamasi akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera
yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit
membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses
pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses
radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah

5
serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan
mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan
struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma
dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari
mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di
lokasi cedera.
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin
didahului oleh vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan
akibat aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga
dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman
venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan
demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah
terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah
(hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran darah,
perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada orientasi unsur-unsur
berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah
dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi
arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan
bendungan tampak setelah 10-30 menit.
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma
dan sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan
gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri
dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang
bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh
selaput basalis yang berkesinambungan .
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak
cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal
ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan
tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan
pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan
sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan

6
melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam,
dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton.

2.3.2. Inflamasi Kronis


Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi
panjang (berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara
simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan.
Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan
vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan
radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag,
limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi
proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis).

Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan
radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak
dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat
gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik
sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki
toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang
akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi
persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel,
Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan
yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu
radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi
karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami
jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang
akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi.

2.3.3. Akibat dari radang akut dan kronik


Akibat utama radang adalah perubahan jaringan. Bisa berupa
degenerasi, lisis jaringan, proliferasi jaringan. Dipengaruhi antara lain oleh:

7
a. Faktor-faktor host
a) Usia:
 muda
 Remaja
 Tua
b) Gizi : kwasiorkor
c) Penyakit – penyakit : DM

b. Faktor-faktor penyebab
a) Virulensi
b) Sifat - sifat/ kekhasan :
 Streptokokus→hyaluronidase, enzim proteolitik

c. Keuntungan Radang :
a) Pengenceran toxin
b) Antibodi masuk jaringan ekstravaskuler
c) Transportasi obat
d) Pembentukan fibrin
e) Penyaluran nutrien
f) Stimulasi respons imun
g) Lokasi jaringan yang rusak
h) Persiapan untuk pemulihan jaringan
d. Kerugian radang :
a) Jaringan normal dirusak
b) Sembab:epilogtis, rongga
c) Nyeri : gangguan fungsi
d) Ruptura organ
e) Fistula
f) Reaksi imun kurang tepat
g) Akibat penyakit : Glomerulonefritis arthritis, bronchitis
h) Fibrosis berlebihan : keloid, obstruksi usus, steril.

8
2.4.Tanda–tanda Inflamasi

Tabel 1. Tanda-tanda Inflamasi

Gambar 1. Tanda-tanda Inflamasi

2.4.1. Rubor

Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di


daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan
demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut
hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena

9
peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan
diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui
pengeluaran zat seperti histamine.

2.4.2. Kalor

Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi


peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah
peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah
yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak
daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak
terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh,
karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C,
hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.

2.4.3. Dolor

Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan


dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion
tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti
histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit
disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan
jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat
menimbulkan rasa sakit.

2.4.4. Tumor

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar


ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun
di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi

10
peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada
lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah
putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat.

2.4.5. Functio Laesa

Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang.


Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan
tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi
jaringan yang meradang.

2.5. Proses Inflamasi Akut

Gambar 2. Proses Inflamasi


2.5.1 Kontriksi dan Dilaktasi
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang
mungkin didahului oleh vasokonstriksi singkat. Perubahan
pembuluh darah dan perlambatan aliran darah.

11
Gambar 3. Kontriksi dan Dilaktasi

2.5.2. Emigrasi
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak
keluar dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah
pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel

12
memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri
melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan
nyata.
sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat
yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Massa sel darah merah akan
terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih
pindah ke bagian tepi (marginasi). Terjadi proses perpindahan sel darah
putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah (emigrasi).

Gambar 4. Emigrasi

2.5.3. Kemotaksis
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju
ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini
disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut
kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-
faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit
paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi
lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun
monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel
darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein
plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri.

13
Migrasi sel darah putih yang terarah ke daerah yang terjadi
inflamasi ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat
berdifusi disebut kemotaksis.

Gambar 5. Kemotaksis
2.5.4. Fagositosis
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses
fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan
bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi
fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh
opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri
yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel
fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada
pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel
sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun
pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-
granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan
isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar
mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh
fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun
beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.

14
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses
fagositosis. Proses ini menghasilkan eksudat yang berupa zat asing, bakteri
yang mati, sel darah putih, dll.

Gambar 6. Fagositosis
2.5.5. Eksudasi
Eksudasi adalah proses menghentikan pendarahan dan
mempersiapkan tempat luka menjadi bersih dari benda asing atau kuman
sebelum dimulai proses penyembuhan.

Gambar 7. Eksudasi

15
2.6. Macam- macam Sel dan Mediator Inflamasi Kronik

2.6.1. Makrofag

Makrofag merupakan sel yang relatif besar dengan diameter sekitar


30μm, bergerak dengan cara ameboid, memberikan respons terhadap
rangsangan kemotaksis tertentu (sitokin dan kompleks antigen-antibodi)
dan mempunyai kemampuan fagositik untuk mencerna mikroorganisme
dan sel debris. Bila dibandingkan dengan neutrofil, makrofag memiliki
jangka waktu hidup yang lebih lama dan kemampuan mencerna material
yang lebih banyak jenisnya. Selain itu, makrofag dapat membatasi
organisme (agen asing) yang hidup andaikata tidak mampu membunuhnya
dengan enzim lisosom, contohnya adalah pada Mikobakterum tuberkulosis
dan Mikobakterium lepra. Apabila makrofag kemudian ikut serta dalam
reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme tersebut, makrofag
sering mengalami kematian dan melepaskan enzim lisosomnya sehingga
menyebabkan nekrosis yang meluas.

Makrofag pada jaringan yang mengalami radang berasal dari


monosit darah yang telah bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan
mengalami perubahan (aktivasi) di dalam jaringan. Karena itu makrofag
merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear. Pada jaringan ikat
makrofag tersebar secara difus, sedangkan di organ dijumpai makrofag
yang khas seperti sel Kupffer (hati), sel mikroglia (otak) atau makrofag
alveolus (paru).

Aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami


peradangan diperlihatkan dalam bentuk ukurannya yang bertambah besar,
sintesis protein, mobilitas, aktivitas fagositik dan kandungan enzim
lisosom yang dimilikinya. Aktivasi ini diinduksi oleh sinyal-sinyal,
mencakup sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T yang tersensitisasi (IFN

16
γ), endotoksin bakteri, berbagai mediator selama radang akut dan protein
matriks ekstrasel seperti fibronektin.

Makrofag yang sudah teraktivasi (siap untuk menjalankan proses


fagositosis) akan menghasilkan produk sebagai berikut:

a. Protease asam dan protease netral


Protase asam dan protease netral merupakan mediator kerusakan
jaringan pada peradangan.
b. Komponen komplemen dan faktor koagulasi
Makrofag teraktivasi dapat mengeluarkan komponen
komplemen dan faktor koagulasi, meliputi protein komplemen C1-C5,
properdin, faktor koagulasi V dan VIII dan faktor jaringan.
c. Spesies oksigen reaktif dan NO
Spesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan
degradasi mikroba.
d. Metabolit asam arakhidonat
Metabolit asam arakhidonat seperti prostaglandin dan leukotrien
merupakan mediator dalam proses peradangan.
e. Sitokin
Sitokin seperti IFN α dan β, IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor
(TNF α) serta berbagai faktor pertumbuhan yang mempengaruhi
proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks ekstraselular.
Pada radang kronik, makrofag dapat berakumulasi dan
berproliferasi di tempat peradangan. Limfosit teraktivasi akan
mengeluarkan IFN- γ yang akan mengaktivasi makrofag. Makrofag
teraktivasi, selain bekerja memfagositosis penyebab radang dan
mengeluarkan mediator-mediator lain, juga akan mengeluarkan IL-1
dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit, sehingga dengan demikian
akan membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit, yang
menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di jaringan dan

17
menyebabkan terbentuknya fokus radang. Selain itu makrofag juga
dapat berfusi menjadi sel besar berinti banyak disebut sel Datia.

2.6.2. Limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast


Selain makrofag, pada peradangan kronik juga ditemukan limfosit,
sel plasma, eosinofil dan sel mast.
Limfosit-T dan limfosit-B bermigrasi ke tempat radang dengan
menggunakan beberapa pasangan molekul adhesi dan kemokin yang
serupa dengan molekul yang merekrut monosit. Limfosit dimobilisasi pada
keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan peradangan yang
diperantarai nonimun (infark atau trauma jaringan). Telah disebutkan di
atas bahwa aktivasi limfosit memiliki hubungan dengan aktivasi makrofag,
menyebabkan terjadinya fokus radang akibat proliferasi dan akumulasi
makrofag di tempat cedera.
Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit-B
yang mengalami diferensiasi akhir. Sel plasma dapat menghasilkan
antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen di tempat radang atau
melawan komponen jaringan yang berubah.
Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di tempat radang sekitar
terjadinya infeksi parasit atau bagian reaksi imun yang diperantarai oleh
IgE yang berkaitan khusus dengan alergi. Kedatangan eosinofi
dikendalikan oleh molekul adhesi yang sama seperti yang digunakan oleh
neutrofil dan juga kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel leukosit atau
sel epitel. Granula eosinofil mengandung suatu protein disebut MBP
(major basic protein), yaitu suatu protein kationik bermuatan besar dan
bersifat toksik terhadap bakteri. Adapun sel mast merupakan sel yang
tersebar luas dalam jaringan ikat dan dilengkapi oleh IgE terhadap antigen
tertentu. Apabila terpajan dengan antigen tersebut, maka sel mast akan
mengeluarkan histamin dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan

18
perubahan vaskular pada radang akut. Sel mast juga dapat mengelaborasi
sitokin seperti TNF yang berperan pada respons kronik yang lebih besar.

2.6.3. Kerjasama seluler pada radang kronik


Infiltrat jaringan limfositik pada radang kronik meliputi dua jenis
utama limfosit, yaitu limfosit-B dan limfosit-T. Limfosit-B, pada saat
kontak dengan antigen, cepat berubah menjadi sel plasma, yang
merupakan sel khusus yang sesuai untuk produksi antibodi. Sedangkan
limfosit-T bertanggung jawab pada sel perantara imunitas. Pada saat
kontak dengan antigen, limfosit-T memproduksi berbagai faktor pelarut
yang disebut sitokin yang memiliki sejumlah aktivitas penting:
a. Pengumpulan makrofag ke dalam area
Telah diketahui bahwa makrofag dikumpulkan ke daerah lesi
terutama dipengaruhi oleh faktor penghambat migrasi (migration
inhibition factors = MIF) yang akan mengikat makrofag dalam
jaringan. Faktor pengaktif makrofag (makrofag activation factors =
MAF) merangsang makrofag memakan dan membunuh bakteri.
b. Produksi mediator radang
Limfosit-T memproduksi sejumlah mediator radang, termasuk
sitokin, faktor kemotaksis untuk neutrofil, dan faktor lain yang
meningkatkan permeabilitas vaskuler.
c. Pengumpulan limfosit lain
Interleukin merangsang limfosit lain untuk membelah dan
memberikan kemampuan membentuk sel perantara respons imun
terhadap berbagai antigen. Limfosit-T juga bekerja sama dengan
limfosit-B membantunya untuk mengenali antigen.
d. Destruksi sel target
Faktor-faktor seperti perforin diproduksi untuk menghancurkan
sel lain melalui perusakan membran selnya.
e. Produksi interferon

19
Interferon γ, diproduksi oleh sel-T teraktivasi, mempunyai sifat
antivirus dan pada saat tertentu mengaktifkan makrofag. Interferon α
dan β, diproduksi oleh makrofag dan fibroblas, yang mempunyai sifat
antivirus dan sel pembunuh alami yang aktif (activate natural killer
cells = NK cells) dan makrofag.

2.6.4. Zat Zat / Bahan –bahan yang berperan apabila terjadi radang
Bahan yang disintetis oleh sel mast al:
a. HISTAMIN : penyebab relaksasi pembuluh darah sehingga terjadi
peningkatan aliran darah.Zat ini juga penyebab meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler. Sekresi histamine mengakibatkan :
 .Peningkatan aliran darah lokal
 .Peningkatan permeabilitas kapiler
 .Permembesan arteri dan fibrinogen dalam jaringan interstitial
 Edema ektraseluler
 Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe.

b. FAKTOR KEMOTAKSIS NEUTROFIL DAN EOSINOPIL: Yg.


Menarik sel-sel darah putih ke tempat radang.
c. PROSTAGLANDIN , berfungsi meningkatkan aliran darah ke daerah
radang juga meningkatkan permebilitas Kapiler
d. LEUKOTRIEN yg. Merupakan bahan anafilaksis yang bereaksi
lambat, meningkatkan permeabilitas kapiler
2.7. Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan

Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh kedaerah


yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka
proses peradangannya sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan
yang jelek.
Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah cidera
atau daerah peradangan lainnya, salah satunya adalah bergantung pada poliferasi

20
sel dan aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai darah lokal
dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita.
Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan
nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi luka dan immobilisasi yang tidak
sempurna.
Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses
penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan
menjadi lebih padat, dan kompak setelah beberapa lama. Akibatnya adalah
kontraktur yang dapat membuat dareah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada
persendian.
Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah amputasi
atau neuroma traumatik, yang secara sederhana merupakan poliferasi regeneratif
dari serabut-serabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana mereka terjerat
pada jaringan parut yang padat.

21
BAB 3
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Inflamasi atau radang adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan


fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya
mediator radang seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya
yang menimbulkan reaksi inflamasi berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan
disertai gangguan fungsi.

Dapat kita simpulkan bahwa inflamasi bukanlah suatu penyakit, melainkan


manifestasi dari suatu penyakit. Dimana inflamasi merupakan respon fisiologis
lokal terhadap cidera jaringan. Inflamasi dapat pula mempunyai pengaruh yang
menguntungkan, selain berfungsi sebagai penghancuran mikroorganisme yang
masuk dan pembuatan dinding pada rongga akses, inflamasi juga dapat mencegah
penyebaran infeksi. Tetapi ada juga pengaruh yang merugikan dari inflamasi,
karena secara seimbang radang juga memproduksi penyakit. Misalnya, abses otak
dan mengakibatkan terjadinya distori jaringan yang permanen dan menyebabkan
gangguan fungsi.

3.2. Saran
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan membaca dan mempelajari isi makalah ini, diharapkan pengetahuan
pembaca tentang radang dapat bertambah, serta mengerti tentang akibat dan
pengaruh yang disebabkan oleh radang itu sendiri. Penulis menyadari bahwa
penulisan makalah ini belum sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
perbaikan penulisan yang akan datang.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Hanung. 2009. Radang. http://hanungabadi.blogspot.com


/2009/04/radang.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul
21.00 WITA.
Abhique. 2009. Reaksi Inflamasi. http://abhique.blogspot.com/2009/10/reaksi-
inflmasi.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00
WITA.
Abrams, G.D. 1995. Respon tubuh terhadap cedera. Jakarta: EGC (Buku asli
diterbitkan 1992).
Biotekhno Dauz. 2013. Patologi Radang. http://dauzbiotekhno.blogspot.com
/2013/03/patologi-radang.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013
pukul 21.00 WITA.
Damchin, Sadam. 2012. Makalah Reaksi Peradangan. http://sadam-
damchin.blogspot.com/2012/04/makalah-reaksi-peradangan.html. Diakses
pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA.
Dorland, W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. (Buku asli
diterbitkan 2000).
Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Guyton, A.C. dkk. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed). Jakarta: EGC
(Buku asli diterbitkan 1996).
Hyoo. 2011. Inflamasi Akut. http://b2st23.blogspot.com/2011/10/inflamasi-
akut.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA.
Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. 2003. Acute and chronic inflammation (7th ed.).
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Putu Amijaya, Ari. 2013. Perbedaan radang akut dengan radang kronis.
http://ariputuamijaya.wordpress.com/2011/12/10/perbedaan-radang-akut-
dengan-radang-kronis/. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul
21.00 WITA.
Robbins, Stanley L. & Kumar, Vinay. 1995. Buku Ajar Patologi I, edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran,
Rukmono. 1973. Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik
FK UI.
Sadrak, Agus. 2013. Proses Peradangan. http://agus-sadrak.blogspot.com
/2012/04/proses-peradangan.html. Diakses pada tanggal 29 november
2013 pukul 21.00 WITA.
Sugianto, Monita. 2013. Radang. http://doktermonita.blogspot.com
/2013/02/radang-inflamasi.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013
pukul 21.00 WITA.
Taqwim, Ali. 2011. Radang. http://dentosca.wordpress.com/2011/04/17/radang-
inflamasi/. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA.

23

Anda mungkin juga menyukai