PERPAJAKAN
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan……………………………………………………….. 2
1.1. Latar Belakang………………………………………………... 2
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………….. 2
1.3. Tujuan…………………………………………………………. 2
Bab II. Pembahasan………………………………………………………... 3
2.1. Dasar-dasar hukum perpajakan di Indonesia............................. 3
2.2. Pengertian dan sistematika hukum pajak di Indonesia.............. 4
2.3. Dasar Hukum Pengadilan Pajak………………………………. 7
Bab III. Kesimpulan………………………………………………………. 9
Daftar Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Apa saja dasar-dasar hukum perpajakan di Indonesia?
2. Bagaimana pengertian dan sistematika hukum pajak di Indonesia?
2. Seberapa efketifkah pelaksanaan Pengadilan Pajak di Indonesia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bahwa pemungutan pajak harus adil dan merata yang meliputi subyek maupun
obyek perpajakan. Sifatnya universal atau nondiskriminatif.
3
2. Harus ada kepastian hukum mengenai pemungutan pajak. Dengan kepastian
hukum yaitu bahwa sebelum pemungutan pajak dilakukan harus ada undang-
undang terlebih dahulu.
3. Ketepatan waktu pemungutan pajak. Membayar dan menagih harus tepat pada
waktunya, artinya pada saat orang memiliki uang (asas conveniency dan efisiensi).
Selanjutnya, sejak UU Nomor 6 Tahun 1983 berlaku sebagai undang-
undang pajak nasional, asas-asas perpajakan yang melandasi ketentuan tersebut
adalah seperti di bawah ini:
4
berkewajiban membayar pajak. Hukum Pajak mengatur siapa subjek dan wajib
pajak, obyek pajak, kewajiban wajib pajak kepada pemerintah, timbul/hapusnya
hutang pajak, cara penagihan pajak dan cara megajukan keberatan/banding serta
pengadilan pajak.Hukum Pajak secara sistematis dibedakan antara Hukum Pajak
Materiil (Material tax law) dan hukum Pajak Formal (Formal tax law):
Hukum Pajak Materiil adalah hukum pajak yang memuat ketentuan-
ketentuan tentang siapa-siapa yang dikenakan pajak, dan siapa-siapa
dikecualikan dari pengenaan pajak, apa saja yang dikenakan pajak dan
berapa yang harus dibayar. Hukum pajak materiil membuat norma-norma
yang menerangkan keadaan, perbuatan dan peristiwa hukum yang harus
dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak ini, berapa besar
pajaknya, dengan kata lain segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya,
dan hapusnya hutang pajak dan pola hubungan hukum antara pemerintah
dan wajib pajak.
Hukum Pajak Formal adalah hukum pajak yang memuat ketentuan-
ketentuan bagaimana mewujudkan hukum pajak materiil menjadi
kenyataan. Secara mudah dapat dirumuskan bahwa hukum pajak materiil
berisi ketentuanketentuan tentang siapa, apa, berapa dan bagaimana.
Dengan demikian, hukum pajak formal merupakan ketentuan-ketentuan
yang mengatur bagaimana mewujudkan hukum pajak materiil menjadi
kenyataan. Yang termasuk hukum pajak formal adalah peraturan-peraturan
mengenai cara-cara untuk menjelmakan hukum material tersebut diatas
menjadi suatu kenyataan. Bagian hukum ini memuat cara-cara
penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak, kontrol oleh
pemerintah terhadap penyelenggaranya, kewajiban para wajib pajak
(sebelum dan sesudah menerima surat ketetapan pajak), kewajiban pihak
ketiga, dan prosedur dalam pemungutanya.
Pemberian sanksi atau hukuman mempunyai empat buah latar belakang
falsafah yakni:
a. Retribution, yang dimana narapidana harus membayar utang mereka kepada
masyarakat melalui hukuman yang sesuai dengan kejahatannya.
5
b. Deterrence, bahwa pemberian hukuman berfungsi sebagai contoh yang akan
menghalangi mereka yang berniat melakukan kejahatan (general deterrence) dan
meyakinkan narapidana untuk tidak berbuat perbuatan pidana lainnya (specific
deterrence).
c. Incapacitation, yaitu pemberian hukuman melalui penahanan atau membuat
narapidana tidak berdaya, bermaksud supaya narapidana diasingkan dari
masyarakat sehingga mereka tidak akan lagi merupakan ancaman atau bahaya
bagi yang lainnya.
d. Rehabilitation yaitu berupaya mengintegrasikan kembali narapidana ke dalam
masyarakat melalui program koreksi dan layanan.
Wajib Pajak, sering disingkat dengan sebutan WP adalah orang pribadi
atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak
atau pemotong pajak tertentu. Wajib pajak bisa berupa wajib pajak orang pribadi
atau wajib pajak badan. Wajib pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang
memiliki penghasilan diatas pendapatan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap
orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak
(NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang.
Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya. Menurut pengamatan penulis ada dua macam kepatuhan yakni
kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. Yang dimaksud dengan kepatuhan
formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam undang-undang
perpajakan. Sedangkan kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib
Pajak secara substantif/hakikat memenuhi semua ketentuan materiil perpajakan
yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan materiil meliputi
juga kepatuhan formal.
Subyek Pajak adalah orang yang dituju oleh UU untuk dikenakan pajak.
Subyek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diperolehnya dalam tahun
pajak. Subyek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai
6
satu kesatuan, badan dan bentuk usaha tetap. Yang dimaksud dengan Bentuk
Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat
usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung
termasuk juga mesin-mesin dan peralatan.Tempat usaha tersebut bersifat
Permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
7
termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah, berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab terdahulu, hal-hal yang dapat disimpulkan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
9
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, Rukiah. Pengantar Hukum Pajak: Seri Buku Ajar. Depok: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2000.
10