Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah
di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.

Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008).

Stroke Iskemik adalah Stroke yang terjadi karena adanya sumbatan pada
pembuluh darah akibat pembekuan darah yang terdapat di otak atau pada arteri yang
menuju otak.

Di Amerika Serikat mencatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, setiap
empat detik dapat terjadi kematian akibat penyakit stroke. Tahun 2010, di negara
Amerika Serikat menghabiskan 73,7 juta dollar untuk membiayai tanggungan medis dan
rehabilitasi akibat stroke. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan, angka
kejadian stroke menurut data di RS sebanyak 63,52 per 100.000 penduduk yang usianya
di atas 65 tahun, sedangkan jumlah penderita stroke yang meninggal dunia lebih dari
125.000 jiwa (WHO, 2008)
Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kanker dan penyakit jantung. Prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7
persennya disebabkan oleh Stroke Non Hemoragik. Sebanyak 28,5% penderita meninggal
dunia dan sisanya mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15% saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan (Nasution, 2013).
Menurut Hartanto (2009) insiden stroke akan meningkat secara eksponensial
menjadi dua hingga tiga lipat setiap decade diatas usia 50 tahun. Terdapat data yang
meyebutkan 1 dari 3 orang yang berusia 60 tahun akan menderita stroke. Data pada
penelitian ini menunjukan bahwa angka kejadian stroke tertinggi berada di usia 60 tahun.
Sedangkan kejadian stroke menurut jenis kelamin pada penelitian ini di temukan bahwa
72,7% terjadi pada lakilaki Dan 27,3% perempuan. hal ini disebabkan jenis kelamin juga
diartikan sebagai energi psikis yang bekerja, bergerak, bersifat dinamis selaras dengan
motif perilaku individu.
Menurut Kushartanti (2007) Pada proses menua di persendian dan tonus otot
terjadi penurunan produksi cairan sinovia. Kartilago sendi menjadi lebih tipis dan
ligamentum menjadi lebih kaku/kontraktur serta terjadi penurunan kelenturan
(fleksibilitas), sehingga dapat mengurangi gerakan persendian. Dengan adanya
keterbatasan pergerakan sendi dan berkurangnya pemakaian sendi dapat memperparah
kondisinya. Penurunan kemampuan muskuloskeletal dapat menurunkan aktivitas fisik
(physical activity) dan latihan (exercise), sehingga akan mempengaruhi dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Latihan dan aktivitas fisik dapat mempertahankan
kenormalan pergerakan persendian, tonus otot dan mengurangi masalah fleksibilitas.
ROM (Range of Motion) merupakan indikator fisik yang berhubungan dengan fungsi
pergerakan, ROM dapat diartikan sebagai pergerakan maksimal yang dimungkinkan pada
sebuah persendian tanpa menyebabkan rasa nyeri. Latihan ROM (Range of Motion)
merupakan alternatif latihan yang dapat dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri serta
pada posisi terlentang di tempat tidur.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka penulis memandang bahwa
melakukan asuhan keperawatan pada pasien Stroke sangatlah penting. Sehingga penulis
tertarik untuk memberikan “Asuhan Keperawatan Klien Stroke Iskemik dengan
Hambatan Mobilitas Fisik”
Menurut (Kusnandar, 2008) faktor - faktor resiko stroke adalah:

1. Faktor resiko tidak dapat dimodifikasi untuk stroke antara lain peningkatan usia, laki –
laki, ras (Amerika – Afrika, Asia, Amerika Latin) , Turunan.
2. Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi antara lain hipertansi, penyakit jantung
koroner, gagal ginjal, hipertropi ventrikel kiri, fibrilasiatrial.
3. Faktor resiko lainnya antara lain serangan iskemia sementara, DM, dislipidemia,
merokok.
Etiologi dari stroke adalah : hipertensi (50-60% kasus), angiopati amiloid pada
serebri (10%), infark pendarahan (10%), penggunaan anti koagulan dan obat – obatan
fibrinolik (10%), tumor otak (5%), malformasi vaskuler (5%). ( Retnosari, 2008 )
Manifestasi klinis dari stroke adalah pasien tidak dapat memberikan informasi yang
dapat dipercaya karena penurunan kemampuan kognitif atau bahasanya, pasien mengalami
kelemahan pada satu sisi tubuh, ketidakmampuan berbicara, kehilangan melihat,vertigo
atau jatuh, pasien biasanya memiliki berbagai pertanda disfungsi system syaraf pada
pemeriksaan fisik. ( Sigit, 2009 ).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien stroke iskemik dengan hambatan
mobilisasi fisik di Ruang Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawtan pada pasien stroke iskemik dengan hambatan
mobilitas fisik di Ruang Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengkaji data pada pasien stroke iskemik dengan hambatan mobilitas fisik di Ruang
Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien stroke iskemik dengan hambatan
mobilitas fisik di Ruang Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo.
3. Menyusun rencana keperawatan pada pasien stroke iskemik dengan hambatan mobilitas
fisik di Ruang Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo.
4. Melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien stroke iskemik dengan hambatan
mobilitas fisik di Ruang Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo.
5. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien stroke iskemik dengan hambatan
mobilitas fisik di Ruang Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan ilmu dan teori yang telah diperoleh dalam asuhan keperawatan
pada pasien stroke iskemik dengan hambatan mobilitas fisik di Ruang Mawar Kuning
Atas RSUD Sidoarjo.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
1. Pendidikan
Sebagai masukan dan tambahan dalam kegiatan belajar mengajar tentang masaah
keperawatan pada pasien stroke iskemik dengan hambatan mobilitas fisik di Ruang
Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo.
2. Rumah Sakit
Sebagai masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan
keperawtana khusunya pada pasien stroke iskemik dengan hambatan mobilitas fisik di
Ruang Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo.
1.4.3 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Sebagai masukan terhadap perkembangan ilmu keperawatan dalam melakukan
penanganan dan pencegahan pasien stroke iskemik. Selain itu, sebagai referensi
perkembangan ilmu keperawatan yang akan datang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Pengertian Stroke

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah
di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.

Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008).

Stroke Iskemik atau stroke non non hemorogik adalah Stroke yang terjadi karena
adanya sumbatan pada pembuluh darah akibat pembekuan darah yang terdapat di otak
atau pada arteri yang menuju otak.

2.1.1.1 Pengertian Mobilitas Fisik

Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi


seseorang (Ansari, 2011). Mobilitas Fisik adalah keadaan ketika seseorang mengalami
atau bahkan beresiko mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile
(Doenges, M.E, 2000).

2.1.2 Patofisiologi

Stroke di sebabkan oleh tidak adekuatnya aliran darah ke otak sehingga oksigen
yang di angkut oleh haemoglobin menjadi menurun, sementara oksigen berperan dalam
proses pemecahan glukosa menjadi energi. Akibat menurunnya suplai makanan tersebut,
sel - sel otak berpotensi mengalami kematian.
Kematian sel - sel otak berpengaruh terhadap penurunan fungsi dan kinerja dari
otak itu sendiri, otak memiliki 2 fungsi yaitu sensorik dan motorik, dan yang menjadi
tanda awal stroke adalah hemipiresis kontralateral. Kesulitan yang mungkin muncul
pertama kali tentu saja gangguan mobilitas fisik atau ketidakmampuan melakukan
aktivitas.

Ketidakmampuan ini secara psikologis membuat seseorang menjadi tertekan,


kecewa, frustasi, dengan ketidakmampuannya melakukan aktivitas sehari - hari.
Akibatnya seseorang yang menderita stroke menjadi sensitif secara emosional.
2.1.3 Faktor Risiko Stroke

1. Pikiran

faktor pikiran menyebabkan stroke non hemoragik terjadi Jangan menganggap


sepele hal ini, orang yang cenderung mengalami stress cenderung memiliki resiko
penyakit stroke non hemoragik lebih besar.

2. Kolesterol Tinggi

sumber kolesterol penyebab stroke non hemoragikKolesterol yang dimaksud


adalah kolesterol LDL, yaitu jenis kolesterol yang jika berlebihan pada tubuh, maka akan
mengakibatkan penimbunan plak pada pembuluh darah kita.

3. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

hipertensi memicu terjadinya stroke non hemoragikSerangan stroke non


hemoragik dapat terjadi secara tiba – tiba, tekanan darah tinggi adalah salah satu
pemicunya. Tekanan darah yang tinggi mengakibatkan pembuluh darah tegang sehingga
elastisitas pembuluh darah hilang.

4. Diabetes Melitus

gejala diabetes menyebabkan neuropati diabet dan jantung koronerWalaupun


bukan faktor penyebab utama, namun perlu diwaspadai bahwa gula yang tinggi akan
menghambat metabolisme, pembentukan kristal gula dan komplikasi.Diabetes dapat
menyebabkan terjadinya neuropati diabetes yaitu kerusakan saraf dan penurunan kualitas
pembuluh darah.

5. Pola Makan dan Gaya Hidup.

mencegah diabetes dengan cara yang benarPola makan dan gaya hidup yang tidak
sehat akan memicu munculnya keempat penyakit diatas. Hindari makanan dan jajanan
yang tidak sehat seperti gorengan, santan dan gula – gula. Ganti minyak sayur anda
dirumah dengan minyak jagung, perbanyak serat dan sayur serta hindari alkohol dan
merokok.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas

Menurut Tarwoto dan wartonah (2013), faktor2 yg mempengaruhi mobilitas antara lain:
a. Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan neuro muskuler dan tubuh secara
proposional, postu, pergerakan dan reflek akan berfungsi secara optimal.
b. Kesehatan Fisik.
Penyakit, cacat tubuh dan imobilisasi akan mempengaruhi pergerakan tubuh.
c. Keadaan Nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahn otot, dan obsitas dapat
menyebabkan pergerakan kurang bebas.
d. Emosi
Rasa aman, nyaman dan gembira, sedih dapat mempengaruhi aktivitas tubuh
seseorang.
e. Kelemahan Skeletal dan Neuromuskuler
Adanya abnormal postur seperti scoliosis, lordosis, dan kiposis dapat mempengaruhi
pergerkan.
f. Pekerjaan.

2.1.4 Etiologi

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :

1. Thrombosis Cerebral.

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.


b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus).
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat


melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )

2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan


darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)


b. Myokard infark
c. Fibrilasi

Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel


sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.

d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-


gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang


subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :

a) Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.


b) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d) Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

2.1.5 Klasifikasi

1) Patologi serangan stroke.


a. Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oelh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler.
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu ;

1. Perdarahan Intra Cerebri

Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan


darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan
otak dan menimbulkan edema otak.

2. Perdarahan Sub Araknoid

Tabel 2.1 Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan Subarakhnoid

Gejala PIS PSA


Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
meningeal
Hemiparase ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

b. Stroke Non Hemoragik/Iskemik

Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadii iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder serta kesadaran umumnya baik.

1. Perjalanan penyakit/stadium.
a) TIA
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai
dengan beberapa jam dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b) Stroke Involusi

Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan neurologis semakin


berat/buruk dan berlangsung selama 24 jam/beberapa hari.

c) Stroke Komplet

Gangguan neurologis yang timbul sedah menetap, dapat diawali oleh


serangan TIA berulang.

2.1.6 Tanda dan gejala

1. Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik.


2. Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi.
3. Gangguan persepsi.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
5. Disfungsi : 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot, kandung kemih.

2.1.7 Komplikasi

a. Hipoksia serebral

b. Penurunan aliran darah serebral

c. Embolisme serebral

d. Pneumonia aspirasi

e. ISK, Inkontinensia

f. Kontraktur

g. Tromboplebitis

h. Abrasi kornea

i. Dekubitus
j. Encephalitis

k. CHF

l. Disritmia, hidrosepalus, vasospasme

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


1. CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan


otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.

2. MRI

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa


besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark dari hemoragik.

3. Angiografi Serebri

Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan


arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa
atau malformasi vaskuler.

4. USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)

5. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan
dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.

7. Pungsi Lumbal

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil
pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama.

8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan serebrospinal
e. Analisa gas darah (AGD)
f. Biokimia darah
g. Elektrollit

2.1.9 Penatalaksanaan

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :


a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

2.1.10 Pengobatan Konservatif


1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

2.1.11 Pencegahan Stroke


1. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.
2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan).
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
4. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya).
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran)
6. Olahraga secara teratur.

2.1.12 Penanganan dan perawatan stroke di rumah


1. Berobat secara teratur ke dokter.
2. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk
dokter.
3. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh
yang lemah atau lumpuh.
4. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.
5. Bantu kebutuhan klien.
6. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
7. Periksa tekanan darah secara teratur.
8. Segera bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke.
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
status kesehatan klien (Lyer et al,

1. Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomor register, dan diagnosa medis.

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan,
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

2. Riwayat penyakit saat ini

Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak


pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal


perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga namun terjadi
sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.

3. Riwayat Penyakit Terdahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,


penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama.
Penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.

4. Pengkajian psikososial spiritual

Pengkajian psikologi pasien stroke meliputi beberapa dimensi yang jelas


mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga, penting untuk menilai respon emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas dan rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran


untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri yang
didapatkan, klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif. Pada penanggulangan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah, karena gangguan proses pikir dan kesulitan berkomunikasi,
pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.

5. Aktivitas sehari-hari

a. Nutrisi

Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung


lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan
yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus,
bagaimana nafsu makan klien.

b. Minum

Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang


mengandung alkohol.

c. Eliminasi

Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB


yaitu konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi
BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien
stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

6. Pemeriksaan fisik

a. Kepala

Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.

b. Mata

Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus


(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam
memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata
kelateral (nervus VI).

c. Hidung

Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus


olfaktorius (nervus I).

d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus,
adanya kesulitan dalam menelan.

e. Dada

Inspeksi : Bentuk simetris

Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.

Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.

Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I


dan II murmur atau gallop.

f. Abdomen

Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.

Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.

Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada

g. Ekstremitas

Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi


paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan
pengukuran kekuatan otot, normal : 5

Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)

1. Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.


2. Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3. Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4. Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
5. Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
6. Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan untuk menjelaskan respon


manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan dimana dapat menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Karpenito, 2000).

Diagnosa keperawatan yang dapat dimana pada klien SNH adalah

1. Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intracranial,


penekanan jaringan otak dan edema serebri.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri, oklusi
otak, vasospasme dan edema otak.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi secret,
kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat
kesadaran.
4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese / hemiplagia, kelemahan
neuromuskuler pada ekstremitas
5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan control / koordinasi otot.

2.2.3 Perencanaan

Rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam


menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana
keperawatan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan pada klien. Setiap klien yang
memerlukan asuhan perlu suatu perencanaan yang baik.

1. Intervensi untuk diagnosa keperawatan resiko peningkatan TIK yang berhubungan


dengan peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema
serebri.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien Kriteria
Hasil : Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah,

GCS : 4,5,6 tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.

Rencana Tindakan

1. Kaji faktor penyebab dari situasi /keadaan individu /penyebab koma /penurunan perfusi
jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis /tanda-


tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

2. Memonitor TTV tiap 4 jam

R/ Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari otoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebri. Dengan peningkatan
tekanan darah intracranial. Adanya peningkatan tekanan darah, bradikardi, distritmia,
dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.

3. Evaluasi pupil

R/ Reaksi pupil dan pergerakkan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan
4saraf jika batang otak terganggu. Keseimbangan saraf antara simpatis dan parasimpatis
merupakan respon refleks saraf kranial.

4. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan

R/ Panas merupakan refleks dari hipotamus. Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2


akan menunjang peningkatan TIK.

5. Pertahankan kepala /leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal hindari
penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
R/ Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis
dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena), sehingga dapat
meningkatkan tekanan intracranial

6. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

R/ Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh rangsangan komulatif

7. Bantu klien jika batuk, muntah

R/ Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrathoraks /tekanan dalam thoraks dan
tekanan dalam abdomen dimana aktifitas ini dapat meningkatkan TIK.

8. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana /pembicaraan yang tidak
gaduh.

R/ Memberikan suasana yang tenang (Colming Effect) dapat mengurangi respon


psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.

2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan


intraserebri, oklusi otak, vasospasme dan edema otak.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

Kriteria Hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS :
4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), TTV (nadi : 60 – 100 x / mnt, suhu : 36 – 36,70c,
RR : 16 – 20 x / mnt. Intervensi meliputi :

1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK


dan akibatnya

R/ Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan


2. Baringkan klien (tirah baring) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal

R/ Perubahan pada TIK akan dapat menyebabkan resiko terjadinya hemiasi otak.

3. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS

R/ Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut

4. Monitor TTV seperti TD, Nadi, Suhu, dan frekuensi pernapasan serta hati-hati
pada hipertensi sistolik

R/ Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan fluktuasi. Kegagalan


otoreguler akan menyebabkan kerusakan vascular serebri yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan di ikuti oleh penurunan tekanan
diastolic, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.

5. Monitor asupan dan keluaran

R/ Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko


dehidrasi terutama pada klien yang tidak sadar, mual yang menurunkan asupan
per oral.

6. Bantu klien membatasi muntah, batuk, anjurkan klien untuk mengeluarkan napas
apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.

R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan TIK dan intra abdomen. Mengeluarkan napas
sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari valsava.

7. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

R/ Batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial terjadi perdarahan
ulang.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,
kemampuan, batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan
tingkat kesadaran.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam klien mampi meningkatkan dan mempertahankan


keefektifan jalan napas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.

Kriteria Hasil : Bunnyi napas terdengar bersih, ronchi tidak terdengar, selang trakea
bebas sumbatan mengurangi batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan secret di
saluran napas RR : 16 – 20 x / mnt.

Intervensi meliputi :

1. Kaji keadaan jalan napas

R/ Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi secret, sisa cairan mucus,
perdarahan bronco spasme dan atau posisi dan trakeostomi yang berubah

2. Evaluasi pergerakkan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru (bilateral)

R/ Pergerakkan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar dari paru-paru
menandakan jalan napas tidak terganggu

3. Anjurkan klien mengenal teknik batuk selama pengisapan, seperti waktu bernapas
panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi

R/ Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret dari saluran napas

4. Atur / ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam)

R/ Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi


resiko atelektasis

5. Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan


R/ Membantu pengenceran sekret, mempermudah pengeluaran secret.

4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese / hemiplagia,


kelemahan neuromuskuler pada ekstremitas

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya

Kriteria Hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur
sendi, meningkatkan kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas

Intervensi meliputi :

1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji
secara teratur fungsi motorik

R/ Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

2. Ubah posisi klien tiap 2 jam

R/ Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang


jelek pada daerah yang tertekan.

3. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak
sakit

R/ Gerakan aktif memberikan masa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan

4. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sehat


R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan

5. Pertahankan sendi 900 terhadap papan kaki

R/ Telapak kaki dalam posisi 900 dapat mencegah food drop.

6. Infeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap
iritasi, kemerahan atau lecet-lecet

R/ Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi
kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi.
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah pencarian kebenaran dengan cermat dan sistematis


sampai subjek menemukan atau merevisi fakta teori terapan teknologi (Nursalam, 2003).
Pada bagian metode penelitian ini akan diuraikan mengenai : pendekatan/desain
penelitian, unit analisis, batasan istilah, lokasi dan waktu penelitian, prosedur penelitian,
teknik dan istrumen pengumpula data, dan analisa data.

3.1 Pendekatan atau Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada pasien stroke iskemik. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan auhan keperawatan. Asuhan keperawatan atau proses
keperawatan merupakan cara sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama pasien
dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Dalam bab ini peneliti akan
menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada pasien stroke iskemik dengan hambatan
mobilitas fisik di RSUD Sidoarjo.

3.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian keperawatan adalah individu


dengan jenjang usia 40-70 tahun di Ruang Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo, dengan
kasus yang akan diteliti secara rinci dan mendalam. Adapun subyek penelitian yang akan
diteliti berjumlah dua kasus dengan masalah yang sama.

3.3 Batasan Istilah

Standar prosedur operasional pada semua istilah yang digunakan penelitian


beserta pengertiannyaadanya kasus yang digunakan adalah Asuhan Keperawatan pada
pasien Stroke iskemik dengan Hambatan Mobilitas Fisik di Ruang Mawar Kuning Atas
RSUD Sidoarjo.
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Istilah Definisi Operasional


Stroke Iskemik Stroke Iskemik atau stroke non hemorogik adalah Stroke
yang terjadi karena adanya sumbatan pada pembuluh
darah akibat pembekuan darah yang terdapat di otak atau
pada arteri yang menuju otak.
Hambatan Mobilitas Suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik
Fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau
lebih.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Mawar Kuning Atas RSUD Sidoarjo pada
bulan Februari 2018.

3.5 Prosedur Penelitian

Penelitian pada pasien diawali dengan penelitian kasus dan masalah keperawatan
yang akan dijadikan judul penelitian. Peneliti memilih judul asuhan keperawatan pasien
stroke dengan masalah hambatan mobilitas fisik, krmudian peneliti mengajukan judul ke
pembimbing untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan peneliti
mengajukan surat ijin pengambilan data dan penelitian ke RSUD Sidoarjo. Setelah
mendapatkan surat ijin pengambilan data dan penelitian, peneliti ke RSUD Sidoarjo
untuk mengambil data pada pasien stroke. Dari data tersebut penulis memilih dua pasien
dengan diagnose keperawatan yang sesuai dengan kasus atau masalah yang
diangkatpeneliti kemudian memberikan surat persetujuan menjadi responden penelitian.
Setelah disetujui oleh pasien peneliti melakukan pengkajian membuat analisa data,
menentukan diagnose keperawatan, menentukan intervensi. Pengumpulan data diperoleh
dari data primer dengan wawancara dan data sekunder dari rekam medic yang akan
dilakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke.
3.6 Metode dan Instrumen Pemngumpulan Data

Metode yang dipilih dalam penelitian ini yaitu dengan metode observasi melalui
pemeriksaan fisik serta menggunakan alat-alat fisiologi seperti, tensi meter, stetoskop,
serta melihat hasil pemeriksaan penunjang pasien seperti pemeriksaan diagnostic.
Observasi berfungsi untuk mengetahui serta menganalisis kondisi yang terjadi pada
pasien dengan stroke yang menjalani perawatan.

Proses keperawatan meliputi :

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan ketika pasien baru masuk pertama kali nya di


fasilitas kesehatan terdari dari: identitas pasien, identifikasi penanggung jawab,
riwayat kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan fisik, data spikologis, data
ekonomi sosial, data spiritual, lingkungan tempat tinggal, pemeriksaan
laboratorium, dan program pengobatan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan jika data-data yang telah ada di
analisa. Kegiatan pendokumentasian diagnosa keperawatan sebagai berikut:
a. Analisa data
Dalam analisa data mencakup data pasien, masalah dan
penyebabnya. Data pasien terdiri atas data subjektif yaitu data yang
didapat saat interaksi dengan pasien, biasanya apa yang dikeluhkan oleh
pasien, dan data objektif yaitu data yang diperoleh perawat dari hasil
pengamatan dan pemeriksaan fisik.
b. Menegakkan diagnose
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosa adalah PES
(Problem+Etiologi+Symptom) dan menggunakan istilah diagnose
keperawatan yang dibuat dari daftar NANDA.
3. Intervensi
Rencana keperawatan terdiri dari beberapa komponen sebagai berrikut:
a) Diagnosa yang diprioritaskan
b) Tujuan dan kriteria hasil
c) Intervensi
Intervensi keperawatan mengacu pada NANDA NIC-NOC.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:

Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.

a) Diagnosa keperawatan.
b) Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
c) Tanda tangan perawat pelaksana.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b. Diagnosa kepoerawatan.
c. Evaluasi keperawatan.
d. Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.

Metode Penelitian meliputi :

Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (triangulasi)


artinya teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
data dan sumber data yang telah ada. Triagulasi teknik berarti peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data yang berbeda-beda. Untuk mendapatkan data dari sumber
yang sama. Peneliti akan menggunakan observasi, pengukuran, wawancara
mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak
(Sugiyono, 2014).
1. Observasi
Dalam obeservasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien,
seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien, selain itu juga mengobservasi
tindakan apa saja yang telah dilakukan pada pasien, misalnya pasien terpasang
infus, kompres hangat, pemberian obat, terpasang oksigen dan tranfusi. Observasi
pemeriksaan fisik seperti pemantauan tanda perdarahan yaitu petekie, perdarahan
gusi, ekimosis hematemesis dan melena. Pemantauan tanda-tanda vital yaitu nadi,
pernapasan, tekanan darah dan suhu. Pemantauan laboratorium seperti
hemoglobin, hematokrit, dan trombosit.
2. Pengukuran

Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan


metodamengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan fisik, seperti
melakukan pengukuran suhu, menimbang berat badan, dan mengukur tinggi
anak, uji touniket, pengkuran napas, nadi, dan tekanan darah.

3. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti


ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahn yang diteliti,
tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden lebih
mendalam (Sugiyono, 2014).

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan


pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan kombinasi
dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Meskipun dapat
unsure kebebasan, tapi ada pengarah pembicara secara tegas dan mengarah. Jadi
wawancara ini mempunyai ciri yang fleksibelitas (keluwesan) tapi arahnya yang
jelas. Artinya pewawancara diberi kebebasan yang diharapkan dan responden
secara bebas dapat memberikan informasi selengkap mungkin. Wawancara
dilakukan tentang identitas pasien, riwayat kesehatan (keluhan masuk rumah
sakit, riwayat kesehayan sekarang, riwayat penyakit yang diderita sebelumnya
dan riwayat kesehatan keluarga yang sebelumnya, kondisi lingkungan pasien),
dan activity daily (ADL) seperti makan, minum, BAB, BAK, istirahat dan tidur.

4. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa


berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam
penelitian ini menggunakan dokumentasi dari rumah sakit untuk menunjang
penelitian yang akan dilakukan. Data pemeriksaan laboratorium (hemoglobin,
hematokrit, trombosit), data pemeriksaan diagnostik (rontgen thorax), dan data
pengobatan pasien.

3.7 Jenis-Jenis Data

a) Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien, meliputi: identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola
aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.

b) Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung dari
rekam medik, serta dari dokumentasi di ruang rawat. Data sekunder umumnya berupa
bukti, data penunjang (pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik), catatan
atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan.

3.8 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian merupakan suatu hubungan antara konsep satu
dengan lainnya dari masalah yang ingin diteliti yang menghubungkan atau menjelaskan
secara rinci tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi,2013).

Gangguan perfusi jaringan

Stroke Iskemik Gangguan Mobilitas Fisik

Gangguan Komunikasi
Keterangan :

\ = Variabel diteliti

= Variabel tidak diteliti

Bagan 4.1 Kerangka Konseptual yang dapat menyebabkan stroke iskemik.

3.9 Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang akan
digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah
pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).

Tabel 3.2
Definisi Operasional Asuhan Keperawatan Pada Pasca Stroke Non Hemorogik dengan
Hambatan Pemenuhan Mobilitas Fisik
No Variabel Sub Variabel Definisi Alat Skala Sumber
. Operasional ukur data Data
1 2 3 4 5 6 7
1. Hambatan Upaya pasien Lembar Nominal Primer
Mobilitas melakukan observasi Ya
Fisik mobilisasi Tidak
dengan -
latihan ROM
untuk
mencegah
terjadinya
penurunan
fleksibilitas
sendi dan
ketakutan
sendi.
2. Asuhan 1. pengkajian Proses Format Primer
Keperawata pengumpulan pengkaji dan
n Stroke baik data an sekunder
Iskemik subjektif dan asuhan
dengan data objektif keperawa
hambatan serta riwayat tan
mobilitas kesehatan
fisik pasien untuk
menentukan
status
kesehatan
pada pasien
stroke dengan
gangguan
mobilitas fisik
2.Diagnosa Masalah Standar Primer
keperawtan Diagnosa dan
yang didapat keperawa sekunder
setelah tan
dilakukan Indonesi
pengkajian a tahun
data adalah 2016
gangguan
mobilitas fisik
3.Intervensi Rencana NIC dan Primer
keperawatan NOC dan
yang sekunder
ditetapkan
untuk
mencapai
tujuan dan
mengatasi
masalah
keperawatan
gangguan
mobilitas fisik
4.Implementa Tindakan NIC dan Primer
si keperawatan NOC dan
yang sekunder
dilakukan
sesuai dengan
perencanaan
yang sudah
ditetapkan
5,Evaluasi Penilaian Fomat Primer
pasien setelah Evaluasi dan
diberikan sekunder
asuhan
keperawatan,
melihat
tingkat
keberhasilan
yang telah
dicapai sesuai
dengan
criteria hasil.

Anda mungkin juga menyukai