Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

Mira Andriyani/ 1206249933


Profesi KMB FIK UI

1. DEFINISI
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbiohidrat, lemak, dan protein,
mengarah ke hiperglikemia (Black & Hawks, 2009). Diabetes Militus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat (Price & Wilson, 2012). Menurut Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (2015), diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik,
ditandai dengan hiperglikemia, yang diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau keduanya. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa diabetes
mellitus merupakan penyakit kronik yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena
ketidakefektifan insulin.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama:
menghasilkan enzim pencernaan atau fungsi eksokrin serta menghasilkan beberapa hormon
atau fungsi endokrin. Pankreas terletak pada kuadran kiri atas abdomen atau perut dan bagian
kaput/kepalanya menempel pada organ duodenum. Produk enzim akan disalurkan dari
pankreas ke duodenum melalui saluran pankreas utama. Pankreas dapat didefinisikan sebagai
organ kelenjar yang hadir dalam endokrin dan sistem pencernaan dari semua vertebrata.
Pankreas seperti spons dengan warna kekuningan dengan bentuk menyerupai seperti ikan
dengan panjang 15 cm dan sekitar 3,8 cm lebar. Pankreas meluas sampai ke bagian belakang
perut, di belakang daerah perut dan melekat ke bagian pertama dari usus yang disebut
duodenum. Sebagai kelenjar endokrin, menghasilkan hormon seperti insulin, somatostatin
dan glukagon dan sebagai kelenjar eksokrin yang mensintesis dan mengeluarkan cairan
pankreas yang mengandung enzim pencernaan yang selanjutnya diteruskan ke usus kecil.
Enzim-enzim pencernaan berkontribusi pada pemecahan dari karbohidrat, lemak dan protein
yang hadir di paruh makanan yang dicerna.
Fungsi Pankreas
a. Mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glucogen, yang menambah kadar
gula dalam darah dengan mempercepat tingkat pelepasan dari hati.
b. Pengurangan kadar gula dalam darah dengan mengeluarkan insulin untuk mempercepat
aliran glukosa ke dalam sel pada tubuh, terutama otot. Insulin juga merangsang hati untuk
mengubah glukosa menjadi glikogen dan menyimpannya di dalam sel-selnya.

3. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS


Klasifikasi diabetes mellitus yang utama dan karakteristiknya adalah (Black & Hawks, 2009):
Klasifikasi Karakteristik
Tipe I: Diabetes mellitus - Terjadi pada segala usia, biasanya < 30 tahun
tergantung insulin - Tidak berhubungan dengan obesitas
(Insulin Dependent - Etiologi: faktor genetik, imunologi, dan lingkungan
Diabetes - Tidak terdapat sekresi insulin
Mellitus/IDDM) - Mutlak memerlukan insulin
- Cenderung mengalami ketoasidosis jika tidak memiliki insulin

Tipe II: Diabetes mellitus - Terjadi di segala usia, biasanya > 30 tahun
tidak tergantung - Seringkali berhubungan dengan obesitas
insulin (Non Insulin - Etiologi: faktor obesitas, herediter, dan lingkungan
Dependent Diabetes - Produksi insulin menurun
Mellitus/NIDDM) - Insulin tidak mutlak diperlukan
- Jarang mengalami ketoasidosis kecuali dalam keadaan stres atau menderita infeksi

Diabetes mellitus yang Disebabkan oleh kondisi seperti:


berhubungan dengan - Defek genetik
keadaan atau sindrom - Penyakit-penyakit dari pankreas (pankreastitis, neoplasia, trauma/prankreaktomi)
lainnya - Endokrinopati (akromegali, sindrom Cushing, feokrosinoma, hipertiroid)
- Induksi obat-obatan/zat kimia (glukokortokoid, hormon tiroid, diazoksida, tiazid,
fenitoin natrium, nikotinik acid)
- Infeksi (rubela kongenital, infeksi sitomegalovirus)
- Sindrom genetik terkait dengan DM (Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, korea
Huntington).

Gestasional Diabetes - Terjadi selama kehamilan, biasanya trimester kedua atau ketiga, bersifat sementara
Mellitus/GDM
4. ETIOLOGI DIABETES MELLITUS
a. Diabetes Mellitus Tipe I (IDDM)
DM tipe I ditandai dengan kerusakan sel-sel β pulau Langerhans (pankreas) yang
mengakibatkan defisiensi insulin absolut. DM tipe 2 dapat disebabkan oleh:
- Faktor genetik
Individu yang peka secara genetik memberikan respon terhadap kejadian pemicu yang
diduga berupa infeksi virus dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel β yang
mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin (Price & Wilson, 1995). Seseorang yang
mempunyai kecenderungan genetic untuk terjadinya diabetes mellitus dimana
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen)
tertentu yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
- Faktor imunologi
Terjadi respon imun dimana merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap
seolah olah jaringan asing (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010). Autoantibody
terhadap sel-sel langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat
diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahan sebelum timbulnya tanda-tanda klinis
diabetes tipe 1.
- Faktor lingkungan
Hasil dari penelitian bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang dapat menimbulkan dekstruksi sel beta.

b. Diabetes Mellitus Tipe II (NIDDM)


Ditandai dengan gangguan sekresi insulin, yang menyebabkan pankreas hanya mampu
memproduksi insulin dalam jumlah terbatas (insufisiensi insulin), maupun kerja insulin
(resistensi insulin). Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut maka akan
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin
juga disertai dengan penurunan reaksi intrasel tersebut (Smeltzer, Burke, Hinkle, &
Cheever, 2010). faktor-faktor risiko pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
diantaranya sebagai berikut:
i. Kelompok dengan BB lebih (IMT > 23 kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih
faktor risiko sebagai berikut:
- Aktivitas fisik kurang
- Terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga
- Kelompok ras/etnis tertentu
- Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BB>4 kg atau
mempunyai riwayat DM gestasional
- Hipertensi
- HDL<35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl
- Obesitas berat
- Riwayat penyakit kardiovaskuler
ii. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas

5. PATOFISIOLOGI DIABETES MELLITUS


a. Diabetes Mellitus Tipe 1
Pada Diabetes mellitus tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (Smeltzer, Burke, Hinkle, &
Cheever, 2010). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan
kedalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria), dan rasa
haus (polidipsi) (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagi) akibat penurunan simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010). Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan mengakibatkan hiperglikemi. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu kesimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetic yang diakibatkan dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas bau keton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian (Smeltzer, Burke,
Hinkle, & Cheever, 2010).

b. Diabetes Mellitus Tipe 2


Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut terjadi
serangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Sel beta yang terpapar
kadar glukosa darah yang tinggi secara kronis menyebabkan secara progresif kurang
efisien ketika merespon peningkatan glukosa lebih lanjut yang dapat menyebabkan
resistensi terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun di jaringan perifer
(Black & Hawks, 2009). Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa jaringan. Penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa
mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut bahkan sampai hiperglikemia yang
disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak melakukan pengambilan
glukosa (Black & Hawks, 2009).Walaupun terjadi gangguan sekresi insulin namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi keton yang menyertainya.

6. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis DM dikaitakan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin.
Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa plasma sesudah makan karbohidrat.
Adapun gejala klinisnya adalah (Black & Hawks, 2009):
a. Poliuri (peningkatan frekuensi BAK)
Poliuri merupakan gejala awal diabetes berhubungan dengan efek langsung dari kadar
gula darah yang tinggi. Glukosa merupakan zat penting yang tidak ikut difiltrasi ke
dalam urine. Saat hiperglikemia, dimana kadar gula darah mencapai > 200 mg/dl,
ginjal tidak mampu lagi menahan glukosa karena ambang batas filtrasi ginjal terhadap
glukosa adalah 180 mg/dl, sehingga glukosa akan terfiltrasi masuk ke dalam nefron
dan keluar bersama urine. Glukosa akhirnya masuk ke tubulus yang dalam keadaan
normal akan mereabsorpsi air ke pembuluh darah. Pada hiperglikemia konsentrasi
cairan di tubulus lebih tinggi dibandingkan sel-sel tubuh lain karena cairan di tubulus
menjadi lebih pekat sehingga reabsorpsi menurun yang mengakibatkan produksi urine
meningkat, maka penderita sering berkemih dalam jumlah banyak (poliuri). Proses
tersebut disebut osmotic diuresis, yaitu peningkatan volume urine karena peningkatan
osmotik.
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus)
Polidipsi atau rasa haus timbul akibat peningkatan pengeluaran urine.
c. Polifagi (peningkatan rasa lapar)
Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin
membesar timbul akibat kehilangan kalori dan kelaparan sekunder terhadap
katabolisme jaringan.
d. Penurunan berat badan
Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan simpanan air, glukosa, dan trigliserid,
kehilangan kronis sekunder terhadap penurunan masa otot karena asam amino
dialihkan untuk membentuk glukosa dan keton.
e. Pandangan kabur berulang
Efek sekunder dari paparan kronis retina dan lensa mata terhadap cairan hiperosmolar
f. Pruritus, infeksi kulit, vaginitis: akibat infeksi jamur dan bakteri pada kulit
g. Ketonuria
Saat glukosa tidak dapat digunakan sebagai energi oleh sel tergantung insulin, asam
lemak digunakan untuk energi; asam lemak dipecah menjadi keton dalam darah dan
diekskresikan oleh ginjal. Pada DM tipe 2, insulin cukup untuk menekan berlebihan
penggunaan asam lemak tapi tidak cukup untuk penggunaan glukosa.
h. Lemah, letih, pusing
Penurunan isi plasma mengarah kepada postural hipertensi, kehilangan kalium dan
katabolisme protein berkontribusi terhadap kelemahan.
i. Sering asimtomatik
Tubuh dapat beradaptasi terhadap peningkatan kadar glukosa darah secara perlahan
sampai tingkat lebih besar dibandingkan peningkatan yang cepat.
7. KOMPLIKASI
 Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada DM tipe 1 atau 2 apabila kadar glukosa darah turun di
bawah 50-60 mg/dl akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit, makan yang tidak tepat, atau karena aktivitas
fisik yang berat. Berikut jenis hipoglikemia serta gejala yang menyertainya:
- Hipoglikemi ringan, gejala yang muncul seperti perspirasi, tremor, takikardi,
palpitasi, kegelisahan, berkeringat, dan rasa lapar.
- Hipoglikemi sedang, gejala yang muncul seperti ketidakmampuan berkonsentrasi,
sakit kepala, vertigo, mengantuk, lemah, konfusi, penurunan daya ingat, baal di
daerah bibir dan lidah, bicara pelo, gerakan tak terkoordinasi, perubahan
emosional, perilaku tidak rasional, penglihatan ganda, perasaan ingin pingsan.
- Hipoglikemia berat, gejala yang muncul seperti disorientasi, serangan kejang, sulit
dibangunkan dari tidur, dan kehilangan kesadaran.
b. Ketoasidosis diabetik
Terjadi biasanya pada DM tipe 1, mungkin juga pada DM tipe 2 yang disebabkan
oleh tidak adanya insulin atau jumlah insulin yang tidak mencukupi. Gambaran klinis
yang penting pada ketoasidosis diabetik adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan
asidosis. Gejala klinis lain dari ketoasidosis diabetik diantaranya kulit hangat /
kering, tampak kemerahan, membaran mukosa kering, hipotonia bulbi, napas
kussmaul atau takipnea, nyeri perut, kelemahan, kesadaran terganggu, hipotensi,
takikardia, napas berbau aseton, kehilangan BB akut (anoreksia), polidipsi, poliuria
(awal), oliguri/anuria (akhir). Faktor yang mempercepat terjadinya ketoasidosis
diabetikum diantaranya diabetes yang tak terdiagnosis, lupa dosis
insulin/penggunaan insulin tidak teratur, pubertas, infeksi, gangguan pembuluh
jantung, stress emosional atau fisik, seperti kehamilan dan pembedahan, serta
trauma.
c. HHNS (hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome)
Terjadi pada DM tipe 2. Gejala klinisnya sama seperti KAD, kecuali napas kussmaul
dan napas aseton biasanya tidak ada. Perubahan tingkat kesadaran, dehidrasi berat,
mual muntah tidak ada, takipnea, dan napas dangkal. Factor yang mempercepat
terjadinya HHNS diabetes tidak terdiagnosis, infeksi atau stress lain, pengobatan,
dialysis, perdarahan GI, hiperalimentasi, infark miokard, pancreatitis akut, gangguan
system saraf pusat, rehidrasi luka bakar mayor dengan volume tinggi glukosa.

● Komplikasi Kronik (Jangka Panjang) Diabetes Mellitus


a. Komplikasi Makrovaskuler
- Penyakit arteri koroner. Penderita diabetes mengalami peningkatan insiden infark
miokard akibat perubahan atherosklerotik pada pembuluh arteri koroner. Salah satu
ciri unik penyakit arteri koroner pada penderita diabetes adalah tidak terdapatnya
gejala iskemik yang khas.
- Penyakit serebrovaskuler. Penderita diabetes berisiko dua kali lipat untuk terkena
penyakit serebrovaskuler seperti TIA (Transient Ischemic Attack) dan stroke.
- Hipertensi. Meningkatnya kadar kekentalan darah akibat hiperglikemia
menyebabkan kinerja jantung menjadi meningkat sehingga menimbulkan
hipertensi.
- Penyakit vaskuler perifer. Tanda dan gejala mencakup berkurangnya denyut nadi
perifer, bruit karotis, gangren iskemik dan klaudikasio intermiten (nyeri pada
pantat atau betis ketika berjalan).
b. Komplikasi Mikrovaskuler
- Retinopati diabetik. Merupakan kelainan patologis mata disebabkan perubahan
dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Sters dari penngkatan
kekentalan darah adalah sebuah mekanisme hemodinamik yang menigkatkan
permeabilitas dan penurunan elastisitas kapiler (Black & Hawks, 2009).
Penglihatan yang kabur merupakan gejala umum yang terjadi. Penderita yang
melihat benda tampak mengambang (floaters) dapat mengindikasikan terjadinya
perdarahan. Tipe retinopati diantaranya nonproliferatif (terdapat mikroaneurisma
dan hemoragi ‘titik noda’), praproliteratif retnopati (hemoragi lanjut dan penurunan
ketajaman pengihatan, proliferatif retinopati (pembulu rusak dan lemah, dapat
ruptur menyebabkan hemoragi retina dan eksudat) (Black & Hawks, 2009).
- Nefropati diabetik. Merupakan penyebab tersering timbulnya penyakit ginjal tahap
akhir pada penderita diabetes (Black & Hawks, 2009). Nefropati melibatkan
kerusakan terhadap dan akhirnya kehilangan kapiler yang menyuplai glomelurus
ginjal.
- Neuropati, Mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf
termasuk saraf perifer (sensoriotonom), otonom, dan spinal akibat kurangnya
suplai oksigen dan nutrisi ke serabut saraf (Black & Hawks, 2009).
 Neuropati perifer. Sering mengenai bagian distal serabut saraf khususnya saraf
ekstremitas bawah. Gejala awal adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk,
kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar khususnya malam hari.
Bila terus berlanjut penderita akan mengalami baal (matirasa) di kaki,
penurunan sensibilitas nyeri dan suhu yang meningkatkan risiko untuk
mengalami cedera dan infeksi di kaki.
 Mononeuropati. Melibatkan nyeri tajam menusuk dan biasanya disebabkan oleh
infark suplai darah.
 Polineuropati. Melibatkan saraf sensoris dan autonom yang dideskripsikan
kesemutan, mati rasa, terbakar, dan kehilangan sensoris ringan sampai total.
 Neuropati otonom. Mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hampir
seluruh sistem organ tubuh seperti pupil, pembuluh jantung, gastrointestinal, dan
urogenital
c. Masalah kaki dan tungkai pada diabetes
Faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi diantaranya fungsi leukosit
polimorfonuklear (PMN) terganggua, neuropati diabetik, dan ketidakcukupan pembuluh
darah (Black & Hawks, 2009). Masalah yang dapat timbul pada kaki dan tungkai adalah
gangren kaki diabetik atau infeksi, ulser dan/atu kerusakan jaringan yang lebih dalam
terkait dengan gangguan neurologis dan vaskuler pada tungkai. Proses penyembuhan
infeksi akan berjalan lambat karena terjadinya kerusakan pada sistem pembuluh darah
tidak dapat membawa cukup oksigen , sel darah putih, zat gizi, dan antibodi ke luka
(Black & Hawks, 2009). Terdapat tiga komplikasi yang meningkatkan risiko terjadinya
infeksi pada kaki, antara lain:
- Neuropati  menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan sensibilitas tekanan
(neuropati sensorik). Sedangkan neuropati otonom menimbulkan peningkatan
kekeringan (akibat penurunan perspirasi)
- Penyakit vaskuler perifer  sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk menyebabkan
lamanya kesembuhan luka dan menyebabkan terjadinya gangren
- Penurunan daya imunitas  hiperglikemia mengganggu kemampuan leukosit khusus
untuk menghancurkan bakteri.
8. PENGKAJIAN
Pengkajian diabetes mellitus meliputi:
- Kaji mengenai selera makan, penggunaan alkohol, penggunaan pemanis buatan, alergi
makanan, pengaruh kultur dan etnis pada kebiasaan makanan, kemampuan untuk
memperoleh dan menyiapkan makanan (termasuk pendapatan), sumber daya terkini,
jumlah dan aktivitas fisik, penyakit kronis, penyakit GI, pola BB, pola makan,
kesehatan gigi dan mulut, obat-obatan yang dikonsumsi (Black & Hawks, 2009).
P = Perfusi
Perabaan kaki dingin, sianosis, kebiruan/iskemik, nyeri saat istirahat, klaudikasio
• Pemeriksaan Doppler Sonografi
• ABI (ANKLE/BRACHIAL INDEKS)
Waktu pengisian :
10-15 detik normal
15-25 detik iskemi sedang
25-40 detik iskemi berat
40+ detik iskemi sangat berat
Grade 1 : Arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior masih teraba kuat; ABI >
0,9. Tidak ada keluhan atau gejala periferal arterial disease (PAD)
Grade 2 : ABI = 0,9 dengan tekanan darah sistolik pada arteri dorsalis pedis >50
mmHg
Grade 3; Tekanan sistolik arteri dorsalis pedis<50 mmHg
E = Extent / Ukuran luka
Luas luka (cm2), gunakan pengukur luas luka/plastic dengan skala
D = Depth / Kedalaman luka
Grade 1 : luka hanya sampai lapisan dermis
Grade 2 : luka sudah menembus lapisan subkutis yang meliputi fascia, otot atau
tendon.
Grade 3 : luka sudah sampai sendi dan tulang
I = Infeksi
Adanya bengkak, eritema, nyeri, hipertermi local, pus (warna, konsistensi, jumlah,
bau), maserasi, krepitasi, osteomielitis, abses, fascilitis, TD, N, RR, Suhu, jumlah
leukosit, pemeriksaan kultur.
Grade 1 : tidak ditemukan tanda dan gejala infeksi
Grade 2 : sudah ditemukan tanda infeksi di kulit dan jaringan subkutis terdapat 2
tanda ( pembengkakan, eritema > 0,5-2 cm di sekitar luka, nyeri, hipertermi local,
secret yang purulen)
Grade 3 : eritema 2 cm disertai salah satu tanda pembengkakan, nyeri , hangat, pus,
infeksi, osteomielitis, sepsis, arthritis dan fascilitis.
Grade 4 : terdapat tanda infeksi pada kaki disertai dengan infeksi sitemik terdapat 2
atau lebih tanda berikut (suhu > 380C, HR > 90 x/m, RR > 20x/m, PaCO2 < 32,
Leukosit 12.000 mg/dl
S = Sensasi
Rasa baal / tebal, terbakar / tertusuk / teriris, pemeriksaan monfilamen semens 10 gr.
Grade 1 : sensori masih baik
Grade 2 : telah terjadi gangguan sensorik, pada pmeriksaan monofilament 10 gr pada
titik pemeriksaan sudah tidak dapat dirasakan.
Menurut Wagner (1983) dalam Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever (2010) membagi
ganggren kaki diabetik menjadi 6 tingkatan yaitu:
 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “claw callus”
 Derajat 1 : Ulkus superficial terbatas pada kulit
 Derajat 2 : Ulkus dalam menembus tulang dan tendon
 Derajat 3 : Abses dalam dengan atau tanpa osteomielitis
 Derajat 4 : Ganggren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis
 Derajat 5 : Ganggren seluruh kaki atau sebagian tungkai

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar Glukosa Darah Puasa
Diagnosis DM dibuat ketika kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl (Black & Hawks,
2009). Nilai antara 110-125 mg/dl mengindikasikan intoleransi glukosa puasa,
pengukuran kadar glukosa darah puasa memberikan indikasi paling baik dari keseluruhan
homeostasis glukosa dan metode terpilih untuk mendiagnosis DM.
b. Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Klien mungkin juga didiagnosis DM berdasarkan manifestasi klinis dan kadar glukosa
darah sewaktu > 200 mg/dl (Black & Hawks, 2009). Sampel glukosa darah sewaktu-
waktu tanpa puasa. Peningkatan kadar glukosa darah mungkin terjadi setelah makan,
situasi penuh stress, dan dalam sampel yang diambil.
c. Kadar Glukosa Darah setelah Makan
Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan > 200 mg/dl selama tes toleransi glukosa oral
(OGTT) memperkuat diagnosis DM (Black & Hawks, 2009). Pada lansia kadar glukosa
setelah makan lebih tinggi secara spesifik meningkat 5-10 mg/dl per dekade setelah usia
50 tahun karena penurunan normal toleransi glukosa berhubungan dengan usia. Merokok
dan minum kopi dapat mengarah kepada peningkatan nilai palsu saat 2 jam sedangkan
stress olahraga dapat mengarah pada penurunan nilai palsu.
d. Uji Laboratorium terkait Diabetes Mellitus
1) Kadar Hemoglobin Glikosilase
Glukosa secara normal melekat dengan sendirinya pada molekul hemoglobin pada sel
darah merah. Sekali melekat, glukosa ini tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu lebih
tinggi kadar glukosa darah, kadar hemoglobin glikosilat juga lebih tinggi (HbA1c).
Batasan HbA1c dirujuk sebagai A1c. A1c adalah kadar glukosa darah yang diukur
lebih dari 3 bulan sebelumnya. A1c dinyatakan dalam presentase dan bermanfaat
dalam mengevaluasi pengendalian glikemi jangka panjang. Untuk menghindari
komplikasi terkait diabetes, ADA merekomendasikan A1c dibawah 7%.
ADA merekomendasikan bahwa tes A1c dilakukan secara rutin pada semua orang
dengan DM, yang seharusnya dilakukan setiap 6 bulan pada klien yang telah
memenuhi target primer pengendalian glikemik (<7%), dan tiap 3 bulan bagi klien
yang belum mencapai target primer pengendalian glikemik. Kondisi-kondisi yang
meningkatkan pergantian eritrosit seperti perdarahan, kehamilan, atau asplenia (tidak
memiliki lien seperti setelah splenektomi) mengarah kepada konsentrasi A1C rendah
palsu. Dosis tinggi aspirin, alcohol, terapi heparin dapat menyebabkan peningkatan
kadar A1C palsu.
2) Kadar Albumin Glikosilase
Glukosa juga melekat pada protein, albumin secara primer. Kosentrasi albumin
glikosilat (fruktosamin) mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata lebih dari 7-10
hari sebelumnya. Pengukuran ini bermanfaat ketika penentuan glukosa darah rata-rata
jangka pendek diperlukan aplikasi klinis dan reliabilitas secara terus menerus dapat
dievaluasi.
3) Kadar Connecting Peptide (C-Peptide)
Ketika proinsulin diproduksi oleh sel beta pancreas sebagian dipecah oleh enzim, 2
produk terbentuk, insulin, dan connecting peptide, umumnya disebut C-Peptide. Oleh
karena C-Peptide dan insulin dibentuk dalam jumlah yang sama, pemeriksaan ini
mengindikasikan jumlah produksi insulin endogen. Klien dengan DM tipe 1 biasanya
memiliki kosentrasi C-Peptide rendah atau tidak ada. Klien dengan DM tipe 2
cenderung memiliki kadar normal atau peningkatan C-Peptide.
4) Ketonuria
Adanya keton dalam urine mengindikasikan bahwa tubuh memakai lemak sebagai
sumber utama energy, yang mungkin mengakibatkan ketoasidosis. Hasil pemeriksaan
yang menunjukkan perubahan warna mengindikasikan adanya keton. Semua klien
dengan DM seharusnya memeriksakan keton dalam urine selama mengalami sakit
akut atau stress, ketika kadar glukosa darah naik (240 mg/dl) dan ketika hamil
memiliki bukti ketoasidosis (missal mual, muntah, atau nyeri perut).
5) Proteinuria
Mikroalbuminuria mengukur jumlah protein di dalam urine secara mikroskopis.
Adanya mikroalbuminuria dalam urine adalah gejala awal dari penyakit ginjal.
Pemeriksaan urine untuk mikroalbuminuria menunjukkan nefropati awal.

10. PENATALAKSANAAN
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM yang bertujuan untuk mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktifitas
pasien, yaitu (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010):
a. Pendidikan kesehatan DM (Edukasi)
Pasien selain harus memiliki kemampuan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna
menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah mendadak, juga harus memiliki
perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetes jangka
panjang.
b. Pengaturan aktivitas
Aktivitas dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin serta mengurangi faktor risiko
kardiovaskuler dengan mengubah kadar lemak darah.
c. Pengaturan nutrisi (Diet DM)
- Memberikan semua unsur makanan esensial
- Mencapai dan mempertahankan BB yang sesuai
- Memenuhi kebutuhan energi
- Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap hari
- Menurunkan kadar lemak darah jika meningkat
d. Obat oral antihipertensi.
e. Insulin
Pada DM tipe I tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin sehingga insulin
eksogenus harus diberikan. Sedangkan pada DM tipe II, insulin mungkin diperlukan untuk
terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak mampu mengontrolnya. Preparat insulin digolongkan menurut 4
karakteristik:
a. Perjalanan waktu (Black & Hawks, 2009)
Lama kerja Agen Awitan Puncak Durasi Indikasi
Quick acting Humalog (insulin lispro) 5-10 1 jam 2-4 jam Biasanya diberikan 10 menit sebelum
Novolog (insulin aspart) menit makan
Short acting Reguler (R) 0.5-1 jam 2-4 jam 4-6jam Biasanya diberikan 20-30menit sebelum
makan, dapat diberikan sendiri atau
bersama dengan insulin long acting
Intermediate Neutral Protamine 2-4 jam 4-10 jam 10-16 jam Biasanya diberikan sesudah makan
acting Hagedorn (NPH)
Lente (L)
Long acting Ultra Lente (UL) 6-10 jam 12-16 jam 10-20 jam Digunakan terutama untuk
mengendalikan kadar glukosa darah
puasa

b. Konsentrasi
Konsentrasi insulin yang paling sering digunakan di Amerika Serikat adalah U-100 yang
berarti terdapat 100 unit insulin per 1 cm3.
c. Spesies (sumber)
Preparat insulin dahulu diperoleh dari pankreas sapi dan babi, namun sekarang telah
tersedia “Human Insulin” yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan.
d. Lokasi penyuntikan insulin
Pemilihan dan rotasi tempat penyuntikan preparat insulin meliputi 4 daerah utama yaitu:
abdomen, lengan (permukaan posterior), paha (permukaan anterior) dan bokong. Insulin
diabsorpsi paling cepat di abdomen dan menurun secara progresif pada lengan, paha, serta
bokong. Rotasi penyuntikan dilakukan secara sistematis untuk mencegah perubahan
jaringan lemak setempat (lipodistrofi).
Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Risiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 Manajemen hiperglikemia
glukosa jam status nutrisi pasien normal dengan indikator : 1. Monitor kadar gula darah
Darah - kadar glukosa darah normal 2. Pantau tanda hiperglikemia GDS >300 mg/dl nafas bau aseton, keton
Definisi : Risiko terhadap variasi - tidak ada tanda-tanda hipoglikemi dan hiperglikemia plasma positif, sakit kepala, penglihatan kabur, mual, muntah, letargi,
kadar glukosa/gula darah dari - individu mampu mendemontrasikan cara mecegah hipotensi, takikardi, kusmaull
rentang normal komplikasi akibat hiperglikemia 3. Kolaborasi pemberian insulin

Manajemen hipoglikemia
1. Monitor kadar gula darah
2. Pantau tanda hipoglikemia GDS <60 mg/dl, pucat, gugup, diaofresis,
tremor, menggigil, kedingina, sakit kepala, penglihatan kabur, takikardi
3. Kolaborasi pemberian glukosa
4. Pantau diet pasien dan insulin yang diberikan

Penyuluhan program penatalaksanaan


5. Jelaskan tentang program penatalaksanaan kepada pasien dan keluarga

Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 Manajemen nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh jam status nutrisi pasien normal dengan indikator : a. Tingkatkan kalori makanan pasien sesuai dengan kebutuhan tubuh
Definisi : Asupan nutrisi tidak - Intake nutrien normal b. Tingkatkan intake protein dan vitamin
cukup untuk memenuhi - Intake makanan dan cairan normal c. Sediakan makanan yang tinggi kalori dan protein
kebutuhan metabolic - Berat badan normal d. Monitor berat badan pasien dalam interval tertentu
- Massa tubuh normal e. Ajarkan kepada pasien mengenai pentingnya mematuhi diet
- Pengukuran biokimia normal f. Jelaskan kepada pasien mengenai kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
- Kadar gula darah dalam batas normal (gula darah oleh pasien
puasa <120 mg/dl, GDS < 200 mg/dl) g. Monitor intake nutrisi pasien
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia
(pusing, hipotensi ortostastik, keringat dingin) Monitor Nutrisi
1. Monitor adanya penurunan berat badan
2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakuakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 3. Monitor lingkungan selama makan
jam status nutrisi: intake nutrient pasien adekuat 4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
dengan indikator : 5. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- intake kalori 6. Monitor turgor kulit
- intake protein 7. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan
- intake lemak kadar Ht
- intake karbohidrat 8. Monitor makanan kesukaan
- intake vitamin 9. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- intake mineral 10. Monitor kalori dan intake nutrisi
- intake zat besi 11. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas
- intake kalsium oval
Kerusakan Intergritas Kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 Skin Surveillance
Definisi: perubahan/gangguan jam integritas kulit kemb ali normal dengan 1. Inspeksi kulit dan membrane dari kemerahan, edema, suhu yang ekstrem,
epidermis dan / dermis indikator: atau drainase.
- Temperature kulit tidak terganggu 2. Observasi ekstremitas untuk warna, panas, keringat, nadi, tekstur,
- Sensasi tidak terganggu edema, dan luka
- Tekstur tidak terganggu 3. Monitor adanya infeksi
- Pigmentasi abnormal tidak ada 4. Monitor kulit adanya rashes dan abrasi
- Lesi kulit tidak ada 5. Monitor warna kulit dan temperatur kulit
- Jaringan scar tidak ada 6. Catat perubahan kulit dan membran mukosa
- Eritema tidak ada Manajemen perawatan luka dan kontrol infeksi
- Scaling kulit tidak ada h. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara aseptic,
- Berkurangnya odema sekitar luka menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
- Pus dan jaringan yang mati berkurang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
- Adanya jaringan granulasi i. Anjurkan klien untuk melakukan mobilisasi
- Bau busuk pada luka berkurang j. Observasi daerah luka
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M., & Hawks, J.H., (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Positive Outcomes. 8th Edition. St Louis Missouri : Elsevier Saunders.
Bulecheckk, G.M., Butcer, H.K. Dochterman, J.McC., Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6th Ed.). Missouri: Elsevier Mosby
Herdman, T.H., Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions
& Classification 2015–2017(10th Ed.). Oxford: Wiley Blackwell
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes (5th Ed.). Missouri: Elsevier
Mosby
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2015). Konsesus pengelolaan dan pencegahan
diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.
Price, A., Wilson, L.M. (2012). Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Vol 2
6th ed. Jakarta: EGC
Smeltzer,S.C., Burke,B.G., Hinkle,J.L & Cheever,K.H. (2010). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. 12th Edition. Philadelphia: Lippincott William
& Wilkins.
Penghancuran sel α & β pankreas

Kegagalan memproduksi insulin  produksi


dan/atau resistensi insulin glukagon
 keton

Napas
BB Osmolaritas  kadar gula glukoneogenesis asidosis berbau
darah aseton
poliuri
 massa tubuh fatigue
polifagi Gangguan
keseimbangan nutrisi
 kronik glukosa darah  BB : kurang dari
kebutuhan
Risiko Neuropati Small vessel  glikoprotein dinding sel
ketidakstabilan kadar diabetik disease
glukosa darah
NIC :
Retinopati diabetik atherosklerosis Kerusakan 1. Managemen
fungsi imun nutrisi
NIC : 2. Nutrisi
1. Manajemen Hiperglikemi monitoring
2. Manajemen Hipoglikemi
Nefropati diabetik
3. Penyuluhan program Gangguan
pelaksanaan penglihatan infeksi
End stage
renal failure Penyembuhan
hipertensi
luka terhambat
Kerusakan Integritas Neuropati otonom Kulit kering
Jaringan
Coronary Artery
Sensasi  Disease
gastroparesis
NIC :
1. Skin surveillance Baal & geli pada
ekstremitas  level LDL
2. Manajemen Perawatan
Luka dan Kontrol impoten
Infeksi
Diabetic foot ulceration
Neurogenic bladder

Anda mungkin juga menyukai