Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang tinggi diperlukan

lingkungan yang sehat pula. Rumah sakit sebagai sarana kesehatan harus

memperhatikan kesehatan lingkungan, karena rumah sakit sebagai penghasil

limbah infeksius yang berasal dari kegiatan medis yang bersifat berbahaya

dan beracun dan dalam jumlah besar, limbah tersebut harus dibuang dengan

prosedur yang tepat.

Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medik,

perawatan gigi, farmasi, penelitian, pengobatan, perawatan atau pendidikan

yang menggunakan bahan-bahan yang beracun, infeksius, berbahaya atau

membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu (Depkes RI,

2002). Limbah yang dihasilkan oleh klinik gigi diantaranya : bahan balutan

(kain kassa, kapas, cotton roll, cotton pellet, dan tampon), spuit dan ampul,

jaringan mulut, bahan-bahan tambal, saliva dan darah (cit Munawwaroh,

2016).

Banyak penyakit yang dapat ditularkan dari limbah medis seperti

Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatitis D, HIV dan AIDS. Penyakit tersebut

dinamakan penyakit yang penularannya lewat aliran darah (bloodborne

diseases). (Mulyanti, 2012).

Jumlah limbah medis yang bersumber dari fasilitas kesehatan

diperkirakan semakin lama semakin meningkat. Penyebabnya yaitu jumlah


rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, maupun laboratorium medis yang

terus bertambah. Pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 menyebutkan

bahwa jumlah rumah sakit di Indonesia mencapai 1.632 unit. Sementara itu,

jumlah puskesmas mencapai 9.005 unit. Fasilitas kesehatan yang lain

diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat dan tidak dijelaskan berapa

jumlah yang tepat (Kemenkes RI, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Suryati (2009) mengenai pengelolaan

limbah medis cair di RSU Cut Meutia Kota Lhokseumawe menunjukkan

bahwa pengelolaan limbah cair belum sesuai standar karena RSU tersebut

tidak mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Berdasarkan hasil

uji limbah cair selama empat bulan di RSU Cut Meutia, menunjukkan bahwa

limbah cair tersebut tidak sesuai dengan peraturan kualitas baku mutu atau

batas jumlah suatu unsur pencemar didalam air limbah yang telah ditetapkan.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Heruna Tanty (2003)

mengenai proses pengolahan limbah Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta

menunjukkan bahwa proses pengolahan limbah medis padat dan cair telah

memenuhi syarat yang ditetapkan menurut Kepmenkes RI No.1204 tahun

2004 sehingga kualitas air limbah dari rumah sakit Harapan Kita telah

memenuhi syarat kesehatan lingkungan.

Apabila limbah tidak ditangani dengan tepat dan baik maka limbah

dapat menjadi ancaman serius bagi kehidupan dan lingkungan. Oleh karena

itu pengelolaan limbah di lingkungan pusat pelayanan kesehatan merupakan

hal yang sangat penting, baik bagi pusat pelayanan kesehatan maupun bagi
masyarakat pemakai jasa pelayanan kesehatan rumah sakit maupun

masyarakat sekitar.

Penelitian yang dilakukan oleh Lukman Hakim Tarigan dari Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, tentang penularan penyakit

akibat tertusuk jarum suntik, diperoleh bahwa tahun 2013 lalu terdapat 7.000

tenaga kesehatan yang terinfeksi Hepatitis B, sekitar 4.900 diantara tenaga

kesehatan yang terinfeksi tersebut disebabkan karena kecelakaan tertusuk

jarum suntik. Sedangkan sisanya tertular dari penderita lain.

Berdasarkan hasil survei awal yang penulis lakukan pada bulan

Februari 2017 disalah satu praktek mandiri dokter gigi di Kota Bandung,

ternyata penanganan limbah dilakukan dengan cara dititipkan ke Rumah Sakit

yang memiliki insenerator. Sedangkan di beberapa praktek mandiri dokter

gigi lainnya ternyata penanganan limbah infeksius disatukan dengan limbah

non infeksius.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui

bagaimana pengelolaan limbah di Praktek Mandiri Dokter Gigi di Kota

Bandung.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Penatalaksanaan Pembuangan Limbah pada Praktek Mandiri

Dokter Gigi di Kota Bandung?


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya Penatalaksanaan Pembuangan Limbah pada Praktek Mandiri

Dokter Gigi di Kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Pembuangan Limbah Medis

Infeksius pada Praktek Mandiri Dokter Gigi di Kota Bandung.

b. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Pembuangan Limbah Medis Non

Infeksius pada Praktek Mandiri Dokter Gigi di Kota Bandung.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa

Dapat dijadikan sebagai referensi atau sumber informasi dalam

penanganan limbah medis di praktek mandiri dokter gigi.

2. Bagi Institusi

Dapat dijadikan bahan referensi atau masukan dalam hal pengolahan

limbah di praktek mandiri dokter gigi di Kota Bandung.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Bandung

Dapat dijadikan sebagai masukan dan saran agar pengolahan limbah yang

benar wajib dilakukan pada tempat praktek mandiri dokter gigi dan

dijadikan sebagai salah satu syarat dalam mengeluarkan SIP.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Medis

1. Pengertian Limbah Medis

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari

kegiatan rumah sakit dalam bentuk, padat cair, dan gas (Kemenkes RI

No. 1204/MENKES/SK/X/2004). Limbah medis atau limbah klinis

mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan,

fasilitas penelitian, dan laboraturium (Direktoral jendral PP & PL, 2012).

Menurut WHO limbah layanan kesehatan mencakup semua limbah

yang dihasilkan oleh lembaga kesehatan, fasilitas penelitian, dan

laboratorium. Selain itu, termasuk limbah yang berasal dari sumber kecil

atau tersebar seperti hasil limbah pelayanan kesehatan yang dilakukan di

rumah (dialisis, suntikan insulin, dll).

Menurut Depkes RI (2002) limbah medis adalah limbah yang

berasal dari pelayanan medik, perawatan gigi, farmasi, penelitian,

pengobatan, perawatan atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan

yang beracun, infeksius, berbahaya atau membahayakan kecuali jika

dilakukan pengamanan tertentu.


2. Pengelompokan Limbah

a. Limbah Medis

Berdasarkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, oleh

Departemen Kesehatan RI limbah medis telah digolongkan sebagai

berikut (Adisamito, 2009) :

1) Limbah benda tajam, yaitu obyek atau alat yang memiliki sudut

tajam, sisi, ujung atau bagian yang menonjol yang dapat

memotong atau menusuk kulit, seperti jarum hipodermik,

perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas dan pisau

bedah. Contohnya jarum, jarum suntik, skalpel, pisau bedah,

peralatan infus, gergaji bedah, dan pecahan kaca.

2) Limbah infeksius, yaitu limbah yang berkaitan dengan pasien

yang memerlukan isolasi penyakit menular dan limbah

laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi

dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

Contohnya kultur laboratorium, limbah dari bangsal isolasi,

kapas, materi, atau peralatan yang tersentuh pasien yang

terinfeksi, ekskreta.

3) Limbah jaringan tubuh, yang meliputi organ, anggota badan,

darah dan cairan tubuh. Biasanya dihasilkan pada saat

pembedahan atau autopsi. Contohnya bagian tubuh manusia dan

hewan (limbah anatomis), darah dan cairan tubuh yang lain,

janin.
4) Limbah sitotoksik, yaitu bahan yang terkontaminasi oleh obat

sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi

sitotoksik. Contohnya dari materi yang terkontaminasi pada saat

persiapan dan pemberian obat, misalnya spuit, ampul, kemasan,

obat kadaluarsa, larutan sisa, urine, tinja, muntahan pasien yang

mengandung sitotoksis.

5) Limbah farmasi, yaitu terdiri dari obat-obatan kedaluwarsa, obat

yang terbuang karena karena batch yang tidak memenuhi

spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat yang tidak

diperlukan lagi atau limbah dari proses produksi obat.

Contohnya obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah

kedaluarsa, tidak digunakan, tumpah, dan terkontaminasi, yang

tidak diperlukan lagi.

6) Limbah kimia, yaitu limbah yang dihasilkan dari penggunaan

bahan kimia dalam tindakan medis, veterenary, laboratorium,

proses sterilisasi atau riset. Dalam hal ini dibedakan dengan

buangan kimia yang termasuk dalam limbah farmasi dan

sitotoksik. Contohnya reagent di laboratorium, film untuk

rontgen, desinfektan yang kadaluarsa atau sudah tidak

diperlukan lagi, solven.

7) Limbah radioaktif, yaitu bahan yang terkontaminasi dengan

radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset

radionuklida. Contohnya cairan yang tidak terpakai dari radio


aktif atau riset di laboratorium, peralatan kaca, kertas absorben

yang terkontaminasi, urine dan ekskreta dari pasien yang diobati

atau diuji dengan radio nuklida yang terbuka.

b. Limbah Non Medis

Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan

dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,

perkantoran/administrasi, ruang tunggu, unit pelayanan, taman, dan

halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.

Contohnya kertas, plastik, kotak, botol, dsb.

3. Manajemen Limbah

a. Peraturan pembuangan limbah sesuai peraturan lokal yang berlaku.

b. Pastikan bahwa tenaga pelayanan kesehatan gigi yang menangani

limbah medis di training tentang penanganan limbah yang tepat,

metode pembuangan dan bahaya terhadap kesehatan.

c. Gunakan kode warna dan label kontainer, dimana warna kuning

untuk limbah infeksius dan warna hitam untuk limbah non infeksius.

d. Tempatkan limbah tajam seperti jarum, blade scapel, orthodontic

bands, pecahan instrumen metal dan bur pada kontainer yang tepat

yaitu tahan tusuk dan tahan bocor, kode warna kuning.

e. Darah, cairan suction atau limbah cair lain dibuang ke dalam drain

yang terhubung dengan sistem sanitary.

f. Buang gigi yang dicabut ke limbah infeksius, kecuali diberikan

kepada keluarga.
4. Pengelolaan Limbah

a. Pengelolaan Limbah Medis

Menurut Kepmenkes RI No. 1204 (2004) pengelolaan limbah

medis yaitu rangkaian kegiatan mencakup segregasi, pengumpulan,

pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan penimbunan limbah

medis. Menurut WHO (2005) beberapa bagian penting dalam

pengelolaan limbah rumah sakit yaitu minimasi limbah, pelabelan

dan pengemasan, transportasi, penyimpanan, pengolahan dan

pembuangan limbah. Proses pengelolaan ini harus menggunakan cara

yang benar serta memperhatikan aspek kesehatan, ekonomis, dan

pelestarian lingkungan.

1) Pemilahan dan pengurangan pada sumber

Limbah dipilah-pilah dengan mempertimbangkan hal-hal yaitu

kelancaran penanganan dan penampungan, pengurangan jumlah

limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan

limbah B3 dan non B3, diusahakan sedapat mungkin

menggunakan bahan kimia non B3, pengemasan dan pemberian

label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi

biaya, tenaga kerja, dan pembuangan, pemisahan limbah

berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil limbah

akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dan

penanganan (Adisasmito, 2009).


2) Pengumpulan (Penampungan)

Sarana penampungan harus memadai, diletakkan pada tempat

yang pas, aman, dan higienis. Pemadatan merupakan cara yang

paling efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang

dan ditimbun. Namun tidak boleh dilakukan untuk limbah

infeksius dan benda tajam (Adisasmito, 2009).

3) Pemisahan limbah

Untuk memudahkan pengenalan jenis limbah adalah dengan

cara menggunakan kantong berkode (umumnya dengan kode

berwarna). Kode berwarna yaitu kantong warna hitam untuk

limbah domestik atau limbah rumah tangga biasa, kantong

kuning untuk semua jenis limbah yang akan dibakar (limbah

infeksius), kuning dengan strip hitam untuk jenis limbah yang

sebaiknya dibakar tetapi bisa juga dibuang ke sanitary landfill

bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan

pembuangan, biru muda atau transparan dengan strip biru tua

untuk limbah autoclaving (pengolahan sejenis) sebelum

pembuangan akhir (Adisasmito, 2009).

b. Pengelolaan Limbah Non Medis

1) Memisahkan sampah medis dan non medis, memasukkan

sampah non medik ke dalam kantong plastik.

2) Mengganti kantong plastik baru apabila kantong plastik terisi

sampah medik maksimal 2/3 bagian.


3) Memilah sampah antara sampah kering dan basah.

4) Petugas kebersihan membakar sampah kering langsung pada

tempat sudah disediakan.

5) Petugas kebersihan membuang sampah basah ke TPA ( tempat

pembuangan akhir).

5. Prosedur Pembuangan Limbah

a. Limbah Medis Padat

1) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang

a) Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari

sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,

limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik,

limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer

bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat

yang tinggi.

b) Tempat pewadahan limbah medis padat:

- Terbuat dari bahan yang kuat, tahan karat, kedap air,

dan mempunyai permukaan yang cukup halus dibagian

dalamnya.

- Tersedia pewadahan terpisah antara antara limbah medis

infeksius dan non infeksius.

- Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari

apabila 2/3 bagian telah terisi limbah.


- Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada

tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton

yang aman.

2) Tempat Penampungan Sementara

a) Bagi yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus

membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.

b) Bagi yang tidak memiliki insinerator, maka limbah medis

padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan

rumah sakit lain atau pihak lain yang memiliki insinerator

untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam.

3) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat

pelindung diri yang terdiri:

a) Topi/helm;

b) Masker;

c) Pelindung mata;

d) Pakaian panjang (coverall);

e) Apron untuk industri;

f) Pelindung kaki/sepatu boot; dan

g) Sarung tangan khusus

4) Pengolahan, Pemusnahan, dan Pembuangan Akhir Limbah

Padat

a) Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan

agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan


pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini

mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan

desinfeksi.

b) Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila

memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah

infeksius lainnya.

c) Setelah insinerasi atau desinfeksi, residunya dapat dibuang

ke tempat pembuangan B3.

b. Limbah Cair

Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai

dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan

prosedur penanganan dan penyimpanannya (Kepmenkes

1204/Menkes/SK/X/2004).

Tabel 2.1. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai
Kategorinya
Sumber : Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan Rumah Sakit. Direktorat Jenderal pemberantasan penyakit
menular&penyehatan lingkungan; 2004.

B. Dampak Limbah Terhadap Kesehatan dan Lingkungan

Limbah layanan kesehatan yang terdiri dari limbah cair dan limbah

padat memiliki potensi yang mengakibatkan keterpajanan yang dapat

mengakibatkan penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari limbah layanan

kesehatan tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karakteristik

berikut : Limbah mengandung agent infeksius, limbah bersifat genoktosik,

limbah mengandung zat kimia atau obat – obatan berbahaya atau baracun,

limbah bersifat radioaktif, limbah mengandung benda tajam (Pruss. A, 2005).

1. Bahaya Akibat Limbah Infeksius Dan Benda Tajam

Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam

mikroorganisme patogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh

manusia melalui beberapa jalur :

a. Akibat tusukan, lecet, atau luka dikulit

b. Melalui membrane mukosa

c. Melalui pernafasan

d. Melalui ingesti

Kekhawatiran muncul terutama terhadap penyakit HIV serta virus

hepatitis B dan C karena ada bukti kuat yang menunjukan bahwa virus

tersebut ditularkan melalui limbah layanan kesehatan. Penularan

umumnya terjadi melalui cedera dan jarum spuit yang terkontaminasi

darah manusia.
Contoh lain infeksi akibat terpajan limbah infeksius adalah infeksi

gastroenteritis dimana media penularnya adalah tinja dan muntahan,

infeksi saluran pernafasan melalui sekret yang terhirup atau air liur dan

lain – lain. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores

maupun luka tertusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika benda itu

terkontaminasi patogen. Karena resiko ganda inilah (cedera dan

penularan penyakit), benda tajam termasuk dalam kelompok limbah yang

sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok yang muncul adalah bahwa

infeksi yang ditularkan melalui subkutan dapat menyebabkan masuknya

agens penyebab panyakit, misalnya infeksi virus pada darah (Pruss. A,

2005).

2. Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi

Kandungan zat limbah dapat mengakibatkan intosikasi atau

keracunan sebagai akibat pajanan secara akut maupun kronis dan cedera

termasuk luka bakar. Intosikasi dapat terjadi akibat diabsorbsinya zat

kimia atau bahan farmasi melalui kulit atau membaran mukosa, atau

melalui pernafasan atau pencernaan. Zat kimia yang mudah terbakar,

korosif atau reaktif (misalnya formaldehide atau volatile/mudah

menguap) jika mengenai kulit, mata, atau membrane mukosa saluran

pernafasan dapat menyebabkan cedera. Cedera yang umum terjadi adalah

luka bakar (Pruss.A, 2005).


3. Bahaya Limbah Radioaktif

Jenis penyakit yang disebabkan oleh limbah radioaktif bergantung

pada jenis dan intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa

sakit kepala, pusing, dan muntah sampai masalah lain yang lebih serius.

Karena limbah radioaktif bersifat genotoksik, maka efeknya juga dapat

mengenai materi genetik. Bahaya yang mungkin timbul dengan aktifitas

rendah mungkin terjadi karena kontaminasi permukaan luar container

atau karena cara serta durasi penyimpanan limbah tidak layak. Tenaga

layanan kesehatan atau tenaga kebersihan dan penanganan limbah yang

terpajan radioaktif merupakan kelompok resiko (Pruss.A, 2005).

C. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah pakaian khusus atau alat yang

digunakan petugas untuk melindungi diri dari luka atau penyakit yang

diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik yang

bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik elektrik, mekanik dan lainnya

(Occupational Safety and Health Administration). (Kementrian Kesehatan RI,

2012).

Alat Pelindung Diri (APD) pada Pengolahan Limbah adalah :

a. Topi/helm

b. Kaca mata pelindung

c. Masker

d. Sarung tangan

e. Pelindung kaki atau sepatu boot


f. Pakaian pelindung

D. Praktek Mandiri

1. Pengertian Praktek Mandiri

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPK, “Praktik kedokteran adalah

rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien dalam

melaksanakan upaya kesehatan”. Tempat praktik dokter disebut sebagai

sarana pelayanan kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan tersebut

diantaranya :

a. Praktik perorangan/praktik mandiri

Praktik perorangan/praktik mandiri adalah praktik swasta yang

dilakukan oleh dokter, baik umum maupun spesialis. Dokter

mempunyai tempat praktik yang diurusnya sendiri, dan biasanya

memiliki jam praktik. Adakalanya dokter dibantu oleh tenaga

administrasi yang mengatur pasien, kadang juga dibantu oleh

perawat, ada juga yang benar-benar sendiri dalam memberikan

pelayanan, sehingga dokter tersebut menangani sendiri semua

prosedur pelayanan kesehatan yang diberikannya.

b. Klinik

Klinik adalah tempat dokter umum dan dokter spesialis melakukan

praktik berkelompok dan biasanya dokter di klinik bersama terdiri

dari berbagai dokter yang memiliki keahlian berbeda (spesialisasi).


c. Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas)

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah tempat pelayanan

kesehatan yang disediakan oleh pemerintah bagi masyarakat. Dokter

yang ditempatkan adalah pegawai negeri sipil atau pegawai tidak

tetap Departemen Kesehatan atau Pemerintah Daerah setempat.

d. Balai kesehatan masyarakat (Balkesmas)

Balai kesehatan masyarakat (Balkesmas) adalah tempat pelayanan

kesehatan yang disediakan oleh pihak swasta. Dokter yang bertugas

di balkesmas sama halnya dengan puskesmas.

e. Rumah sakit

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, “Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

jalan dan rawat darurat. Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis

pelayanan dan pengelolaannya. Berdasarkan jenis pelayanan yang

diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum

(RSU) dan Rumah Sakit Khusus (RSK).

2. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Pada penyelenggaraan praktik kedokteran, dokter yang membuka praktik

kedokteran atau layanan kesehatan harus memenuhi persyaratan yang

ditetapkan pemerintah. Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan

praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi

(STR) dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi. Setelah mempunyai
STR, setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di

Indonesia wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP). Hal ini disebutkan

dalam UU RI No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 36.

E. KERANGKA TEORI

Sarana Pelayanan PRAKTEK MANDIRI


Kesehatan: DOKTER GIGI
1. Praktik perorangan/
praktik mandiri
2. Klinik
3. Puskesmas
LIMBAH MEDIS
4. Balkesmas
5. Rumah Sakit 1. Limbah Infeksius
2. Limbah Non Infeksius
(Adisamito, 2009)

PENANGANAN LIMBAH
1. Pemilahan, Pewadahan,
Pemanfaatan Kembali dan
Daur Ulang
2. Pengolahan, Pemusnahan,
dan Pembuangan Akhir
Limbah Padat
(Kepmenkes No.1204, 2004)

Keterangan:
: yang diperiksa
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penanganan limbah medis infeksius pada praktek mandiri dokter gigi di

Kota Bandung diperoleh 80% tempat praktek penanganannya masih

belum tepat dan tidak dilakukan pemilahan antara limbah infeksius dan

non infesius sehingga antara limbah infeksius dan limbah non infeksius

dibuang pada tempat yang bersamaan. Limbah benda tajam pun sebagian

besar belum tepat dalam pembuangannya.

2. Penanganan limbah medis non infeksius pada praktek dokter gigi di Kota

Bandung diperoleh 80% tempat praktek penanganannya masih belum

tepat dan tidak dilakukan pemilahan antara limbah infeksius dan non

infesius sehingga antara limbah infeksius dan limbah non infeksius

dibuang pada tempat yang bersamaan.

B. Saran

1. Diharapkan agar setiap tempat praktek dokter gigi melakukan penanganan

limbah medis secara tepat yaitu dengan memilah limbah antara limbah

medis infeksius dan non infeksius serta limbah non medis.

2. Memberikan pegarahan atau pengetahuan kepada petugas kebersihan

mengenai cara menangani limbah medis dan non medis yang tepat agar

para petugas dapat mengetahui cara penanganan limbah medis infeksius

dan non infeksius serta limbah non medis.


3. Dinas Kesehatan Kota Bandung dapat memberlakukan penanganan

limbah medis praktek mandiri dokter gigi bekerjasama dengan instansi

khusus penaganan limbah medis, dengan menjadikan salah satu syarat

untuk mengeluarkan SIP.

Anda mungkin juga menyukai