Kelompok IV:
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dari pembangunan industri tekstil tersebut terutama dari proses pencelupan dimana
mengandung zat warna sebagai sumber pencemaran lingkungan apabila air limbahnya
langsung dibuang ke selokanatau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Air selokan
menjadi berwarna dan merubah kualitas air selokan atau air sungai sehingga tidak
sesuai peruntukannya. Oleh karena itu, usaha untuk mengatasi masalah tersebut harus
lingkungan. Hal ini dikarenakan dalam produksi tekstil selalu dihasilkan limbah,
salah satunya limbah zat warna. Limbah zat warna merupakan senyawa organik yang
sukar terurai, bersifat resisten, dan toksik. Jika industri tersebut membuang limbah
cair, maka aliran limbah tersebut akan melalui perairan di sekitar pemukiman.
Dengan demikian mutu lingkungan tempat tinggal penduduk menjadi turun. Limbah
tersebut dapat menaikkan kadar COD (Chemical Oxygen Demand). Jika hal ini
melampaui ambang batas yang diperbolehkan, maka gejala yang paling mudah
diketahui adalah matinya organisme perairan Hal ini tentu saja dapat merusak
Zat warna berperan banyak dalam kehidupan, diantaranya industri tekstil dan
makanan. Pewarna makanan merupakan pewarna yang aman bagi tubuh sehingga
lingkungan, sedangkan pewarna tekstil perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut. Zat
warna yang digunakan dalam industri tekstil merupakan pewarna sintetik. Pewarna
sintetik tersebut merupakan senyawa aromatik kompleks dan perlu penanganan
khusus jika mencemari lingkungan air. Limbah cair dari industri tekstil mengandung
pewarna 8-20% karena efek dari proses pewarnaan. Limbah cair berwarna dapat
kontaminasi limbah cair berwarna tersebut (Riyani dan Tien., 2011: 114).
B. ISI
1. Zat warna
Zat warna (dyes) adalah bahan yang tidak lepas dari proses industr tekstil.
Selama ini industri tekstil memiliki rangking tertinggi untuk penggunaan zat warna.
Lebih dari 100.000 pewarna yang tersedia secara komersial dengan perkiraan setiap
tahunnya diproduksi lebih dari 70.000 ton, dimana 15% yang hilang selama proses
pewarnaan akan menjadi limbah dan banyak ditemukan dalam aliran limbah industry.
Proses pewarnaan dalam idustri tekstil mengunakan pewarna seperti metylen blue
dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini menjadi permasalahan yang sangat serius
bagi kesehatan manusia dan akan menjadi ancaman bagi ekosistem air.
2. Methylene blue (CI 52015)
merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat. Senyawa ini
berupa kristal berwarna hijau gelap. Ketika dilarutkan, methylene blue dalam air
atau alkohol akan menghasilkan larutan berwarna biru. Methylene blue memiliki
berat molekul 319,86 gr/mol, dengan titik lebur di 105°C dan daya larut sebesar
4,36 x 104 mg/L. Pada umumnya methylene blue digunakan sebagai pewarna sutra,
wool, tekstil, kertas, peralatan kantor dan kosmetik. (Endang Palupi, 2006:6).
Dalam industri tekstil, metilen biru merupakan salah satu zat warna thiazine
yang sering digunakan, karena harganya ekonomis dan mudah diperoleh. Zat
warna metilen biru merupakan zat warna dasar yang penting dalam proses
pewarnaan kulit, kain mori, kain katun, dan tannin. (Hamdaoui and Chiha,
(Sumber: http://fiehnlab.ucdavis.edu)
dalam berbagai bidang yang berbeda, seperti biologi dan kimia . Pada suhu kamar
tampak sebagai bubuk, padat berbau, hijau tua, yang menghasilkan warna biru ketika
dilarutkan dalam air. Bentuk terhidrasi memiliki 3 molekul air per molekul methylene
blue. Metilen biru adalah pewarna kationik kuat dengan penyerapan maksimum
cahaya sekitar 670 nm. Secara spesifik penyerapan tergantung pada sejumlah faktor,
dimer dan lebih tinggi-order agregat tergantung pada konsentrasi dan interaksi
lainnya
C. Metode Degradasi
oksidasi elektrokimia, curah hujan elektrolit, dan ozonisasi telah digunakan untuk
pengobatan air limbah [21,22]. Namun, teknologi pengobatan yang lebih tepat dan
ramah lingkungan telah diteliti untuk reklamasi air limbah tekstil [23].
Baru-baru ini, proses oksidasi lanjut (AOP) telah digunakan sebagai proses
pengolahan air limbah tekstil. AOPs adalah proses oksidasi yang efektif di mana
radikal hidroksil diproduksi dalam media reaksi. Radikal hidroksil dapat secara
efektif mengoksidasi senyawa organik dan anorganik dikenakan dalam proses [22].
Di sisi lain, air subkritis oksidasi (SWO), yang merupakan anggota dari AOP dapat
digunakan untuk degradasi pewarna dalam air limbah tekstil. SWO dapat digunakan
dengan atau tanpa oksidan seperti hidrogen peroksida dan oksigen yang digunakan
sebagai sumber utama radikal hidroksil [17,23]. Selain itu, SWO dilakukan dalam
medium air subkritis yang lingkungan pelarut ramah di mana air dipanaskan antara
373 dan 647 K dan bertekanan cukup tinggi untuk tetap dalam keadaan cair
[17,24,25]
1. Metode FotoKatalitik
Reaktor terdiri dari tiga bagian yang berbeda: sumber UV, tabung reaksi dan
ruang campuran. Sumber UV terdiri dari dua lampu (15 W); tabung reaksi
ditempatkan dalam cara paralel antara dua lampu dan tabung dibangun dari kuarsa
(diameter: 15 mm dan panjang: 460 mm), (Gambar 1.). Sebuah pompa peristaltik
mendorong sampel melalui tabung reaksi dengan tingkat debit dari 125 mL / menit.
Kapasitas tangki penyimpanan adalah 1L. Lampu dan tabung reaksi tertutup oleh
aluminium foil untuk mencegah dispersi ray. Juga, ruang campuran itu diangin-
anginkan dengan pompa. Dalam penelitian ini, pengaruh kondisi pH yang berbeda,
konsentrasi fotokatalis, konsentrasi zat warna, jumlah rotasi sampel dan tingkat
aerasi, pada Efisiensi removal dye dipelajari. Suhu adalah hampir konstan selama
digunakan, dan MB spektrum penyerapan zat warna disiapkan dalam lingkup 200
Keuntungan dari metode fotokatalitik meliputi suhu rendah, biaya rendah dan tingkat juga secara radikal rendah
konsumsi energi dalam metode ini. Faktor-faktor ini telah menyebabkan fotokatalis untuk digunakan dalam skala komersial
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
yang berikatan dari suatu bahan yang bertujuan untuk mendapatkan zat murni atau
2013
Khopkar, S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, 296-311, UI-Press, Jakarta.
November 2013