Anda di halaman 1dari 17

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN

OKSIGENASI DI RUANG FLAMBOYAN 4


RSUD KOTA SALATIGA

LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu
pada Mata Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia III

Oleh:
Novi Nilamsari (P17420112056)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
SEMARANG
2012/2013
BAB I
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan
fisiologis menurut hierarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk
proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme
tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila
kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan
pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi
kematian. Sistem yang berperan dalam prose pemenuhan kebutuhan
oksigenasi adalah sistem pernapasan, persarafan, dan kardiovasular
(Hidayat & Uliyah, 2006)
B. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi: (Potter-Perry, 2006)
1. Faktor fisiologis
a. Penurunan kapasitas pembawa oksigen
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
c. Hipovolemia
d. Peningkatan laju metabolisme
e. Kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada
2. Faktor perkembangan
Tahap perkembangan klien dan proses penuaan yang normal
mempengaruhi oksigenasi jaringan. Pada bayi dan todler, saluran
pernapasannya rentan terpapar infeksi namun dapat sembuh dengan
sedikit kesulitan. Menginjak usia sekolah, remaja dan dewasa, risiko
infeksi meningkat sebanding dengan keadaan lingkungan yang buruk.
Sementara, pada usia lansia, sistem pernapasan dan sistem jantung
mengalami perubahan dan penurunan fungsi (Potter-Perry, 2006).
3. Faktor perilaku
Perilaku atau gaya hidup, baik secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi
kebutuhan oksigen. Faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi fungsi
pernapasan meliputi: (Potter-Perry, 2006)
a. Nutrisi
b. Latihan Fisik
c. Merokok
d. Penyalahgunaan substansi

2
4. Faktor lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit paru
lebih tinggi di daerah yang berkabut di daerah perkotaan daripada di
daerah perkotaan daripada di daerahh pedesaan. Selain itu tempat
kerja klien dapat meningkatkan risiko klien untuk terkena penyakit
paru. Polutan di tempat kerja mencapu asbestos, bedak talk, debu, dan
serabut yang dibawa oleh udara (Potter-Perry, 2006)
C. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan
transportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang
masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat
obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan
tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan
pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke
jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran
gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada
transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan
kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner
& Suddarth, 2002).

D. Pathway
Faktor fisiologis, perilaku, Gangguan Kardiovaskular
perkembangan, lingkungan

Ventilasi

Obstruksi paru Difusi Ketidak efektifan Komplikasi gangguan


pemenuhan oksigen:
pertukaran gas
Transportasi - hipoksia
- kesadaran turun
- cemas, gelisah
Produksi sekret Bersihan jalan
nafas tak efektif

E. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dari gangguan pemenuhan oksigen :
1. Penurunan kesadaran

3
2. Hipoksia
3. Disorientasi
4. Gelisah dan cemas
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang kebutuhan oksigenasi terdiri dari:
1. Pemeriksaan untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi
jantung.
a. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram menghasilkan rekaman grafik aktibitas
listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik
jantung. (Potter-Perry, 2006)
b. Monitor Holter
Monitor holter merupakan peralatan yang dapat dibawa dan
berfungsi merekam aktivitas listrik jantung mdan menghasilkan
EKG yang terus menerus selama periode tertentu. Monitor
holter memungkinkan klien untuk tetap melakukan aktivias
normal mereka sementara aktivitas listrik jantung mereka
direkam. Klien mencatat aktivitas mereka, kapan mereka
mengalami denyut jantung yang cepat atau waktu pusing.
Hubungan antara aktivitas dan aktivitas listrik yang abnormal
kemudian dapat ditentukan. (Potter-Perry, 2006)
c. Pemeriksaan stres latihan.
Pemeriksaan stres latihan digunakan utnuk mengevaluasi
respons jantung terhadap stres fisik. Pemeriksaan ini
memberikan informasi tentang respons miokard terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan
aliran darah koroner. Denyut jantung, aktivitas listrik, dan waktu
penyembuhan jantung dicerminkan di hasil EKG. (Canobbio
dalam Potter-Perry, 2006). Selain itu dipantau juga data tentang
tekanan darah klien, nyeri dada, perubahan pernapasan, warna
dan frekuensi keletihan otot.(Potter-Perry, 2006)
d. Pemeriksaan elektrofisiologis.
Pemeriksaan elektrofisiologis atau (PEF) merupakan
pengukuran invasif aktivitas listrik. Kateter elektroda diinsersi
ke dalam atrium kanan, biasanya melalui vena femoral.

4
Stimulasi listrik kemuidan dihantarkan melalui kateter
sementara monitor dan komputer EKG merekam respon listrik
jantung terhadap stimulus. Disritmia tertentu juga dapat
disebabkan menentukan alur yang dilalui jantung, memberikan
informasi tentang kesulitan menangani disritmia yang lebih
spesifik dan mengkaji keadekuatan obat antidisritmia. (Potter-
Perry, 2006)
2. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi.
a. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengukuran noninvasif untuk
mengevaluasi struktur internal jantung dan gerakan dinding
jantung. Teknologi sonar digunakan untuk mengukur gelombang
ultrasonik dan menerjemahkan gelombang tersebut ke dalam
gambaran yang berbentuk. Ekokardiogram secara grafik
mendemonstrasikan keseluruhan tampilan jantung.
b. Skintigrafi
Skintigrafi atau angiografi radionuklida merupakan teknik
noninvasif yang menggunakan radioisotop untuk mengevaluasi
struktur jantung, perfusi miokard dan kontraktilitas (Canobbio
dalam Potter-Perry, 2006)
c. Kateterisasi jantung dan angiografi.
Kateterisasi jantung dan angiografi adalah prosedur invasif
yang digunakan untuk memvisualisasi ruang-ruang jantung,
katup, pembuluh-pembuluh darah besar, dan arteri koroner, serta
mengukur tekanan dan volume di dalam empat ruang. Prosedur
ini membutuhkan insersi kateter ke dalam jantung melalui
pungsi vena per kutaneus. Suatu zat kontras diinjeksikan melalui
kateter sehingga dihasilkan gambar fluoroskopik. Kedua
kateterisasi, baik kateterisasi sisi kiri maupun sisi kanan dapat
dilakukan. (Potter-Perry, 2006).
3. Pemeriksaan untuk memvisualisasi struktur sistem pernapasan
a. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru-
paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida

5
secara efisien. Pemeriksaan ventilasi dasar dilakukan dengan
menggunakan spirometer dan alat pencatat sementara klien
bernapas melalui masker mulut yang dihubungkan dengan
selang penghubung. Pengukuran yang dilakukan meliputi
volume tidal, volume reserve inspirasi, volume residual, dan
volume ekspirasi yang dipaksa selama 1 detik (Potter-Perry,
2006)
b. Kecepatan aliran ekspirasi puncak.
Kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow
rate) adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi
maksimal dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan
ukuran jalan napas menjadi besar. Informasi tentang kecepatan
aliran ekspirasi puncak merupakan data pengkajian esensial
untuk klien asma (Potter-Perry, 2006)
c. Pemeriksaan gas darah arteri
Pengukuran gas darah arteri dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan fungsi paru untuk menentukan konsentrasi inon
hidrogen, tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida, dan
saturasi oksihemoglobin. Pemeriksaan gas darah arteri
memberikan informasi tentang difusi gas melalui membran
kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan (Potter-
Perry, 2006)
d. Oksimetri
Pengukuran saturasi oksigen kapiler yang kontinu dapat
dilakukan dengan menggunakan oksimetri kutaneus. Saturasi
oksigen adalah persentase hemoglobin yang disaturasi oksigen.
Keuntungan pengukuran oksimetri transkutaneus meliputi:
mudah dilakukan, tidak invasif dan dengan mudah diperoleh.
Oksimetri tidak menimbulkan nyeri, jika dibandingkan dengan
fungsi arteri. Klien yang mengalami kelainan perfusi atau
ventilasi merupakan kandidat ideal untuk menggunakan
oksimetri nadi (Ahrens dan rutherford dalam Potter-Perry,
2006).

6
Oksimetri yang paling umum digunakan adalah oksimeter
nadi. Tipe oksimeter ini melaporkan amplitudo nadi dengan data
saturasi oksigen. Perawat biasanya mengikatkan sensor
noninvasif ke jari tangan, jari kaki atau hidung klien yang
memantau saturasi oksigen darah (Potter-Perry, 2006).
Keakuratan nilai oksimetri nadi secara langsung
berhubungan dengan pefusi di daerah probe. Pengukuran
oksimetri pada klien yang memiliki perfusi jaringan buruk, yang
disebabkan syok, hipotermisa, atau penyakit vaskular perifer
mungkin tidak dapat dipercaya. Keakuratan oksimetri nadi
kurang dari 90mmHg. Data hasil pengukuran oksimetri
memiliki sedikit nilai klinis (Potter-Perry, 2006).
e. Hitung darah lengkap
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe ssel
darah merah dan sel darah putih per mm3 darah. Nilai normal
untuk hitung darah lengkap bervariasi menurut usia dan jenis
kelamin (Potter-Perry, 2006).
Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam
sel darah merah. Defisiensi sel darah merah akan menurunkan
kapasitas darah yang membawa oksigen karena molekul
hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksiten ke jaringan
lebih sedikit. Namun, peningkatan jumlah sel darah merah akan
meingkatkan kekentalan darah dan risiko klien tersebut terhadap
trombus (Potter-Perry, 2006)
4. Pemeriksaan untuk menentukan sel-sel abnormal atau infesi dalam
saluran napas.
a. Kultur tenggorok
Sampel kultur tenggorok diperoleh dengan mengusap
daerah tonsil dan daerah orofaring dengan swab steril. Kultur
tenggorok menentukan adanya mikoorganisme patogenik.
Apabila diprogramkan pemeriksaan sensitivitas, maka antibiotik
yang paling sensitif terhadap mikroorganisme tersebut juga
ditentukan (Potter-Perry, 2006)
b. Spesimen sputum

7
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe
organisme yang berkembang dalam sputum. Spesimen sputum
juga dapat diambil untuk mengidentifikasi adanya tuberkel
basilur (TB). Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum
yang diambil untukk mengidentifikasi kanker paru abnormal
dengan tipe sel. (Potter-Perry, 2006)
c. Pemeriksaan kulit
Pemeriksaan kulit memungkinkan orang klinik untuk
menentukan adanya bakteri, jamur, atau penyakit paru viral.
Antigen diinjeksikan secara intradermal, tempat injeksi bundar
dan klien diinstruksikan untuk mencuci bundaran tersebu.
Prosedur ini memungkinkan orang klinis mengevaluasi respon.
Tes kulit tuberkulin dibaca setelah 48 jam (Potter-Perry, 2006)
d. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan
ruang pleura dengan jarum untuk mengaspirasi cairan untuk
tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik atau untuk mengangkat
spesimen untuk biopsi. Prosedur dilakukan dengna teknik
aseptik dengan menggunakan anestesi lokal. Klien biasanya
duduk tegak dengan thoraks anterior yang ditopang bantal atau
dengan meja di atas tempat tidur (Potter-Perry, 2006)
G. Pentalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis untuk pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi, antara lain: (www.wordpress.com)
1. Pemantauan hemodinamika
2. Pengobatan bronkodilator
3. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh
dokter, misal: nebulizer, kanul nasal, masker untuk membantu
pemberian oksigen jika diperlukan.
4. Penggunaan ventilator mekanik.
5. Fisioterapi dada

BAB II

8
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
DI RUANG FLAMBOYAN 4 RSUD KOTA SALATIGA
A. Pengkajian Fokus
Pengkajian keperawatan tentang fungsi kardiopulmonar klien harus
mencakiup data yang dikumpulkan dari sumber-sumber berikut:
1. Riwayat keperawatan fungsi kardiopulmonal.
Perawat harus mengetahui fungsi kardiopulmonal normal klien dan
fungsi kardiopulmonal saat ini, kerusakan fungsi sirkulasi dan fungsi
pernapasan pada masa yang lalu, serta tindakan klien yang digunakan
utnuk mengoptimalkan oksigenasi. Riwayat keperawatan tentang fungsi
jantung meliputi pengkajian adanya batuk, sesak napas, mengi, nyeri,
pemaparan lingkungan, frekuensi infeksi saluran pernapasan, faktor
risiko pulmonal, masalah pernapasan yang lalu, penggunaan obat-
obatan saat ini, dan riwayat merokok atau terpapar asap rokok. (Potter-
Perry, 2006)
a. Keletihan
Keletihan merupakan sensasi subjektif yaitu klien melaporkan
bahwa ia kehilangan daya tahan. Keletihan pada klien yang
mengalami perubahan kardiopulmonal seringkali merupakan tanda
awal perburukan proses kronik yang mendasari perubahan. Untuk
mengukur keletihan secara objektif, klien dapat diminta untuk
menilai keletihan dengan skala 1 sampai 10, dengan angka 10
merupakan angka untuk tingkat keletihan yang paling parah dan
anggka 1 mewakili keadaan klien tidak merasa letih (Potter-Perry,
2006)
b. Dispnea
Dispnea merupakan tanda klinis hipoksia dan termanifestasi
dengan sesak napas. Dispnea merupakan sensasi subjektif pada
pernapasan yang sulit dan tidak nyaman. Penggunaan skala analog
visual dapat membantu klien membuat pengkajian objektif tentang
dispnea. Cara ini memungkinkan perawat dan klien untuk
menetapkan apakah intervensi keperawatan tertentu memberi
pengaruh pada dispnea klien. Skala analog visual adalah suatu garis
vertikal berukuran 100 mm, dengan skala nol berarti tidak ada

9
dispnea dan skala 100 mm mewakili keadaan sesak napas klien
yang paling buruk. (Potter-Perry, 2006)
Tingkatan dispnea (www.slideshare.net):
1) Kondisi I: dapat berjalan normal, tidak dapat naik tangga atau
gunung.
2) Kondisi II: berjalan 1 mil tanpa terengah-engah namun tidak
secepat normal.
3) Kondisi III: terengah-engah pada jarah 100 meter atau setelah
beberapa menit berjalan.
4) Kondisi IV: terengah-engah untuk ADL, seperti makan, bicara.
c. Batuk
Batuk merupakan pengeluaran udara dari paru-paru yang tiba-tiba
dapat didengar. Batuk merupakan refleks untuk membersihkan
trakea, bronkus, dan paru-paru untuk melindungi organ-organ
tersebut dari iritan dan sekresi. Perawat harus mengkaji apakah
klien batuk produktif atau tidak produktif. Apabila klien menderita
batuk produktif, maka perawat harus mengkaji sputum yang
dikeluarkan oleh klien. Pengkajian sputum klien, antara lain:
(Potter-Perry, 2006)
1) Warna: Apakah warna sputum klien jernih, putih, kuning,
bercampur darah, hijau, cokelat atau merah?
2) Kualitas: apakah kulitas sputum yang dikeluarkan sama setiap
waktu, atau meningkat atau menurun?
3) Perubahan warna: Bagaimana perubahan warna sputum yang
dikeluarkan? Apakah sama sepanjang hari, menjadi jernih jika
batuk atau warna secara progresif lebih gelap?
4) Konsistensi: Bagaimana konsistensi sputum yang dikeluarkan?
Apakah berbuih, berair atau liat dan kental?
5) Bau: Bagaimana bau sputum yang dikeluarkan?
6) Kandungan darah: apakah sputum yang dikeluarkan
mengandung darah atau tidak?
d. Mengi
Mengi ditandai dengan bunyi musik yang bernada tinggi, yang
disebabkan gerakan udara berkecapatan tinggi melalui jalan napas
yang sempit. Mengi dapat dikaitkan dengan asma, bronkitis akut,
atau pneumonia. Mengi dapat terjadi saat inspirasi, ekspirasi, atau

10
keduanya. Perawat harus menetapkan setiap faktor presipitasi,
seperti infeksi pernapasan, alergen, latihan fisik, atau stres (Potter-
Perry, 2006)
e. Nyeri
Nyeri dada perlu dievaluasi dengan seksama dengan
memperhatikan lokasi, durasi, radiasi, dan frekuensi nyeri. Nyeri
jantung tidak menyertai variasi pernapasan. Nyeri ini paling sering
terjadi di sisi kiri dada dan menyebar. Nyeri perikardium yang
merupakan akibat dari inflamasi kantong perikardiium, yang
merupakan akibat dari inflamasi kantong perikardium, biasanya
tidak menyebar dan dapat terjadi saat inspirasi (Potter-Perry, 2006)
Nyeri dada pleuritik hanya terjadi di perifer dan beradiasi ke regio
skapula. Nyeri ini diperburuk, jika klien melakukan manuver
inspirasi, seperti batuk, menguap, dan menghela napas. Nyeri
pleuritik seringkali disebabkan oleh inflamasi atau infeksi di ruang
pleura dan dideskripsikan sebagai sensasi seperti irisan pisau, yang
berlangsung dari satu menit sampai beberapa jam. Nyeri ini selalu
dikaitkan dengan inspirasi (Potter-Perry, 2006)

f. Pemaparan geografi atau pemaparan lingkungan


Pemaparan lingkungan pada banyak substansi yang diinhalasi
sangat erat kaitannya dengan penyakit pernapasan. Bentuk
pemaparan lingkungan yang paling umum di rumah ialah
pemaparan terhadap asap rokok, karbon monoksida, dan radon.
Riwayat pekerjaan diperoleh untuk mengkaji pemaparan individu
terhadap substansi seperti asbestos, batu bara, serat kapas, uap,
atau inhalan kimia. Riwayat pekerjaan ini khsusunya penting
untuk dewasa usia pertengahan, lansia, yang mungkin bekerja di
tempat yang tidak memiliki undang-undang untuk melindungi
pekerja dari karsinogen (Potter-Perry, 2006).
g. Infeksi pernapasan
Riwayat keperawatan harus berisi informasi tentang frekuensi dan
durasi infeksi saluran pernapasan. Perawat harus menetapkan

11
apakah klien pernah mendapatkan vaksin flu atau vaksin
pneumonia di masa lalu. Perawat juga dapat menanyakan klien
setiap pemaparan yang klien ketahui terhadap tuberkulosis dan
hasil tes kulit tuberkulin (Potter-Perry, 2006).
h. Faktor risiko
Perawat juga harus memeriksa faktor risiko lingkungan dan faktor
risiko keluarga, seperti riwayat keluarga dengan kanker paru atau
penyakit kardio vaskular. Dokumentasi hubungan kekerabatan
individu yang menderita penyakit tersebut dengan klien, catat juga
kondisi kesehatan mereka saat ini dan jika telah meninggal, serta
catat usia saat individu tersebut meninggal. Faktor risiko keluarga
yang lain meliputi adanya anggota keluarga yang mengidap
penyakit infeksius, khususnya tuberkulosis. Perawat harus
menentukan orang-orang yang tinggal di rumah klien, yang pernah
terinfeksi dan status pengobatan mereka (Potter-Perry, 2006).

i. Obat-obatan
Komponen terakhir riwayat keperawatan harus memuat uraian
obat-obatan yang klien pergunakan. Komponen ini mencakup
obat-obatan yang diresepkan, obat-obatan yang dibeli secara
bebas, dan obat-obatan dan substansi yang tidak legal. Obat-
obatan tersebut mungkin memiliki efek yang merugikan akibat
kerja obat itu sendiri atau karena interaksi obat tersebut dengan
obat-obatan lain (Potter-Perry, 2006).
2. Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi
Saat melakukan teknik inspeksi, perawat melakukan observasi dari
kepala sampai ke ujung kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna
membran mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran,
keadekuatan sirkulasi sistemik, pola pernapasan, dan gerakan
dinding dada (Potter-Perry, 2006)
Tabel 2.1 Inspeksi Status Kardiopulmonar (Potter-Perry, 2006)
Area Inspeksi Kelainan Penyebab
Mata Xantelasma Hiperlipidemia

12
Konjungtiva pucat Anemia
Konjungtiva pada Hipoksemia
sianosis
Terdapat petekia di Embolus lemak atau
konjungtiva endokarditis akibat
bakteri
Mulut dan bibir Membran mukosa Penurunan oksgenasi
yang sianosis
Bernapas dengan Dikaitkan dengan
mulut penyakit paru kronik
Vena di leher Distensi Dikaitkan dengan
gagal jantung kanan
Hidung Pernapasan hidung Air hunger, dispnea
Dada Retraksi Peningkatan kerja
pernapasan, dispnea
Tidak simetris Cedera dinding dada
Kulit Sianosis perifer Vasokonstriksi dan
penurunan aliran
darah
Sianosis pusat Hipoksemia
Turgor kulit yang Dehidrasi
berkurang
Edema dependen Dikaitkan dengan
gagal jantung kiri dan
gagal jantung kanan
Edema periorbital Dikaitkan dengan
penyakit ginjal
Ujung jari dan Sianosis Penurunan curah
bantalan kuku jantung atau hipoksia
Hemoragi pada Endokarditis akibat
tulang metakarpal bakteri
Jari labuh (clubbing) Hipokssemia kronik

b. Palpasi
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan
palpasi, jenis dan jumlah kerja thoraks, daerah nyeri tekan dapat
diketahui dan perawat dapat mengidentifikasi taktil fremitus,

13
getaran pada dada, angkatan dada, dan titik impuls jantung
maksimal. Palpasi juga memungkinkan perawat untuk meraba
adanya massa atau benjolan di aksila dan jaringan payudara.
Palpasi pada ekstremitas menghasilkan data tentang sirkulasi
perifer, adanya nadi perifer, temperatur kulit, warna, dan pengisian
kapiler (Potter-Perry, 2006)
c. Perkusi
Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk
menentukan adanya udara, cairan atau benda padat di jaringan
yang berada di bawah objek tersebut. Perkusi menimbulkan
getaran dari daerah di bawah area yang diketuk dengan kedalaman
4 sampai 6 cm. Lima nada perkusi adalah resonansi,
hiperesonansi, redup, datar, dan timpani. Perkusi memungkinkan
perawat untuk menentukan adanya cairan yang tidak normal,
udara di paru-paru, atau kerja diafragma (Potter-Perry, 2006)
d. Auskultasi
Penggunaan auskultasi memampukan perawat mengidentifikasi
bunyi paru dan jantung yang normal maupun yang tidak normal.
Auskultasi sistem kardiovaskular harus meliputi pengkajian dalam
mendeteksi bunyi (Potter-Perry, 2006)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen.
C. Perencanaan Keperawatan
1. Dx: Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan jalan nafas bersih.
b. Suara nafas normal tanpa suara tambahan.
c. Mampu melakukan perbaikan bersihan jalan nafas.

14
d. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas.

Intervensi:
a. Kaji frekuensi pernafasan dan gerakan dada. Rasional: data tidak
simetris karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada atau aca
cairan paru.
b. Auskultasi area paru. Rasional: unguk mengetahui normal dan
tidaknya paru.
c. Bantu latihan nafas sering. Rasional: memeudahkan ekspansi
maksimum paru.
d. Pengisapan sesuai indikasi. Rasional: merangsang batuk atau
bersihan jalan napas.
e. Berikan cairan minimal 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Rasional: membantu mengeluarkan sekret.
f. Kolaborasi mengawasi efek nebuliser dan fisiioterapi. Rasional:
memudahkan pengenceran sekret.
g. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator, analgesik. Rasional: menurunkan
spasme bronkus.
h. Kolaborasi pemberian cairan tambahan.
2. Dx: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
pola nafas menjadi efektif
Kriteria hasil:
a. Menunjukkkan pola nafas efektif dengan frekuensi nafas 16-20
kali/menit dan irama teratur.
b. Mampu menunjukkan perilaku peningkatan fungsi paru,
Intervensi:
a. Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan dalam bernafas.
Rasional: Peningkatan kerja nafas dapat menunjukkan peningkatan
konsumsi oksigen.
b. Selidiki kegelisahan dan tingkat kesadaran.
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau
komplikasi.
c. Berikan terapi oksigen melalui nasal kanul atau masker oksigen.

15
Rasional: Memaksimalkan sediaan oksigen khususnya ventilasi
menurun.
D. Fokus Evaluasi
1. Tidak ada sekret di saluran bersihan jalan nafas.
2. Suplai oksigen klien terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddath.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Hidayat, Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. Kebutuhan Dasar Manusia. 2006.
Jakarta : EGC.

16
NANDA Internasional. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. 2012. Jakarta : EGC.

Perry Potter. 2006. Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktek.


Jakarta. EGC.

www.slideshare.net diunduh tanggal 25 Juni 2013

17

Anda mungkin juga menyukai