Anda di halaman 1dari 4

PENINGGALAN-PENINGGALAN BELADA YANG

ADA DI GEUDONG KECAMATAN SAMUDERA


DAN KOTA LHOKSEUMAWE

1. MIN Geudong, Desa Mancang

MADRASAH Ibtidaiyah Negeri (MIN) Geudong, di Desa Mancang, Kecamatan Samudera,


Aceh Utara, didirikan oleh Pemerintah Belanda tahun 1937 silam, dengan nama sekolah rakyat.
Setelah kemerdekaan, tepatnya tahun 1959, Pemerintah Indonesia menegerikan madrasah
tersebut.

Seiring berjalannya waktu, madrasah ini terus berkembang. Fisik dan pelajarannya juga terus
dibenahi. Hingga kini, setelah 75 tahun lebih, sekolah peninggalan Belanda ini telah memiliki
678 murid, dan 40 guru pegawai negeri sipil (PNS) dan 14 guru honorer. Murid di sekolah itu
datang dari Kecamatan Samudera, Syamtalira Aron, Meurah Mulia, dan Kecamatan Syamtalira
Bayu, Aceh Utara.

“Alhamdulillah madrasah ini kini menjadi favorit bagi masyarakat. Kami fokus peningkatan
pengetahuan anak-anak bidang agama, misalnya membaca fatihah dan surat-surat pendek
sebelum proses belajar dimulai. Setiap hari Jumat membaca yasin bersama,” sebut Kepala MIN
Geudong, H Sulaiman MH kepada Serambi, Senin (28/5).
Ditambahkan, kepercayaan orang tua murid menyerahkan anaknya belajar di madrasah tersebut
membuat pihak sekolah harus membuka kelas pagi dan sore hari. “Kami buka 12 ruang untuk
pagi, dan delapan ruang untuk sore. Karena, kami kekurangan ruang kelas. Jadi, tak bisa sekolah
pagi semuanya,” ujar Sulaiman.

Disebutkan, saat ini madrasah yang dipimpinnya sudah mengantongi akreditasi dengan nilai B
dari Kementrian Agama RI. Untuk mendukung proses belajar-mengajar, pihak sekolah memiliki
perpustakaan dengan 1.000 judul buku.

“Khusus untuk guru, umumnya guru kami alumnus D-II. Kini, 95 persen sedang menyelesaikan
pendidikan strata satu. Mereka juga sudah mengikuti pelatihan pembelajaran aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (Pakem). Ini bentuk komitmen guru dan pihak sekolah untuk
memberikan cara pembelajaran yang baik dan menyenangkan bagi murid,”

2. SMP Negeri 1 Lhokseumawe

DILIHAT sekilas, bangunan itu tampak baru. Maklum, catnya masih baru. Dinding bagian atas
warna kuning, bawahnya orange. Pintu warna merah. Itulah bangunan induk Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 1 Lhokseumawe.

Apabila dilihat lebih teliti, ketahuan bahwa bangunan ini sudah tua. Teramat tua. Bahkan
mungkin bangunan paling tua di Lhokseumawe. Kabarnya, bangunan tersebut satu-satunya
bangunan peninggalan Belanda yang masih tersisa di kota ini.
Konstruksi bangunan induk SMPN 1 Lhokseumawe yang terletak di Jalan Samudera Lama itu
beda jauh dengan sejumlah gedung lainnya dalam komplek sekolah favorit di kota ini. Sejumlah
gedung lainnya, sebagian besar dua lantai, dibangun setelah sekian lama Indonesia merdeka.

“Bangunan peninggalan Belanda itu masih kita fungsikan untuk ruang kelas belajar, 7 ruangan,”
ujar Ismail Haitami, Kepala SMPN 1 Lhokseumawe kepada ATJEHPOSTcom, Sabtu, 2 Maret
2013.

Salah seorang warga Lhokseumawe, Maulana M Fajri mengatakan bangunan induk SMPN 1 itu
dulunya gedung Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang dibangun Belanda.

“Coba periksa, dinding penyekat (bangunan itu) tidak pakai batu bata, dicor dengan kawat
nyamuk,” kata Maulana.

Maulana menyebutkan, konstruksi bangunan tersebut persis sama dengan SMPN 1 Langsa dan
SMPN 1 Banda Aceh yang juga peninggalan Belanda. Namun, kata dia, SMPN 1 Banda Aceh
telah dihantam tsunami pada 2004 lalu.

“Kita minta bangunan induk SMPN 1 itu jangan dirombak, karena satu-satunya peninggalan
Belanda yang masih tersisa di Lhokseumawe. Yang hilang tanpa bekas karena tidak dirawat atau
dilestarikan,” kata T Anwar Haiva, tokoh masyarakat Lhokseumawe.

Kalau terjadi kerusakan pada bangunan bersejarah itu, kata Anwar haiva, cukup direhab bagian
atap, pintu dan jendelanya saja. “Dinding atau bentuk secara keseluruhan tidak boleh berubah,”
katanya.

Menurut Ismail, bangunan tersebut pernah direnovasi. Namun hanya bagian atap dan pengecatan
dinding agar tampak lebih cerah.

Berdasarkan cerita orangtua dahulu, kata Maulana, hanya anak dari kalangan tertentu yang
sekolah di tempat itu. “Jaman Belanda, anak-anak Ulee Balang dari Pantonlabu, Lhoksukon,
Krueng Mane sekolah ke sini, karena hanya ada satu-satunya sekolah di Lhokseumawe,”
katanya.

Anak-anak Ulee Balang dari wilayah barat dan timur Aceh Utara, kata Maulana, sekolah ke HIS
Lhokseumawe dengan menumpang kereta api. “Jam tujuh sudah sampai di sekolah itu,
bayangkan bagaimana manajemennya, kenapa bisa on time kereta api masa itu
3. Meriam

Sebuah meriam besar terletak di Depan persimpangan masuk ke pusat Gampong Kuta Blang.
Tepat dipersimpangan antara jalan Mahoni dan Jalan Kenari, mulut meriam mengarah ke jalan
besar. sekeliling meriam juga telah dipagar dan diberi prasasti dibawahnya sebagai salah satu
tanda pengenal.

Sebelumnnya, meriam tersebut terletak di depan masjid Babul Huda Kuta Blang. Namun awal
tahun 2016 dipindahkan kelokasi yang ada sekarang. Sehingga dapat lebih bebas dan leluasa
melihat salah satu peninggalan masa kolonial Balanda tersebut saat di Lhokseumawe dulu

Anda mungkin juga menyukai