BAB 1, BAB 2, Dan BAB 3, BAB 4, BAB 5
BAB 1, BAB 2, Dan BAB 3, BAB 4, BAB 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Tujuan umum :
Setelah karya tulis ini selesai diharapkan penulis mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien anak dengan
bronkopneumonia.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien anak dengan
bronkopneumonia.
b. Menyusun diagnosa keperawatan klien anak dengan
bronkopneumonia.
c. Menyusun rencana keperawatan pada klien anak dengan
bronkopneumonia.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada klien anak
dengan bronkopneumonia.
e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan yang telah di
laksanakan pada klien anak dengan bronkopneumonia.
5
C. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi penulis
a. Penulis dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien
anak dengan bronkopneumonia.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam penyusunan
karya tulis ilmiah khususnya bronkopneumonia.
c. Mengembangkan pola pikir penulis dalam menerapkan teori
dengan praktek di lahan, khususnya bronkopneumonia.
2. Bagi instansi pendidikan
a. Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan tentang
asuhan keperawatan anak dengan bronkopneumonia
b. Sebagai pembalajaran mahasiswa STIKES Muhammadiyah
Pekajangan.
3. Bagi Profesi
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada perawat khususnya profesi perawat agar dapat lebih
meningkatkan mutu pelaksanaan asuhan keperawatan yang optimal
khususnya pada kasus bronkopneumonia pada anak.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
6
7
virus, jamur, dan benda asing yang ditandai dengan gejala batuk produktif
yang lama, suhu meningkat serta nafas cepat dan dangkal.
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan
dari atas untuk mencapai bronchiolus dan kemudian alveolus sekitarnya.
8
Kelainan yang timbul akibat bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua
paru-paru, lebih banyak pada bagian basal. Pneumonia dapat terjadi sebagai
akibat inhalai mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari
nasofarinks atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh.
Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan
alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan
edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstisial. Kuman
pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dan alveoli ke seluruh
segmen atau lobus. Eritrosit mengalami pembesaran dan beberapa leukosit
dari kapiler paru-paru (Riyadi & Sukarmin, 2009, h. 67).
Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi
eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli
menjadi melebar. Paru bisa menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan
berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli
penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di
fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi brlangsung, makrofag masuk
ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pneumokokus di
dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak
berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah yang
mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna,
paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam
pertukaran gas (Riyadi & Sukarmin, 2009, h. 68).
Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung
dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus
maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat
mengakibatkan gangguan proses disfusi osmosis oksigen pada alveolus.
Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang
dibawa oleh darah penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami
pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat
penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya
9
D. Gambaran Klinis
Menurut Sujano Riyadi dan Sukarmin, (2009, h. 69).
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi trotus respiratorius
bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangan mendadak
sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, disnea, pernafasan cepat dan dangkal diserai
pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, merintih
dan sianosis. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya
10
E. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks, pada foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak-
bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus. Jika pada pneumonia lobaris
terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberaoa lobus. Laboratorium,
gambaran darah tepi menunjukan leukositosis, dapat mencapai 15.000-
40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. Urine biasanya berwarna lebih tua,
mungkin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit
torak hialin. Analisis gas darah arteri dapat menunjukan asidosis metabolik
dengan atau tanpa retensi CO2 (Ngastiyah, 2005, h. 59).
Sinar X mengidentifikasikan distribusi struktural misalnya, lobar
bronkhial. Sinar X dapat juga menyatakan abses infiltrat, emfisema,
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi bakterial. Pada pneumonia mikoplasma
sinar X dada mungkin bersih (Misnadiarly, 2008, h. 33).
F. Penatalaksanaan medis
Menurut Riyadi & Sukarmin, (2009, hal 70-71). Penatalaksanaan yang
dapat diberikan pada anak dengan bronkopneumonia:
1. Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah
dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik
yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini
diberikan sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasi
bertujuan untuk menghilang penyebab infeksi yang kemungkinan
lebih dari 1 jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotik.
2. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena, biasanya diperlukan cairan glukose 5% dan Nacl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10 mEq/500 ml/botol
infus.
3. Karena sebagian pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai
denga hasil analisis gas darah arteri.
4. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang naogastrik pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.
11
G. Komplikasi
Menurut Misnadiarly, (2008, h. 33) komplikasi pada pendaerita pneumonia
maupun bronkopneumonia yaitu:
1. Abses paru
2. Emfisema
3. Gagal napas
4. Perikarditis
5. Meningitis
6. Atelektesis
7. Hipotensi
8. Delirium
H. Asuhan Keperawatan
I. Pemeriksaan fisik
13
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Klien bernama An. T, berjenis kelamin laki-laki, tempat tanggal lahir
Pekalongan, 13 Agustus 2005, umur 9 tahun 5 bulan, jenis kelamin laki-laki,
agama Islam, bertempat tinggal di Dukuh Sebakung RT 01/RW 06,
Kelurahan Jeruksari, Tirto, Pekalongan, suku bangsa Jawa, pendidikan SD
kelas IV. Tanggal masuk 19 Januari 2015 pukul 15:00 WIB, Nomor
Register: 021901150033, dengan diagnosa medis: bronkopneumonia
(BRPN). Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk pilek, keluar
dahak, dan sesak nafas, badanya panas. Penanggung jawab klien adalah Tn.
S umur 34 tahun bekerja sebagai wiraswasta, pendidikan terakhir SMP, Tn.
S adalah ayah kandung An. T, dan ibu klien adalah Ny. W pendidikan tamat
SMP dan bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Pada tanggal 19 Januari 2015 pukul 15:00 WIB, Klien mengatakan
batuk terus menerus selama 2 minggu, batuk keluar dahak, pilek dan panas.
Satu minggu yang lalu masih panas tinggi, batuk dan pilek, kemudian
langsung dibawa ke puskesmas dan diberi sirup paracetamolnamun belum
ada perbaikan, klien dibawa ke RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan dan
dirawat di ruang Mawar kamar 2/1. Pada saat pengkajian tanggal 22 Januari
2015 pukul 10:00 WIB, Pada saat pengkajian didapatkan data: An. T
mengatakan batuk dada terasa nyeri, pilek, berdahak, dan terdengar bunyi
ronkhi di paru kiri atas. TD: 100/80 mmHg, RR: 38x/menit, N: 98x/menit,
S: 38oC, P= nyeri saat batuk, Q= seperti ditusuk-tusuk, R= dada kiri atas, S=
skala nyeri 4, T= lama nyeri 3 menit. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
tanggal 19 Januari 2014 diketahui HB: 13,3 gr/dl (normal : 12-14 gr/dl ),
WBC: 18,90+ (normal: M: 4,8-10,8 F:4,8-10,8). Hasil rontgen pada tanggal
19 Januari 2015 menunjukan adanya vaskuler kasar infiltrat pada perimiler
kiri, kesan: bronchopneumonia, bronkitis. Terapi yang diberikan untuk An.
T adalah nebulizer ventolin 1ml ditambah nacl 1ml diberikan 2 kali sehari
pada jam 12:00 dan 24:00, infus RL 20 tetes per menit, O2 2 liter/menit,
23
injeksi cefotaxim 3x300 mg.
22
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis: kerusakan
parenkim
3. Hipertermia berhubungan dengan proses imflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi
BAB IV
PEMBAHASAN
parah, yang berlansung selama satu detik sampai kurang dari 6 bulan.
Masalah ini muncul dengan batasan karakteristik yaitu komunikasi
(verbal atau dengan kode) untuk mendiskripsikan nyeri, perilaku hati-
hati melindungi, fokus mnyempit (gangguan persepsi waktu, menarik
diri dari kontak sosial, gangguan proses pikir), mimik wajah
menunjukan adanya luka nyeri, gangguan tonus otot, (berkisar mulai
dari lesu sampai kekakuan), dan respon otonom yang tidak terlihat
pada nyeri kronis yang stabil. (Carpenito, 2009, h. 209).
Masalah ini muncul karena Bakteri yang masuk ke paru melalui
saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi
peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein
dalam alveoli dan jaringan interstisial. Peradangat yang hebat pada
paru-paru, maka akan terjadi kerusakan parenkim paru, sehingga klien
akan mengeluh nyeri.
Penulis memprioritaskan sebagai masalah utama karena nyeri
akut dapat memicu gangguan kenyamanan disebabkan karena respon
pada nyeri akut. Nyeri akut dapat menyebabkan respon otonom yang
tidak terlihat, dan gangguan pada tonus otot (Carpenito, 2009, h. 197).
Intervensi untuk masalah nyeri akut yang terjadi pada An. T
antara lain: pantau observasi nyeri dada, anjurkan kompres hangat,
latih klien nafas dalam, ajarkan klien batuk efektif, kolaborasi dengan
dokter dengan pemberian obat analgetik cetorolac 2 mg.
Implementasi keperawatan yang dilakukan adalah memantau
observasi nyeri dada klien, untuk mengatasi atau mengetahui skala
nyeri klien, menganjurkan kepada klien dengan kompres air hangat,
untuk mengurangi rasa nyeri, melatih klien nafas dalam juga untuk
mengurangi rasa nyeri, mengajarkan klien batuk efektif, kemudian
mengkolaborasi dengan dokter dengan pemberian obat analgetik
sebagai penghilang atau mengurangi rasa nyeri (Riyadi & Sukarmin,
2009).
Evaluasi keperawatan yang didapatkan adalah masalah nyeri
akut teratasi ditunjukan dengan An. T mengatakan mengatakan saat
batuk dada sudah tidak nyeri lagi P: nyeri saat batuk, Q: seperti
28
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
a. Berdasarkan pengkajian didapatkan data An. T mengatakan An. T
mengatakan batuk berdahak disertai sesak nafas dan terdengar bunyi
ronkhi di paru kiri atas. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal
19 Januari 2014 diketahui HB: 13,3 gr/dl (normal : 12-14 gr/dl ),
WBC: 18,90+ (normal: M: 4,8-10,8 F:4,8-10,8). Hasil rontgen pada
tanggal 19 Januari 2015 menunjukan adanya vaskuler kasar infiltrat di
pelimiler kiri, kesan: bronchopneumonia, bronkitis. Terapi yang
diberikan nebulizer ventolin 1ml ditambah nacl 1ml diberikan 2 kali
sehari pada jam 12:00 dan 24:00, infus RL 20 tetes per menit, injeksi
cefotaxim 3 x 300 mg.
b. Berdasarkan data pengkajian penulis hanya mendapat empat diagnosa
yaitu: bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri akut, hipertermia dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
c. Perencanaan dirumuskan berdasarkan prioritas masalah sekaligus
memperhatikan kondisi klien serta kesanggupan keluarga dalam
kejasama.
d. Dalam melakukan perawatan pada bronkopneumonia, penulis telah
berusaha melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana
keperawatan yang ditujukan untuk memecahkan masalah yang dialami
klien.
e. Evaluasi yang telah dilakukan selama tiga hari didapatkan empat
diagnosa yang berhasil teratasi, yaitu bersihan jalan nafas tidak
efektif, nyeri akut, hipertermia, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh. Kekuatan: An. T kooperatif dan selalu bertanya
tentang penyakitnya pada saat dilakukan tindakan keperawatan.
Kelemahan: klien kadang malu dilakukan tindakan keperawatan.
Untuk mengatasi hal tersebut, penulis meminta keluarga An. T untuk
selalu berpartisipasi dalam membantu penulis saat melakukan
tindakan keperawatan.
35
33
B. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien anak dengan
bronkopneumonia hendaknya mahasiswa mempertahankan konsep
dan teori yang telah ada.
2. Bagi profesi keperawatan
Sebaiknya di upayakan untuk meningkatkan pengetahuan tentang
bronkopneumonia dan prosedur penanganan yang tidak efektif pada
klien anak dengan bronkopneumonia.
3. Bagi lahan praktek
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien anak dengan
bronkopneumonia hendakya menggunakan pendekatan proses
keperawatan secara komperhensif dengan melibatkan peran serta aktif
klien dan keluarga sehingga asuhan keperawatan dapat dilakukan hasil
efektif.