Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat
mendorong dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera
olahraga. Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain, strain,
dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan berlebihan secara bertahap
(kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet profesional juga rentan terhadap
cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat untuk meminimalkan
terjadinya cedera. Namun sering kali atlet tersebut juga dapat mengalami cedera
muskoluskletal, salah satunya adalah dislokasi.
Dislokasi atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang
siapa saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan
olahraga, aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk kecelakaan.
Ketika terluka ligamen, otot atau tendon mungkin rusak, atau terkilir yang
mengacu pada ligamen yang cedera, ligamen adalah pita sedikit elastis jaringan
yang menghubungkan tulang pada sendi, menjaga tulang ditempat sementara
memungkinkan gerakan. Dalam kondisi ini, satu atau lebih ligamen yang
diregangkan atau robek. Gejalanya meliputi nyeri, bengkak, memar, dan tidak
mampu bergerak.
Dislokasi biasanya terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut. Bila
kekurangan ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin diperlukan
perbaikan bedah.
Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal antara
kedua permukaan sendi secara komplet / lengkap ( Jeffrey m.spivak et al ,1999)
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi, dislokasi ini dapat
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang

1
yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya
adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain, sendi
rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu
dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun
menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungi
beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga
berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menyediakan permukaan untuk
kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi
tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma
atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi
tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi
dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau
karena sejak lahir (kongenital).

1.2 Perumusan Masalah


1. Apa yang disebut dengan dislokasi ?
2. Apa penyebab terjadinya dislokasi ?
3. Apa tanda dan gejala dislokasi ?
4. Bagaimana anatomi dan fisiologi dislokasi ?
5. Menjelaskan klasifikasi disloaksi ?
6. Menjelaskan patofisiologi dislokasi ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi ?
8. Menjelaskan komplikasi dislokasi ?

2
9. Bagaimana askep teoritis dislokasi ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dislokasi
2. Untuk mengetahui etiologi dislokasi
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dislokasi
4. Untuk mengetahui bagaimana anatomi fisiologi dislokasi
5. Untuk mengetahui klasifikasi dislokasi
6. Untuk mengetahui patofisiologi dislokasi
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dislokasi
8. Untuk mengetahui komplikasi dislokasi
9. Untuk mengetahui askep teoritis dislokasi

3
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Definisi
Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang
membentuk persendian terhadap tulang lain. (Sjamsuhidajat,2011: 1046). Dislokasi
sendi adalah fragmen frakrtur saling terpisah dan menimbulkan deformitas.
(Kowalak,2011 : 404). Dislokasi adalah deviasi hubungan normal antara rawan yang
satu dengan rawan yang lainnya sudah tidak menyinggung satu dengan lainnya.
(Price & Wilson, 2006, edisi 6, vol 2, Halaman1368 ).
Dislokasi merupakan keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner &
Suddarth). Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.(Arif Mansyur,
dkk. 2000).
Dapat simipulkan bahwasannya dislokasi merupakan tergesernya sendi dari
mangkuk sendi yang kemudian dapat menimbulkan deformitas.

2.2 Anatomi dan Fisiologi

4
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sitem ini
terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, dan jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :
1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit
karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid : misalnya tulang patella
6. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Histologi tulang :
1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak
terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan
kolagen.
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan
tulang trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel,
dan jaringan kolagen.

5
Fisiologi sel tulang
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, osteoklas.
1. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi.
2. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,
osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang
sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan absorpsi
pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak
yang lebih banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi tulang.

Proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat tulang
dapat berespons terhadap tekanan yang meningkat dan mencegah terjadi patah
tulang.

6
Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan mekanis
yang semakin meningkat. Perubahan membantu mempertahankan kekuatan
tulang pada proses penuaan. Matriks organi yang sudah tua berdegenerasi
sehingga membuat tulang relatif menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang
yang baru memerlukan matriks organik baru sehingga memberi tambahan
kekuatan pada tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan kadar
hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral
tulang,yang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak
memasuki serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan
meneyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteklas sehingga terjadi
demineralisasi. Metabaolisme kalsium dan fosfat sangat berkaitan erat. Tulang
mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfat
tubuh.
Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam
jumlah besar dapat menyebabkan absropsi tulang seperti yang terlihat pada
kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D,hormon
paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah
yang sedikit membantu klasifikasi tulang,antara lain dengan meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

7
Anatomi Sendi :

Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen,
tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi sebagai berikut :

1. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi


fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu dengan tulang
lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya dapat
sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan
bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang
rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam
yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak, serta sinovium
yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan membungkus
tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat
kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening , tidak
membeku, dan tidak berwarna, jumlah yang ditimbulkan dalam tiap-tiap sendi relatif
kecil (1-3ml).
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe,atau
persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi
yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen dan
pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika usia
bertambah.beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu
yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan

8
hidrofiliknya. Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya
untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Aliran darah kesendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh darah mulai
masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat
tebal dibagian sinovium yang menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini
memungkinkan bahan-bahan didalam plasma berdifusi dengan mudah kedalam ruang
sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol disinovium karena didaerah tersebut
banyak mendapat aliran darah dan juga terdapat banyak sel mast dan sel lain serta zat
kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respon
peradangan.
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan terutama
adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua
macam sel yang ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak
dibuat dan tetap berada pada jaringan penyambung ( seperti sel mast, sel palsma,
limfosit, monosit, dan leukosit polimorfonuklear).
Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar adalah kolagen dan elastin.
Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Serat-serat elastin memiliki sifat
elastis, serat ini terdapat dalam ligamen, dinding pembuluh darah besar, dan kulit.
Elastin dipecahkan oleh enzim yang disebut elastase.

2.3 Klasifikasi Dislokasi


Klasifikasi dislokasi menurut (Brunner & Suddart, 2002: 2356) ada beberapa
penyababnya antara lain adalah sebagai berikut:
a. Dislokasi congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling
sering terlihat pada pinggul.
b. Dislokasi spontan atau patologik, akibat penyakit sendi dan atau jaringan
sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan
oleh kekuatan tulang yang berkurang

9
c. Dislokasi traumatic, kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak
dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.

Menurut (Brunner & Suddart, 2002: 2356) ada juga dislokasi berdarsarkan tipe
kliniknya antara lain sebagai berikut:

a. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
b. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.

2.4 Etiologi
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola
dari pemain lain.

10
2. Trauma kecelakaan
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang

2.5 Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan
stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi
dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur
sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan
panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi
kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang
disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan
mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total
ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan
stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan terputus dan
terjadilah edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa sangat nyeri.
Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam setelah cedera
akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka menimbulkan masalah yang
disebut dengan dislokasi.

11
2.6 Manifestasi Klinis
1. Adanya bengkak / oedema
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan :
a. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
 R : Rest = Diistirahatkan adalah pertolongan pertama yang penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
 I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
 C : Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
 E : Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi
oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri.

12
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1. Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus
air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua puluh
– tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh menit.
2. Massage es
Tekniknya: dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus
dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang
waktu sepuluh menit.
3. Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak
air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh – dua puluh
menit.
4. Semprot dingin
Tekniknya: dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke
bagian tubuh yang cedera.
c. Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan,
latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang
sakit.

Penatalaksanaan medis : Farmakologi

1. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut
contoh obat analgetik :

13
a. Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa 1tablet
atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai 1tablet, maksimum 1
½ sampai 3tablet perhari.
b. Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ;
Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif,
tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah,
agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal 500mg lalu 250mg tiap
6jam.
2. Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
3. Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat, pemasangan
gips lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi.
4. Pembedahan yang segera dilakukan untuk mempercepat kesembuhan, termasuk
penjahitan kedua ujung potongan ligamen agar keduanya saling merapat.

2.8 Pemeriksaan Dianostik


1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna
putih.
2. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat
gambaran secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi
dimana sendi tidak berada pada tempatnya.

14
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail.
Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran
sendi dari mangkuk sendi.

2.9 Komplikasi
1. Komplikasi dini
2. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan
otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut
3. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
4. Fraktur dislokasi

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama ,umur , pendidikan , suku bangsa , pekerjaan , penanggung jawab,
agama, status kawin , alamat , no medical record , ruang rawat , tanggal masuk ,
diagnosa medic , yang mengirim/merujuk , tinggi badan/berat badan , sumber
informasi.
3.1.2 TTV
a. Nadi :
b. Pernapasan :
c. Tekanan Darah :
d. Suhu :
3.1.3 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit
yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan
klien dan menghambat proses penyembuhan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi dislokasi,
pergerakan terbatas, klien melaporkan penyebab terjadinya cedera.
Biasanya dislokasi terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, benturan benda keras pada sendi, jatuh dari pohon, dll.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya.
Dan penyakit ini bukan merupakan penyakit turunan.

16
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
a. Rambut dan hygiene kepala
 Warna rambut : Hitam
 Keadaan rambut : Bersih, tidak rontok.
 Kulit kepala : Bersih, tidak ada ketombe.
 Bau : Rambut pasien tidak berbau.

b. Wajah
1) Mata
 Posisi : Simetris kiri kanan
 Konjungtiva : Menutupi pupil , anemis.
 Sklera : Putih, tidak ikterik, tidak ada
pembesaran palpebrae.
 Pupil : Isokor kiri kanan = 3 mm
 Respon cahaya baik.
2) Hidung
 Biasanya normal, simetris kiri kanan
 Tidak ada peradangan polip.
 Tidak ada sekret.
 Tidak ada perdarahan.
3) Telinga
 Bentuk : Simetris kiri kanan.
 Pendengaran : Normal.
 Serumen : Tidak ada.
4) Bibir
 Biasanya normal, tidak ada oedema.
 Mukosa bibir lembab.
 Tidak ada stomatitis dan apthae (Sariawan).

17
 Mulut tidak berbau
5) Gigi
 Biasanya normal.
 Tidak ada caries gigi, karang gigi.
 Tidak ada abses dan gusi tidak meradang.
6) Lidah
Biasanya normal, bersih.

c. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid & getah bening. JVP : 5 -2 cm air
(normal).
d. Dada dan Thorax
 Inspeksi : biasanya dada simetris kiri kanan ,tidak ada edema,
tidak ada kelainan bentuk dada.
 Palpasi : biasanya getaran dada kiri kanan sama (vocal
fremitus)
 Perkusi : biasanya bunyi suara nya sonor
 Auskultasi : bunyi nafasnya vesikuler (inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi)
e. Jantung
 Inspeksi : Biasanya ictus cordis terlihat.
 Palpasi : Biasanya ictus cordis teraba.
 Perkusi : Biasanya bunyi jantung redup atau pekak.
 Auskultasi : Biasanya tidak didapatkan bunyi jantung
tambahan.
f. Abdomen
 Inspeksi : Bentuk perut , Biasanya tidak membuncit.
 Dinding perut, Sirkulasi kolateral ada.

18
 Auskultasi : Bising usus 5-35x/i (normal)
 Palpasi : Tidak ada pembesaran pada abdomen, hepar tidak
teraba.
 Turgor kulit : normal, kulit tampak bagus.
 Perkusi : Tympani (normal).
g. Ekstremitas
Biasanya ektremitasnya bermasalah karena terjadi pergeseran antara
tulang dan sendi
h. Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I : pada klien dislokasi fungsi saraf I tidak ada kelainan,
fungsi penciuman tidak ada kelainan .
 Saraf II : setelah dilakukan tes ,ketajaman penglihatan dalam
kondisi normal.
 Saraf III , IV dan V : biasanya tidak ada gangguan mengangkat ,
kelopak mata dan pupil isokor.
 Saraf VI : klien dislokasi umumnya tidak mengalami paralisis
pada otot wajah dan biasanya refleks kornea tidak ada kelainan.
 Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris
 Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tulikonduktif dan tuli
persepsi
 Saraf IX dan X : kemapuan menelan baik.
 Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
 Saraf XII : lidah simetris , tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi . indra pengecapan normal.
 Pemeriksaan refleks : biasanya tidak didapatkan refleks patologis.

19
 Pemekriksaan sensorik : biasanya fungsi sensorik tidak ada
kelainan.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan aliran darah : cedera vaskuler langsung, edema berlebih,
hipovolemik dan pembentukan trombus.

3.3 Intervensi Keperawatan


NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1. Nyeri Akut NOC NIIC
Definisi : Pengalaman - Pain level  Lakukan pengkajian nyeri
sensori dan emosional yang - Pain control : secara komprehensif
tidak menyenangkan yang - Comfort level termasuk lokasi,
muncul akibat kerusakan Kriteria Hasil karakteristik, durasi,
jaringan yang aktual atau  Mampu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas dan
pontensial digambarkan (tahu penyebab nyeri, faktor presipitasi.
dalam kerusakan sedemikian mampu menggunakan  Observasi reaksi
rupa (Internasional teknik nonfarmakologi nonverbal dari
Association for the study og untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan.
Pain) : awitan yang tiba-tiba mencari bantuan)  Gunakan teknik
atau lambat dari intensitas  Melaporakan bahwa nyeri komunikasi terapeutik
ringan hingga berat dengan berkurang dengan untuk mengetahui
akhir yang dapat diantisipasi menggunakan manajemen pengalaman nyeri pasien.
atai diprediksi dan nyeri.  Kaji kultur yang
berlangsung <6 bulan.  Mampu mengenali nyeri mempengaruhi respon
Batasan Karakteristik: (skala, intensitas, nyeri
Perubahan selera makan frekuensi dan tanda nyeri).  Evaluasi pengalaman
 Perubahan tekanan darah  Menyatakan rasa nyaman nyeri masa lampau.
 Perubahan frekwensi setelah nyeri berkurang  Evaluasi bersama pasien
jantung dan tim kesehatan lain
 Perubahan frekwensi tentang ketidakefektifan
pernapasan kontrol nyeri masa
 Laporan isyarat. lampau.
 Diaforesis.
 Bantu pasien dan keluarga
 Perilaku distraksi (mis :
untuk mencari dan
Berjalan mondar-mandir

20
mencari orang lain atau menemukan dukungan.
aktivitas lain, aktivitas  Kontrol lingkungan yang
berulang). dapat mempengaruhi nyeri
 Mengekspresikan seperti suhuruangan,
perilaku (mis: gelisah, pencahayaan dan
merengek, menangis). kebisingan.
 Masker wajah (Mis :  Kurangi faktor presipitasi
mata kurang bercahaya, nyeri.
tampak kacau, gerakan  Pilih dan lakukan
mata terpancar atau tetap penanganan
pada satu fokus nyeri(farmakologi, non
meringis). farmakologi dan
 Sikap melindungi area interpersonal)
nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri
 Fokus menyempit (mis : untuk menentukan
gangguan persepsi nyeri, intervensi
hambatan proses berfikir,  Ajarkan tentang teknik
penurunan interaksi non farmakologi.
dengan orang dan  Berikan analgetik untuk
lingkungan). mengurangi nyeri.
 Indikasi nyeri yang dapat
diamati
 Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri.
 Sikap tubuh melindungi
 Dilatasi pupil.
 Melaporkan nyeri secara
verbal
 Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
 Agen cidera (Mis :
Biologis, zat kimia, fisik,
psikologis).
2. Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :
Definisi : Keterbatasan pada - joint movement : active.  Exercise therapy :
pergerakan fisik tubuh atau - mobility level. ambulation
satu atau lebih ekstremitas - self care : ADLs  monitoring vital sign
secara mandiri dan terarah. - transfer performance sebelum /sesudah latihan
Batasan Karakteristik : Kriteria hasil : dan lihat respon pasien
 Penurunan waktu reaksi.  klien meningkat dalam saat latihan.
 Kesulitan membolak- aktivitas fisik.  konsultasikan dengan
balik posisi.  mengerti tujuan dan terapi fisik tentang
 Melakukan aktivitas lain peningkatan mobilitas. rencana ambulasi sesuai
sebagai pengganti  memverbalisasikan denga kebutuhan.
pergerakan (Mis : perasaan dalam  bantu klien untuk
Meningkatkan perhatian meningkatkan kekuatan menggunakan tongkat
pada aktivitas orang lain, dan kemampuan saat berjalan dan cegah
mengendalikan perilaku, berpindah. terhadap cedera.
fokus pada  ajarkan pasien atau
ketunadayaan/aktivitas tenaga kesehatan lain
sebelum sakit). tentang teknik ambulasi.

21
 Dispnea setalah  kaji kemampuan pasien
beraktivitas. dalam mobilisasi.
 Perubahan cara jalan.  latih pasien dalam
 Gerakan bergetar. pemenuhan kebutuhan
 Keterbatasan ADLs secara mandiri
kemampuan melakukan sesuai kemampuan.
keterampilan motorik  didampingi dan bantu
halus. pasien saat mobilisasi
 Keterbatasan dan bantu penuhi
kemampuan melakukan kebutuhan ADLs.
keterampilan motorik  berikan alat bantu jika
halus. klien memerlukan.
 Keterbatasan rentang  ajarkan pasien
pergerakan sendi. bagaimana merubah
 Tremor akibat posisi dan berikan
pergerakan bantuan jika diperlukan.
 Ketidakstabilan postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak
terkoordinasi
Faktor yang berhubungan :
 Intoleransi aktivitas
 Perubahan metabolisme
seluler
 Ansietas.
 Indeks masa tubuh diatas
perentil ke-75 sesuai
usia.
 Gangguan koknitif
 Konstraktur.
 Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai
usia.
 Fisik tidak bugar.
 Penurunan ketahanan
tubuh.
 Penurunan kendali otot.
 Malnutrisi
 Gangguan
musculoskeletal
 Gangguan
neuromoskuler, nyeri
 Agens obat
 Penurunan kekuatan otot.
 Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik.
3. Ketidakefektifan perfusi NOC : NIC :
jaringan perifer - circulation status  Peripheral sensation
Definisi : penurunan - tissue perfusion : cerebral management (manajemen
sirkulasi darah keperifer Kriteria hasil : sensasi perifer )
yang dapat mengganggu  Mendemonstrasikan status  monitor adanya daerah

22
kesehatan. sirkulasi yang ditandai tertentu yang hanya peka
Batasan karakteristik : dengan: terhadap
 tidak ada nadi  tekanan sistole dan diastole panas/dingin/tajam/tump
 perubahan fungsi dalam rentang yang ul.
motoric diharapkan.  monitor adanya paretese.
 perubahan karakteristik  tidak ada ortostatik  instruksikan keluarga
kulit (warna, elastisitas, hipertensi untuk mengobservasi
rambut, kelembapan,  tidak ada tanda-tanda kulit jika ada isi atau
kuku,sensasi,suhu ). peningkatan tekanan laserasi
 ankle-brakhial <0,90 intrakranial (tidak lebih dari  gunakan sarung tangan
 perubahan tekanan darah 15 mmHg) untuk proteksi
di ekstremitas  Mendemonstrasikan  Batasi gerakan pada
 waktu pengisian kapiler kemampuan kognitif yang kepala ,leher , dan
>3 detik ditandai dengan punggung.
 klaudikasi :berkomunikasi dengan jelas  monitor kemampuan
 warna tidak kembali dan sesuai dengan BAB
ketungkai saat tungkai kemampuan.  kolaborasi pemberian
diturunkan.  menunjukkan perhatian anlgetik
 kelambatan .konsentrasi dan orientasi.  monitor adanya
penyembuhan luka  memproses informasi tromboplebitis
perifer
 membuat keputusan dengan  diskusikan mengenai
 penurunan nadi
benar penyebab perubahan
 edema
 Menunjukkan fungsi sensori sensasi.
 nyeri ekstremitas
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter .

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8, Jakarta : EGC
NANDA NIC NOC International.2013. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
6.Volume 2. Jakarta: EGC

24

Anda mungkin juga menyukai